bahwa seseorang merasa marah. Perasaan marah tidak ditunjukkan secara terbuka. Para informan cenderung memilih untuk memendam perasaan tersebut meskipun
Ibu Tp 48 dan Ibu N 48 menjadikan diam sebagai bentuk kemarahan.
c. Diam untuk harmonisasi
Sikap diam yang diambil semata-mata adalah menjunjung harmonisasi. Bagi para informan pertengkaran adalah hal yang tidak baik. Segala pertengkaran
terbuka akan menjadi pembicaraan orang lain. Hal tersebut dianggap sebagai hal yang akan merusak harmonisasi yang ada di dalam masyarakat.
“Lebih baik karena akan lebih tidak lebih tidak memperkeruh keadaan.” N, 1078-1079
“Tapi diamnya itu kadang untuk menghargai juga. Dan tidak timbul konfrontosai dan sebagainya antara lain tujannya seperti
itu.” N, 1160-1162 “Supaya ben luluh, supaya ben rukun. Rukun da sing pulih kaya
pamane anu maune da bengkerengan nah engko rak pada ya da di anu diomongke. Pamane da sek ora rukun ayo pada bareng-
bareng sing rukun wae. Sing apik wae. Aja ana congkrah.” Agar menjadi tenang agar rukun. Rukun agar yang tadinya bertengkar
nanti menjadi pembicaraan orang lain. Ayo rukun saja, jangan bertengkar Tnt, 539-542
“Lha kan pamane dadi rame jedet, jedet akhire kan ora apik.” Kalau seumpama bertengkar akhirnya menjadi tidak baik Ytm,
185-186
Para informan mencoba untuk menjaga harmonisasi dengan berbagai cara. Salah satu cara yang dilakukan oleh para informan adalah dengan mengalah. Bagi
mereka melalui mengalah harmonisasi di dalam masyarakat akan tetap terjaga. “…saya cenderung lebih suka mengalah daripada. Saya lebih suka
mengohormati, menghargai teman…”P, 526-529
“…pamane di elek-elek ngene yawes ora pa-pa. wong elek dielek- elek ya ra pa-pa.” Kalau dijelek-jelekkan ya sudah tidak apa-apa.
Orang jelek dijelek-jelekkan itu tidak apa-apa Tnt, 506-507 “Padahal saya itu saking memahami orang lain. Memahami orang
lain maksute saya ingin mengalah. Memahami, mengalah. Supaya kegiatan sekolah tetap berjalan kerja di sekolah tetep baik.”
Karena saya sangat memahami orang lain. Memahami artinya mengalah. Supaya kegiatan di sekolah tetap berjalan dengan baik
N, 940-944 “Ya itu tadi mungkin masih, masih sedikit mudah terpancing. Tapi
kelebihannya saya sebenarnya juga mudah memaafkan dan memaklumi.” N, 958-960
Sifat mengalah pada para informan muncul karena mereka sangat mengutamakan menjaga relasi dengan orang lain. Bagi para informan
pertengkaran adalah hal yang tidak baik karena membuat relasi dengan orang lain menjadi buruk dan menjadi pembicaraan orang lain.
“Daripada berseteru, rame lebih baik mengalah. Lebih baik daripada istilahe wani. Berani. Nggak pernah. Lebih baik
mengalah.” Daripada berseteru, bertengkar lebih baik mengalah. Lebih baik daripada istilahnya melawan. Berani. Saya tidak
pernah. Lebih baik mengalah Dkh, 316-319
Bertengkar secara terbuka dengan orang lain sangat dihindari. Keadaan yang terlihat damai sangat dijaga oleh para informan. Meskipun pada akhirnya
sikap yang diambil adalah bersikap seperti sebelumnya namun hal tersebut hanyalah mengabaikan masalah yang ada. Sikap seakan berdamai namun
sebenarnya di dalam hati memendam perasaan marah dan sakit hati. “Baikan secara lahir. Batine kadang iseh sok ya. Ora ngetarani
nek aku ki kecewa. Dadi wong ki biasa-biasa wae. Ora ngetarani nek lagi seneng, nek lagi kecewa.” Berdamai secara lahir. Di
dalam hati terkadang masih merasa marah. Tidak memperlihatkan perasaan kecewa. Menjadi orang itu biasa-biasa saja. tidak
memperlihatkan kalau sedang senang atau sedang kecewa Dkh, 323-325
“Trus dipikerke ya sue-sue kan ya terus dipupus, trus dipikir-pikir diwisi. Yaweslah dame.” Dipikirkan lama kelamaan kemudian
dihilangkan. Berdamai sajalah. Ytm, 326-327 “Nek donga nek lagi mangkel ngunu ya arepa karo keluarga nek
aku pas mangkel kayakke arep ngomong wegah. Ning engko nek wes sadahar mengko yawes biasa.” Terkadang ketika sedang
marah mau bicara saja malas. Tapi nanti ketika sudah tenang nanti biasa kembali. Tnt, 562-564
2. Nilai-nilai budaya Jawa