Peningkatan Produktivitas Pada Aktivitas Reparasi Di Dok Pembinaan UPT BTPI, Muara Angke, Jakarta Menggunakan Model Objective Matrix (OMAX

(1)

PRAMUDYA PRATAMA PUTRA, C44070006. Peningkatan Produktivitas Pada Aktivitas Reparasi Di Dok Pembinaan UPT BTPI, Muara Angke, Jakarta Menggunakan Model Objective Matrix (OMAX). Dibimbing oleh VITA RUMANTI KURNIAWATI dan BUDHI HASCARYO ISKANDAR.

Orientasi pembangunan nasional telah mengalami perubahan dari pembangunan daratan menjadi eksplorasi kelautan. Pasar bebas yang berlaku di wilayah ASEAN menyebabkan kegiatan perdagangan semakin meningkat khususnya Muara Angke. Kapal sebagai sarana pendukung kegiatan tersebut juga akan mengalami kenaikan. Kementrian Kelautan dan Perikanan (KKP) mencanangkan program penambahan armada kapal perikanan pada tahun 2011 sebanyak 1000 unit kapal. Ketiga hal tersebut menyebabkan galangan kapal harus meningkatkan produktivitasnya. Dok Pembinaan Unit Pelaksana Teknis Balai Teknologi Penangkapan Ikan (UPT BTPI) merupakan galangan kapal yang berperan sebagai industri penunjang perikanan tangkap di Muara Angke dan hanya melayani kegiatan reparasi kapal. Penelitian ini ditujukan untuk mengetahui kriteria produktivitas dan indikator kinerja galangan, mengukur tingkat produktivitas, mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi peningkatan produktivitas, serta mengidentifikasi langkah awal peningkatan produktivitas Dok Pembinaan UPT BTPI Muara Angke. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode studi kasus dengan pengukuran produktivitas menggunakan model OMAX. Hasil pengukuran menunjukkan bahwa produktivitas Dok Pembinaan UPT BTPI secara keseluruhan cukup baik. Banyak indikator yang pencapaian nilainya stabil pada skor 3. Hasil analisis menunjukkan bahwa ada 5 indikator yang juga termasuk faktor produktivitas Dok Pembinaan UPT BTPI yaitu tenaga kerja, pemakaian mesin, jam kerja aktual, jam kerja efektif, dan ketidakhadiran karyawan. Langkah awal dalam usaha peningkatan produktivitas adalah dengan memperhatikan prioritas utama faktor produksi dalam melakukan perbaikan. Langkah awal untuk peningkatan produktivitas didasarkan pada faktor yang paling berpengaruh yaitu jumlah ketidakhadiran karyawan dengan bobot sebesar 30% dengan cara diadakan pelatihan reparasi kapal untuk seluruh karyawan.


(2)

1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Orientasi pembangunan nasional telah mengalami perubahan dari konsep pembangunan daratan mengarah ke eksplorasi kelautan. Sebagai negara bahari dan kepulauan terbesar di dunia, Dahuri (2005) menyatakan bahwa sedikitnya terdapat 10 sektor yang dapat dikembangkan untuk memajukan dan memakmurkan Indonesia, salah satunya adalah industri dan jasa maritim termasuk industri perkapalan (galangan kapal). Industri galangan kapal merupakan suatu industri yang menjadi salah satu faktor utama penunjang industri transportasi laut di Indonesia. Industri galangan kapal berperan dalam penyediaan kapal baik sebagai sarana transportasi untuk muatan barang ataupun orang. Selain itu, industri galangan juga berperan dalam pemeliharaan dan perbaikan kapal. Potensi galangan kapal di Indonesia saat ini tercatat ada sekitar 240 galangan kapal yang sebagian besar adalah galangan kapal dalam skala kecil. Windyandari (2008) menyatakan bahwa diantara 240 galangan tersebut terdapat 4 buah galangan kapal yang tergolong dalam skala besar yaitu: PT Dok & Perkapal Kodja Bahari, PT PAL Indonesia, PT Dok dan Perkapalan Surabaya, dan PT Industri Kapal Indonesia. Galangan-galangan dalam skala besar tersebut merupakan galangan kapal milik pemerintah Indonesia.

Dengan diberlakukannya pasar bebas untuk wilayah ASEAN, maka volume perdagangan di Indonesia akan mengalami kenaikan. Penggunaan jasa kapal sebagai salah satu penunjang kegiatan tersebut akan ikut mengalami kenaikan, baik secara kuantitas, ukuran dan jenis kapal yang beroperasi, sehingga kapal-kapal yang singgah dan berlabuh di Indonesia khususnya Jakarta akan mengalami peningkatan. Peningkatan volume kegiatan industri transportasi laut perlu didukung dengan peningkatan pelayanan galangan khususnya di Jakarta, baik untuk memenuhi kebutuhan akan bangunan baru maupun reparasi kapal. Peningkatan ini juga menuntut setiap dok dan galangan kapal untuk selalu meningkatkan produktivitasnya.

Selain sebagai industri penunjang transportasi laut, galangan kapal juga berperan sebagai industri penunjang perikanan tangkap. Galangan kapal dalam hal


(3)

ini berperan sebagai industri penyediaan, pemeliharaan dan perbaikan kapal perikanan sehingga kegiatan operasi penangkapan ikan dapat berjalan dengan lancar. Dalam perikanan tangkap, kapal perikanan merupakan salah satu unit penangkapan ikan yang penting keberadaannya. Kapal perikanan berfungsi sebagai sarana transportasi nelayan menuju fishing ground, ataupun sebaliknya sebagai sarana transportasi untuk mengangkut ikan hasil tangkapan menuju

fishing base. Selain sebagai sarana transportasi, di atas kapal perikanan, operasi penangkapan ikan juga dilakukan.

Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) akan membangun kapal perikanan sebanyak 1.000 buah hingga tahun 2014. Kapal tersebut berukuran di atas 30 Gross Tonnage (GT). Pernyataan tersebut diungkapkan oleh Menteri Kelautan dan Perikanan Fadel Muhammad saat membuka Rapat Kerja Teknis Ditjen Perikanan Tangkap Tahun 2011, di Hotel Clarion, Makassar pada hari Senin tanggal 28 Februari 2011 (Ade, 2011). Berdasarkan hal tersebut, potensi pasar untuk reparasi kapal perikanan akan semakin besar, sehingga menuntut kesiapan galangan untuk menyerap potensi ada tersebut.

Dok Pembinaan Unit Pelaksana Teknis Balai Teknologi Penangkapan Ikan (UPT BTPI) merupakan salah satu galangan kapal yang berperan sebagai industri penunjang perikanan tangkap di Muara Angke, Jakarta. Dalam rangka menjalankan peranannya sebagai industri penunjang perikanan tangkap di Indonesia, serta ikut serta dalam program peningkatan armada kapal perikanan yang diungkapkan oleh Fadel Muhammad, Dok Pembinaan UPT BTPI harus meningkatkan produktivitasnya baik untuk pemenuhan kebutuhan bangunan kapal baru ataupun reparasi. Produktivitas adalah salah satu faktor yang penting dalam mempengaruhi proses kemajuan dan kemunduran suatu galangan. Oleh sebab itu, perlu dilakukan pengukuran produktivitas di galangan yang bertujuan untuk mengetahui produktivitas yang telah dicapai dan merupakan dasar dari perencanaan bagi peningkatan produktivitas di masa mendatang.

Berdasarkan hal-hal yang telah diutarakan di atas, maka perlu dilakukan penelitian tentang peningkatan produktivitas pada aktivitas reparasi di Dok Pembinaan UPT BTPI, Muara Angke, Jakarta. Model pengukuran yang digunakan dalam penelitian ini adalah Objective Matrix (OMAX). Alasan penggunaan model


(4)

OMAX adalah karena model ini mudah digunakan, dalam pengoperasiannya melibatkan seluruh jajaran karyawan dari pekerja tingkat bawah sampai manajer tingkat atas, dan model ini menggabungkan seluruh faktor yang berpengaruh terhadap peningkatan produktivitas.

1.2 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah:

1) Mengidentifikasi kriteria produktivitas dan indikator kinerja pada aktivitas reparasi di Dok Pembinaan UPT BTPI;

2) Mengukur tingkat produktivitas pada aktivitas reparasi di Dok Pembinaan UPT BTPI berdasarkan model OMAX;

3) Menentukan faktor-faktor yang mempengaruhi peningkatan produktivitas pada aktivitas reparasi di Dok Pembinaan UPT BTPI berdasarkan model OMAX; dan

4) Mengidentifikasi langkah awal yang harus dilakukan dalam peningkatan produktivitas dengan menggunakan model OMAX sehingga dapat memperbaiki kinerja galangan Dok Pembinaan UPT BTPI.

1.3 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi pihak perusahaan, untuk membantu mengetahui faktor yang berpengaruh terhadap produktivitas dan langkah apa yang diambil untuk meningkatkan produktivitas melalui pengukuran kinerja.


(5)

2.1 Pengertian Produktivitas

Secara umum produktivitas mengandung pengertian perbandingan antara hasil yang dicapai (output) dengan keseluruhan atau sebagian sumberdaya (input) yang digunakan. Produktivitas dapat dirumuskan sebagai berikut (Soeharto,A & Summant, 1984 yang dikutip oleh Iryanto, 2008):

Menurut jurnal Shipbuilding Productivity and competitiveness (Michigan University, 1998) yang dikutip oleh Iryanto (2008) secara umum produktivitas adalah sejumlah output yang dihasilkan dari sejumlah input yang diberikan. Input

ini bisa bermacam-macam, misalnya manusia (man), bahan (material), modal (money), metode (method), dan peralatan (machine). Produktivitas merupakan isu strategis yang luas dan merupakan sesuatu yang harus diperhatikan baik oleh pemerintah, managemen, maupun para pekerja.

2.2 Manfaat Pengukuran Produktivitas

2.2.1 Manfaat pengukuran produktivitas pada organisasi level Internasional, Nasional, dan Industri

Pengukuran produktivitas pada level internasional dan nasional mempunyai manfaat yang sangat banyak dan hampir sama. Manfaatnya antara lain adalah membantu mengevaluasi penampilan, perencanaan, kebijakan, pendapatan, upah dan harga melalui faktor-faktor yang mempengaruhi distribusi pendapatan. Manfaat lainnya adalah membandingkan sektor-sektor ekonomi yang berbeda untuk menentukan prioritas kebijakan bantuan, membantu mengetahui pertumbuhan berbagai sektor ekonomi, dan mengetahui pengaruh perdagangan internasional terhadap perkembangan ekonomi suatu Negara (Summanth, 1984 yang dikutip oleh Sunarto, 1999).

Menurut Sinungan (1997) yang dikutip oleh Sunarto (1999), pengukuran produktivitas pada level internasional juga menunjukkan indeks produktivitas masing-masing negara yang dapat digunakan untuk mengetahui dan membandingkan produktivitas antar negara dan tingkat pertumbuhan


(6)

pembangunan ekonomi dalam temporal waktu tertentu. Perbandingan-perbandingan semacam ini merupakan landasan pertimbangan untuk sektor-sektor pembangunan ekonomi yang selanjutnya dapat digunakan untuk menentukan kebijakan yang akan diambil pada waktu ke depan dan mendatang.

Pengukuran produktivitas pada tingkat nasional mempunyai banyak manfaat antara lain adalah untuk menentukan perubahan pelayanan masyarakat dari waktu ke waktu, efisiensi, dan efektivitas yang relatif dari pemerintah daerah. Di samping itu pengukuran produktivitas level nasional digunakan oleh pemerintah pusat untuk menyelidiki lingkup persoalan dan mengevaluasi pengaruh dari program nasional yang telah dirancang, serta untuk melengkapi informasi pengerahan kembali sumber-sumber masyarakat. Pengukuran produktivitas pada level Industri digunakan untuk mengetahui indeks produktivitas pada masing-masing sektor industri. Indeks tersebut selanjutnya dapat dibandingkan untuk mengetahui perkembangan dan kinerja masing-masing industri. Pengetahuan tentang perkembangan dan kinerja tersebut dapat digunakan untuk membuat kebijakan-kebijakan yang kondusif pada sektor industri yang dirasa masih kurang, dan membuat prioritas yang seimbang sehingga industri dapat berkembang dan berjalan dengan baik dari industri hulu ke hilir.

