Diam sebagai sarana penenangan diri, pengelolaan emosi dan

Tahap ini disebut tahap structuallizing. Melalui tahap structuallizing muncul gambaran mengenai dinamika pemaknaan dari self-silencing pada perempuan Jawa. Secara lebih detail gambaran pemaknaan tersebut akan dijelaskan sebagai berikut.

1. Sikap Mendiamkan

Mendiamkan adalah sebuah sikap yang diambil oleh para informan sebagai cara untuk penenangan diri, pengelolaan emosi bahkan untuk refleksi diri ketika menghadapi konflik dengan orang lain. Bahkan sikap diam pada beberapa informan dilakukan sebagai cara untuk mengekspresikan perasaan marah mereka. Tujuan utama dari sikap yang diambil oleh para informan adalah untuk menjaga kerukunan. Sikap diam tetap diambil meski mereka akhirnya hanya mengabaikan permasalahan yang ada.

a. Diam sebagai sarana penenangan diri, pengelolaan emosi dan

refleksi diri Ketika seseorang mengalami konflik atau merasakan perasaan marah, mereka memiliki berbagai sikap untuk menghadapi permasalahan tersebut. Bagi para informan ketika mereka merasa tidak suka dengan orang lain mereka akan memilih untuk diam. “Cuman itu tadi nek aku kan wonge kan mending meneng kalau nggak seneng. Kalau nggak suka kalau lagi mending saya itu meneng.” Saya orangnya lebih baik diam kalau tidak suka Tp, 925-927 “Milih mendel timbang-timabangane aku ki. Gur sok anu ya wes pilih memeng wae. Wes ora sah ndadak dilayani wong anu.” Lebih memilih diam. tidak usah menanggapi orang yang tidak suka Tnt, 301-303 “Terus dengan bahasa yang saya tahu bahwa dia sebenarnya nganu saya tapi saya diam. Karna dia emosi. Saya tahu dia orangnya emosi. Saya tidak memilih untuk tidak me…apa ya..menanggapi. Menanggapi emosi teman.” N, 508-512 Sikap diam yang diambil oleh para informan adalah sebagai sarana untuk menenangkan diri. Para informan memilih mengambil sikap diam terlebih dahulu agar mampu mengambil sikap yang lebih baik. “Aku ki gur meneng. Nek wes lilih ngunu engko ya anak da pie carane. Nek aku ya wes nek anu wes sadhar. Terus nekoki pie. Nek ora, nek ora cocok pikire anu engko terus nakoni aku ngene-ngene pie aku salah apa-salah apa ngunu. Gek aku terus biasa.” Saya lebih memilih diam. ketika sudah tenang nanti dipikirkan bagaimana caranya. Kalau saya sudah tenang. Kemudian saya mengkonfirmasi kesalahan saya dan nanti biasa kembali Tnt, 316-320 “Meneng sek. Engko nek wes sabar, pikire wes anu ngko ditokke. Pikirane mangkel tokke terus ngko sadar. Ngunu.” Memilih diam terlebih dahulu. Nanti kalau sudah tenang, nanti diungkapkan. Perasaannya marah tapai nanti setelah tenang diungkapkan Tnt, 326-327 “Mendingan diem. Lha mengko nek wes entek wes rada entek marahnya wes gek sue-sue habis marahnya lha itu baru ngomong.” Lebih baik diam. Nanti kalau sudah reda marahnya kemudian mengungkapkan perasaannya Tp, 1107-1109 Selain untuk menenangkan diri sikap diam adalah cara mengelola emosi mereka. Para informan mencoba menenangkan diri sekaligus mengelola emosi mereka. “Sebuah cara saja untuk kita menata hati untuk menata emosi, untuk kita merenung diri, untuk kita mengoreksi diri, teus e…nek kula basakke Jawa ngenam-ngenam pikir, kui dadine nek ngunu ki sebuah cara untuk saya tu tadi mengoreksi diri terus biar kita bisa menilai benar tidaknya baik buruknya terus apa yang mestinya kita lakukan. Itu sarana untuk kita untuk menanti mengambil sikap yang baik itu seperti apa.” P, 1509-1518 Jadi diam itu untu merenung, menata hati. P, 1538 Selain untuk menenangkan diri dan mengelola emosi sikap diam yang dipilih para informan adalah sebuah cara untuk merefleksikan diri. Mereka mencoba berfikir tindakan apa yang akan diambil selanjutnya. “Ya nglimbang-nglimbang. Ya apa ye? Carane ya mikir-mikir aku ki ngene. Ka ngene.” Ya berfikir. Apa ya? Caranya ya berfikir saya itu seperti apa Ytm, 292-293 “Dipikir-pikir aku ki di kei suara ala suara pie ngunu kok trus arep tak nggo timbaleske elek meneh kan ndak ora terus engko di anu, cara anu ne dijelaske supaya ndang padang. Supaya pikirane padang.” Berfikir-fikir saya itu kalau dibicarakan jelek bagaimana sikap yang akan diambil kalau membalas tindakannya kan tidak. Nanti kemudian dijelaskan agar pemikirannya lebih tenang Tnt, 553-556 “Dipikir-pikir aku ki di kei suara ala suara pie ngunu kok trus arep tak nggo timbaleske elek meneh kan ndak ora terus engko di anu, cara anu ne dijelaske supaya ndang padang. Supaya pikirane padang.” Berfikir-fikir saya itu kalau dibicarakan jelek bagaimana sikap yang akan diambil kalau membalas tindakannya kan tidak. Nanti kemudian dijelaskan agar pemikirannya lebih tenang Tnt, 553-556 “Ya kan ya dipikir-pikir kok isa ngene-ngene ngunu gek engko nek wes, gek engko terus kui wes anu gek engko terus apikan meneh. Karo sedulur kan ngunu kui nek aku ya meneng sedela gek apikan meneh.” Difikir-fikir kenapa bisa seperti ini. Nanti kalau sudah baikan kembali. dengan saudara saya lebih baik diam dulu kemudian berdamai kembali Ytm, 72-75 “Ya mikire ki carane termenung mikir-mikir nek aku ki ngene salah apa bener apa iya.” Ya berfikirnya itu merenung. Berfikir saya itu salah atau benar Ytm, 302-303 “Ya harus dipikirkan ya istilahe ya anu istilahe ya diunggahke ya diudukke sebaiknya pie. Sebaiknya gimana.” Ya harus dipikirkan. Istilahnya dipikirkan sebaiknya bagimana Dkh, 265-267 Sikap diam adalah sikap yang diambil oleh para informan ketika menghadapi konflik dengan orang lain. Sikap diam sebagai cara untuk penenangan diri, pengelolaan emosi dan merefleksikan diri.

b. Diam sebagai bentuk kemarahan