Tantangan Peningkatan Profesionalisme Guru Pasca UU Guru Dan Dosen

19

b. Kompetensi Guru

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia kompetensi berarti kewenangan kekuasaan untuk menentukan memutuskan sesuatu. 18 Dari definisi di atas, dapat dirumusan bahwa kompetensi dapat dikatakan sebagai kecakapan atau kemampuan seseorang dalam melakukan suatu hal secara benar dan bertanggung jawab. Adapun yang dimaksud dengan kompetensi guru adalah “ kemampuan seorang guru dalam melaksanakan kewajiban-kewajiban secara bertanggung jawab dan layak”. 19 Dengan kata lain, kompetensi guru juga dapat diartikan sebagai kemampuan dan kewenangan guru dalam menjalankan profesi keguruannya. Di dalam bukunya “Menjadi Guru Profesional” Uzer Usman mengungkapkan bahwa kompetensi guru merupakan “kemampuan dan kewenangan guru dalam melaksanakan profesi keguruannya”. 20 Artinya bahwa guru yang piawai dalam melaksanakan profesinya dapat disebut guru yang kompeten dan profesional. Maka dapat disimpulkan bahwa kompetensi guru merupakan kemampuan dasar yang seharusnya demikian setiap guru dalam melaksanakan tugas- tugasnya dan kewajiban secara baik dan bertanggung jawab sehingga kegiatan belajar mengajar dapat terlaksana dengan efektif dan efesien. Guru dikatakan berkompeten menurut UU Guru dan Dosen, apabila ia telah menguasai empat kompetensi dasar; yaitu kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial dan kompetensi profesional. Adapun penjelasannya sebagai berikut: 1. Kompetensi Pedagogik Kompetensi pedagogik yaitu kemampuan seorang guru dan dosen dalam mengelola proses pembelajaran peserta didik. Seorang guru dan dosen dikatakan 18 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1999, edisi kedua, h. 516. 19 Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan Suatu Pendekatan Baru, Bandung:Rosdakarya, 1997, h. 230. 20 Moh. Uzer Usmani, Menjadi Guru Profesional, Bandung:Rosdakarya 2000, h. 14. 20 mempunyai kompetensi pedagogik minimal apabila telah menguasai bidang studi tertentu, ilmu pendidikan, baik metode pembelajaran maupun pendekatan pembelajaran. Selain itu kemampuan pedagogik juga ditunjukan dalam kemampuan guru untuk membantu, membimbing, dan memimpin. 21 Adapun kompetensi pedagogik ini meliputi hal-hal sebagai berikut: a. Pemahaman terhadap peserta didik. b. Perencanaan pembelajaran. c. Pelaksanaan pembelajaran. d. Mengevaluasi hasil belajar. e. Mengembangkan peserta didik untuk mengaktualisasikan potensi yang dimiliki. 22 2. Kompetensi Kepribadian Kompetensi kepribadian adalah kemampuan kepribadian guru yang mantap, berakhlak mulia, berwibawa, dan menjadi teladan bagi peserta didiknya. Filosofi mendasar dari sosok guru maupun dosen adalah digugu dan ditiru. Digugu setiap tutur kata yang disampaikan dan ditiru setiap tingkah laku dan tindak-tanduknya. Dualisme pribadi yang ideal yaitu keseimbangan antara apa yang dikatakan dan apa yang dilakukan guru merupakan konsekuensi logis bagi yang telah mengambil guru dan dosen sebagai profesinya. Merujuk pada ketentuan filosofi tersebut, guru dan dosen dituntut memiliki kepribadian yang baik, karena di samping mengajarkan ilmu, guru dan dosen juga harus membimbing dan membina anak didiknya. Perbuatan dan tingkah lakunya harus dapat dijadikan sebagai teladan artinya seorang guru dan dosen harus berbudi pekerti yang luhur. Dengan kata lain guru dan dosen harus bersikap yang terbaik dan konsekuen terhadap perkataan dan perbuatannya, karena guru dan dosen adalah figur sentral yang akan dicontoh dan diteladani anak didik. 23 21 Ibid., h. 63-64. 22 Yunus Abu Bakar dkk, Profesi Keguruan, Jakarta: LAPIS PGMI, 2009, Edisi pertama, Paket 4 Kompetensi Guru Proesional, h. 11. 