2.2.2 Manfaat pengukuran produktivitas pada organisasi level perusahaan (company)

Pengukuran produktivitas pada level perusahaan digunakan sebagai sarana manajemen untuk menganalisa dan mendorong efisiensi produksi. Artinya, pengukuran produktivitas akan meninggikan kesadaran dan minat pekerja atau pegawai pada tingkat dan rangkaian produktivitas. Bahkan, pengukuran produktivitas yang relatif kasar ataupun data yang kurang memenuhi syarat pun, ternyata memberikan dasar bagi penganalisaan proses yang konstruktif dan produktif (Sinungan, 1997 yang dikutip oleh Sunarto, 1999). Manfaat lain yang diperoleh dari pengukuran produktivitas mungkin terlihat pada penempatan perusahaan yang tetap dalam menentukan target atau sasaran tujuan yang nyata dan pertukaran informasi antara tenaga kerja dan manajemen secara periodik terhadap masalah-masalah yang sering berkaitan (Summanth, 1984 yang dikutip oleh Sunarto 1999).


(7)

2.3 Produktivitas Galangan

2.3.1 Faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas galangan

Sesuatu yang sangat penting untuk diketahui dalam mempelajari produktivitas galangan adalah faktor-faktor apa saja yang mempengaruhinya. Diharapkan dengan mengetahui faktor-faktor ini, akan dapat mengetahui cara-cara yang dapat ditempuh untuk meningkatkan produktivitas. Faktor-faktor penting yang dapat mempengaruhi produktivitas galangan adalah karena adanya kelemahan-kelemahan yang dimiliki oleh galangan, kelemahan-kelemahan tersebut dikategorikan menjadi 4 (empat) kelompok (Al-Kattan, 1992 yang dikutip oleh Sunarto, 1999), yaitu:

1) Kelemahan desain.

Kelemahan desain ini terlihat dari kesalahan desain kapal yang dibuat galangan atau desainer. Kesalahan tersebut mengakibatkan bangunan kapal baru tidak sesuai dengan yang diinginkan. Kesalahan desain ini diantaranya adalah: kesalahan sebagian atau keseluruhan dari gambar atau perhitungan mulai dari rencana garis, rencana umum, penampang melintang, gambar propeller, sampai gambar-gambar produksi dan perhitungan-perhitungan mulai dari perhitungan konstruksi, grafik bonjean, grafik stabilitas, hidrostatik, peluncuran, dan kekuatan. 2) Kelemahan produksi.

Kelemahan produksi dapat disebabkan karena kelemahan penggunaan level teknologi, misalnya adalah penggunaan teknologi yang tidak tepat. Hal ini akan menghambat proses produksi, sehingga waktu penyelesaian produksi akan bertambah lama. Bertambah lamanya waktu penyelesaian produksi akan mengakibatkan biaya produksi bertambah, yang pada akhirnya akan mengurangi produktivitas. Kelemahan produksi juga dapat terjadi karena kesalahan produksi yang terjadi pada area bengkel-bengkel produksi mulai dari fabrikasi sampai dengan grand assembly.

Kelemahan-kelemahan produksi yang lainnya dapat terjadi pada kelemahan automatisasi dan perawatan peralatan-peralatan produksi. Kelemahan perawatan peralatan-peralatan produksi dapat terjadi karena kesalahan penjadwalan perawatan. Hal ini dapat mengakibatkan kerusakan bertambah fatal, sehingga dapat menghambat proses produksi atau bahkan aktivitas produksi dapat berhenti


(8)

total. Proses produksi yang terhambat akan mengakibatkan waktu proses produksi akan bertambah lama, yang pada akhirnya akan dapat mengurangi produktivitas. 3) Kelemahan sistem manajemen.

Kelemahan sistem manajemen diantaranya dapat berupa kelemahan

training, kualitas, perencanaan, estimasi, kontrol dan sistem pengawasan. Sistem manajemen adalah salah satu faktor produksi yang tidak secara nyata langsung tampak pada proses produksi tetapi pengaruhnya sangat besar. Jika terjadi kelemahan sistem manajemen, maka seluruh proses produksi akan terhambat mulai dari desain hingga pekerjaan di bengkel-bengkel. Hal tersebut pada akhirnya akan menghambat proses produksi dan kemudian membuat biaya produksi membengkak, sehingga dapat mengurangi produktivitas.

4) Kelemahan tenaga kerja.

Kelemahan tenaga kerja dapat disebabkan karena kelemahan motivasi, sehingga semangat untuk bekerja keras berkurang dan juga bisa memungkinkan terjadinya kesalahan-kesalahan saat proses produksi. Hal tersebut pada akhirnya akan dapat mengurangi produktivitas. Kelemahan tenaga kerja yang lain dapat disebabkan diantaranya karena kelemahan kemampuan, kelemahan kesehatan, kemalasan, absen, sakit. Pada akhirnya kelemahan-kelemahan tenaga kerja ini akan mengurangi produktivitas tenaga kerja (labor productivity) dan produktivitas perusahaan (company) secara keseluruhan.

2.3.2 Pengukuran produktivitas galangan

Pengukuran produktivitas galangan yang biasa dilakukan adalah pengukuran produktivitas peralatan produksi dan pengukuran produktivitas tenaga kerja (labor

productivity). Parameter-parameter pengukuran produktivitas produksi adalah ukuran utilitas, efisiensi, beban kerja (load faktor), dan rasio penggunaan berth (berth occupation ratio) (Anugrah, 1996). Parameter-parameter pengukuran produktivitas tenaga kerja adalah Jo/ton baja, JO/pipa, JO/m/kabel dan parameter yang lain yang sejenis (Al-Kattan, 1992 yang dikutip oleh Sunarto, 1999). Ukuran-ukuran produktivitas tersebut terbatas pada peralatan produksi dan tenaga kerja saja, sehingga tidak dapat menunjukkan produktivitas galangan yang menggambarkan kemampuan galangan (perusahaan) secara total dan keseluruhan.


(9)

2.3.3 Konsep efisiensi dan efektivitas

Soeharto, A dan Soejitno (1996) yang dikutip oleh Mahendra (2007), menyatakan bahwa efektivitas berhubungan dengan output, dimana di dalam proses produksi dapat dipenuhi kebutuhan yang telah ditetapkan (ketepatan, kuantitas, kualitas, waktu). Jika prosentase target di atas semakin besar, maka efektivitas yang dicapai semakin tinggi. Walaupun tingkat efisiensi yang dihasilkan tinggi, bukan berarti terjadi peningkatan efektivitas. Diperlukan strategi yang paling menguntungkan untuk mencapai tingkat efektivitas dan efisiensi yang tinggi, sehingga produktivitas yang maksimal akan dicapai.

Kualitas merupakan suatu ukuran yang menyatakan seberapa jauh telah terpenuhi berbagai persyaratan, spesifikasi atau harapan. Konsep ini hanya dapat berorientasi pada masukan, keluaran atau keduanya. Kualitas juga berhubungan dengan proses produksi, dimana proses produksi tersebut akan berpengaruh pada kualitas yang dicapai. Hubungan antara efisiensi, efektivitas, kualitas dan produktivitas dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1 Skema hubungan antara efisiensi, efektivitas dan produktivitas (Soeharto, A dan Soejitno, 1996 yang dikutip oleh Mahendra, 2007)

Berdasarkan skema di atas dapat dilihat bahwa produktivitas mencakup efisiensi, efektivitas, dan kualitas. Jadi dapat dikatakan bahwa produktivitas adalah :


(10)

Efisiensi suatu peralatan menunjukkan kedayagunaan peralatan tersebut. Dengan kata lain efisiensi mengacu pada tingkat intensitas kerja dari peralatan tersebut. Suatu peralatan dikatakan memiliki efisiensi tinggi jika dalam suatu waktu tertentu rate produk aktual mendekati rate produk terpasang. Rate production adalah perbandingan antara produk dengan satuan waktu terkecil, dalam hal ini adalah jam, atau dapat ditunjukkan dengan rumus sebagai berikut (Groover, 1990 yang dikutip oleh Sunarto, 1999):

Berdasarkan hal tersebut, bila dirumuskan efisiensi adalah perbandingan antara

rate produk aktual terhadap rate produk terpasang (Dilworth, 1989 yang dikutip oleh Sunarto, 1999), dapat dituliskan sebagai berikut :

2.3.4 Konsep utilitas

Utilitas bisa diartikan sebagai tingkat penggunaan suatu fasilitas produksi. Dengan kata lain utilitas adalah ukuran yang menunjukkan seberapa baik sumberdaya produksi (Groover, 1990 yang dikutip oleh Sunarto, 1999). Suatu peralatan dikatakan mempunyai utilitas tinggi, apabila peralatan tersebut dapat menghasilkan produk aktual mendekati produk terpasangnya atau dengan kata lain utilitas mendekati 100%.

Sebaliknya utilitas dikatakan rendah apabila fasilitas tidak dioperasikan mendekati kapasitasnya. Hal ini biasanya akan mengakibatkan "financial penalty", karena perusahaan tersebut harus membiayai sarana produksi yang tidak dimanfaatkan secara penuh. Utilitas secara empiris bisa dirumuskan sebagai perbandingan antara output dari fasilitas produksi relatif terhadap kapasitas terpasangnya.

Pada kasus-kasus tertentu, meningkatnya angka utilitas peralatan belum tentu diikuti dengan naiknya efisiensi peralatan. Hal ini bisa dimengerti, karena


(11)

jika penambahan jam produktif misalnya dengan mengeliminasi waktu yang sia-sia, jika tidak diikuti dengan intensitas produk yang relatif tinggi maka akan terjadi penurunan efisiensi. Tetapi biasanya yang terjadi adalah jika waktu produktif ditingkatkan biasanya diikuti dengan kenaikan produk, sehingga akan cukup meningkatkan rate of production, sehingga efisiensi akan naik juga. Menurut Anderson (1980) yang dikutip oleh Mahendra (2007) yang dimaksud dengan utilitas adalah hubungan antara waktu aktual yang digunakan untuk produksi dengan waktu mesin total yang tersedia.

2.3.5 Usaha-usaha untuk meningkatkan produktivitas galangan

Ada banyak cara untuk meningkatkan produktivitas baik pada organisasi level internasional, nasional, industri dan perusahaan, namun dari berbagai macam cara tersebut pada dasarnya adalah sama. Metode untuk meningkatkan produktivitas perusahaan dapat dikategorikan menjadi 4 (empat) kemungkinan (Crismianto, 1997):

1) Metode pemanfaatan sumberdaya yang lebih sedikit untuk mendapatkan jumlah produk yang sama;

2) Metode pemanfaatan sumberdaya yang lebih sedikit untuk mendapatkan jumlah produk yang lebih besar;

3) Metode pemanfaatan sumberdaya yang sama untuk mendapatkan jumlah produk yang lebih besar; dan

4) Metode pemanfaatan sumberdaya yang lebih banyak untuk mendapatkan jumlah produk yang jauh lebih besar.

Di samping keempat metode tersebut, lazim juga digunakan empat metode lain yang dapat meningkatkan produktivitas perusahaan dengan efektif. Keempat metode tersebut adalah:

1) Metode peningkatan produktivitas dengan menghemat tenaga kerja;

2) Metode peningkatan produktivitas dengan menerapkan metode kerja yang paling tepat;

3) Metode peningkatan produktivitas dengan memanfaatkan sumberdaya manusia dengan lebih efektif, yaitu dengan menyempurnakan manjemen personalia; dan


(12)

4) Metode peningkatan produktivitas dengan melenyapkan praktek-praktek yang tidak produktif.

Metode-metode di atas tidak selamanya menguntungkan, karena upaya memperkenalkan mesin, teknologi, dan metode baru seringkali berarti pengangguran bagi tenaga kerja. Oleh karena itu, kadang-kadang metode ini bertentangan dengan tanggung jawab perusahaan.

Parameter-parameter yang mempengaruhi besar dan kecilnya pengukuran produktivitas galangan sangat komplek, yaitu mulai dari input produksi, proses produksi, dan output produksi. Hasil dari pengukuran produktivitas galangan kapal dapat menunjukkan performa perusahaan dan menggambarkan efisiensi dan efektivitas pemakaian sumberdaya, serta efisiensi dan efektivitas proses produksi dalam menghasilkan output. Oleh karena itu, proses produksi yang efektif dan efisien dapat dikatakan sebagai salah satu usaha yang dapat meningkatkan produktivitas.

2.4 Metode Pengukuran Produktivitas Model Objective Matrix (OMAX) Mayhoneys (2008) menyebutkan bahwa OMAX adalah suatu sistem pengukuran produktivitas parsial yang dikembangkan untuk memantau produktivitas dari tiap bagian perusahaan dengan kriteria produktivitas yang sesuai dengan keberadaan bagian tersebut. Tiap-tiap model pengukuran mempunyai manfaat sendiri-sendiri, akan tetapi secara umum dapat dikatakan bahwa manfaat pengukuran produktivitas bagi perusahaan dan organisasi adalah : 1) Dalam melakukan pengukuran produktivitas dapat diperoleh informasi

keberhasilan yang dicapai oleh perusahaan secara menyeluruh;

2) Perusahaan dapat menilai efisiensi penggunaan sumberdaya dalam menghasilkan barang atau jasa;

3) Pengukuran produktivitas dapat berguna untuk perencanaan produksi dan sumberdaya, baik untuk jangka panjang atau pendek; dan

4) Berdasarkan hasil pengukuran produktivitas dapat ditentukan berdasarkan tingkat produktivitas yang direncanakan dengan tingkat yang diukur.

