penetapan pelaksanaan sita. Selain itu ketua PN segera menyampaikan berita acara pelaksanaan sita tersebut. Kemudian dicantumkan didalam amar putusan PT.
Dalam hal ini, Pengadilan Tinggi PT harus konsekuen untuk menunda putusan tingkat banding sebelum PT menerima berita acara sita. Pengadilan Tinggi PT tidak dibenarkan
menjatuhkan putusanh tersebut karena akan menimbulkan akibat hukum yang tidak jelas terhadap eksistensi pelaksanaan sita.
Namun Mahkamah Agung MA berpendapat bahwa hanya Pengadilan Negeri PN yang berwewenang untuk memerintahkan dan melaksanakan permohonan sita. Oleh karena itu,
apabila Pengadilan Negeri sudah menolak permohonan sita, maka mau tidak mau Pengadilan Tinggi tidak dapat mengubah permohonan sita yang dijatuhkan oleh Pengadilan Negeri.
Pendapat MA tersebut dapat ditelaah dari Buku Himpunan Tanya Jawab Tentang Hukum Perdata 1986,43
a Pada azasnya Pengadilan Tinggi tidak berwewenang memeriksa dan memutus
permohonan sita jaminan consevatoir beslag. , pada halaman empat ditegaskan bahwa:
b Hanya Pengadilan Negeri yang berwewenang memeriksa dan memutus permohonan sita
jaminan consevatoir beslag yang diajukan pada waktu proses pemeriksaan di Pengadilan Negeri.
c Apabila consevatoir beslag dibutuhkan di tingkat banding, permohonannya tetap
diajukan di Pengadilan Negeri bukan di Pengadilan Tinggi.
E. Mendahulukan penyitaan barang bergerak
43 Himpunan Tanya Jawab Rakerda MARI, 1986, h. 4
Universitas Sumatera Utara
Pengabulan penyitaan atas dasar gugatan utang-piutang atau tuntutan ganti-kerugian dapat meliputi seluruh harta kekayaan milik tergugat. Didalam pelaksanaan sita harus berurutan dimana:
1. Yang pertama disita adalah barang bergerak. Apabila nilai barang yang bergerak telah mencukupi jaminan jumlah tagihan yang dituntut oleh
penggugat didalam gugatannya, penyitaan tersebut harus dihentikan sampai disitu saja. 2. Apabila barang yang bergerak tidak mencukupi pelunasan tagihan penggugat, maka penyitaan baru
dipebolehkan terhadap barang yang tidak bergerak. Berdasarkan uraian diatas, penyitaan atas tagihan utang-piutang atau tuntutan ganti kerugian
tidak boleh langsung diletakan pelaksanaanya terhadap barang yang tidak bergerak. Dan apabila barang yang bergerak dinilai mampu menjamin besarnya jumlah tagihan, penyitaan dianggap selesai.
Kebolehan untuk melakukan penyitaan terhadap barang yang tidak bergerak terjadi apabila tuntutan ganti-kerugian atau utang-piutang terhadap barang-barang bergerak tidak cukup. Hal ini senada dengan
Pasal 206 ayat 1 Rbg. Namun ada suatu keadaan dimana tidak dijumpai barang bergerak milik tergugat. Dalam hal ini,
penyitaan dapat langsung dilaksanakan terhadap barang-barang tidak bergerak. Agar hakim lebih yakin tentang hal ini, dapat diperoleh faktanya melalui pemeriksaan sidang isidentil. Hakim dapat langsung
bertanya kepada tergugat bahwa ia tidak lagi mempunyai barang -barang bergerak. Penyitaan langsung kepada barang yang tidak bergerak juga dapat didasarkan pada kesepakatan
antara pengugat dan tergugat di dalam suatu perjanjian kredit. Perjanjian kredit tersebut memuat dan menentukan sendiri bahwa barang jaminan sebagai tanggungan utang berupa barang tidak bergerak.
Universitas Sumatera Utara
Dalam kasus yang demikian, prinsip spesialitas dan separatis mengenyampikan azas mendahulukan penyitaaan terhadap barang-barang bergerak. Prinsip ini digariskan dalam Pasal 261
Rbg atau Pasal 227 ayat 1 HIR dan Pasal 720 Rv.
F. Penggugat tidak boleh diberikan penjagaan sita