23 Trianto dan Titik Triwulan Tutik, op. cit.,h. 65-66. 21 Dengan demikian, kompetensi kepribadian dapat disimpulkan yaitu kemampuan personal yang mencerminkan kepribadian yang mantap dan stabil, berakhlak mulia, dewasa, arif, berwibawa serta menjadi teladan bagi peserta didik. 24 3. Kompetensi Sosial Kompetensi sosial adalah kemampuan guru dan dosen untuk berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif dan efesiensi dengan peserta didik, guru lain, orang tua, dan masyarakat sekitar. Sebagai pendidik, kehadiaran guru dan dosen di masyarakat maupun secara langsung sebagai anggota masyarakat maupun secara tidak langsung yaitu melalui perannya membimbing dan mengarahkan anak didik. Karena peda kenyataannya di mata masyarakat, guru dan dosen merupakan panutan yang layak diteladani. 25 Dengan kata lain, kompetensi sosial yaitu kemampuan guru untuk berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif dan efisien dengan peserta didik, dan masyarakat sekitar kependidikan, orang tua atau wali peserta didik, dan masyarakat sekitar. Dan kompetensi sosial lain yang penting dikembangkan adalah menanamkan jiwa untuk menyadari dan menghargai perbedaan. 26 4. Kompetensi Professional Kompetensi professional adalah kemampuan penguasaan materi pengajaran secara luas dan mendalam. Untuk mencapai keberhasilan pendidikan, sistem pendidikan harus ditata dan dirancang oleh orang-orang yang ahli di bidangnya yang ditandai dengan kompetensi sebagai persyaratannya. Guru dan dosen harus memiliki pengetahuan, kecakapan, dan keterampilan serta sikap yang mantap dan memadai sehingga mampu mengelola proses pembelajaran secara efektif. Merujuk pada hal tersebut, diperlukan guru yang efektif, yaitu guru dan dosen yang dalam tugasnya memiliki khazanah kompetensi yang banyak 24 Yunus Abu Bakar dkk, loc. cit. 25 Trianto, dan Titik Triwulan Tutik, op. cit., h. 67. 26 Yunus Abu Bakar dkk, op. cit., h. 12-13. 22 pengetahuan, kemampuan, dan keterampilan yang memberi sumbangan sehingga dapat mengajar secara efektif. Memiliki pengetahuan, kemampuan dan keterampilan merupakan perangkat kompetensi persyaratan bagi profesionalitas guru dan dosen dalam mengelola KBM. Juga merupakan sumber serta suara pengembangan dan penyelenggaraan pendidikan dan pengajaran. 27 Dengan kata lain, kompetensi profesional adalah kemampuan penguasaan materi pembelajaran secara mendalam, yang mencakup penguasaan materi, kurikulum mata pelajaran di sekolah dan substansi keilmuan yang menaungi materinya, serta penguasaan terhadap struktur dan metodologi keilmuannya. 28

c. Sertifikasi Guru

Sertifikasi guru adalah proses pemberian sertifikat pendidik kepada guru. Sertifikat pendidik diberikan kepada guru yang telah memenuhi standar profesi guru. Sertifikat adalah dokumen resmi yang menyatakan informasi di dalam dokumen itu adalah benar adanya. Sertifikasi adalah proses pembuatan dan pemberian dokumen tersebut. Guru yang telah mendapat sertifikat berarti telah mempunyai kualifikasi mengajar seperti yang dijelaskan di dalam sertifikat itu. 29 Sertifikasi guru mempunyai dasar hukum seperti halnya yang tertera dalamUndang-Undang Republik Indonesia No 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, pasal 8 menyatakan: .....guru wajib memiliki kualifikasi akedemik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Dilanjutkan lagi pada pasal 11 ayat1 menyatakan: .....sertifikat pendidik sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 diberikan kepada guru yang telah memenuhi persyaratan. 