Pengukuran produktivitas sangat penting bagi perusahaan untuk mengetahui keberhasilan yang telah dicapai oleh perusahaan tersebut. Selain itu dari hasil


(13)

pengukuran dapat diketahui sampai sejauh mana usaha peningkatan efisiensi dan efektivitas perusahaan telah mencapai sasaran. Mengingat pentingnya pengukuran produktivitas pada suatu perusahaan, maka Dok Pembinaan UPT BTPI sudah selayaknya melakukan pengukuran produktivitas pada setiap bidang unjuk kerja untuk dijadikan titik tolak peningkatan produktivitas.

2.4.1 Alasan pemilihan metode OMAX

Mahendra (2007) menyebutkan bahwa, pengukuran produktivitas dapat menjadi suatu hal yang menyulitkan karena adanya beberapa hal yang harus dilibatkan, diantaranya: rasio-rasio, indeks-indeks, prosentase, dan angka-angka perkiraan. Banyak lagi masalah yang bersangkut paut dengan produktivitas perusahaan ataupun organisasi, baik yang berpengaruh secara langsung maupun secara tidak lagsung. Dengan demikian, tidaklah mengherankan bahwa pengukuran dan peningkatan produktivitas sulit untuk dilakukan karena banyak kriteria yang harus dipertimbangkan dan dilibatkan didalamnya.

Model pengukuran produktivitas OMAX mengatasi masalah-masalah kerumitan dan kesulitan pengukuran produktivitas dengan mengkombinasikan seluruh kriteria produktivitas yang penting ke dalam suatu bentuk yang terpadu dan saling terkait satu sama lain serta mudah untuk dikomunikasikan. Selain itu, model ini mengandung kebaikan lainnya yaitu dengan mengikutsertakan seluruh jajaran pegawai yang terkait dalam operasi-operasi perusahaan, mulai pekerja tingkat bawah sampai kepada manajer tingkat menengah dan atas dalam proses pembentukan dan pelaksanaannya.

Pengukuran produktivitas yang dilakukan dengan menggunakan model pengukuran produktivitas OMAX ini pada dasarnya merupakan pengukuran produktivitas total yang merupakan perpaduan dari beberapa ukuran keberhasilan atau kriteria produktivitas yang sudah dibobot sesuai dengan derajat kepentingan masing-masing kriteria itu di dalam perusahaan. Dengan demikian, model ini dapat digunakan untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang sangat berpengaruh maupun yang kurang berpengaruh terhadap peningkatan produktivitas. Hasil perpaduan beberapa ukuran keberhasilan atau produktivitas ini kemudian dinilai ke dalam satu indikator atau indeks yang berguna, antara lain:


(14)

1) Memperlihatkan sasaran atau target peningkatan produktivitas. 2) Mengetahui posisi dalam pencapaian target.

3) Alat peningkatan dalam pengambilan keputusan bagi peningkatan produktivitas.

Hal lain yang dapat dilihat dengan menggunakan model OMAX ini, antara lain: 1) Model ini memungkinkan dijalankannya aktivitas-aktivitas pengukuran

produktivitas, penilaian (evaluasi) produktivitas, peningkatan dan perencanaan produktivitas sekaligus;

2) Berbagai faktor yang berpengaruh terhadap peningkatan produktivitas dapat diidentifikasikan dengan baik dan dapat dikuantifikasikan;

3) Adanya sasaran produktivitas yang jelas dan mudah dimengerti yang akan memberikan motivasi bagi pekerja untuk mencapainya;

4) Adanya pengertian bobot yang mencerminkan pengaruh masing-masing faktor terhadap peningkatan produktivitas perusahaan yang penentuannya memerlukan persetujuan manajemen; dan

5) Model ini menggabungkan seluruh faktor yang berpengaruh terhadap peningkatan produktivitas (baik dalam satuan fisik maupun uang) dan nilai ke dalam suatu indikator atau indeks.

2.4.2 Bentuk dan susunan model OMAX

Mahendra (2007) juga menyebutkan bahwa, objective matrix atau matriks sasaran merupakan suatu metode unjuk kerja yang menggunakan indikator-indikator produksi dan suatu prosedur pembobotan untuk memperoleh suatu indikator pencapaian total. Susunan model ini berupa matrik yang butir-butirnya disusun menurut kolom dan baris sehingga dibaca dari atas ke bawah dan dari kiri ke kanan. Susunan matrik ini akan memudahkan dalam pengoperasiannya. Didalamnya memuat bermacam-macam kombinasi angka-angka yang tidak terlalu terperinci akan tetapi cukup untuk menyatakan keadaan secara praktis dan garis besarnya saja. Susunan model ini terdiri atas beberapa bagian yaitu:

1) Kriteria produktivitas

Kegiatan dan faktor-faktor yang mendukung produktivitas,dan satu unit kerja yang sedang diukur produktivitasnya dinyatakan dengan kriteria.


(15)

Kriteria-kriteria ini menyatakan ukuran efektivitas dari output, efisiensi dari

input dan faktor-faktor lain yang secara tidak langsung berhubungan dengan tingkat produktivitas yang diukur.

2) Butir-butir matrik

Kerangka badan matrik disusun oleh besaran-besaran pencapaian tiap-tiap kriteria. Didalamnya terdiri dari sebelas baris dan baris yang paling bawah merupakan pencapaian terendah atau terburuk yang dinyatakan dengan skor nol, sampai dengan baris paling atas yang merupakan sasaran atau target produktivitas yang realistis yang dinyatakan dengan skor sepuluh. Tingkat pencapaian mula-mula yaitu tingkat pencapaian yang diperoleh pada saat matrik ini mulai dioperasikan ditempatkan pada skor tiga (3). Setelah butir-butir skor nol, tiga dan sepuluh diisikan semuanya, sisa butir-butir-butir-butir lainnya untuk tiap-tiap kriteria dengan lengkap dicantumkan secara bertingkat. Butir-butir pada skor 1,2,4 sampai 9 merupakan tingkat pencapaian antara sehingga tingkat pencapaian akhir atau skor 10 dapat dicapai.

3) Bobot

Tiap-tiap kriteria yang telah ditetapkan mempunyai pengaruh yang berbeda-beda terhadap tingkat unit yang diukur. Oleh karena itu, perlu dicantumkan bobot yang menyatakan derajat kepentingan (dalam prosentase) yang menunjukkan pengaruh relatif kriteria tersebut terhadap produktivitas unit kerja yang diukur. Besarnya bobot ditentukan oleh suatu kelompok manajemen yang berada di atas yang mengepalai unit kerja yang diukur. Jumlah bobot seluruh kriteria adalah 100%.

4) Sasaran

Merupakan tingkat kemajuan yang dapat dicapai oleh tiap-tiap kriteria produktivitas dalam periode waktu tertentu dengan melihat keadaan yang realistis yang dapat terjadi di masa yang akan datang. Besarnya nilai sasaran ini kemudian diletakkan pada skor tertinggi yaitu skor 10.

5) Tingkat pencapaian

Keberhasilan yang dicapai oleh masing-masing kriteria atau rasio dalam periode waktu yang diukur ini kemudian diisikan pada baris pencapaian


(16)

yang tersedia untuk semua kriteria. Data untuk perhitungan kriteria atau rasio ini diperoleh dari tiap-tiap bagian yang diukur.

6) Skor

Pada baris skor (bagian bawah badan matrik) besar pencapaian pada poin no 5 (bagian atas badan matrik) dirubah ke dalam skor yang sesuai, ini dilakukan dengan mencocokkan besaran realisasi pencapaian rasio (point no 5) dengan butir matrik yang ada dan ekivalen dengan skor tertentu.

7) Nilai

Nilai daripada pencapaian yang berhasil diperoleh untuk setiap kriteria pada periode tertentu didapat dengan mengalikan skor pada kriteria tertentu dengan bobot kriteria tersebut.

8) Indikator pencapaian

Pada periode tertentu, jumlah seluruh nilai dari tiap-tiap kriteria dicantumkan pada kotak indikator pencapaian. Besarnya indikator diisi sesuai dengan indikator mula-mula. Semua indikator berada pada skor 3 pada saat matrik mulai dioperasikan.

9) Indeks

Peningkatan produktivitas ditentukan dari besarnya kenaikan indikator pencapaian yang terjadi antara yang baru dengan yang lama. Kesembilan susunan ini membentuk kerangka model.

2.4.3 Penyusunan matrik

Penyusunan dan pelaksanaan matrik ini merupakan suatu proses yang jelas dan langsung yang membutuhkan sedikit keahlian.

1) Menentukan kriteria produktivitas

Langkah pertama ini adalah mengidentifikasikan kriteria produktivitas yang sesuai bagi unit kerja dimana pengukuran ini akan dilaksanakan. Kriteria ini harus menyatakan kondisi atau kegiatan yang mendukung produktivitas unit kerja yang diukur dan dapat dikontrol oleh unit kerja tersebut. Kriteria ini menyatakan ukuran efisiensi dari masukan, efektivitas dari keluaran dan ukuran-ukuran lainnya yang secara tidak langsung mendukung proses kegiatan unjuk kerja yang akan diukur.


(17)

Supaya efektif, kriteria ini harus sudah dimengerti, mudah diukur, administrasinya dilakukan secara baik dan dapat diterima. Disinilah pentingnya untuk mengikutsertakan semua pihak di galangan dalam penyusunan dan pelaksanaan matrik ini. Selanjutnya kriteria ini sebaiknya berdiri sendiri tidak saling bergantung satu sama lain dan merupakan faktor-faktor yang terukur.

2) Menjelaskan data

Setelah seluruh kriteria dapat diidentifikasikan dengan baik, langkah berikutnya adalah mendefinisikan kriteria tersebut secara terperinci. Tiap-tiap kriteria memerlukan penjelasan lebih lanjut, misalnya tingkat ketidakhadiran, harus dijelaskan rasio-rasio yang membentuk kriteria ini. Demikian juga sumberdaya untuk setiap pengukuran tertentu harus pula diidentifikasikan dengan jelas, laporan yang akurat, orang-orang yang bertanggung jawab dan terlibat, atau sumberdaya lain, untuk setiap bilangan dalam perhitungan matrik harus dispesifikasikan dengan baik. Dalam setiap keadaan merupakan langkah terbaik untuk meninggalkan segala keraguan yang ada dalam mengoperasikan bilangan dan perhitungan matrik.

3) Penilaian pencapaian mula-mula

Setelah menentukan kriteria yang akan diukur, kemudian dilanjutkan dengan penjelasan dan pengumpulan data dari tiap-tiap kriteria, maka langkah berikutnya mengolah data tersebut sehingga layak untuk digunakan sebagai data pencapaian mula-mula dengan cara perhitungan rata-rata dari periode data yang diperoleh misalnya selama pengerjaan bangunan baru. Pencapaian mula-mula diletakkan pada skor 3 dari skala 0 sampai 10 untuk memberikan lebih banyak tempat bagi perbaikan daripada untuk terjadinya penurunan. Pencapaian ini juga biasanya tidak diletakkan pada tingkat yang lebih rendah lagi agar memberikan kemungkinan terjadinya pertukaran dan memberikan kelonggaran apabila sekali-kali terjadi kemunduran.

4) Menetapkan sasaran (skor 10)

Apabila skala skor 3 merupakan pencapaian mula-mula, maka skor 10 merupakan pencapaian yang akan dituju nantinya. Skala skor 10 ini


(18)

berkenaan dengan sasaran-sasaran yang ingin dicapai dalam waktu mendatang, dan karenanya harus berkesan optimis.

Sasaran yang diambil harus merupakan gambaran yang realistis, tetapi harus diperhitungkan pula faktor-faktor yang masuk akal, bahwa beberapa waktu mendatang telah terjadi perubahan atau kemungkinan telah ada peralatan baru, proses-proses yang lebih baik memungkinkan dapat mencapai sasaran yang dirasakan saat ini belum mungkin untuk dicapai.

5) Menetapkan sasaran jangka pendek

Pengisian skor yang tersisa lainnya dari matrik dapat dilakukan langsung setelah butir skor 0 (yang merupakan rasio terburuk yang mungkin terjadi, merupakan level terbawah yang dapat pula ditentukan kemudian), skor 3 dan skor 10 telah ditetapkan. Butir-butir yang tersisa yaitu skor 1, 2, 4 sampai dengan 9 merupakan suatu sasaran antara sebelum tingkat pencapaian akhir dipenuhi. Biasanya skala linier digunakan untuk pengisisan antara pencapaian saat ini dengan sasaran yang ingin dicapai pada setiap kriteria produktivitas.

