Syarat dan Alasan Penyitaan

C. Syarat dan Alasan Penyitaan

1. Syarat Pengajuan Penyitaan. Penyitaan tidaklah mungkin dapat dilakukan tanpa memenuhi syarat-syarat yang telah ada dan berlaku sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Namun kecukupan syarat-syarat tidaklah cukup dan sempurna apabila tidak dibarengi dengan adanya alasan-alasan penyitaan. Syarat penyitaan harus melalui adanya permohonan sita kepada hakim. Hakim tentunya akan mempelajari permohonan sita tersebut sesuai dengan tata cara pengajuan permohonan yang berlaku. Syarat penyitaan berdasarkan permohonan sita merupakan hal yang mendasar, sebab hakim tidaklah akan menjatuhkan sita apabila tidak ada inisiatif dari pengugat yang mengajukan permohonan sita. a. Sita Berdasarkan Permohonan. 1 Permohonan diajukan dalam surat gugatan. Biasanya dalam suatu permohonan sita diajukan bersama-sama didalam surat gugatan. Bentuk dan tata cara pengguna permohonan sita jaminan yang seperti ini lazim dijumpai. Penggugat mengajukan permohonan sita secara tertulis dalam bentuk surat gugatan, sekaligus bersamaan dengan pengajuan gugatan pokok. Pengajuan permohonan sita dalam bentuk ini tidak dapat dipisahkan dari dalil gugatan pokok. Apabila permohonan sita diajukan bersamaan di dalam gugatan, perumusan permohonan sita di dalam surat gugatan biasanya mengikuti pedoman yang secara sistematis, sebagai berikut : Universitas Sumatera Utara a. Gugatan sita dirumuskan setelah uraian posita atau dalil gugat. Menurut penulis cara yang seperti ini adalah cara yang tepat, perumusan dalil gugat itulah layak dan tidak layak diajukan permohonan sita, karena dari perumusan dalil gugat beserta penjelasan mengenai uraian fakta dan peristiwa yang mendukung dalil gugat, akan lebih tepat dan lebih mudah dirumuskan permohonan sita serta alasan kepentingan penyitaan. b. Permintaan pernyataan sah biasanya diajukan pada petitum kedua. Biasanya setelah diuraikan perumusan permohonan sita pada akhir posita gugat, permohonan sita itu dipertegas lagi dalam petitum gugat, yang berisi permintaan kepada pengadilan supaya sita yang diletakkan atas harta sengketa atau harta kekayaan tergugat, dinyatakan sah dan berharga. 2 Permohonan terpisah dari pokok perkara. Ada kalanya permohonan sita diajukan terpisah dari pokok perkara, pada bentuk permohonan ini penggugat membuatnya atau menyiapkannya dalam bentuk tersendiri yang terpisah dari gugatan pokok perkara. Disamping gugatan perkara, penggugat dapat mengajukan permohonan sita dalam surat yang lain, bahkan dimungkinkan dan dibolehkan pengajuan permohonan sita tersendiri secara lisan. Namun didalam prakteknya, bentuk permohonan sita tersendiri secara lisan jarang terjadi. Tetapi pada hakekatnya, kelangkaan praktek itu bukan berarti dapat melenyapkan hak penggugat untuk mengajukan permohonan sita secara lisan. b. Memenuhi tenggang waktu pengajuan sita. Universitas Sumatera Utara Tenggang waktu pengajuan sita adalah sampai batas waktu kapan permohonan sita dapat diajukan dan kepada instansi pengadilan mana saja pengajuan sita jaminan yang dibenarkan oleh hukum.8 Dalam Pasal 261 ayat 1 Rbg ada ketentuan yang berbunyi “selama putusan belum dijatuhkan”. Makna dan penafsiran kalimat tersebut menurut penulis terbatas pada ruang lingkup Penentuan tenggang waktu pengajuan permohonan sita diatur dalam Pasal 261 ayat 1 Rbg. Memperhatikan kekuatan tersebut selain menentukan tenggang waktu pengajuan sita, namun sekaligus juga mengandung permasalahan tentang instansi tempat pengajuan sita. Menurut ketentuan undang – undang, pengajuan permohonan sita dapat dilakukan : 1 Selama putusan belum dijatuhkan atau selama belum berkekuatan hukum tetap. Menurut Pasal 261 ayat 1 Rbg, ketentuan tenggang waktu ini yang dibenarkan karena hukum yaitu selama putusan belum dijatuhkan atau selama putusan belum memperoleh kekuatan hukum tetap. Jadi selama putusan perkara belum diputus oleh hakim atau selama putusan belum mempunyai kekuatan hukum yang tetap, masih terbuka hak dan kesempatan untuk mengajukan permohonan sita. 2 Sejak mulai berlangsung pemeriksaan perkara di sidang pengadilan negeri sampai putusan dijatuhkan. 