30 Berdasarkan pengertian tersebut, sertifikasi guru dapat diartikan sebagai suatu proses pemberian pengakuan bahwa seseorang telah memiliki kompetensi untuk melaksanakan pelayanan pendidikan pada satuan pendidikan tertentu, setelah lulus uji kompetensi yang diselenggarakan oleh lembaga sertifikasi. Dengan kata lain, sertifikasi guru adalah proses uji kompetensi yang dirancang 27 Trianto, dan Titik Triwulan Tutik, op. cit., h. 71. 28 Yunus Abu Bakar dkk, loc. cit., 29 Suyatno, Panduan Sertifikasi Guru, Jakarta: PT Indeks, 2008, h. 2. 30 Undang-Undang Guru Dan Dosen, UU RI No. 14 Th. 2005, Jakarta: Sinar Grafika, 2009, cet. II, h.8-9. 23 untuk mengungkapkan penguasaan kompetensi seseorang sebagai landasan pemberian sertifikat pendidik. 31 Dalam hal ini sertifikasi merupakan prosedur untuk menentukan apakah seorang calon guru layak diberikan izin dan kewenangan untuk mengajar. Hal ini diperlukan karena lulusan lembaga pendidikan tenaga keguruan sangat bervariasi, baik dikalangan perguruan tinggi negeri maupun swasta. Oleh karena itu, sertifikasi guru mempunyai tujuan dan manfaat. Tujuan utama sertifikasi guru ialah: 1. Menentukan kelayakan guru dalam melaksanakan tugas sebagai agen pembelajaran dan mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Agen pembelajaran berarti pelaku proses pembelajaran, bukan broker pembelajaran. Bila belum layakk, guru perlu mengikuti pendidikan formal tambahan atau pelatihan profesional tertentu. 2. Meningkatkan proses dan mutu hasil pendidikan. Mutu siswa sebagai hasil proses pendidikan akan sangat ditentukan oleh kecerdasan, minat, dan upaya siswa bersangkutan. Mutu siswa juga ditentukan oleh mutu guru dan mutu proses pembelajaran, baik proses pembelajaran di lingkup sekolah maupun lingkup nasional. 3. Meningkatkan martabat guru. Dengan segala pendidikan formal dan pelatihan yang telah diikuti, diharapkan guru mampu “memberi” lebih banyak kepada kemajuan siswa. dengan memberi lebih banyak, martabat sebagai guru akan meningkat. 4. Meningkatkan profesionalitas guru. Mutu profesionalitas guru banyak ditentukan oleh pendidikan, pelatihan, dan pengembangan diri lain oleh guru bersangkutan. Sertifiasi guru hendaknya dapat dijadikan sebagai langkah awal menuju guru yang profersional. 31 E. Mulyasa, Standar Kompetensi Dan Sertifikasi Guru, Bandung:Remaja Rosdakarya, 2007, h. 34. 24 Adapun manfaat sertifikasi guru yang utama adalah: 1. Melindungi profesi guru dari praktik-praktik yang tidak kompeten, yang dapat merusak citra profesi guru. Saat ini guru dituntut menerapkan teori dan praktik kependidikan yang telah teruji ke dalam pembelajaran di kelas. Misalnya, untuk mendisiplinkan siswa, guru lebih memilih cara-cara pendisiplinan menurut teori kependidikan dan psikologi utama, bukan dengan memukul siswa atau mengancam. 2. Melindungi masyarakat dari praktik-praktik pendidikan yang tidak berkualitas dan tidak profesional. Mutu pendidikan di sekolah ditentukan oleh mutu guru dan mutu proses pembelajaran di kelas. Melalui sertifikasi, masyarakat akan menilai sekolah tertentu berrdasakan mutu kedua faktor ini, bukan berdasar promosi yang gencar yang dilakukan oleh sekolah bersangkutan. 3. Meningkatkan kesejahteraan guru. Hasil sertifikasi guru dapat dengan mudah digunakan untuk menentukan besarnya imbalan yang pantas diberikan kepada masing-masing guru. Dengan sertifikasi guru, dapat terhindar dari guru hebat ternyata hanya mendapat imbalan kecil. Sebaliknya, dapat pula terhindar guru ecek-ecek mencapai imbalan besar. 