Oleh sebab itu, jarak bilangan dari setiap tingkat skor 3 ke skor 0 juga dilakukan seperti pengskoran di atas. Jadi sekali lagi disini ditegaskan bahwa tidak ada syarat yang baku mengenai hal ini dan tergantung pada kesepakatan saja, karena pokok perhatian mengenai struktur skala ini tidaklah begitu penting dibandingkan dengan seberapa baik pengskoran ini dimengerti oleh orang-orang yang unjuk kerjanya diukur. Dengan demikian ada sebelas tingkat pencapaian untuk setiap kriteria. Satu kriteria menempati satu kolom dari atas ke bawah dari badan matrik. Penempatan dari hasil yang diharapkan pada setiap tingkat merupakan bagian yang penting dari pengskalaan, karena hasil-hasil tersebut membentuk suatu rintangan khusus yang harus diatasi untuk maju dari satu sasaran jangka pendek ke sasaran jangka pendek berikutnya.

6) Menentukan derajat kepentingan

Semua kriteria tidaklah mempunyai pengaruh yang sama pada produktivitas unit kerja keseluruhan, sehingga untuk melihat berapa besar derajat kepentingannya tiap kriteria diberi bobot. Pembobotan memberikan suatu


(19)

kesempatan untuk memberikan perhatian secara langsung pada kegiatan-kegiatan yang berpotensi besar bagi peningkatan produktivitas. Pembobotan biasanya dilakukan oleh manajer puncak atau oleh dewan produksi yang dimiliki galangan. Total pembobotan untuk semua kriteria harus sama dengan 100%. Bila pembobotan telah selesai, maka matrik ini secara teknis dapat digunakan untuk mengukur tingkat produktivitas dan dapat diketahui bagaimana cara meningkatkan produktivitas (Mahendra, 2007).

2.4.4 Pengoperasian matrik

Setelah seluruh badan matrik dan perlengkapannya terisi, maka matrik dapat dioperasikan. Pengoperasian matrik dilakukan dengan cara :

1) Pencapaian sekarang

Pada tahap ini, hal yang dilakukan adalah mengumpulkan data dari tiap-tiap kriteria atau rasio selama periode pengukuran dilakukan dan menetapkan pencapaian sebenarnya untuk setiap kriteria atau rasio tersebut. Data yang didapat kemudian dimasukkan ke dalam kolom pencapaian pada bagian atas badan matrik.

2) Pemberian tanda pada bilangan pencapaian (No. 1) pada badan matrik Pada badan matrik, bilangan yang sesuai dengan bilangan “pencapaian” yang didapat diberi tanda atau dilingkari. Apabila tidak ada bilangan yang tepat sama dengan bilangan “pencapaian”, maka yang dilingkari adalah bilangan yang berada dibawahnya. Perlu diingat bahwa setiap kotak di dalam badan matrik merupakan suatu rintangan yang harus diatasi untuk mencapai skor tertentu. Apabila sasaran jangka pendek tersebut belum tercapai, maka kotak yang dibawahnyalah yang dilingkari. Setiap pencapaian yang lebih kecil dari tingkat pencapaian terburuk yang masih diperbolehkan (level terbawah) akan tetap menerima skor 0 untuk periode tersebut.

3) Penentuan skor

Bilangan yang telah dilingkari, dapat ditentukan tingkat skor yang dicapai yang diletakkan pada kolom “skor” pada bagian bawah badan matrik.


(20)

4) Penentuan nilai

Setiap skor yang didapat untuk setiap kriteria atau rasio, dikalikan dengan besarnya bobot masing-masing. Hasil perkalian ini diletakkan dalam kolom nilai yang berada pada bagian bawah badan metrik.

5) Indikator pencapaian saat ini

Nilai-nilai yang didapat untuk setiap kriteria dijumlahkan sehingga diperoleh indikator pencapaian saat ini.

6) Indeks

Sebuah indikator produktivitas hanya bermanfaat jika dibandingkan dengan nilai dan periode lain. Satu unit kerja tidak bisa dibandingkan dengan nilai unit kerja lainnya berdasarkan nilai skor, sebab kriteria masing-masing unit berbeda dan kondisi operasinya bervariasi. Nilai bobot total dapat diperlakukan sebagai indeks performansi dan digunakan untuk menilai perkembangan dari waktu ke waktu (Mahendra, 2007). Pada OMAX, pola pertumbuhan performansi ini ditunjukkan oleh dua indeks. Pertama Indeks Perubahan terhadap Performansi Standar/Base Level (300). Kedua, Indeks Perubahan terhadap Performansi periode sebelumnya (Mayhoneys, 2008). -

-

Dimana :

OPo = Nilai Performansi Standar / Base Level (300) OPi = Overall Performance ke-i


(21)

3 METODOLOGI

3.1Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan pada bulan Juli - September 2011 di Dok Pembinaan Unit Pelaksana Teknis Balai Teknologi Penangkapan Ikan (UPT BTPI), Muara Angke, Jakarta. Objek penelitian dalam penelitian ini adalah galangan Dok Pembinaan UPT BTPI, Muara Angke.

3.2 Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode studi kasus dengan contoh kasus produktivitas pada galangan Dok Pembinaan UPT BTPI, Muara Angke, Jakarta yang belum dilakukan pengukuran secara matematis. Menurut Yin (2008) metode studi kasus merupakan metode yang mengacu pada penelitian yang mempunyai unsur how dan why pada pertanyaan utama penelitiannya dan meneliti masalah-masalah kontemporer (masa kini) serta sedikitnya peluang peneliti dalam mengontrol peristiwa (kasus) yang ditelitinya. Pengukuran produktivitas galangan sendiri dilakukan dengan menggunakan metode Objective Matrix (OMAX).

 3.3 Pengumpulan Data

Data utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder, yaitu data yang sudah tersedia di galangan Dok Pembinaan UPT BTPI, Muara Angke, Jakarta. Data yang digunakan adalah:

1) Data hasil produksi bagian reparasi kapal di Dok Pembinaan UPT BTPI, Muara Angke, Jakarta 5 tahun terakhir;

2) Data jumlah tenaga kerja; 3) Data pemakaian mesin;

4) Data jam kerja aktual produksi; 5) Data jam kerja efektif; dan 6) Data jumlah ketidakhadiran.


(22)

3.4 Pengolahan dan Analisis Data

Data yang diperoleh diolah dengan menggunakan metode Objective Matrix (OMAX) dengan langkah-langkah:

1) Penetapan kriteria

Pada tahap ini, ditentukan kriteria-kriteria yang akan ditetapkan untuk digunakan dalam menghitung produktivitas dengan menggunakan metode OMAX. Kriteria-kriteria yang akan diukur meliputi kriteria efisiensi, kriteria efektivitas, dan kriteria inferensial. Kriteria yang ditetapkan mengacu pada kriteria yang digunakan oleh Mahendra (2007) yang telah meneliti tentang “Peningkatan Produktivitas Galangan Kapal Menggunakan Model OMAX (Studi kasus: di PT. BEN SANTOSA Surabaya)”. Kriteria tersebut dapat dilihat pada Tabel 1:

Tabel 1 Kriteria-kriteria dalam pengukuran produktivitas menggunakan model OMAX oleh Mahendra (2007)

Efisiensi

Man Hour (Kg/JO)

Material (%)

Pemakaian Mesin (%) Pemakaian Tenaga Kerja (%) Efektivitas Jam Kerja Aktual (%)

Jam Kerja Efektif (%)

Inferensial Jumlah Ketidakhadiran (%)

Kriteria efisiensi menunjukkan bagaimana penggunaan sumberdaya perusahaan (galangan), seperti tenaga kerja, energi, material serta modal yang sehemat mungkin. Kriteria efektivitas menunjukkan bagaimana galangan mencapai hasil bila dilihat dari sudut akurasi dan kualitasnya. Kriteria inferensial menunjukkan suatu kriteria yang tidak secara langsung mempengaruhi produktivitas tetapi bila diikutsertakan dalam matriks dapat membantu memperhitungkan variabel yang mempengaruhi faktor-faktor yang mayor.

Mahendra (2007) awalnya menetapkan sebanyak tiga belas indikator kinerja. Namun, setelah dilakukan wawancara dan pengisian kuesioner oleh tim manajemen diperoleh hasil bahwa indikator kinerja yang dapat digunakan hanya tujuh indikator seperti yang disebutkan pada Tabel 1 di atas.


(23)

2) Perhitungan rasio-rasio

Perhitungan rasio dilakukan terhadap kriteria-kriteria yang sudah ditentukan yaitu:

(1)Man hour (Kg/JO)

Adalah performansi tenaga kerja per unit produk (Kg/JO) (2)Material (%)

Rasio-rasio yang membentuk kriteria material :

%

(3)Kriteria tenaga kerja (%)

Rasio-rasio yang membentuk kriteria tenaga kerja :

%

(4)Kriteria pemakaian mesin (%)

Rasio yang membentuk kriteria pemakaian mesin :

%

(5)Kriteria jam kerja aktual produksi (%)

Rasio yang membentuk kriteria jam kerja aktual produksi :

%

(6)Kriteria jam kerja efektif (%)

Rasio yang membentuk kriteria jam kerja efektif :

%

(7)Kriteria ketidakhadiran (%)

Rasio yang membentuk kriteria ketidakhadiran :

%

3) Pengukuran kinerja standar

Kinerja standar diperoleh dari rata-rata rasio masing-masing kriteria pada periode yang ditetapkan. Dalam hal ini, periode yang ditetapkan adalah lima tahun terakhir dari tahun 2006 sampai 2010.


(24)

4) Penetapan sasaran akhir

Penetapan sasaran akhir ditentukan oleh pihak galangan Dok Pembinaan UPT BTPI, Muara Angke setelah memperoleh nilai kinerja standar. Pada penetapan sasaran ini, terdiri dari tiga skala skor yaitu skala skor 3 merupakan pencapaian mula-mula, skala skor 10 berupa sasaran yang ingin dicapai dalam waktu mendatang dan karenanya harus bersifat optimis, dan skala skor 0 merupakan level terbawah, rasio terburuk yang mungkin terjadi. Penetapan sasaran akhir ditentukan dengan menggunakan kuesioner (Lampiran 1).

5) Penetapan bobot rasio

Penetapan bobot rasio diperoleh dari hasil kuesioner (Lampiran 2). Jumlah seluruh bobot dari masing-masing kriteria produktivitas berjumlah 100 %. Pembobotan ini dimulai dengan membagi 100 % untuk prosentase efisiensi, efektivitas, dan inferensial. Misalnya:

Efisiensi : A %

Efektifitas : B %

Inferensial : C %

Total : 100 %

Berdasarkan prosentase di atas, kemudian dibagi pembobotannya sesuai dengan jumlah dan kepentingan kriteria yang termasuk didalamnya, misalnya:

(1) Kriteria yang termasuk dalam efisiensi

- Man hour : a1 %

- Material : a2 %

- Pemakaian Mesin : a3 %

- Pemakaian Tenaga Kerja : a4 %

Total : 100 %

(2) Kriteria yang termasuk dalam efektivitas

- Jam Kerja Aktual : b1 %

- Jam Kerja Efektif : b2 %


(25)

(3) Kriteria yang termasuk dalam inferensial - Jumlah Ketidakhadiran : c %

Total : 100 %

6) Pembetukan matriks sasaran

Setelah ditentukan skala skor 0, skor 3, dan skor 10 dari hasil kuesioner, selanjutnya ditentukan skala sisa yaitu skala skor 1, 2, 4, 5, 6, 7, 8, dan 9 untuk membentuk suatu matriks sasaran dengan cara interpolasi. Kenaikan nilai pada skor 1 dan 2 dilakukan dengan cara interpolasi, yaitu:

skor 3 – skor 0 3 – 0

Kenaikan nilai pada skor 4 sampai dengan 9 dilakukan dengan cara interpolasi, yaitu:

skor 10 – skor 3 10 – 3 7) Penentuan skor aktual

Skor aktual ditentukan berdasarkan hasil pengukuran rasio masing-masing kriteria pada periode tertentu yang diubah kedalam skor pada matriks sasaran yang sesuai.

8) Penentuan nilai aktual

Nilai aktual ditentukan berdasarkan hasil perkalian antara skor aktual dengan bobot kriteria tersebut.

9) Penentuan performance indicator

Performance indicator diperoleh dari penjumlahan nilai aktual dari semua kriteria pengukuran yang dilakukan.

10)Perhitungan index produktivitas (IP)

Untuk menghitung Index Produktivitas (IP) dengan menggunakan rumus:

%

Peningkatan produktivitas bisa diketahui dari besarnya kenaikan performance indikator yang terjadi.


