12
dilepaskannya seekor harimau yang dikelilingi oleh prajurit bersenjata. Namun seiring berkembangnya zaman, kini alun-alun merupakan suatu lapangan terbuka
yang luas dan berumput yang dikelilingi oleh jalan dan dapat digunakan kegiatan masyarakat yang beragam.
17
c. Budaya Keraton 1 Tatakrama Abdi Dalem
a Sembah Menyembah merupakan penghormatan kepada pihak lain, baik kepada
pemimpin Raja, kepada orangtua atau orang yang dituakan yang patut mendapat penghormatan. Adapun cara menyeembah adalah dengan meenangkapkan kedua
telapak tangan secara rapat ibu jari ketemu ibu jari, masing-masing jari bersatu, kemudian diangkat dengan ibu jari mengenai hidung. Menyembah dilaksanakan
dengan duduk bersila, jongkok, atau berdiri. b Duduk Bersila
Cara duduk bersila diatur dengan maksud sebagai perwujudan sikap sopan dan tertib. Adapun pelaksanaannya sebagi berikut :
Telapak kaki kanan berada di bawah depan kaki kiri, telapak kaki kiri disisipkan diantara paha dengan betis kaki kanan. Tumit kaki kanan di bawah
betis kaki kiri, telapak kaki kiri maupun kanan menghadap ke atas. Kain dan witon menutup kedua kaki kanan dan kaki kiri. Tangan kanan dan tangan kiri
menutup di depan kedua kaki yang disebut ngapurancang. Punggung tegak dada ke depan, kepala tegak, pandangan tetap lurus tidak
dibiarkan melirik kiri maupun kekanan, jarak pandang kurang lebih 5 meter dari tempat duduknya, tetapi hati tetap tenang tidak tertekan santai.
c Duduk di Kursi Cara duduk di kursipun di lingkungan Keraton diatur untuk tertib dan
sopan, kaki kiri dan kanan tidak saling tumpang, tetapi sejajar dan menapak di lantai. Tangan kiri dan tangan kanan di depan pangkuan, badan tegak, dada ke
17
Sukawi ,Pengertian Alun-alun, 2013, Loenpia. net
13
depan sedikit, kepala tegak pandangan lurus ke depan kurang lebih 5 meter, tidak banyak toleh kanan dan kiri.
d Cara Berjalan Berjalan dilingkungan Keraton juga diatur baik berjalan biasa maupun
jalan jongkok atau menggunakan pantat nglesot. Cara berjalan biasa, tangan kiri memegang lipatan kain wiron, sedangn tangan kanan melambai biasa, tidak
sraweyan ke kanan ke kiri. Pandangan tetap ke depan tidak tolah toleh ke kanan dan ke kiri, berjalan selalu mengambil di pinggir. Kalau berjalan bersama tidak
boleh bergerombol tetapi harus urut seperti orang antre, dan tidak diizinkan ngobrol, ngomong tidak perlu seyogyanya diam. Bila bicara harus berhenti dulu.
Di dalam keraton tidak diperkenankan memakai alas kaki baik sepatu atau sandal canela. Bila hujan diizinkan memakai payung. Bila payung satu untuk
berdua tidak dibenarkan satu orang memayungi yang lain tetapi harus masing- masing memegang tangkainya. Sedang untuk jalan jongkok dan jalan pantat
hanya dibangsal yang sudah ditentukan acaranya. e Bahasa
Bahasa yang digunakan di lingkungan keraton menggunakan bahasa campuran antara krama inggil, krama madya dan ngoko, disebut bahasa
bagongan. Penggunaan bahasa Bagongan ini dimaksudkan agar hubungan antar sesama abdi dalem maupun dengan para Pangeran serta keluarga tanpa
memperlihatkan pangkat dan gelar sehingga akan lebiih akrab, lebih demokratis, kecuali dengan Raja tetap menggunakan bahasa Krama inggil.
18
Penggunaan bahasa krama Inggil bagi abdi dalem kepada rajanya merupakan bentuk memulyakan Raja sebagai orang nomer satu di wilayah keraton
atau kerajaan, karena bahasa krama inggil merupakan bahasa dengan kasta tertinggi dalam penggunaan bahasa Jawa yang penggunaan bahasanya digunakan
untuk menghormati orang yang lebih tua atau orang yang lebih tinggi kedudukannya.
19
18
Soenarto, op. cit., 51- 54
19
Roqib, op. cit., 45