masyarakat Jawa. Tradisi seperti “sungkeman” dalam upacara perkawninan di Jawa merupakan wujud hormat yang diberikan oleh anak kepada orangtua
mereka. “Sungkeman: suatu kewajiban moral tradisional bagi pasangan
pengantin dalam mana, dengan gerakan-gerakan tertentu, mereka secara fisik memperlihatkan hormat mereka, lahir batin, kepada
para orangtua dan sesepuh mereka Pemberton, 2003.” Selain itu, demi menjaga keamanan atau keharmonisan beberapa tradisi
yang dianggap dapat memunculkan konflik coba digusur. Seperti tradisi “upacara rebutan” yang dianggap mampu memunculkan konflik dan mengganggu
keamanan. Seperti yang diungkapkan Pemberton 2003: “Sejak akhir zaman kolonial dan seterusnya, selagi kerangka kerja
diskursif yang akan memberikan identitas yang tegas-tegas “tradisional” kepada sosok “Jawa” mulai muncul, acara-acara
rebutan semakin terpinggirkan; dilarang begitu saja atau diam- diam tidak dilakukan lagi demi slamet karena khawatir akan
merupakan ancaman terhadap keamanan.”
Berdasarkan uraian di atas dapat dilihat bahwa masyarakat Jawa sangat menjunjung keharmonisan dan keselarasan hubungan. Hal paling utama bagi
mereka adalah keadaan aman untuk semua orang. Meski sebenarnya di dalam hati setiap orang memiliki pikiran tersendiri. Asalkan tidak menimbulkan konflik
dengan orang lain serta mengganggu keamanan bersama.
C. Perempuan Jawa
1. Karakter Perempuan Jawa
Perempuan Jawa yang sejak lahir tinggal di tanah Jawa dan kedua orangtuanya adalah masyarakat Jawa maka secara tidak langsung dalam
kehidupannya memegang nilai, norma, dan kebudayaan Jawa yang Ia terima baik
dari orangtua maupun lingkungannya. Maka, dalam kehidupan sehari-harinya perempuan Jawa yang demikian akan cenderung menggunakan bahasa Jawa dan
beraktivitas sebagai perempuan tradisional. Pada masyarakat Jawa, terdapat konsepsi bahwa perempuan merupakan
kanca wingking teman di belakang. Selain itu, menurut Handayani 2008, karakter wanita Jawa sangat identik dengan kultur Jawa, seperti bertutur kata
halus, tenang, diamkalem, tidak suka konflik, mementingkan harmoni, menjujung tinggi nilai keluarga, mampu mengerti dan memahami orang lain, sopan,
pengendalian diri tinggiterkontrol, daya tahan untuk menderita tinggi, memegang peranan secara ekonomi, dan setialoyalitas tinggi. Selain karakter-karekter
tersebut, menurut Handayani 2008 wanita Jawa mampu menerima segala situasi bahkan yang terpahit sekalipun. Mereka pintar memendam penderitaan terpahit
dan pintar pula memaknainya. Mereka kuat dan tahan menderita. Serat Cendrarini juga menjelaskan mengenai perempuan Jawa di mana
dirinci dalam sembilan butir, yaitu setia pada lelaki, rela dimadu, mencintai sesama, trampil pada pekerjaan wanita, pandai berdandan, dan merawat diri,
sederhana, pandai melayani kehendak laki-laki, menaruh perhatian pada mertua, dan gemar membaca buku-buku yang berisi nasihat Murniati, 1992.
Berdasarkan penjelasan tersebut maka dapat dilihat bahwa karakter perempuan Jawa digambarkan sebagai sosok yang lemah serta memiliki
kedudukan lebih rendah dibandingkan laki-laki. Perempuan Jawa juga memiliki karakter yang menunjukkan kekuatannya yaitu sebagai sosok yang sopan, tenang,
serta mampu mengendalikan diri.
2. Perempuan Jawa sebagai Seorang Istri