(26)

11) Bentuk tabel matriks

Gambar 2 Contoh bentuk tabel matriks

Berdasarkan bentuk matriks di atas, rasio 1 adalah rasio pemakaian tenaga kerja; rasio 2 adalah rasio pemakaian mesin; rasio 3 adalah rasio jam kerja aktual; rasio 4 adalah rasio jam kerja efektif; dan rasio 5 adalah rasio ketidakhadiran karyawan. Hasil akhir dari matriks berupa nilai indeks dengan interpretasi bahwa semakin besar nilai indeks pada suatu periode tertentu maka produktivitas suatu perusahaan pada periode tersebut semakin tinggi juga.

Kriteria Inferensial

Rasio‐Rasio Rasio 1 Rasio 2 Rasio 3 Rasio 4 Rasio 5 Nilai Aktual

10 Sangat Baik 9

8 7 6 5 4

3 Sedang 2

1

0 Sangat Buruk Skor Aktual

Bobot Nilai Produktivitas

Keterangan

Saat ini Periode Dasar Index

Saat ini Periode Sebelum Index Target

Skor

Indikator Performansi

Keterangan

Buruk Baik

Indikator Performansi


(27)

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4.1 Produktivitas Galangan

Dok Pembinaan Unit Pelaksana Teknis Balai Teknologi Penangkapan Ikan (UPT BTPI) memiliki fungsi sebagai tempat membangun, merawat, dan memperbaiki kapal. Saat ini aktivitas yang dilakukan Dok Pembinaan UPT BTPI hanyalah mereparasi kapal. Kegiatan pembuatan kapal sudah lama tidak dilakukan. Hal ini disebabkan karena sepinya order pembuatan kapal di Dok Pembinaan UPT BTPI. Sepinya order membangun kapal di Dok Pembinaan UPT BTPI diduga karena tingginya biaya produksi, dimana kayu sebagai bahan baku pembuatan kapal didatangkan dari luar Jakarta. Kondisi ini mengakibatkan harga kayu menjadi semakin mahal. Oleh karena itu, banyak pembeli yang beralih untuk membuat kapal di daerah yang memiliki sumber kayu sehingga harga kapal menjadi lebih murah.

Kapal yang biasanya direparasi oleh Dok Pembinaan UPT BTPI adalah kapal yang terbuat dari kayu. Umumnya kapal yang direparasi merupakan kapal perikanan. Selain mereparasi kapal kayu, galangan juga mampu melayani reparasi kapal fiber atau kapal kayu yang dilaminasi menggunakan fiber.

Galangan yang terdapat di lingkungan UPT BTPI ada empat galangan. Keempat galangan tersebut yaitu: Dok Pembinaan UPT BTPI, Fan Marine Shipyard (FMS), Karya Teknik Utama (KTU), dan Koperasi Pegawai Negeri Dinas Perikanan (KPNDP). Dok Pembinaan UPT BTPI adalah galangan yang resmi milik UPT BTPI, sedangkan tiga galangan lainnya adalah galangan yang dikelola oleh pihak yang menyewa lahan di UPT BTPI. Seluruh galangan tersebut juga hanya melayani kegiatan reparasi kapal.

Dok Pembinaan UPT BTPI merupakan salah satu galangan yang memiliki tingkat produksi yang cukup tinggi di lingkungan UPT BTPI. Produksi di Dok Pembinaan UPT BTPI menyerap 20,74 % per tahun dari total produksi yang ada di UPT BTPI. Tingkat produksi tiga galangan lainnya adalah FMS sebesar 15,75 %, KTU sebesar 8,39 %, dan KPNDP sebesar 55,12 % per tahun dari total produksi yang ada di UPT BTPI. Data kapal yang melakukan reparasi dari tahun 2006 sampai 2010 di Dok Pembinaan UPT BTPI disajikan pada Lampiran 3


(28)

sampai dengan Lampiran 7. Jumlah kapal yang melakukan reparasi di Dok Pembinaan UPT BTPI dari tahun 2006 sampai 2010 disajikan pada Gambar 3 di bawah ini.

Gambar 3 Jumlah kapal yang melakukan reparasi di Dok Pembinaan UPT BTPI

Produktivitas Dok Pembinaan UPT BTPI dan produktivitas seluruh galangan yang ada di lingkungan UPT BTPI disajikan pada Gambar 4 di halaman 28. Setiap bulannya Dok Pembinaan UPT BTPI rata-rata dapat melayani 12 kapal dengan jumlah tertinggi pada bulan Mei 2006, Desember 2006, November 2008, Desember 2008, dan April 2009 sebanyak 15 kapal. Jumlah kapal terendah yang direparasi terdapat pada bulan Mei 2010, dan September 2010 sebanyak 6 kapal. Bulan Oktober, November, dan Desember pada tahun 2007 dan 2010 tidak ada kegiatan reparasi kapal. Hal tersebut dikarenakan pada bulan dan tahun tersebut sedang dilakukan pembangunan slipway (tahun 2007) dan peninggian dok galangan (tahun 2010). Jenis kapal yang diperbaiki adalah kapal perikanan dan kapal non perikanan. Kapal-kapal tersebut berasal dari PPI Muara Angke, PPS Muara Baru, dan daerah lainnya yang sedang bongkar muat atau singgah di PPI Muara Angke. Secara rata-rata, dalam satu tahun Dok Pembinaan UPT BTPI mendapat keluhan dari dua pemilik kapal yang kapalnya masih mengalami kebocoran setelah direparasi.

0 20 40 60 80 100 120 140 160

2006 2007 2008 2009 2010

Ju

m

lah

Kap

al


(29)

Gambar 4 Perbandingan fluktuasi produksi reparasi kapal Dok Pembinaan UPT BTPI dan produksi reparasi kapal seluruh galangan yang ada di lingkungan UPT BTPI dari tahun 2006 sampai 2010

0 10 20 30 40 50 60 70

Juml

ah

Ka

pa

l

Seluruh Galangan 2006 Seluruh Galangan 2007 Seluruh Galangan 2008 Seluruh Galangan 2009 Seluruh Galangan 2010 Dok Pembinaan 2006 Dok Pembinaan 2007 Dok Pembinaan 2008 Dok Pembinaan 2009 Dok Pembinaan 2010


(30)

Jenis reparasi yang dilakukan dibagi menjadi dua yaitu annual survey dan

special survey. (1) Annual Survey

Annual survey dilaksanakan setiap tahun, dimana pekerjaan yang dilakukan adalah pekerjaan-pekerjaan standar yang berhubungan dengan dok perawatan rutin setiap tahunnya. Adapun pekerjaan-pekerjaan pada

annual survey pada Dok Pembinaan UPT BTPI diantaranya adalah: pengedokan, pembakaran teritip, penyekrapan, pengecatan, pembaharuan surat-surat kapal, balancing propeller dan kemudi. Annual survey biasanya menghabiskan waktu 2 (dua) sampai 5 (lima) hari pengerjaan.

(2) Special Survey

Pekerjaan-pekerjaan yang dilakukan pada special survey pada umumnya sama dengan pekerjaan-pekerjaan yang ada pada annual survey. Hanya ada beberapa tambahan pekerjaan yang berhubungan dengan pergantian peralatan ataupun perlengkapan kapal yang rusak dan yang terpenting pada pekerjaan special survey adalah pekerjaan penggantian pelat di beberapa tempat yang ketebalannya sudah tidak memenuhi syarat. Special survey

biasanya menghabiskan waktu selama lebih dari 5 (lima) hari bahkan bisa sampai 1 (satu) bulan atau lebih tergantung kerusakan yang harus diperbaiki.

Produksi Dok Pembinaan UPT BTPI berdasarkan jumlah kapal, jenis reparasi, dan ukuran kapal disajikan pada Tabel 2 sampai dengan Tabel 4 di bawah ini.

Tabel 2 Produksi dok pembinaan UPT BTPI berdasarkan jenis kapal dalam periode 2006 sampai 2010 (satuan: unit)

Jenis Kapal Tahun Jumlah Rata-rata per

Tahun 2006 2007 2008 2009 2010

Kapal Perikanan 131 101 119 122 84 557 111,4 92 Kapal Non Perikanan 16 3 11 18 13 61 12,2 16


(31)

Tabel 3 Produksi dok pembinaan UPT BTPI berdasarkan jenis reparasi dalam periode 2006 sampai 2010 (satuan: unit)

Jenis Reparasi Tahun Jumlah Rata-rata per

Tahun 2006 2007 2008 2009 2010

Annual Survey (2-5 hari) 117 77 76 54 66 390 78,0 78 Special Survey (> 5 hari) 30 27 54 86 31 228 45,6 46

Jumlah 147 104 130 140 97 618

Tabel 4 Produksi Dok Pembinaan UPT BTPI berdasarkan ukuran kapal dalam periode 2006 sampai 2010 (satuan: unit)

Ukuran Kapal Tahun Jumlah Rata-rata per

Tahun 2006 2007 2008 2009 2010

1-10 GT 40 25 23 30 21 139 27,8 28

11-20 GT 18 9 18 14 10 69 13,8 14

21-30 GT 84 67 86 93 58 388 77,6 77

31-50 GT 4 2 3 1 5 15 3,0 3

>50 GT 1 1 0 2 3 7 1,4 1

Jumlah 147 104 130 140 97 618

4.2 Tenaga Kerja dan Struktur Organisasi

Tenaga kerja dibagi menjadi dua bagian, yaitu: tenaga kerja langsung dan tenaga kerja tidak langsung. Tenaga kerja langsung adalah tenaga kerja yang secara langsung berhubungan dengan kegiatan reparasi kapal yang kemudian disebut staf lapang. Tenaga kerja tidak langsung adalah tenaga kerja yang tidak secara langsung berhubungan dengan kegiatan reparasi yang kemudian disebut staf administrasi. Selain dibagi menjadi tenaga kerja langsung dan tidak langsung, tenaga kerja juga dibagi menjadi tenaga kerja tetap dan tidak tetap. Tenaga kerja tetap adalah tenaga kerja yang berstatus sebagai pekerja tetap milik Dok Pembinaan UPT BTPI. Tenaga kerja tidak tetap adalah tenaga kerja yang berstatus sebagai pekerja dari luar yang bekerja di Dok Pembinaan UPT BTPI sebagai tenaga tambahan dalam reparasi kapal.

Dok Pembinaan UPT BTPI merupakan satu dari empat galangan yang masih aktif melayani kegiatan reparasi kapal di Muara Angke. Galangan ini dipimpin oleh seorang manajer yang bertanggung jawab kepada kepala UPT BTPI. Sebagai dok pembina, pada tahun 2008 Dok Pembinaan UPT BTPI menjalankan tiga program kerja, yaitu:

1) Pembinaan petugas reparasi; 2) Pembinaan tukang pakal; dan


(32)

Dok Pembinaan UPT BTPI saat ini memiliki 7 staf lapang. Staf lapang tersebut terdiri dari 1 orang koordinator lapangan, 1 orang juru mesin, 1 orang juru cat, 2 orang juru selam, 1 orang juru kasko, dan 1 orang juru alur. Staf administrasi UPT BTPI ada 13 orang yang terdiri dari 1 orang kepala pusat BTPI, 1 orang kepala sub bagian tata usaha, 1 orang kepala seksi pelayanan pemeliharaan dan perbaikan sarana penangkapan ikan, 1 orang kepala seksi teknologi alat tangkap dan mesin kapal perikanan, 1 orang staf seksi pelayanan pemeliharaan dan perbaikan sarana penangkapan ikan, 1 orang staf teknologi alat tangkap dan mesin kapal perikanan, dan 7 orang staf tata usaha. Struktur organisasi UPT BTPI disajikan pada Gambar 5.

Keterangan: alur dalam wilayah garis merah adalah struktur organisasi Dok Pembinaan UPT BTPI Gambar 5 Struktur organisasi UPT BTPI

Kepala Pusat BTPI

Juru Alur

Koordinator lapangan Kepala seksi pelayanan pemeliharaan dan perbaikan

sarana penangkapan ikan

Kepala seksi teknologi alat tangkap dan mesin kapal perikanan

Kepala sub bagian tata usaha

Juru Selam Juru Kasko Juru Mesin Juru Cat

Staf seksi pelayanan pemeliharaan dan perbaikan

sarana penangkapan

ikan

Staf seksi teknologi alat tangkap dan mesin kapal perikanan


(33)

4.3 Sarana dan Prasarana

Slipway yang ada di Dok pembinaan UPT BTPI sebanyak tiga buah dengan panjang masing-masing 90 meter. Kapasitas masing-masing slipway dapat menampung dua buah kapal. Tetapi, saat ini kapasitas keseluruhan hanya mampu menampung lima buah kapal. Hal tersebut dikarenakan slipway pada bagian tengah kurang panjang sehingga hanya dapat menampung satu kapal. Dibutuhkan landasan tarik yang landai untuk memudahkan penarikan kapal ke atas slipway.

