Ruang Lingkup Akhlak 1 Akhlak Seorang Anak Kepada Orangtua

22 memberikan penghormatan dan memuliakan keduanya, berdiri jika keduanya berdiri dari tempat duduknya dan menundukan kepala sambari mencium kedua tangannya, tidak mengangkat suara dihadapannya sebagai penghormatan bagi keduanya, merendahkan diri serta berbicaralah lemah lembut dengannya. Sehingga tidak ada kata —kata kotor yang keluar dan dapat meynakitkan keduannya, tidak juga memperlakukannya dengan suatu yang menjadikan keduanya mendapatkan aib. 36 Selain itu sebagai anak yang sholeh, dengarkanlah perkataan orangtua dengan sebaik-baiknya. Jalankanlah dan taatilah perintah mereka itu sesuai dengan s yari‗at Allah Ta‗ala. Datanglah lekas jika mereka memanggil, tundukan kedua lengan bahu dan rendahkan diri di hadapan keduanya, seperti yang diperintahkan Allah SWT :              “dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil. Q.S. Al-Isra ‟ 24 Jangan merasa bosan berbakti kepada mereka. Jangan pula merasa bosan menjalankan perintah mereka. Jangan memandang mereka dengan pandangan sebelah mata. Jangan anda sampai melengkingkan suara dihadapan mereka atau berkata dengan suara keras ketika berbicara dengan mereka. Jangan pula anda menghardik atau berkata ―cis‖ kepada mereka apalagi kalau sampai menyalahi, tidak mengindahkan perintah dan anjuran mereka. 37 36 M. Abdul Ghoffar, Buku, Jati Diri Muslim, Terj. Dari Syahsiyatul Al-Muslim Kamaa Yashughuha Al-Islam fii Al-Kkitab wa Al-Sunnah oleh Muhammad Ali Al-Hasyimil Jakarta, Pustaka Al-Kautsar, 1999 Cet. I, h. 61 37 Al-Ghazali Penerjemah; A. M. Basalamah, Adab dalam Agama, 1992, Gema Insani Press, Jakarta Cet. 3 h. 59-60 23 2 Akhlak Seorang Murid Kepada Guru a Menjaga Kehormatan Guru Adab murid terhadap gurunya adalah adab yang paling penting yang harus dimiliki oleh seorang pelajar. Hendaklah dia menganggap gurunya sebagai seorang pengajar dan pendidik. Sebagai pengajar yang mengajarkan ilmu, serta sebagai pendidik yang membimbingnya kepada budi pekerti yang baik. Seorang murid kalau tidak percaya dengan gurunya pada dua hal ini, maka dia tidak mendapatkan apa yang diinginkannya. 38 Dengan demikian bentuk penghormatan seorang pelajar terhadap guru sangatlah penting demi terciptanya keharmonisan antara murid dan guru sehingga murid akan mendapatkan berkah keilmuan dari keikhlasan guru yang telah mendidik dan membimbing murid. b Cara Berakhlak Kepada Guru Termasuk cara menghormati ilmu adalah menghormati guru, adapun cara menghormati guru antara lain adalah : tidak berjalan di depannya, tidak menduduki tempat duduknya, tidak mendahului bicara dihadapan guru kecuali dengan izin guru, tidak bicara banyak di hadapan guru, tidak bertanya yang membuat bosan, harus menjaga waktu dan tidak mengetuk-ngetuk pintunya, namun harus bersabar untuk menunggunya keluar. Kesimpulannya, seorang murid harus berusaha mendapatkan ridho guru, menghindari keemurkaannya dan patuh kepadanya selain dalam menjalankan maksiat keepada Allah SWT, sebab tidak boleh patuh kepada makhluk untuk melakukan perbuatan kepada sang pencipta. Dan cara menghormati guru juga termasuk menghormati anak- anaknya dan orang yang mempunyai hubungan dengannya. 