32 Menurut Kunandar, sertifikasi profesi guru adalah proses untuk memberikan sertifikat kepada guru yang telah memenuhi standar kualifikasi dan standar kompetensi. Sertifikat dilakukan oleh perguruan tinggi penyelenggara pengadaan tenaga kependidikan yang terakreditasi dan ditetapkan oleh pemerintah. Kegiatan sertifikasi profesi guru meliputi peningkatan kualifikasi dengan uji kompetensi. Uji kompetensi dilakukan melalui tes tertulis untuk menguji kompetensi profesional dan pedagogik dan penilaian kinerja untuk menguji kompetensi sosial dan kepribadian. Sertifikasi guru sebagai upaya peningkatan mutu guru dibarengi dengan peningkatan kesejahteraan guru sehingga diharapkan dapat meningakatkan mutu pembelajaran dan mutu pendidikan di Indonesia secara berkelanjutan. Bentuk peningkatan kesejahteraan 32 Suyatno, op. cit., h. 2-3. 25 guru berupa tunjangan profesi sebesar satu kali gaji pokok bagi guru yang memiliki sertifikasi pendidik. 33

C. Upaya Terwujudnya Lahirnya Undang-Undang Guru Dan Dosen

Setelah adanya pernyataan mengenai Undang-Undang Republik Indonesia No 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen, dari Presiden Republik Indonesia, menimbang: a. Bahwa pembangunan nasional dalam bidang pendidikan adalah upaya mencerdaskan kehidupan bangsa dan meningkatkan kualitas manusia Indonesia yang beriman, bertakwa, berakhlak mulia serta menguasai ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni dalam mewujudkan masayarakat yang maju, adil makmur dan beradab berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; b. Bahwa untuk menjamin perluasan dan pemerataan akses, peningkatan mutu dan relevansi serta tata pemerintahan yang baik dan akuntabilitas pendidikan yang mampu menghadapi tantangan esuai dengan tuntutan perubahan kehidupan lokal, nasional dan global perlu dilkukan pemberdayaan dan peningkatan mutu guru dan dosen secara terencana, terarah, dan berkesinambungan; c. Bahwa guru dan dosen mempunyai fungsi, peran dan kedudukan yang sangat strategis dalam pembangunan nasional dalam bidang pendidikan sebagaimana dimaksud pada huruf a, sehingga perlu dikembangkan sebagai profesi yang bermartabat; d. Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, b, dan huruf c perlu dibentuk Undang-Undang tentang Guru dan Dosen. 34 Selanjutnya, Pasal 31 Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan bahwa: 1 Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan; 33 Kunandar, Guru Profesional Implementasi KTSP Dan Sukses Dalam Sertifikasi Guru, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007, h. 79. 34 Undang-undang Guru dan Dosen, UU RI No. 14 Th. 2005, Jakarta: Sinar Grafika, 2009,Cet. II, h. 1-2. 26 2Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya; 3Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang- undang; 4Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20 dua puluh persen dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional; 5Dan pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia. Salah satu amanat Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 tersebut kemudian diatur lebih lanjut dalam Undang-undang nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yang memiliki visi terwujudnya sistem pendidikan sebagai pranata sosial yang kuat dan berwibawa untuk memberdayakan semua warga negara Indonesia berkembang menjadi manusia yang berkualitas sehingga mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah. Kualitas manusia yang dibutuhkan oleh bangsa Indonesia pada masa yang akan datang adalah yang mampu menghadapi persaingan yang semakin ketat dengan bangsa lain di dunia. Kualitas manusia Indonesia tersebut dihasilkan melalui penyelenggaraan pendidikan yang bermutu. Oleh karena itu, guru dan dosen mempunyai fungsi, peran, dan kedudukan yang sangat strategis. Pasal 39 ayat 2 Undang-undang Nasional Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan bahwa pendidik merupakan tenaga profesional. Kedudukan guru dan dosen sebagai tenaga profesional mempunyai visi terwujudnya penyelenggaraan pembelajaran sesuai dengan prinsip-prinsip profesionalitas untuk memenuhi hak yang sama bagi setiap warga negara dalam memperoleh pendidikan yang bermutu. 