Kemiringan yang layak untuk landasan tarik adalah 120. Kemiringan tersebut diperoleh dengan memasang rel yang lebih panjang. Tepi pantai di bagian depan galangan Dok Pembinaan UPT BTPI memiliki kemiringan yang curam, sehingga pada tahun 2007 dilakukan penimbunan agar kemiringan landasan tarik tidak lebih besar dari 120. Penimbunan tersebut menghabiskan waktu selama empat bulan yang mengakibatkan berhentinya kegiatan reparasi di Dok Pembinaan UPT BTPI selama waktu tersebut.

Peralatan yang digunakan di Dok Pembinaan UPT BTPI umumnya menggunakan tenaga manual dan tenaga mesin. Penggunaan mesin pada proses reparasi bertujuan untuk memberikan kemudahan bagi pekerja untuk melakukan kegiatan reparasi, sehingga kegiatan reparasi kapal dapat terselesaikan lebih cepat. Peralatan yang digunakan di Dok Pembinaan UPT BTPI disajikan pada Tabel 5. Tabel 5 Peralatan yang digunakan di Dok Pembinaan UPT BTPI

No Peralatan yang digunakan Jenis peralatan (manual/tenaga penggerak/fasilitas serbaguna)

1 Palu Manual

2 Gergaji Manual

3 Sekrap Manual

4 Pahat Manual

5 Meteran Manual

6 Kuas cat Manual

7 Pahat besi Manual

8 Dongkrak hidrolik Tenaga penggerak 9 Mesin penarik Tenaga penggerak

10 Kapak Manual

11 Bor listrik Tenaga penggerak 12 Gerinda mesin Tenaga penggerak 13 Komputer Fasilitas serbaguna 14 Alat pertukangan lainnya Manual

Sumber: Dok Pembinaan UPT BTPI Muara Angke, 2010

Perawatan peralatan dilakukan secara rutin dengan tujuan untuk menghindari kerusakan pada alat. Peralatan-peralatan mesin yang terdapat di Dok Pembinaan UPT BTPI dapat dioperasikan oleh seluruh pekerja karena tidak


(34)

dibutuhkan keahlian teknis khusus dalam pengoperasiannya. Namun, pada fasilitas serbaguna seperti komputer, tidak semua pekerja dapat mengoperasikannya. Hal tersebut dikarenakan dibutuhkan keahlian teknis tertentu untuk mengoperasikannya.

Fasilitas-fasilitas yang dimiliki oleh Dok Pembinaan UPT BTPI antara lain fasilitas bengkel bubut, las dan bongkar pasang mesin (overhaul). Dok Pembinaan UPT BTPI terletak di tepi pantai luar komplek Pangkalan Pendaratan Ikan Muara Angke (PPI Muara Angke). Lahan yang digunakan UPT BTPI merupakan lahan milik Pemerintah Daerah DKI dengan luas area 4.500 m2. Layout galangan disajikan pada Gambar 6.

Sumber: Dok Pembinaan UPT BTPI Muara Angke, 2010

Gambar 6 Layout Dok Pembinaan UPT BTPI Muara Angke

4.4 Sumberdaya Manusia

Sumberdaya manusia yang ada di Dok Pembinaan UPT BTPI terdiri atas berbagai macam latar belakang pendidikan. Pendidikan terendah ada pada tingkat

Keterangan gambar:

1. Rumah mesin

2. Mesin penarik

3. Tali sling untuk menarik lori

4. Patok loper

5. Loper (pengatur sling)

6. Landasan Tarik (slipway)

7. Lori

8. Rantai penghubung lori

9. Bantalan kapal

10. Kapal di atas lori

11. Pelataran dok

12. Kolam galangan


(35)

SD sebanyak tiga orang. Latar belakang pendidikan yang bervariasi, tidak mempengaruhi kemampuan seluruh karyawan untuk melakukan kerjasama dalam proses transformasi. Pelatihan-pelatihan soft skill yang diberikan oleh UPT BTPI sangat meningkatkan kemampuan sumberdaya manusia yang ada di Dok Pembinaan UPT BTPI. Pelatihan tersebut diantaranya yaitu: management team work dan pelatihan mengenai tata cara reparasi. Alokasi tenaga kerja pada galangan yang diteliti disajikan pada Tabel 6 dan Tabel 7.

Tabel 6 Alokasi staf lapang di Dok Pembinaan UPT BTPI

No Nama Pekerjaan Pendidikan

1 Mujono Koordinator Lapangan SMP

2 Suherman Juru Mesin SD

3 M. Yusuf Juru Cat SMA

4 Nurudin Juru Selam SD

5 Abdurachman Juru Selam SMP

6 Nursaman Juru Kasko SD

7 Apit Awaludin Juru Alur SMA

Sumber: Dok Pembinaan UPT BTPI Muara Angke, 2010

Tabel 7 Alokasi staf administrasi di Dok Pembinaan UPT BTPI

No Nama Pekerjaan Pendidikan

1 Ir. Sutrisno, M.Si Kepala Pusat S2

2 Ir. Heriyanti, M.Si Kepala Sub Bagian Tata Usaha S2 3 Abdul Malik Adnan,

S.Sos, MM

Kepala Seksi Pelayanan Pemeliharaan dan Perbaikan Sarana Penangkapan Ikan

S2 4 Agus Trihadi, SIP, M.Si Kepala Seksi Teknologi Alat Tangkap dan Mesin

Kapal Perikanan

S2 5 H. Sapto Wahono, SE Staff Seksi Teknologi S1

6 Nur Ali Staff Subbag Tata Usaha SLTA

7 Tjasda Staff Subbag Tata Usaha SLTA

8 Sumarsana Staff Subbag Tata Usaha SLTA

9 Yuni Astuti, SE Staff Subbag Tata Usaha S1

10 A S. Tumungin, SE Staff Subbag Tata Usaha S1 11 Sulaeman, A.Md Staff Subbag Tata Usaha D.3 12 Arief Prakoso, ST Staff Subbag Tata Usaha S1

13 Yuniwoko Staff Seksi Pelayanan SLTA


(36)

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Kriteria Produktivitas dan Indikator Kinerja

Kriteria-kriteria yang akan diukur meliputi kriteria efisiensi, kriteria efektivitas, dan kriteria inferensial. Kriteria efisiensi menunjukkan bagaimana penggunaan sumberdaya perusahaan (galangan), seperti tenaga kerja, energi, material serta modal yang sehemat mungkin. Kriteria efektivitas menunjukkan bagaimana galangan mencapai hasil bila dilihat dari sudut akurasi dan kualitasnya. Kriteria inferensial menunjukkan suatu kriteria yang tidak secara langsung mempengaruhi produktivitas tetapi bila diikutsertakan dalam matriks dapat membantu memperhitungkan variabel yang mempengaruhi faktor-faktor yang mayor.

Kriteria yang ditetapkan mengacu pada kriteria yang digunakan oleh Mahendra (2007) yang telah meneliti tentang “Peningkatan Produktivitas Galangan Kapal Menggunakan Model OMAX (Studi kasus: di PT. BEN SANTOSA Surabaya)”. Mahendra (2007) awalnya menetapkan sebanyak tiga belas indikator kinerja berdasarkan tiga kriteria tersebut. Namun, setelah dilakukan wawancara dan pengisian kuesioner oleh tim manajemen diperoleh hasil bahwa indikator kinerja yang dapat digunakan hanya tujuh indikator. Ketujuh indikator tersebut adalah man hour, material, tenaga kerja, pemakaian mesin, jam kerja aktual, jam kerja efektif, dan jumlah ketidakhadiran karyawan.

Penetapan kriteria pada penelitian ini dilakukan dengan cara observasi lapang, wawancara dan kuesioner yang mengacu berdasarkan tujuh indikator yang dikemukakan oleh Mahendra (2007). Hasil observasi, wawancara dan kuesioner menunjukkan bahwa indikator kinerja yang dapat digunakan dalam penelitian ini ada lima indikator dari tujuh indikator yang diacu pada penelitian Mahendra (2007). Indikator-indikator tersebut yaitu: pemakaian mesin, pemakaian tenaga kerja, jam kerja aktual, jam kerja efektif, dan jumlah ketidakhadiran. Hal tersebut terjadi karena ketersediaan data yang ada di Dok Pembinaan Unit Pelaksana Teknis Balai Teknologi Penangkapan Ikan (UPT BTPI) yang tidak memiliki data


(37)

5.2 Model Objective Matrix (OMAX) 5.2.1 Penilaian indikator kinerja

1) Indikator kinerja yang termasuk dalam kriteria “Efisiensi” (1) Tenaga kerja

Penentuan nilai indikator tenaga kerja dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 8 Nilai indikator tenaga kerja

Periode Tenaga Kerja yg. Digunakan (orang)

Tenaga Kerja yg. Ada (orang)

Prosentase Tenaga Kerja (%)

2006 16 30 53,33

2007 16 30 53,33

2008 16 30 53,33

2009 16 30 53,33

2010 16 30 53,33

Rata-rata 53,33

Tenaga kerja yang ada di Dok Pembinaan UPT BTPI sebanyak 30 orang. Tenaga kerja tersebut terdiri dari 7 orang staf lapang tetap, 13 orang staf administrasi tetap, dan 10 orang staf lapang tidak tetap. Reparasi kapal dilakukan oleh staf lapang (tetap dan tidak tetap). Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa jumlah tenaga kerja yang digunakan untuk reparasi sebanyak 16 orang. Terdapat 1 orang yang tidak melakukan pekerjaan reparasi yaitu juru alur. Meskipun tidak terjun dalam proses reparasi kapal, namun juru alur termasuk ke dalam tenaga kerja langsung karena tugas juru alur yang berkaitan langsung dengan proses reparasi. Tugas juru alur yaitu untuk menentukan kapal yang dapat naik di atas galangan sesuai dengan standar ukuran alur yang dipakai dan kapasitas galangan serta bertanggung jawab penuh dalam mengatur kapal-kapal yang akan masuk maupun keluar galangan.

Berdasarkan rumus rasio indikator tenaga kerja:

Prosentase tenaga kerja yang digunakan di Dok Pembinaan UPT BTPI adalah 53,33 %. Hal tersebut dapat terjadi karena tenaga kerja yang ada di Dok Pembinaan UPT BTPI digunakan sama dari tahun 2006 sampai 2010 yaitu sebanyak 16 orang dari 30 orang tenaga kerja. Tenaga kerja yang tidak digunakan dalam kegiatan reparasi adalah 13 orang staf administrasi dan 1 orang staf lapang sebagai juru alur.

Pembagian tugas yang dilakukan oleh staf lapang tetap pada saat melakukan reparasi kapal adalah 1 orang sebagai juru alur, 1 orang mengoperasikan mesin


(38)

dan sisa 5 orang lainnya melakukan persiapan kapal naik dok di dalam air. Persiapan yang dilakukan adalah persiapan dudukan lunas dan bantalan untuk lunas agar kapal dapat berdiri dengan posisi mantap yang dilakukan mulai dari kapal berada di dalam air hingga kapal naik dok. Setelah kapal naik dok dan sudah dalam posisi yang mantap, mesin dimatikan. Tugas selanjutnya adalah melakukan penyekrapan, pembakaran teritip, pengecatan dan penurunan kapal ke dalam air setelah reparasi kapal selesai dilakukan.

Tugas-tugas yang dilakukan oleh staf lapang tidak tetap sebagian sama dengan yang dilakukan oleh staf lapang tetap. Perbedaannya adalah operasional mesin yang hanya dilakukan oleh staf lapang tetap (juru mesin), penaikan kapal ke dok, dan penurunan kapal dari dok. Selain itu, perbedaan lainnya adalah tugas tambahan yang hanya dilakukan oleh staf lapang tidak tetap. Tugas yang dimaksud seperti tenaga perbengkelan, listrik, dan pergantian kayu.

(2) Pemakaian mesin

Penentuan nilai indikator pemakaian mesin dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 9 Nilai indikator pemakaian mesin

Periode Jam Pemakaian Mesin (jam)

Jumlah Jam Tersedia (jam)

Prosentase Pemakaian Mesin (%)

2006 882 2.400 36,75

2007 624 2.400 26

2008 780 2.400 32,5

2009 840 2.400 35

2010 582 2.400 24,25

Rata-rata 30,9

Mesin yang digunakan adalah mesin winch yang berfungsi untuk menarik kapal pada saat kapal akan naik dok dan memberikan tahanan pada saat kapal turun dok setelah kapal selesai direparasi. Lama waktu mesin stand by untuk digunakan dalam satu hari sama dengan waktu kerja kantor UPT BTPI yaitu selama delapan jam dalam satu hari, sehingga dalam satu tahun, jumlah jam tersedia untuk pemakaian mesin adalah 2.400 jam dengan asumsi dalam satu tahun periode kerja adalah 300 hari.