39 Selain itu, sebagai seorang murid yang baik haruslah menghormati gurunya dengan baik. Usahakan muridlah yang terlebih dulu mengucapkan salam. Kurangi banyak bicara yang asal bunyi dihadapan guru. Berdiri apabila guru berdiri. Jangan mengatakan kepadanya ―Si Fulan berkata begini yang 38 Syaikh Muhammad bin Shalih al- ‗Utsman, Penerjemah Ahmad Sabiq, Syarah Adab dan Manfa ‟ at Menuntut Ilmu, Jakarta, Pustaka Imam Asy-Syafi‗i, 2007 cet 2, h. 111-112 39 Syekh Al-Zarnuji, امت ع ل ي م تع ل ي م , واواده وث ها ن احمد ته محمد م ت ث ه, Surabaya hal. 17 24 berlawanan ‖ . Jangan bertanya kepada teman-teman ketika dihadapan guru. Jangan tertawa atau tersenyum-senyum ketika berbicara dengan guru. Jangan mengutarakan hal-hal yang berlawanan dengan pendapatnya dan jangan meminta penjelasan kepada sang guru ketika di tengah jalan dan jangan menambah hal-hal yang membosankan guru. 40 B. Kajian Penelitian Terdahulu yang Relevan 1. Berdasarkan hasil penelitian dari Tholobin dengan judul Skripsi Respons Masyarakat Modern Terhadap Eksistensi Tradisi Panjang Jimat Keraton Kasepuhan Cirebon Studi Terhadap Masyarakat Kasepuhan RW.04 Sitimulya dapat disimpulkan bahwa : Tradisi Panjang Jimat merupakan tradisi yang selalu diperingati pada setiap tahun yaitu pada tanggal 12 Robiul Awwal, sebagai hari kelahiran Nabi Muhammad SAW, yang berlangsung sangat meriah. Pihak keraton sebagai penyelenggara atas terlaksananya tradisi tersebut, hal demikian karena pihak keraton pewaris dari tradisi Panjang Jimat, sebagaimana layaknya tradisi yang harus dijaga dan di hormati serta tetap di lestarikan. Bentuk dari tradisi Panjang Jimat adalah adanya alegoris Panjang Jimat pada malam terakhir yang disebut malam pelal. Tradisi Panjang Jimat mempunyai potensi materil bagi masyarakat Sitimulya. Fakta yang terjadi di lapangan masyarakat Sitimulya sangat senang dengan adanya tradisi Panjang Jimat karena setiap individu maupun masyarakat bisa berperan guna menyalurkan nilai kreatifitas yang ada selama tradisi tersebut berlangsung. Hal ini menjadi alasan masyarakat Sitimulya agar tradisi tersebut tetap eksis. Adanya potensi-potensi yang terdapat dalam tradisi Panjang Jimat, masyarakat Sitimulya bergerak untuk melakukan sesuatu. Bentuk dari respons masyarakat Sitimulya terahadap berlangsungnya tradisi Panjang Jimat, masyarakat Sitimulya melakukan banyak hal terutama dalam kegiatan ekonomi dan wisata kebudayaan. Kegiatan ekonomi masyarakat Sitimulya bergerak 40 Al-Ghazali op, cit,. h. 21 25 dibidang barang dan jasa, kegiatan ekonomi bersifat barang adalah masyarakat membuka lapangan pekerjaan dan perdagangan di area sekitar keraton sebagai tempat pelaksaan tradisi Panjang Jimat, sedangkan kegiatan ekonomi yang bersifat jasa, masyarakat Sitimulya menyiapkan atau menyediakan tempat- tempat penginapan seperti halnya penyediaan kos-kosan, kontrakan bagi para pengunjung dari luar yang datang selama tradisi Panjang Jimat berlangsung juga membuka biro jasa penitipan barang. Kemudian pada sektor wisata masyarakat Sitimulya melakukan wisata hiburan dengan memanfaatkan momen tradisi Panjang Jimat sebagai wisata kebudayaan selama tradisi tersebut berlangsung merupakan wisata alternatip bagi masyarakat Sitimulya. 41 2. Berdasarkan hasil penelitian dari Yesy Wahyuning Tyas dengan judul Skripsi Analisis Nilai Dan Makna Simbolik Teks Serat Tata Cara Keraton Dalam Naskah Serat Abdi Dalem Keraton menjelaskan secara garis besar makna filosofis dari aturan sikap di atas, mengandung nilai seperti apa yang dituangkan dalam Serat Wulangreh dan Serat Raja Kapakapa, bahwa seorang abdi dalem harus „darma lumaku sapakon ‟ artinya, wajib berjalan menurut perintah. Dalam hal ini, adalah menuruti perintah rajanya. Lalu aturan berjalan, tidak boleh bolak- balik, tidak boleh merokok, tidak boleh melambai, hal ini juga telah diajarkan dalam Serat Wulangreh dan Serat Raja Kapakapa, sikap seorang abdi dalem harus mantep dan madep, yaitu harus bersikap mantap dan tidak gentar. Sikap berjalan dengan tidak boleh melambaikan tangan, menoleh kanan dan kiri, harus senantiasa sigap. Juga dalam hal bersopan santun dan bersikap seperti gambaran seorang wanita, halus, berbudi luhur, namun juga harus seperti kuda yang senantiasa sigap apabila menerima perintah raja, dengan aturan apabila berbicara harus dengan suara yang lirih dan halus. Berdasarkan logika, bagaimana seorang abdi dalem dapat bersigap, ketika dirinya sambil 41 Tholibin ―Respons Masyarakat Modern Terhadap Eksistensi Tradisi Panjang Jimat Keraton Kasepuhan Cirebon Studi Terhadap Masyarakat Kasepuhan RW.04 Sitimulya” Skripsi Fakultas Ushuludin Universitas Islam Negeri Sunan Kali Jaga Yogyakarta, 2009, h. 102-103 tidak dipublikasikan. 