Unsur-unsur Keraton Deskripsi Teoritik 1. Budaya
13
depan sedikit, kepala tegak pandangan lurus ke depan kurang lebih 5 meter, tidak banyak toleh kanan dan kiri.
d Cara Berjalan Berjalan dilingkungan Keraton juga diatur baik berjalan biasa maupun
jalan jongkok atau menggunakan pantat nglesot. Cara berjalan biasa, tangan kiri memegang lipatan kain wiron, sedangn tangan kanan melambai biasa, tidak
sraweyan ke kanan ke kiri. Pandangan tetap ke depan tidak tolah toleh ke kanan dan ke kiri, berjalan selalu mengambil di pinggir. Kalau berjalan bersama tidak
boleh bergerombol tetapi harus urut seperti orang antre, dan tidak diizinkan ngobrol, ngomong tidak perlu seyogyanya diam. Bila bicara harus berhenti dulu.
Di dalam keraton tidak diperkenankan memakai alas kaki baik sepatu atau sandal canela. Bila hujan diizinkan memakai payung. Bila payung satu untuk
berdua tidak dibenarkan satu orang memayungi yang lain tetapi harus masing- masing memegang tangkainya. Sedang untuk jalan jongkok dan jalan pantat
hanya dibangsal yang sudah ditentukan acaranya. e Bahasa
Bahasa yang digunakan di lingkungan keraton menggunakan bahasa campuran antara krama inggil, krama madya dan ngoko, disebut bahasa
bagongan. Penggunaan bahasa Bagongan ini dimaksudkan agar hubungan antar sesama abdi dalem maupun dengan para Pangeran serta keluarga tanpa
memperlihatkan pangkat dan gelar sehingga akan lebiih akrab, lebih demokratis, kecuali dengan Raja tetap menggunakan bahasa Krama inggil.
18
Penggunaan bahasa krama Inggil bagi abdi dalem kepada rajanya merupakan bentuk memulyakan Raja sebagai orang nomer satu di wilayah keraton
atau kerajaan, karena bahasa krama inggil merupakan bahasa dengan kasta tertinggi dalam penggunaan bahasa Jawa yang penggunaan bahasanya digunakan
untuk menghormati orang yang lebih tua atau orang yang lebih tinggi kedudukannya.
19
18
Soenarto, op. cit., 51- 54
19
Roqib, op. cit., 45
14