62
Adapun kriteria pengajuannya adalah : jika r hitung r tabel maka Ha diterima dan Ho ditolak. Sebaliknya jika r hitung r tabel maka Ha ditolak dan
Ho diterima. Kemudian penulis mencari derajat bebasnya df atau db dengan rumusnya adalah : Df = N
– nr = 50
– 2 = 48
Dengan memeriksa tabel ―r‖ roduct moment ternyata df sebesar 48 tidak
terdapat dalam tabel, maka angka yang digunakan adalah angka yang terdekat dari 48 yaitu 50, sehingga diperoleh r tabel pada taraf signifikasi 5 adalah 0, 27 dan
pada taraf signifikasi 1 adalah 0, 35. Dengan demikian hasil yang diperoleh adalah r hitung r tabel r hitung 0, 61 r tabel 5 = 0, 27 r hitung 0, 61 r
tabel 1 = 0, 35 yang artinya r hitung lebih besar 0, 61 dari r tabel 5 0, 27 dan r tabel 1 0, 35. Maka hasil akhir yang diperoleh adalah bahwa hubungan
antara penerapan budaya keraton dengan akhlak santri Pondok Pesantren Nadwatul Ummah Buntet Pesantren Cirebon merupakan korelasi yang positif
yakni terdapat hubungan yang signifikan.
2. Keterkaitan Pola Perilaku Adab Abdi Dalem di Keraton dengan Adab Santri di Pesantren
Berdasarkan hasil penelitian yang telah ditemukan, bahwa penerapan budaya keraton mempunyai pengaruh yang signifikan dalam pembentukan akhlak
santri pondok Pesantren Nadwatul Ummah. Hal ini menggambarkan bahwa dengan adanya sistem penerapan budaya keraton sangat membantu proses
pendidikan di pesantren terutama pendidikan akhlak yang berperan dalam membentuk moral santri yang sesuai dengan
syari‗at Islam. Karena pada dasarnya sistem penerapan budaya keraton di pesantren
bertujuan memberikan pendidikan akhlak secara nyata sehingga para santri dapat memahami secara mendalam teori pendidikan yang telah dipelajari. Semisal
dengan teori pendidikan akhlak yang menjelaskan bahwa seorang murid haruslah mendapat ridlo dari seorang guru dan menghindari kemurkaannya serta harus
patuh kepada guru, hal ini tergambar dalam sistem sosial yang diberlakukan di pesantren bahwa setiap santri ketika berjalan di depan rumah guru tidak boleh
63
bergerombol dan
memunculkan kerimbutan
karena hal
tersebut dapat
mengganggu ketenangan guru dan keluarganya sehingga dapat membuat guru kesal dan marah.
Selain itu, para santri juga diwajibkan bersikap sopan kepada orangtua dengan tidak memandang wajahnya ketika berbicara, sikap demikian dilakukan
sesuai dengan teori yang mengatakan bahwa seorang anak ketika berhadapan dengan oangtuanya haruslah merendahkan dirinya. Hal ini menunjukan bahwa
dengan adanya
sistem tersebut
santri dapat
langsung memahami
dan memeraktekan teori akhlak secara langsung dalam kehidupan sehari-hari di
pesantren. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa penerapan budaya keraton
sangat efektif untuk di terapkan karena dapat membantu proses pendidikan terutama pendidikan akhlak yang langsung dipraktekan oleh para santri lewat
terapan sistem budaya keraton yang dalam hal ini adalah bentuk akhlak atau sikap abdi dalem terhadap sultan atau raja. Selain itu pula dengan diterapkannya sistem
budaya keraton di pesantren telah memberikan efek positif terhadap para santri karena dengan adanya terapan sistem tersebut para santri benar-benar telah
memahami bagaimana harus bersikap terhadap guru beserta keluarganya, juga kepada orangtua maupun kerabat orangtua mereka.
3. Keterkaitan Hasil Penelitian Dengan Penelitian Terdahulu
Sebagaimana telah dijelaskan di atas, bahwa hasil dari penelitian penulis terkait hubungan penerapan budaya keraton dengan akhlak santri pondok
pesantren Nadwatul Ummah Buntet Pesantren Cirebon memiliki hubungan yang signifikan, dikarenakan praktek budaya yang diterapkan dipesantren memiliki
peran yang positif dalam memberikan pengalaman nyata terhadap para santri terutama dalam hal pendidikan akhlak.
Dalam kajian penelitian terdahulu yang relevan, dijelaskan bahwa keraton memiliki peran penting terhadap kehidupan sosial masyarakat yang tinggal di
wilayah sekitar Keraton, baik dalam hal ekonomi maupun dalam segi pelestarian budaya. Hal ini disebabkan oleh fungsi Keraton yang kini berfungsi sebagai
64
tempat pelestarian budaya nenek moyang serta menjadi pusat perekonomian masyarakat sekitar yang membuka usaha di sekitar keraton.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa keterkaitan hasil penelitian dengan hasil penelitian terdahulu yang relevan adalah bahwa Keraton telah
memberikan dampak positif terhadap masyarakat yang berada di lingkungan sekitar baik dalam hal perekonomian, pelestarian budaya, serta dalam hal
pendidikan di wilayah sekitar keraton. Hal ini didasari pada faktor sejarah dimana Keraton pada masa dulu merupakan kerajaaan yang berkuasa di wilayahnya
sehingga kebijakan-kebijakan Keraton akan selalu memberikan dampak terhadap kehidupan masyarakat sekitar.