26 melakukan hal lain walaupun sekecil apapun, untuk itulah aturan-aturan sikap tersebut dibuat. Sikap yang harus ditunjukan ketika berpapasan dengan putra-putri raja beserta kerabatnya, maka harus segera memberi jarak. Makna simbol dari sikap tersebut selain sebagai simbol penghormatan kepada petinggi keraton, juga sebagai tanda pembeda kasta, diantara atasan dan bawahan. Yang mana, yang lebih berkuasa harus menjadi prioritas. Hal ini, merupakan ajaran peninggalan agama hindu di Jawa. Kemudian mengenai aturan untuk ndhodhok atau berjongkok. Apabila dihadapan leluhur harus ndhodhok atau berjongkok, mengandung makna sebagai suatu bentuk penghormatan, sikap seperti itu juga sebagai simbol bahwa seorang abdi dalem adalah jabatan yang paling rendah dalam keraton. Sembah, ngapurancang, bersila, berjongkok dan berjalan jongkok yang disebut laku ndhodhok merupakan lambang- lambang yang selalu muncul pada setiap interaksi dalam keraton. Tetapi, pemberian sembah dan laku ndhodhok tersebut hanya dilakukan setiap kali apabila abdi dalem bertemu atau menghadap raja dan kerabat raja. Bentuk-bentuk sikap di atas, yang mencerminkan nilai ‗andap asor‟ yang merupakan salah satu ajaran budaya Jawa. ‗Andap asor‟ berarti merendahkan diri sendiri dengan sopan dan merupakan kelakuan yang benar yang harus ditunjukan kepada setiap orang yang derajatnya lebih tinggi. Dalam tatacara ini juga mengandung unggah- ungguh yang dipahami oleh masyarakat besar di Jawa, yang banyak tampak dalam keseharian sampai saat ini, yang juga diterapkan dalam keraton, yaitu apabila berbicara atau berhadapan dengan orang yang lebih tua, atau dengan orang yang jabatannya lebih tinggi, unggah- ungguh-nya adalah ‗jangan kita menatap wajah orang yang lebih tua atau lebih tinggi jabatannya, karena apabila kita berani menatap wajahnya, ini berarti kita menentang dan menantang orang tersebut. 42 42 Yesy Wahyuning Tyas, ͞Analisis Nilai Dan Makna Simbolik Teks Serat Tata Cara Keraton Dalam Naskah Serat Abdi Dalem Keraton͟ skripsi pada Universiitas Indonesia, Jakarta, 2009, h. 21- 23, tidak dipubliasikan 27 Sekalipun memiliki ruanglingkup yang sama dalam pnelitian, dari kedua penelitian yang relevan diatas terdapat perbedaan penelitian dengan penelitian yang penulis ajukan diantaranya adalah : 1. Dalam penjelasan yang diajukan oleh Yesy Wahyuning Tyas dalam penelitiaannya analisis nilai dan makna simbolik teks serat tatacara keraton, menjelaskan tentang makna yang terkandung dalam tata cara unggah-ungguh abdi dalem maupun tata cara peletakan benda-benda pusaka keraton. Sementara penelitian yang diajukan penulis menjelaskan tentang hubungan penerapan budaya keraton yaitu sikap abbdi dalem terhadap rajanya dengan akhlak santri di pesantren. 2. Dalam penjelasan penelitiaan yang diajukan oleh Tholibin dalam penelitiaannya adalah respon masyarakat terhadap tradisi panjang jimat yang dilakukan oleh keraton, sementara penelitian yang diajukan penulis adalah pengaruh budaya keraton terhadap akhlak santri di pesantren. Dengan demikian sekalipun penelitian yang dilakukan oleh penulis dengan hasil penelitian yang relevan di atas memiliki ruanglingkup yang sama yakni Budaya Keraton, namun dari fokus penelitian yang dijelaskan masing-masing penelitian memiliki fokus budaya yang berbeda sebagaimana yang telah dijelaskan di atas.

