Teks Hadis Ke Empat

Hadis diatas menjelaskan bahwa roh itu merupakan cahaya yang menjadi bagian dari cahaya Allah, merupakan kehidupan yang menjadi bagian dari kehidupan Allah, karena cahaya adalah makhluk, maka roh adalah makhluk. Begitu juga dengan hadis yang kedua “ Roh-roh itu serupa dengan pasukan perang yang dikerahkan. Selagi saling mengenal, maka ia akan bersatu, dan selagi mengingkari, maka ia akan berselisih.” Pasukan perang yang dikerahkan adalah makhluk, sudah dipastikan bahwa roh itu adalah makhluk. Ini merupakan pendapat Ahlul-Jama’ah Wal-Atsar.

3. Teks hadis Ketiga

ا ن حْوﺮ ا ﻰ ْ حْوﺮ ا Artinya : Sesungguhnya ruh itu dapat bertemu dengan ruh yang lain. 7 a Penelitian hadis Setelah ditelusuri hadis di atas melalui kitab al-Mujam al-Mufahraz, 8 al-Jami al-Saghîr, Mausûah Atraf al-Hadîts, 9 hadis tersebut diriwayatkan oleh Muslim, Ibnu Majjah, Abu daud dan tirmidzi dari Ummi Salamah. b Fiqhul Hadis Hadis di atas menjelaskan bahwa ruh itu dapat bertemu dengan ruh yang lain saling menyapa. Namun kehidupan setelah kematian tidaklah sama seperti kehidupan dunia. Karena alam barzakh adalah alam persinggahan bagi Ruh-ruh dan menunggu sampai dibangkitkan kembali oleh tiupan sangkakala yang ke dua.

B. Ruh Di dunia

1. Teks Hadis Ke Empat

7 Ibnul Qayyim al-Jauziyah, ar-Ruh hal 231 8 A.J Wensink, al-Mujam al-Mufahras li Alfaz al-Hadits al-Nabawî an al-Kutub al-Sittah wa an Sunan al-Dârimî wa Muwatâ Malik wa Musnad Ahmad bin Hanbal Leiden: Maktabah Brîl, 1936 j.3, h.318 9 Abû Hâjir Muhammad al-Saîd bin Basyûnî Zaghlûl, Mausûah Atrâf al-Hadîts al-Nabawî Beirût: Dâr al-Kutub al-Ilmiyah, tth. j.3, h.81 35 ْا ْﺪ ﷲ ْ ﺪ و ْ ْ و ْ ْﻐ ﺮ و ْﻮ ذ ﺑ ﷲﺎ ْ ﺮ ْو ر أْ ﺎ و ْ ﺌﺔ أ ْ ﺎ ﺎ , ْ ْﻬ ﺪ ي ﷲا ﻀ , و ْ ْﻀ ْ ه دﺎ ي Artinya : ”Segala puji bagi Allah, kami memuji-Nya memohon pertolongan dan ampunan kepada-Nya. Kami berlindung kepada Allah dari kejahatan-kejahatan diri kami dan dari keburukan-keburukan amal kami. Siapa yang diberi petunjuk Allah, maka tiada seorang pun yang dapat menyesatkannnya, dan siapa disesatkan- Nya, maka tiada seorang pun yang memberi petunjuk” 10 a Penelitian hadis Adapun kualitas hadis ini menurut Abu Isa dalam Kitab Tuhfatul Ahfadz adalah hasanun sahihun yang diriwayatkan dari Al-A’masy dari Abi Ishaq dari Abi Al-Ahwash dari Abdillah dari Nabi muhammad SAW. b Fiqhul hadis Hadis ini menerangkan tentang keberadaan jiwa manusia yang membawa antara kebaikan dan keburukan , al-Ghazali membagi jiwa menjadi tiga golongan, yaitu: 1. Jiwa nabati al-nafs al-nabâtiyah, yaitu kesempurnaan awal bagi benda alami yang hidup dari segi makan, minum, tumbuh dan berkembang. 2. Jiwa hewani al-nafs al-hayâwaniyah, yaitu kesempurnaan awal bagi benda alami yang hidup dari segi mengetahui hal-hal yang kecil dan bergerak dengan iradat kehendak. 3. Jiwa insani al-nafs al-insâniyah, yaitu kesempurnaan awal bagi benda yang hidup dari segi melakukan perbuatan dengan potensi akal dan pikiran serta dari segi mengetahui hal-hal yang bersifat umum. 10 Ibnul Qayyim al-Jauziyah, ar-Ruh hal 282. 36 Jiwa insani inilah, menurut al-Ghazali di sebut sebagai ruh sebagian lain menyebutnya al-nafs al-nâtiqahjiwa manusia. Ia sebelum masuk dan berhubungan dengan tubuh disebut ruh, sedangkan setelah masuk ke dealam tubuh dinamakan nafs yang mempunyai daya al-’aql, yaitu daya praktik yang berhubungan dengan badan daya teori yang berhubungan dengan hal-hal yang abstrak. Selanjutnya al-Ghazali menjelaskan bahwa kalb, ruh dan al-nafs al mutmainnah merupakan nama-nama lain dari al-nafs al-natiqah yang bersifat hidup, aktif dan bisa mengetahui. Ruh menurut al-Ghazali terbagi menjadi dua, pertama yaitu di sebut ruh hewani, yakni jauhar yang halus yang terdapat pada rongga hati jasmani dan merupakan sumber kehidupan, perasaan, gerak, dan penglihatan yang dihubungkan dengan anggota tubuh seperti menghubungkan cahaya yang menerangi sebuah ruangan. Kedua, berarti nafs nâtiqah, yakni memungkinkan manusia mengetahui segala hakekat yang ada. Al-Ghazali berkesimpulan bahwa hubungan ruh dengan jasad merupakan hubungan yang saling mempengaruhi. Di sini al-Ghazali mengemukakan hubungan dari segi maknawi karena wujud hubungan itu tidak begitu jelas. Lagi pula ajaran Islam tidak membagi manusia dalam kenyataan hidupnya pada aspek jasad, akal atau ruh, tetapi ia merupakan suatu kerangka yang saling membutuhkan dan mengikat; itulah yanmg dinamakan manusia. 11

2. Teks Hadis Ke Lima