27 Berdasarkan uraian di atas, pengakuan kedudukan guru dan dosen sebagai tenaga profesional mempunyai misi untuk melaksanakan tujuan Undang-Undang ini sebagai berikut: 1. Mengangkat martabat guru dan dosen; 2. Menjamin hak dan kewajiban guru dan dosen; 3. Meningkatkan kompetensi guru dan dosen; 4. Memajukan profesi serta karier guru dan dosen; 5. Meningkatkan mutu pembelajaran; 6. Meningkatkan mutu pendidikan nasional; 7. Mengurangi kesenjangan ketersediaan guru dan dosen antar daerah dari segi jumlah, mutu, kualifikasi akademik, dan kompetensi; 8. Mengurangi kesenjangan mutu pendidikan antar daerah; dan 9. Meningkatkan pelayanan pendidikan yang bermutu. Berdasarkan visi dan misi tersebut, kedudukan guru sebagai tenaga profesional berfungsi untuk meningkatkan martabat guru serta perannya sebagai agen pembelajaran untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional, sedangkan kedudukan dosen sebagai tenaga profesional berfungsi untuk meningkatkan martabat dosen serta mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional. Sejalan dengan fungsi tersebut, kedudukan guru dan dosen sebagai tenaga profesional bertujuan untuk melaksanakan sistem pendidikan nasional dan mewujudkan tujuan pendidikan nasional, yakni berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, serta menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab. Untuk meningkatkan penghargaan terhadap tugas guru dan dosen, kedudukan guru dan dosen pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pada jenjang pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi perlu dikukuhkan dengan pemberian sertifikat pendidik. Sertifikat tersebut merupakan pengakuan atas kedudukan guru dan dosen sebagai tenaga profesioanl. Dalam melaksanakan tugasnya, guru dan dosen harus memperoleh 28 pengahasilan di atas kebutuhan hidup minimum sehingga memiliki kesempatan untuk meningkatkan kemampuan profesionalnya. Selain itu, perlu juga diperhatikan upaya-upaya memaksimalkan fungsi dan peran strategis guru dan dosen yang meliputi penegakan hak dan kewajiban guru dan dosen sebagai tenaga profesional, pembinaan dan pengembangan profesi guru dan dosen, perlindungan hukum, perlindungan profesi, serta perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja. 35 Setelah melalui perjuangan panjang selama lima tahun sejak 1999, saat ini RUU Guru telah disahkan menjadi Undang-Undang Guru dan Dosen dalam rapat paripurna DPR-RI tanggal 6 Desember 2005, diundangkan tanggal 30 Desember 2005 sebagai Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Adapun hal-hal yang diatur dalam Rancangan Undang-Undang Tentang Guru dan Dosen ini mencakup 15 Bab yang terdiri atas: a. Bab I tentang ketentuan Umum; b. Bab II tentang Kedudukan, Fungsi, dan Tujuan; c. Bab III tentang Prinsip Profesional; d. Bab IV tentang kualifikasi dan Kompetensi; e. BabV tentang Tugas, Hak, dan Kewajiban; f. Bab VI tentang Kewajiban dan Hak Pemerintah dan Pemerintah Daerah; g. Bab VII tentang Wajib Kerja dan Ikatan Dinas; h. Bab VIII tentang Pengangkatan, Penetapan, Pemindahan dan Pemberhentian; i. Bab IX tentang Pembinaan dan Pengembangan; j. Bab X tentang Penghargaan; k. Bab XI tentang Perlindungan; l. Bab XII tentang Organisasi Profesi, Kode Etik dan Dewan Kehormatan; m. Bab XIII tentang Sanksi; n. Bab XIV tentang Ketentuan Peralihan; 35 Ibid., h. 50-53. 