8 M. Yahya Harahap, Permasalahan dan Penerapan Sita Jaminan Conservatoir Beslag, Op. Cit., h. 25 Universitas Sumatera Utara proses pemeriksaan sidang pengadilan negeri. Sehingga jika proses pemeriksaan diinstansi pengadilan negeri masih berlangsung, maka dapat diajukan permohonan sita. 3 Atau selama putusan belum dapat dieksekusi. Dalam Pasal 261 ayat 1 Rbg juga memuat ketentuan yang berbunyi “selama putusan belum dapat dieksekusi dilaksanakan”. Selama putusan belum dapat dilaksanakan mengandung arti yuridis selama putusan yang bersangkutan belum memperoleh kekuatan hukum yang tetap. 9 Memang secara tegas undang-undang memberi hak dan kewenangan kepada hakim untuk menyita harta kekayaan atau harta terpekara milik tergugat sesuai dengan Pasal 261 Rbg jo. Pasal 206 Rbg, namun hakim harus teliti dan cermat didalam pengabulan terhadap permohonan sita. Ini karena sita sangat eksepsional sekali sifatnya. Jadi permohonan sita dapat dimohonkan ke pengadilan apabila putusan belum dapat dieksekusi, karena putusan tersebut masih belum berkekuatan hukum tetap yang dapat dibanding maupun dikasasi. c. Permohonan sita harus berdasarkan alasan. Permohonan sita yang telah dimohonkan tadi selayaknya disempurnakan dengan adanya alasan sita. Sangat mustahil sekali hakim mau mengabulkan sita apabila tidak dibarengi dengan suatu alasan sita yang kuat. Mengingat sangat eksepsionalnya sifat sita atau penyitaan, maka hakim harus benar-benar mengamati, memperhatikan, serta menimbang alasan sita tersebut dengan teliti. Jangan sampai permohonan sita itu dikabulkan tanpa mengkaji pengabulan tersebut dengan alasan yang dibenarkan oleh hukum. 9 Ibid, h. 27 Universitas Sumatera Utara Sebelum permohonan sita dikabulkan hakim, hakim berhak dan berwewenang memeriksa fakta-fakta tentang adanya dugaan atau persangkaan berupa petunjuk-petunjuk penggelapan yang hendak dilakukan tergugat atas barang-barang yang menjadi objek sengketa tersebut. Apabila alasan sita memang telah sesuai dengan aturan-aturan yang berlaku dan telah memenuhi unsur persangkaan hakim bahwa perlu dilakukan sita, maka permohonan sita dapat dikabulkan. Sebaliknya apabila alasan permohonan sita tidak sesuai dengan fakta-fakta, aturan-aturan, dan unsur-unsur penilaian persangkaan hakim, maka sewajarnya permohonan sita ditolak. Hal ini ditujukan untuk melindungi hak dari tergugat juga. Walaupun esensi atau alasan utama sita terletak pada “tergugat akan menggelapkan barang yang menjadi objek perkara”, namun perlu diperhatikan pula unsur sita jaminan jangan sampai terlalu merugikan pihak tergugat. d. Permohonan sita diajukan pada instansi yang berwewenang. Dari ketentuan Pasal 261 ayat 1 Rbg dapat kita lihat tentang batas pengajuan tenggang waktu sita. Didalam permasalahan kewenangan memerintahkan pelaksanaan sita, masih merupakan pendapat diantara praktisi hukum. 1 Pendapat pertama, mutlak menjadi kewenangan Pengadilan Negeri. Menurut pendapat ini, hanyalah Pengadilan Negeri yang memmpunyai kewenangan atas sita. Di dalam undang-undang tidak ada kewenangan yang diberikan kepada Pengadilan Tinggi PT sebagai instansi tingkat banding. Sehubungan dengan pendapat ini, telah dirinci aturan penerapan penyitaan sebagai berikut: a Apabila Pengadilan Negeri PN menolak sita, maka Pengadilan Tinggi PT tidak berwewenang memerintahkan PN untuk melakukan sita. Kecuali apabila PN mencabut permohonan sita , maka PT berwewenang penuh untuk mengabulkan sita dengan cara Universitas Sumatera Utara membatalkan putusan PN. b Apabila penggugat menganggap perlu dilakukan penyitaan, sedangkan perkara sudah pada tingkat banding, maka permohonan tetap diajukan kepada PN, karena PN berwewenang penuh memutus pengabulan atau permohonan sita. 2 Pendapat kedua, Pengadilan Tinggi PT berwewenang memerintah sita. Menurut pendapat Prof. Subekti10 1 Menjelaskan letak, sifat ,dan ukuran barang. , Permohonan penyitaan dapat diajukan kepada Pengadilan Tinggi PT selama pokok perkaranya belum diputus oleh pengadilan tingkat banding. Alasan beliau berpijak pada Pasal 261 Rbg yang didalamnya terdapat kalimat “Sebelum putusan memperoleh kekuatan hukum tetap”. Disini Prof. Subekti menyimpulkan kalimat tersebut ” menunjukan “ bahwa permohonan sita dapat juga ditujukan kepada PT selama pokok perkaranya belum diputus dalam tingkat banding. e. Penggugat wajib menunjuk barang yang hendak disita. Seperti kita ketahui sebelumnya, permohonan sita hanya boleh dikabulkan dan diletakan terhadap barang-barang yang ditunjuk penggugat. Penunjukan ini diwajibkan terhadap barang yang ditunjuk secara jelas dan pasti, baik mengenai sifat, letak, ukuran yang berkaitan dengan identitas barang. Jadi, kewajiban penggugat sehubungan dengan penunjukan barang yang diminta untuk disita mengandung unsur: 2 Mengemukakan surat-surat yang berkenaan dengan identitas barang bukti surat barang. 