manusia semakin berkembang, interaksi sosial semakin melebar, dan hingga kini seakan tidak ada lagi sekat yang memisahkan satu komunitas manusia dengan
yang lain, maka tuntutan mereka pun semakin beragam, termasuk tuntutan untuk mengetahui lebih jauh fenomena roh.
Sebenarnya dari kehidupan Rasulullah dan para sahabat sendiri cukup banyak fenomena kehidupan rohani, dalam pengertian suatu alam tersendiri yang
berbeda dengan kehidupan nyata ini. Dan inilah rupanya yang hendak diangkat Ibnul Qayyim, apalagi banyak masalah yang masih tersamar, sementara banyak
orang yang ingin mendapat penjelasan. Atas dasar inilah Ibnul Qayyim menulis sebuah Kitab tentang Roh yang mengupas secara detail segala permasalahan
yang ada walaupun tidak sedetail apa yang diharapkan. Dalam Kitab Ibnul Qayyim, ar-R
ȗh terdapat kontroversi dan perdebatan, karena topik permasalahannya sendiri cukup berat dan rentan sehinga banyak
pihak yang setuju dan tidak setuju. Seperti pertanyaan yang berkenaan dengan sampai tidaknya pahala shadaqoh orang yang masih hidup, yang dihadiahkan
kepada orang yang sudah meninggal. Dalam kitabnya ini ketika ditulis, Ibnul Qayyim belum banyak berkolaborasi dengan Syaikhnya, Ibnu Taimiyyah,
pasangan guru dan murid yang menjadi symbol kelurusan aqdiyah, syar’iyyah dan akhlak Islam, yang sama-sama menyeru kepada Al-Qur’an dan As-sunnah,
yang sama-sama memerangi bid’ah.
3
2. Sistematika penulisan dan penyusunan kitab ar-Rȗh karangan Ibnul
Qayyim al-Jauziyah
3
Kathur Suhardi, Ibnu Qayyim al-Jauziyah, Roh, Jakarta : Pustaka Al-Kautsar,1999 hal 15
28
Dalam penyusunan dan penulisan kitabnya terkandung berbagai pertanyaan yang berkaitan dengan roh orang-orang yang sudah mati maupun
yang masih hidup, disertai dalil-dalil dari Kitab, Sunnah, atsar dan pendapat para ulama yang pilihan. Terdapat 21 bab yang terdapat dalam kitabnya itu yang
berkenaan dengan masalah roh, antara lain : 1.
Apakah orang yang sudah meninggal dunia mengetahui ziarah Orang yang hidup?
2. Apakah roh orang-orang yang meninggal dunia bisa saling bertemu,
berkunjung dan mengingat? 3.
Apakah roh orang yang hidup bisa bertemu dengan roh orang yang sudah meninggal?
4. Roh atau badankah yang mati?
5. Apakah setelah Roh berpisah dengan badan, ia membentuk rupa tertentu
sesuai dengan gambarannya, atau bagaimana dengan keadaan yang pasti? 6.
Apakah Roh dikembalikan ke mayat di dalam kubur saat mendapat pertanyaan?
7. Apa jawaban kita dalam menghadapi orang-orang yang mengingkari
kenikmatan dan siksaan kubur? 8.
Mengapa siksa kubur tidak disebutkan dalam al-Qur’an? Apa hikmahnya?
9. Apa sebab-sebab yang mendatangkan siksa bagi penghuni kubur?
10. Apa yang bisa menyelamatkan dari siksa kubur?
11. Apakah pertanyaan kubur, ditunjukkan kepada semua manusia, orang
muslim, munafik dan kafir, ataukah hanya kepada sebagian di antara
29
mereka saja? 12.
Apakah pertanyaan Munkar dan Nakir hanya ditunjukkan kepeda umat ini atau juga ditunjukkan kepada umat-umat yang lain?
13. Apakah anak-anak juga mendapat pertanyaan di dalam kubur?
14. Apakah siksa kubur terus menerus ataukah terputus?
15. Dimana keberadaan roh antara saat meninggal hingga hari kiamat?
16. Apakah roh yang sudah meninggal dapat mengambil manfaat dari usaha
orang yang masih hidup? 17.
Apakah roh itu lama ataukah baru dan makhluk? 18.
Manakah yang lebih dahulu diciptakan, roh ataukah badan? 19.
Apakah hakikat jiwa itu? 20.
Apakah jiwa dan roh itu sesuatu yang satu ataukah dua Sesuatu yang saling berubah-ubah?
21. Apakah jiwa itu satu ataukah tiga?
4
3.