29 o. Bab XV tentang Ketentuan Penutup. 36 Kelahiran undang-undang guru ini merupakan dambaan bagi semua guru dalam upaya mendapatkan perlindungan hukum yang memberikan jaminan akan hak-hak azasi dan profesinya memberikan payung dan landasan hukum bagi terwujudnya guru profesional, guru sejahtera, dan guru yang terlindungi. Pada gilirannya akan terwujud kinerja guru yang profesional dan sejahtera demi terwujudnya pendidikan nasional yang bermutu dalam rangka pengembangan sumber daya manusia Indonesia. 37 Jika dilihat dari aspek reformatif dalam Undang-Undang Guru dan Dosen, banyak sekali hal-hal yang harus diperbincangkan yang diantaranya; 1 Meneguhkan Status Profesi Guru Dan Dosen; 2 Meretas Dikotomi Antara Guru “Negeri” Dan Guru “Swasta”; 3 Menjamin Peningkatan Mutu; 4 Meningkatkan Kesejahteraan; 5 Memperkuat Organisasi Profesi. Adapun penjelasannya sebagai berikut: 1 Meneguhkan Status Profesi Guru Dan Dosen Di tengah dorongan untuk meneguhkan status guru sebagai profesi yang diikuti oleh tuntutan kompetensi dan pemberian kesejahteraan. UU ini memberikan perimbangan dan antisipasi agar tidak menyeret pada sikap pragmatisme matrealistik dengan memagarinya pada prinsip-prinsip profesionalitas yang menyeimbangkan antara tuntutan perbaikan kesejahteraan dengan perlu ditumbuhkan semangat idealisme, pengabdian, dan keterpanggilan jiwa, serta panggilan kewajiban sebagai manifestasi “ibadah”. Dalam rangka menjamin profesionalitas guru dan dosen sebagai bidang pekerjaan khusus, UU Guru dan Dosen menetapkan prinsip-prinsip profesionalitas yang meliputi: a Memiliki bakat, minat, panggilan jiwa, dan idealisme; 36 Asrorun Ni’am Sholeh, Membangun Profesionalitas Guru; Analisis Kronologis atas Lahirnya UU Guru dan Dosen, Jakarta: ElSAS, 2006, Cet. I, h. 32. 37 Muhammad Surya, Percikan Perjuangan Guru Menuju Profesional, Sejahtera dan Terlindungi, Bandung: Pustaka Bani Quraiys, 2006, h. 171. 30 b Memiliki komitmen untuk meningkatkan mutu pendidikan, keimanan, ketakwaan, dan akhlak mulia; c Memiliki kualifikasi akademik dan latar belakang pendidikan sesuai dengan bidang tugas; d Memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugas; e Memiliki tanggung jawab atas pelaksanaan tugas keprofesionalan; f Memperoleh penghasilan yang ditentukan sesuai dengan prestasi kerja; g Memiliki kesempatan untuk mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan dengan belajar sepanjang hayat; h Memiliki jaminan perlindungan hukum dalam melaksankan tugas keprofesionalan; dan i Memiliki organisasi profesi yang mempunyai kewenangan mengatur hal- hal yang berkaitan dengan tugas keprofesionalan guru. Dengan prinsip ini, guru akan menjadi sebuah profesi yang memenuhi kualifikasi akademik, kompetensi keilmuan serta mempunyai keikhlasan dan keterpanggilan jiwa. Semangat keikhlasan dan keterpanggilan jiwa akan mendorong guru untuk memberikan contoh terbaik dalam setiap proses pembelajaran uswah hasanah. Tanpa itu, proses pendidikan akan kering dan hanya akan menghasilkan transfer of knowledge tanpa transfer of value. Pada dua aspek di atas inilah guru seharusnya memainkan fungsinya dalam rangka membina akhlak mulia, budi pekerti, dan kepribadian peserta didik. Dalam konteks ini, di samping pembelajaran formal di kelas juga nilai-nilai kekeluargaan hendaknya tetap dilestarikan dalam berbagai lingkungan pendidikan. Persoalan penting lainnya adalah asas belajar sepanjang hayat long life education juga harus menjadi landasan utama dalam mewujudkan pendidikan untuk mengimbangi tantangan perkembangan zaman. 38 38 Asrorun Ni’am Sholeh, op. cit., h. 104-106.