3 Penegasan positif status barang adalah milik tergugat. 10 Subekti, Hukum Acara Perdata, Bina Cipta, Jakarta, 1977, h. 49 Universitas Sumatera Utara Namun diantara beberapa unsur kewajiban diatas, ada yang berpendapat tidak mutlak penggugat harus dapat menunjukan atau mengajukan surat identitas atau surat bukti barang. Menurut praktek yang sudah ada, dianggap cukup bila penggugat telah mampu menjelaskan unsur, sifat , letak, dan ukurannya, ditambah dengan unsur penegasan yang positif bahwa barang itu milik tergugat atau setidak- tidaknya dalam kekuasan tergugat.Intinya adalah penggugat tidak boleh menyebutkan barang objek sita secara umum, meskipun Pasal 1311 KUH Perdata menegaskan segala harta kekayaan debitur menjadi tanggungan untuk membayar utangnya.11 Pada diri hakim tidak ada kewajiban hukum untuk mencari dan menemukan identitas atau rincian barang yang menjadi objek sita. Hal ini adalah mutlak kewajiban penggugat. Oleh karena itu, sangat mustahil bagi penggugat meminta hakim mencari dan menemukan identitas barang yang hendak disita, karena penyitaan adalah untuk kepentingan penggugat maka dialah yang mesti menyebut identitasnya secara terang dan pasti. 12 Ditinjau dari ketentuan Pasal 261 Rbg maupun Pasal 720 Rv, alasan-alasan pokok permintaan sita adalah, sebagai berikut: 2. Alasan Penyitaan. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa upaya penyitaan adalah tindakan yang bersifat eksepsional dan merupakan perampasan harta kekayaan tergugat sebelum jatuh putusan yang berkekuatan hukum tetap. Jadi permohonan sita atau penyitaan harus berdasarkan alasan yang kuat. Didalam pengajuan gugatan, penggugat harus dapat menunjukan kepada hakim tentang adanya relevansi dan urgensi penyitaan dilakukan dalam perkara yang bersangkutan. 11 M. Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata, Op. Cit., h. 291 12 Ibid. Universitas Sumatera Utara a. Adanya kekhawatiran atau persangkaan bahwa tergugat berusaha mencari akal guna menggelapkan atau mengasingkan harta kekayaannya, dimana dilakukan selama proses pemeriksaan perkara berlangsung. b. Kekhawatiran atau persangkaan itu harus nyata dan mempunyai sifat yang objektif, dimana: 1 Penggugat harus mampu menunjukan fakta-fakta tentang adanya langkah-langkah tergugat untuk menggelapkan atau mengasingkan harta kekayaannya, selama proses pemeriksaan perkara berlangsung. 2 Sekurang-kurangnya, penggugat dapat menunjukan adanya indikasi objektif tentang adanya upaya untuk menghilangkan atau mengasingkan barang-barangnya guna menghindari isi gugatan penggugat. 3 Sesuai dengan pendapat Prof. Supomo yang menjelaskan dalam peradilan perdata tugas hakim adalah mempertahankan tata hukum perdata.13 Hal ini diharuskan karena hakim dapat menolak permohonan sita apabila alasan sita tidak kuat. Karena menurut undang- undang, yang berhak menilai alasan sita adalah hakim. Jadi alasan sita harus dapat benar-benar meyakinkan hakim. Semua alasan-alasan yang diangkat oleh penggugat pada Hakim harus mampu melihat bahwa seandainya sita tidak diajukan akan menimbulkan kerugian dari pihak penggugat. Hal ini harus diperkuat dengan eratnya isi gugatan dengan penyitaan, yang apabila penyitaan tidak dilakukan maka timbul kerugian dari pihak penggugat. Kesimpulannya, penggugat tidak dibenarkan mendasarkan kekhawatiran dan persangkaan secara pribadi saja terhadap tergugat untuk mengajukan sita. Berdasarkan Pasal 261 Rbg atau Pasal 720 Rv, alasan dapat dikatakan objektif apabila dilengkapi dengan fakta-fakta atau petunjuk-petunjuk yang nyata. 13 K. Wantjik Saleh, Hukum Acara Perdata RBGHIR, Ghalia Indonesia, Jakarta, 2002, h. 9 Universitas Sumatera Utara akhirnya untuk kepentingan tergugat sendiri agar terjamin haknya sekiranya gugatannya dikabulkan nanti,14 1 Sita revindikasi Revindikatoir dalam Pasal 260 RBg. dan telah berkekuatan hukum tetap untuk dilaksanakan.

D. Bentuk - bentuk penyitaan Beslag