C. Kerangka Berfikir

Dari penjelasan di atas telah nampak jelas bahwa pesantren dalam perjalanannya mengalami perkembangan yang dinamis di setiap zamannya dengan mengikuti perkembangan dan tuntutan zaman. Sesuai dengan fungsinya, pesantren merupakan tempat pendidikan yang memfokuskan pembelajaran pada pelajaran-pelajaran agama Islam. Walaupun kini pesantren sudah banyak yang mengalami kemajuan dalam sistem pembelajarannya, namun hal tersebut tetap tidak merubah hukum awal adanya pesantren yaitu memberikan pelajaran agama yang mendalam. Seiring dengan terus berkembangnya zaman, pesantren mulai mengalami evolusi yang dinamis dengan banyaknya bermunculan pesantren- 28 pesantren yang bersistem modern yang pada pembelajarannya tidak hanya terfokus pada pelajaran agama saja tetapi juga memasuki pelajaran-pelajaran umum pada kurikulumnya. Hal ini sejalan dengan tujuannya didirikan pesantren yaitu mendidik manusia untuk menjadi insan yang kamil baik dalam budi pekerti maupun ilmu pengetahuannya. Namun demikian hingga saat ini pun masih ada pesantren-pesantren yang mempertahankan sistem lama dalam pembelajarannya maupun dalam sistem sosialnya, semisal dengan pelajaran-pelajaran yang diajarkan hanyalah pelajaran agama saja, hal ini berkaitan dengan sistem turun temurun yang diterapkan oleh pihak kepengurusan pesantren yaitu kiyai yang menjadi pengasuh sekaligus pemimpin tertinggi dalam pesantren. Sistem yang dipakai oleh pesantren semacam ini biasanya dipengaruhi juga oleh lingkungan maupun sejarah Daerah. Semisal dengan sistem pesantren yang dipengaruhi oleh budaya ataupun sistem kepemerintahan dalam sistem kepesantrenannya, hal ini menunjukan bahwa pesantren merupakan produk budaya lokal yang didirikan sesuai dengan situasi dan kondisi dimana pesantren itu didirikan. Oleh karenanya, dalam sebuah sistem pendidikan di pesantren, situasi dan kondisi lingkungan sangatlah berperan dalam menjalankan dan menciptakan sebuah sistem pendidikan di pesantren. Karena pesantren merupakan produk lokal yang berdiri dan berkembang dengan alur lingkungan. Seperti halnya pondok pesantren Nadwatul Ummah Buntet Pesantren Cirebon yang masih mempertahankan sistem turun temurunnya terutama dalam sistem ke-Pesantrenan yang mengacu pada sistem sosial keraton. Dimana para santri diibaratkan seorang abdi dalem yang selalu setia melayani keluarga keraton, begitu juga santri yang setia melayani guru dalam menuntut ilmu demi mendapatkan berkah serta ilmu yang manfa‗at dari sang guru dengan cara menjaga sikap dan tau bagaimana harus bersikap kepada guru. Dalam prakteknya, hal tersebut bertujuan untuk memberikan pendidikan akhlak secara nyata kepada para santri agar tidak hanya memahami pendidikan akhlak yang hanya terbatas pada teori saja. 29 Dengan demikian, para santri diharap dapat memahami bagaimana cara untuk bersikap kepada guru maupun orangtua mereka, karena dengan sistem yang demikian para santri dapat langsung memeraktekan apa yang telah mereka pelajari selama mereka menjalani pendidikan di pesantren.