D. Keterbatasan Penelitian
Pada pelaksanaan penelitian, peneliti menemukan beberapa hambatan sehingga menyulitkan peneliti untuk mendapatkan menyelesaikan penelitian
sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan, adapun hambatan yang ditemui penulis antara lain adalah :
1. Waktu dan Jarak Judul dalam skripsi ini adalah Hubungan Penerapan Budaya Keraton
Terhadap Akhlak Santri Pondok Pesantren Nadwatul Ummah Buntet Pesantren Cirebon, sehubungan dengan judul yang terkait secara otomatis dalam
pelaksanaan penelitian haruslah mengadakan peneletian di tempat yaitu di Pondok Pesantren Nadwatul Umma Buntet Pesantren Cirebon. Karena hal itulah, peneliti
sedikit merasa terberatkan karena jarak tempuh antara Jakarta dan Cirebon tidaklah dekat. Selain itu pula, waktu yang diperlukan dalam pelaksanaan
penelitian tidaklah sebentar, dan terkadang ketika peneliti sudah menjadwal dengan baik jadwal penelitian namun sesekali jadwal tersebut tidak sesuai dengan
situasi dan kondisi di Pesantren sehingga jadwal harus diatur ulang dengan menyesuaikan situasi dan kondisi di Pesantren, semisal ketika peneliti ingin
melaksanakan wawancara dengan pengasuh Pesantren yang ternyata ketika peneliti
datang Pengasuh
sedang tidak
berada di
Pesantren sehingga
membutuhkan waktu lagi untuk melakukan wawancara dilain hari. Selain itupula, dalam proses observasi maupun pengambilan photo dokumentasi kegiatan di
65
pesantren peneliti tidak bisa langsung melaksankan berbarengan dengan pelaksanaan kegiatan di pesantren karena waktu dan kondisi peneliti yang tidak
tepat dan tidak sesuai dengan jadwal kegiatan Pesantren. 2. Biaya Penelitian
Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, bahwa penelitian dilaksanakan di tempat yang jauh dari asal peneliti sehingga dalam pelaksanaannya
membutuhkan biaya yang tidak sedikit, terhitung dari biaya transportasi maupun akomodasi sehari-hari peneliti dalam melaksanakan penelitian di Pesantren yang
terkadang penelitipun harus berkali-kali mendatangi Pesantren di waktu dan hari yang berbeda, serta biaya pembuatan angket yang harus disebar ke beberapa
santri di Pesantren yang tidak sedikit. Oleh karenanyalah peneliti dalam melaksanakan
penelitian sangat
berhati-hati terutama
dalam kebijakan
menggunakan biaya untuk pelaksanaan penelitian. 3. Kekhawatiran Peneliti
Pesantren yang menjadi fokus penelitian dalam penulisan skripsi ini merupakan tempat dimana peneliti pernah menjadi santri dan menjalani proses
pendidikan agama Islam, sehingga sedikit banyaknya peneliti memahami situasi dan kondisi sosial di Pesantren serta dalam diri peneliti masih tersimpan
kepatuhan yang dalam akan nasihat dan titah Pengasuh dan juga keluarga besar Pesantren. Berdasarkan hal tersebut, peneliti sedikit merasa khawatir akan
penelitian ini. Adapun sebab kekhawatiran peneliti antaralain adalah : a. Peneliti khawatir pihak Pesantren baik Pengasuh maupun keluarga besar
Pesantren merasa tersiggung dengan tema maupun judul dari penelitian, b. Adanya perasaan kurang menyenangkan dari peneliti, karena khawatir
penelitian yang dilaksanakan merupakan hal yang tidak sopan untuk dilakukan karena terkesan melawan,
c. Khawatir akan
adanya penolakan
tentang penelitian
sehingga menyebabkan peneliti harus merubah konsep dan juga tema maupun
judul skripsi, dan
66
d. Khawatir akan adannya perlawan dari pihak pesantren tentang hasil penelitian nanti bila hasil penelitian ternnyata jauh dari harapan yang di
inginkan pihak pesantren. Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, dalam pelaksanaan penelitian baik
wawancara maupun observasi peneliti tidak merasakan kebebasan sehingga menyebabkan proses penelitian sedikit terhambat, semisal dengan pertanyaan-
pertanyaan yang akan diajukan dalam wawancara kepada pengasuh Pesantren peneliti harus kembali berdiskusi dengan para guru yang berada di Pesantren demi
menjaga tidak adanya kesalah pahaman dalam proses wawancara. 4. Pendapat Pengasuh yang Berbeda
Sebagaimana yang telah penulis ketahui bahwa sistem yang diberlakukan di pesantren merupakan sistem yang serupa dengan sistem yang diberlakukan di
keraton terutama dalam hal penerapan sikap abdi dalem kepada sultan atau raja. Namun ketika penulis melaksanakan wawancara dan menanyakan kepada
pengasuh tentang
latar belakang
penerapan sistem
dipesantren, beliau
menerangkan bahwa sistem yang diberlakukan bukan karena meniru terhadap sistem yang diterapkan dalam keraton melainkan sistem yang diberlakukan
merupakan terapan yang memang sudah ada dalam syari‗at Islam. Dengan adanya
pernyataan tersebut membuat penulis sedikit bingung karena pada praktek nyatanya setelah dipadukan dengan temuan teoritis oleh penulis, sistem yang
diterapkan banyak meniru sistem yang ada dikeraton.