Mesin digunakan hanya pada saat kapal naik dok dan turun dok. Lama waktu kapal naik dan turun dok masing-masing adalah tiga jam, sehingga lama operasional mesin untuk reparasi satu buah kapal adalah enam jam. Berdasarkan Tabel 10 di atas, dapat dilihat pada tahun 2006, jumlah kapal yang melakukan


(39)

reparasi di Dok Pembinaan UPT BTPI ada 147 kapal sehingga jam pemakaian mesin pada tahun tersebut adalah 147 kapal x 6 jam = 882 jam. Tahun 2007 ada 104 kapal, 130 kapal pada tahun 2008, 140 kapal pada tahun 2009, dan 97 kapal pada tahun 2010. Jam pemakaian mesin yang digunakan berturut-turut adalah 624, 780, 840, dan 582 jam. Tingkat utilitas Dok Pembinaan UPT BTPI dapat dikatakan masih rendah karena fasilitas dalam hal ini mesin winch tidak dioperasikan mendekati kapasitasnya.

Prosentase pemakaian mesin diperoleh dengan cara jam pemakaian mesin dibagi jumlah jam tersedia dikalikan 100 %. Hasil prosentase pemakaian mesin berturut-turut dari tahun 2006 sampai 2010 adalah 36,75 %; 26 %; 32,5 %; 35 %; dan 24,25 %. Tahun 2006 prosentase pemakaian mesin bernilai 36,75 %. Hal tersebut menandakan bahwa pada tahun 2006, mesin hanya digunakan 36,75 % dari jumlah jam pemakaian yang tersedia sebesar 2400 jam. Waktu pemakaian mesin yang terpakai pada tahun 2006 hanya 882 jam. Nilai prosentase pada tahun 2007 sampai 2010 juga menandakan hal yang sama. Jumlah kapal yang melakukan reparasi di Dok Pembinaan UPT BTPI pada tahun 2006 sampai 2010 dapat dilihat pada Tabel 10 dan Gambar 6.

Tabel 10 Jumlah kapal yang melakukan reparasi berdasarkan ukuran di Dok Pembinaan UPT BTPI.

Ukuran Kapal Tahun Jumlah

2006 2007 2008 2009 2010

1-10 GT 40 25 23 30 21 139

11-20 GT 18 9 18 14 10 69

21-30 GT 84 67 86 93 58 387

31-50 GT 4 2 3 1 5 15

>50 GT 1 1 0 2 3 7


(40)

Gambar 7 Fluktuasi produksi reparasi kapal tahun 2006 sampai 2010 di Dok Pembinaan UPT BTPI

Tahun 2007 dan 2010, jumlah kapal yang naik jauh lebih sedikit dibandingkan dengan tahun 2006, 2008, dan 2009 karena pada tahun 2007 bulan Oktober sampai Desember dilakukan perbaikan dan pembangunan slipway di galangan dan pada tahun 2010 bulan Oktober sampai Desember dilakukan peninggian dok galangan.

2) Indikator kinerja yang termasuk dalam kriteria “Efektivitas” (1) Jam kerja aktual

Penentuan nilai indikator jam kerja aktual dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 11 Nilai indikator jam kerja aktual produksi

Periode Jam Kerja Aktual Produksi (jam)

Working Time (jam) Prosentase Jam Kerja

Aktual (%)

2006 1470 2.100 70

2007 1040 2.100 49,524

2008 1300 2.100 61,905

2009 1400 2.100 66,667

2010 970 2.100 46,19

Rata-rata 58,86

2006 2007 2008 2009 2010

Kapal Ukuran 1-10 GT 40 25 23 30 21

Kapal Ukuran 11-20 GT 18 9 18 14 10

Kapal Ukuran 21-30 GT 84 67 86 93 58

Kapal Ukuran 31-50 GT 4 2 3 1 5

Kapal Ukuran >50 GT 1 1 0 2 3

Jumlah total 147 104 130 140 97

0 20 40 60 80 100 120 140 160

Ju

m

lah

K

ap


(41)

Jam kerja aktual produksi adalah jam kerja yang benar-benar digunakan oleh staf lapang di Dok Pembinaan UPT BTPI dalam operasional reparasi kapal. Jam kerja aktual produksi diperoleh dengan mengalikan jumlah kapal dengan jam yang digunakan oleh pekerja dalam mereparasi satu kapal. Waktu yang dibutuhkan oleh staf lapang tetap untuk mereparasi satu kapal adalah 10 jam dengan pembagian waktu yaitu: penaikan kapal ke atas dok selama 3 jam, penyekrapan selama 1 jam, pembakaran teritip selama 2 jam, pengecatan selama 1 jam, dan penurunan kapal dari dok ke dalam air setelah selesai dilakukan reparasi selama 3 jam.

Pengerjaan yang dilakukan oleh staf lapang tetap tersebut bukan keseluruhan pengerjaan pada proses reparasi kapal. Pengerjaan tersebut hanyalah tugas yang dilakukan oleh staf lapang tetap. Pengerjaan reparasi kapal lainnya dilakukan oleh staf lapang tidak tetap.

Working time adalah jam kerja yang sudah ditetapkan oleh perusahaan kepada staf lapang di Dok Pembinaan UPT BTPI. Working time staf lapang Dok Pembinaan UPT BTPI yaitu selama 7 jam dari pukul 09.00 sampai pukul 16.00 dalam satu hari dan dalam satu tahun periode kerja diasumsikan selama 300 hari, sehingga working time staf lapang di Dok Pembinaan UPT BTPI adalah 2.100 jam dalam periode satu tahun (300 hari). Prosentase jam kerja aktual Dok Pembinaan UPT BTPI diperoleh dengan cara jam kerja aktual produksi dibagi dengan

working time dikalikan 100 %.

Berdasarkan tabel nilai indikator jam kerja aktual produksi di atas, jam kerja aktual produksi Dok Pembinaan UPT BTPI berturut-turut dari tahun 2006 sampai 2010 adalah 1470 jam dengan jumlah kapal yang direparasi sebanyak 147 kapal atau 70 % dari jam kerja sebesar 2.100 jam dalam satu tahun; 1.040 jam dengan jumlah kapal yang direparasi sebanyak 104 kapal atau 49,52 % dari jam kerja sebesar 2100 jam dalam satu tahun, 1300 jam dengan jumlah kapal yang direparasi sebanyak 130 kapal atau 61,91 % dari jam kerja sebesar 2100 jam dalam satu tahun, 1400 jam dengan jumlah kapal yang direparasi sebanyak 140 kapal atau 66,67 % dari jam kerja sebesar 2.100 jam dalam satu tahun, dan 970 jam dengan jumlah kapal yang direparasi sebanyak 97 kapal atau 46,19 % dari


(1)

117 KM. CAHAYA INDAH - 2 21-Okt 24-Okt Angkutan Ikan 23 17 / Bb H. MALUSE JAKARTA UTARA

118 KM. RINDU ALAM 25-Okt 01-Nop Gill Net 28 1905 / Bc ANYAN JAKARTA UTARA

119 KM. LIANA 29-Okt 06-Nop Gill Net 29 1909 / Bc NUNUNG JAKARTA UTARA

120 KM. JAYA KENCANA 02-Nop 07-Nop Gill Net 23 3 / Bc ANYAN JAKARTA UTARA

121 KM. SINAR GEMILANG 07-Nop 30-Nop Gill Net 28 2949 / Bc SUTIKNO JAKARTA UTARA

122 KM. SETIA JAYA 08-Nop 16-Nop Gill Net 29 1615 / Bc H. SUKRI JAKARTA UTARA

123 KM. ELLEN JAYA 09-Nop 13-Nop Gill Net 28 2879 / Bc NUNUNG JAKARTA UTARA

124 KM. MARIYANI 16-Nop 30-Nop Gill Net 23 1295 / Bc JAP KHE TJON JAKARTA UTARA 125 KM. NANA SURYA 16-Nop 23-Nop Angkutan Ikan 23 R. 11 No.2953 MOH. NASIR JAKARTA UTARA

126 KM. NUR ILHAM 17-Nop 20-Nop Angkutan Ikan 20 119 / Bc DJOKO JAKARTA UTARA

127 KM. SUGIH TERUS JAYA 17-Nop 20-Nop Bouke Ami 6 806 / J.5 KAPOL JAKARTA UTARA

128 KM. ALOHA 20-Nop 26-Nop Angkutan Ikan 20 131 / Bc A. RACHIM JAKARTA UTARA

129 KM. DERMAWAN - 02 07-Okt 13-Okt Pengangkut 6 J. 8 No. 924 Hj. SRI N JAKARTA UTARA

130 KM. BATI GEMILANG 07-Nop 17-Des Jaring Cumi 28 104 / Bb AVEN S BALIKPAPAN

131 KM. HARAPAN BARU 30-Nop 04-Des Jaring Muro Ami 8 A. 13 No. 68 WOEISA ROSLI TJ. PANDAN 132 KM. ALAM JAYA INDAH 01-Des 07-Des Bouke Ami 29 1920 / Bc EFFENDI JAKARTA BARAT

133 KM. ELIZABETH 02-Des 06-Des Jaring Cumi 25 057 / Bc ADI JAKARTA UTARA

134 KM. SRI MUTIA 05-Des 07-Des Jaring Cumi 6 - WARJU JAKARTA UTARA

135 KM. MUTIA JAYA 08-Des 10-Des Jaring Cumi 27 - WARJU JAKARTA UTARA

136 KM. SINAR GEMILANG 07-Des 14-Des Jaring Cumi 28 2949 / Bc ARPO JAKARTA UTARA 137 KM. SINAR HARAPAN 08-Des 16-Des Angkutan Ikan 6 A. 8 No.2199 ROJAK JAKARTA UTARA 138 KM. ANUGRAH SEMPURNA 11-Des 16-Des Muro Ami 28 360 / HHc ABIDIN IDRUS KEP. SERIBU

139 KM. CAROLINA 16-Des 22-Des Bouke Ami 13 591 / Bc M. ARIFIN JAKARTA UTARA


(2)

Lampiran 7 Kegiatan Pelayanan Docking Kapal BTPI Tahun 2010

NO NAMA TANGGAL ALAT GT TANDA PEMILIK / KETERANGAN

KAPAL NAIK TURUN TANGKAP SELAR PENGURUS

1 KM. PESUT 11-Des 06-Jan Angkutan Ikan 6 J.8 No. 693 BAMBANG S JAKARTA UTARA

2 KM. ROSALINDA 23-Des 27-Des Jaring Tangsi 19 694 / Bc KRISE S JAKARTA UTARA

3 KM. ENRICO JAYA 26-Des 01-Jan Purseine 6 6468 / J. 64 BAMBANG S JAKARTA UTARA

4 KM. DIAN JAYA 28-Des 03-Jan Gill Net 28 - WARJU JAKARTA UTARA

5 KM. DIAN PUTRI 28-Des 03-Jan Purseine 6 - WARIDIN JAKARTA UTARA

6 KM. ROBOT B 04-Jan 11-Jan Gill Net 15 410 / Bc BOB TJOENG JAKARTA UTARA

7 KM. KEMBANG WJY K 05-Jan 11-Jan Purseine 6 - WARIDIN JAKARTA UTARA

8 KM. TRISNAWATI 09-Jan 13-Jan Bouke Ami 29 204 / Bc ANYAN JAKARTA UTARA

9 KM. VICTORIA 09-Jan 16-Jan Gill Net 28 640 / Bc RUDIANTO JAKARTA UTARA

10 KM. SINAR MAJU 12-Jan 16-Jan Angkutan Ikan 6 A. 10 No. 400 MARNO S JAKARTA UTARA 11 KM. ELANG LAUT 17-Jan 24-Jan Gill Net 28 2623 / Bc BOB TJOENG JAKARTA UTARA