D. Hipotesis Penelitian

Adapun hipotesis penelitian yang penulis ajukan adalah : Terdapat hubungan yang positif antara penerapan budaya keraton dengan akhlak santri pondok Pesantren Nadwatul Ummah Buntet Pesantren Cirebon.

Dokumen yang terkait

Penyesuaian diri santri di Pondok Pesantren terhadap kegiatan pesantren : studi kasus di Pondok Pesantren Darunnajah

14 101 116

Tradisi Perjodohan Dalam Komunitas Pesantren (Studi Pada Keluarga Kyai Pondok Buntet Pesantren)

5 36 85

HUBUNGAN ANTARA REGULASI DIRI DENGAN PENYESUAIAN DIRI SANTRI PONDOK PESANTREN DI SURAKARTA Hubungan Antara Regulasi Diri Dengan Penyesuaian Diri Santri Pondok Pesantren Di Surakarta.

0 2 15

HUBUNGAN ANTARA REGULASI DIRI DENGAN PENYESUAIAN DIRI SANTRI PONDOK PESANTREN DI SURAKARTA Hubungan Antara Regulasi Diri Dengan Penyesuaian Diri Santri Pondok Pesantren Di Surakarta.

0 3 17

HUBUNGAN ANTARA KEMANDIRIAN DENGAN PENYESUAIAN DIRI PADA SISWA (SANTRI) PONDOK PESANTREN Hubungan Antara Kemandirian Dengan Penyesuaian Diri Pada Siswa (Santri) Pondok Pesantren.

2 6 16

HUBUNGAN ANTARA KEMANDIRIAN DENGAN PENYESUAIAN DIRI PADA SISWA PONDOK PESANTREN Hubungan Antara Kemandirian Dengan Penyesuaian Diri Pada Siswa (Santri) Pondok Pesantren.

0 0 11

Peranan Pondok Pesantren Buntet Cirebon Bagi Kemajuan Pendidikan Di Lingkungan Sekitar Tahun1958-2009.

0 1 1

PENERAPAN TA‘ZIR DALAM PEMBENTUKAN AKHLAK SANTRI DI PONDOK PESANTREN SYAICHONA MOCH. CHOLIL BANGKALAN.

5 16 89

HUBUNGAN ASUPAN ENERGI DAN ZAT GIZI DENGAN KEBUGARAN JANTUNG PARU SANTRI PONDOK PESANTREN AMANATUL UMMAH SURABAYA

0 0 6

KONSEP KESETARAAN GENDER DALAM PANDANGAN SANTRI (Studi Kasus di Pondok Pesantren Darussalam Buntet Pesantren – Kabupaten Cirebon) - IAIN Syekh Nurjati Cirebon

0 0 15