Pandangan Para Tokoh terhadap Ibnul Qayyim al-Jauziyah
Disiplin ilmu yang didalami dan dikuasainya hampir meliputi semua ilmu syariat dan ilmu alat. Ibnu Rajab, muridnya, mengatakan, “Dia pakar dalam tafsir
dan tak tertandingi, ahli dalam bidang ushuluddin dan ilmu ini mencapai puncak di tangannya, ahli dalam fikih dan ushul fikih, ahli dalam bidang bahasa Arab
dan memiliki kontribusi besar di dalamnya, ahli dalam bidang ilmu kalam, dan juga ahli dalam bidang tasawuf.
4
Kathur Suhardi, Ibnu Qayyim al-Jauziyah, Roh, hal 14
30
31 Dia berkata juga, “Saya tidak melihat ada orang yang lebih luas ilmunya
dan yang lebih mengetahui makna Al-Qur’an, Sunnah dan hakekat iman daripada Ibnu Qayyim. Dia tidak makshum tapi memang saya tidak melihat ada orang
yang menyamainya. Ibnu Katsir berkata, “Dia mempelajari hadits dan sibuk dengan ilmu. Dia
menguasai berbagai cabang ilmu, utamanya ilmu tafsir, ilmu hadits, ilmu ushuluddin, dan ushul fikih. Beliau adalah termasuk orang yang berakhalak baik,
tidak suka menghasud dan membenci, serta orang yang rajin ibadahnya. Adz-Dzahabi berkata, “Dia mendalami hadits, matan dan perawinya. Dia
menggeluti dan menganalisa ilmu fikih. Dia juga menggeluti dan memperkaya khasanah ilmu nahwu, ilmu ushuluddin, dan ushul fikih.
Ibnu Hajar berkata, “Dia berhati teguh dan berilmu luas. Dia menguasai perbedaan pendapat para ulama dan mazhab-mazhab salaf.
5
As-Suyuthi berkata, “Dia telah mengarang, berdebat, berijtihad dan menjadi salah satu ulama besar dalam bidang tafsir, hadits, fikih, ushuluddin,
ushul fikih, dan bahasa Arab. Ibnu Tughri Burdi berkata, “Dia menguasai beberapa cabang ilmu, di
antaranya tafsir, fikih, sastra dan tata bahasa Arab, hadits, ilmu-ilmu ushul dan furu’. Dia telah mendampingi Syaikh Ibnu Taimiyyah setelah kembali dari Kairo
tahun 712 H dan menyerap darinya banyak ilmu. Karena itu, dia menjadi salah satu tokoh zamannya dan memberikan manfaat kepada umat manusia.
6
5
Ibnul Qayyim al-Jauziyah, ar-Ruh, hal 7
6
Ibnu Hajar al-Asqalani, ad-Durar al-Kaminah, Beirut : Daarul Fikr, 1999, j 4 hal 21
BAB III HADIS-HADIS TENTANG RUH
A. Awal Keberadaan dan Penciptaan Ruh
1. Teks Hadis Pertama
نإ ْ
مدأ ْ ﺑ
أ ﺑْرأ
ﺎ ْﻮ ﺛ
نﻮﻜ ﺔ
ْ ﻚ ذ
ﺛ نﻮﻜ
ﺔﻐْﻀ ْ
ﻚ ذ ﺛ
ْﺮ ا
ْ ْا
ﻚ ْ
حوﺮ ا
Artinya : Bahwa penciptaaan anak Adam dengan dihimpun didalam perut ibunya selama empat puluh hari yang berupa air mani, kemudian air mani ini berubah
menjadi segumpal darah, kemudian menjadi segumpal daging yang seperti itu, kemudian Dia mengutus malaikat kepadanya yang meniupkan ruhnya di dalamnya.”
1
a Penelitian hadis
Setelah ditelusuri hadis di atas melalui kitab al-Mujam al-Mufahraz,
2
penulis menemukan hadis ini dari berbagai riwayat antara lain riwayat Sahîh al-Bukhârî,
riwayat sunan Abu Daud no 4708, riwayat Tirmidzi no 2137 dan riwayat Sunan Ibnu Majjah no 76.
Abu Musa berpendapat bahwa hadis ini adalah hasanun sahihun, diriwayatkan dari Muhammad bin Basyar, dari Yahya bin Sa’id, dari al-A’masy, dari Zaid bin
Wahab, dari Abdullah bin Mas’ud.
3
1
Ibnul Qayyim al-Jauziyah, ar-Ruh hal 224
2
A.J Wensink, al-Mujam al-Mufahras li Alfaz al-Hadits al-Nabawî an al-Kutub al-Sittah wa an Sunan al-Dârimî wa Muwatâ Malik wa Musnad Ahmad bin Hanbal Leiden: Maktabah Brîl, 1936
j.3, h.318
3
Sunan at-Tirmidzi, j 5, hal 446.
33