12 KM. VALERINA 23-Jan 28-Jan Gill Net 26 1238 / Bc AMIN YUNUS JAKARTA UTARA

13 KM. BINTANG JY MAKMUR 01-Feb 06-Feb Bouke Ami 25 2537 / Bc ANAM B JAKARTA UTARA

14 KM. GUCCI 01-Feb 05-Feb Gill Net 25 1123 / Bc ANYAN JAKARTA UTARA

15 KM. RAHAYU 02-Feb 07-Feb Bouke Ami 29 1470 / Bc JAP KHIE JOEN JAKARTA UTARA

16 KM. NANDO JAYA - 1 03-Feb 07-Feb Bouke Ami 28 78 / Bb JOHAN JAKARTA UTARA

17 KM. TIMBUL JAYA - 1 05-Feb 09-Feb Muro Ami 28 230 / Bb JUNLI HANDOKO JAKARTA UTARA

18 KM. BANGUN JAYA 06-Feb 10-Feb Gill Net 6 - UNTUNG JAKARTA UTARA

19 KM. PAUSTINA 07-Feb 12-Feb Bouke Ami 27 113 / Bc ANTON JAKARTA UTARA

20 KM. CAHAYA SAMUDRA 07-Feb 12-Feb Jaring Tangsi 28 1667 / Bc CARTIM JAKARTA UTARA

21 KM. SURYA INDH KNCANA 10-Feb 15-Feb Angkutan ikan 29 - TOMO JAKARTA UTARA

22 KM. NUR INDAH 14-Feb 18-Feb Angkutan ikan 6 S. 35 A No.27 H. DAENG M JAKARTA UTARA

23 KM. INTAN LAUT 20-Feb 24-Feb Angkutan ikan 27 170 / Bc YAYA JAKARTA UTARA

24 KM. SETIA MAKMUR 01-Mar 04-Mar Gill Net 24 1541 / Bc ANYAN JAKARTA UTARA

25 KM. PARAMOUNT 01-Mar 05-Mar Gill Net 25 2634 / Bc ANYAN JAKARTA UTARA

26 KM. GUCCI 02-Mar 05-Mar Gill Net 25 1123 / Bc ANYAN JAKARTA UTARA

27 KM. VINCENT 02-Mar 06-Mar Bouke Ami 28 2683 / Bc HALIM JAKARTA UTARA

28 KM. SAHABAT 02-Mar 08-Mar Gill Net 26 2465 / Bc ANYAN JAKARTA UTARA

29 KM. MITRA BAHARI 05-Mar 11-Mar Gill Net 25 1068 / Bc ANYAN JAKARTA UTARA

30 KM. MINA JAKARTA - 3 10-Mar 14-Mar Bouke Ami 22 3073 / Bc H. ARSYAD JAKARTA UTARA 31 KM. BATU KACANG - I 11-Mar 18-Mar Angkutan 45 39 / GGg APRIANTO JAKARTA UTARA

32 KM. MARGARETH 14-Mar 17-Mar Gill Net 24 46 / Bc ANTON JAKARTA UTARA

33 KM. MARIANA 14-Mar 17-Mar Bouke Ami 20 710 / Bc GUNAWAN JAKARTA UTARA

34 KM. PAUS BIRU 16-Mar 23-Mar Angkutan 42 1314 / Ba HARYOSENO JAKARTA UTARA

35 KM. AMALIA JAYA 18-Mar 23-Mar Angkutan 20 - H. SUKRI JAKARTA UTARA


(3)

37 KM. IRA 02-Apr 11-Apr Gill Net 26 - KO AKI JAKARTA UTARA

38 KM. KURNIA 03-Apr 05-Apr Gill Net 29 2042 / Bc ADI JAKARTA UTARA

39 KM. PUTRA BAHARI 03-Apr 05-Apr Bouke Ami 6 87 / J.2 ANDI S JAKARTA UTARA

40 KM. MITRA BAHARI 05-Apr 11-Apr Gill Net 25 1068 / Bc Ir. SUSANTO JAKARTA UTARA

41 KM. INDO MAKMUR 06-Apr 16-Apr Gill Net 28 1814 / Bc SURYANI JAKARTA UTARA

42 KM. CAHAYA INDAH 06-Apr 09-Apr Angkutan Ikan 30 07 / Bb H. DAENG M JAKARTA UTARA 43 KM. WIRA USAHA 11-Apr 15-Apr Bouke Ami 29 2984 / Bc RUDI TJAHYADI JAKARTA UTARA

44 KM. PUTRA MANDIRI 25-Apr 29-Apr Gill Net 29 2983 / Bc RUDI JAKARTA UTARA

45 KM. FATMA 25-Apr 28-Apr Angkutan Ikan 6 - H. SUKRI JAKARTA UTARA

46 KM. BUNGA NUSANTARA-1 25-Apr 28-Apr Bouke Ami 26 1995 / Ga MI CEH JAKARTA UTARA 47 KM. DECODEDES - I 25-Apr 28-Apr Gill Net 27 1599 / Bc JAP KIE JOEN JAKARTA UTARA

48 KM. SIDO MULYO 02-Mei 06-Mei Jaring Cumi 26 955 / Ft H. KASNO TEGAL

49 KM. SENTOSA 02-Mei 09-Mei Angkutan Ikan 29 1928 / Bc CUAN TEK JAKARTA UTARA

50 TB. RAJAWALI 10-Mei 15-Mei Tunda 31 2500 / Ka M. SOFYAN SURABAYA

51 KM. FIJAI SAPUTRA 22-Mei 25-Mei Angkutan Ikan 6 J. 8. No. 692 SOLIHIN JAKARTA UTARA 52 KM. SINAR HARAPAN 25-Mei 28-Mei Angkutan Ikan 6 2199 / A.8 MUSLIMIN JAKARTA UTARA

53 KM. SRIWIJAYA 25-Mei 28-Mei Jaring Cumi 29 3239 / Bc APO JAKARTA UTARA

54 KM. SRI MULIA 01-Jun 04-Jun Bubu 19 1245 / Bc EE. SIREGAR JAKARTA UTARA

55 KM. FERNANDO 01-Jun 05-Jun Gill Net 79 - SUDJAMIN SININ JAKARTA UTARA

56 KM. NATALIA 03-Jun 07-Jun Gill Net 29 639 / Bc AMIN YUNUS JAKARTA UTARA

57 KM. ROHMAH - III 03-Jun 07-Jun Jaring Dogol 6 J. 8 No.3284 JAMALUDIN JAKARTA UTARA 58 KM. MULIA INDH SELARAS 03-Jun 06-Jun Angkutan Ikan 24 1281 / Bc RAMSADI JAKARTA UTARA

59 KM. MARISKA 06-Jun 09-Jun Angkutan 63 3107 / Bc HUSEN SAMSUDI KEP. SERIBU

60 KM. BINTANG ALAM - 2 08-Jun 10-Jun Angkutan 6 J.16 No. 1209 H. HIDAYAT KEP. SERIBU 61 KM. PAHALA KENCANA 08-Jun 14-Jun Gill Net 29 2553 / Bc MISBALI DJOKO JAKARTA UTARA 62 KM. SINAR ABADI 09-Jun 16-Jun Purse Seine 29 2703 / Bc ARPO S JAKARTA UTARA 63 KM. BAHTERA MAKMUR 11-Jun 16-Jun Jaring Dogol 6 J.8 No. 426 FIRDAUS JAKARTA BARAT 64 KM. ARJUNA - 03 15-Jun 17-Jun Angkutan Ikan 6 S.37 No. 1599 KANANG JAKARTA UTARA

65 KM. NIDIA 21-Jun 24-Jun Gill Net 27 2815 / Bc ANTON JAKARTA UTARA

66 KM. SABRINA 01-Jul 05-Jul Bouke Ami 26 104 / Bc AMIN YUNUS JAKARTA UTARA

67 KM. BANGKIT JAYA - 45 02-Jul 05-Jul Bouke Ami 25 1344 / Da ROBI JAKARTA

68 KM. KALAMARIS 03-Jul 06-Jul Bouke Ami 25 1451 / Da SURYA INDRA D JAKARTA UTARA 69 KM. CAHAYA BINTANG 03-Jul 06-Jul Angkutan 20 131 / Gga KAHARUDIN JAKARTA UTARA 70 KM. SUMBER JAYA 03-Jul 07-Jul Purse Seine Mini 6 J. 64No.5126 SOHARI BREBES 71 KM. PERKASA - 3 04-Jul 08-Jul Gill Net 22 447 / Bc ABD. HALIM JAKARTA UTARA 72 KM. SURYA CITRA N - V 05-Jul 08-Jul Angkutan 17 4918 / Bc ABIDIN KEP. SERIBU

73 KM. SINAR ULTRA 06-Jul 11-Jul Gill Net 28 2701 / Bc ARPO S JAKARTA

74 KM. CAHAYA MULYA 08-Jul 11-Jul Angkutan 6 191 / S.35 A MOH. ASNAWI KEP. SERIBU 75 KM. PUTRI PESONA 15-Jul 20-Jul Purse Seine 29 2626 / Bc A. BASARI JAKARTA UTARA 76 KM. HAN JAYA 18-Jul 22-Jul Purse Seine 39 2730 / Bc SELSAM WJY JAKARTA UTARA


(4)

77 KM. CITRA ALAM 18-Jul 22-Jul Angkutan 28 - MUSA JAKARTA UTARA

78 KM. SAMANTHA 21-Jul 25-Jul Bouke Ami 29 260 / Bc AMIN YUNUS JAKARTA UTARA

79 KM. LISA INDAH 02-Agust 05-Agust Angkutan Ikan 28 - KAPOL JAKARTA UTARA

80 KM. MINA CITRA 02-Agust 05-Agust Gill Net 6 J. 15 No. 2643 WASTUM B KDR JAKARTA BARAT 81 KM. RINDU ALAM 02-Agust 06-Agust Angkutan 64 5035 / Bc BAHDAR JAKARTA UTARA 82 KM. BINTANG ALAM – I 03-Agust 06-Agust Angkutan Ikan 6 J. 16 No. 1234 H. HIDAYAT JAKARTA UTARA 83 KM. DORETHY 05-Agust 07-Agust Gill Net 27 1563 / Bc TJANDRA K JAKARTA UTARA 84 KM. PUTRA BETAWI 05-Agust 08-Agust Bouke Ami 27 1778 / Bc ANDI SUCIPTO JAKARTA UTARA 85 KM. KILAT MAJU JAYA 05-Agust 07-Agust Jaring Cumi 6 - HENDRI K JAKARTA UTARA 86 KM. PESONA ALAM 08-Agust 11-Agust Angkutan 43 5000 / Bc DALIK T JAKARTA UTARA

87 KM. VANIA 11-Agust 15-Agust Jaring Cumi 28 - ANTON JAKARTA UTARA

88 KM. MULIA BARU – 8 13-Agust 16-Agust Angkutan Ikan 17 417 / Ba H. ALIMUDIN JAKARTA UTARA 89 KM. SINAR GEMILANG 15-Agust 21-Agust Jaring Cumi 28 2949 / Bc LIFENI H JAKARTA UTARA 90 KM. SAFIR LAUT – 3 18-Agust 21-Agust Angkutan Ikan 29 1579 / Bc PONDI H JAKARTA UTARA 91 KM. MUSTIKA JAYA – V 21-Agust 24-Agust Muro Ami 18 408 / Dda ABDUL H JAKARTA UTARA

92 KM. MITRA KAPUAS 16-Sep 20-Sep Jaring Cumi 30 733 / HHd BUDIMIN PONTIANAK

93 KM. BINTANG NELAYAN 24-Sep 27-Sep Muro Ami 23 479 / Dda Drs. PRIYADI K PALEMBANG

94 KM. DWIKI JAYA 24-Sep 29-Sep Jaring Cumi ANTHONY JAKARTA BARAT

95 KM. YOSHINAGA 26-Sep 29-Sep Purseine 29 1631 / Bc GUNAWAN PETOJO / JAKPUS

96 KM. PRIMADANA 26-Sep 29-Sep Gill Net 25 034 / Bc GUNAWAN PETOJO / JAKPUS


(5)

dicapai untuk tiap

tiap kriteria produktivitas.

1)

Kriteria yang termasuk dalam efisiensi, adalah :

No Kriteria

Satuan

Sasaran

1

2

Pemakaian Mesin

Pemakaian Tenaga Kerja

%

%

72

100

2)

Kriteria yang termasuk dalam kategori efektivitas, adalah :

No Kriteria

Satuan

Sasaran

1

2

Jam Kerja Aktual

Jam Kerja Efektif

%

%

137,14

85,71

3)

Kriteria yang termasuk dalam inferensial, adalah :

No Kriteria

Satuan

Sasaran

1

Jumlah Ketidakhadiran

%

0,67

Nama pengisi

: Arif Prakoso, ST

Jabatan pengisi

: Staff Golongan IIIA


(6)

Lampiran 9 Hasil kuesioner penentuan bobot

Kriteria Utama

Bobot (%)

Efisiensi

Efektivitas

Inferensial

35

35

30

Total

100

1)

Kriteria yang termasuk dalam efisiensi, adalah :

No

Kriteria

Satuan

Bobot (%)

1

2

Pemakaian Mesin

Pemakaian Tenaga kerja

Kg/JO

%

60

40

Total

100

2)

Kriteria yang termasuk dalam kategori efektivitas, adalah :

No

Kriteria

Satuan

Bobot (%)

1

2

Jam Kerja Aktual

Jam Kerja Efektif

%

%

40

60

Total

100

3)

Kriteria yang termasuk dalam inferensial, adalah :

No

Kriteria

Satuan

Bobot (%)

1

Jumlah Ketidakhadiran

%

100

Total

100

Nama pengisi

: Arif Prakoso, ST

Jabatan pengisi

: Staff Golongan IIIA