Dinamika Kebutuhan Kelima Subjek GDS, ANM, PWJ, RI, dan OHP

Murray mengungkapkan dalam Bherm, 1996 bahwa kebutuhan adalah keadaan yang ditandai oleh perasaan kekurangan dan ingin memperoleh sesuatu yang diwujudkan melalui suatu usaha Antariksi, 2004. Perilaku agresi yang dimiliki subjek ada karena subjek memiliki kebutuhan yang belum terpuaskan. Hal ini menimbulkan frustrasi, yaitu ketika subjek tidak memperoleh sesuatu yang diharapkan sehingga memiliki kecenderungan untuk melakukan agresi Berkowitz, 1995.

C. Dinamika Kebutuhan Kelima Subjek GDS, ANM, PWJ, RI, dan OHP

Berikut adalah hasil rangkuman kebutuhan-kebutuhan yang dimiliki oleh kelima subjek : Tabel 4.6 Daftar Kebutuhan Seluruh Subjek Subjek Kebutuhan GDS ANM PWJ RI OHP Afiliasi dengan figur teman, ibu, ayah, dan adik 9 9 2 10 3 Bermain 5 5 3 5 1 Ditolong 2 6 2 3 Otonom 2 5 Agresi 1 1 2 4 Makan 2 2 2 3 4 Sikap merendah Prestasi 1 Counteraction Membela diri Sikap hormat, tunduk 1 1 1 Dominasi 1 1 1 Ekshibisi Menghindari bahaya 1 1 1 1 Menghindari rasa hina 1 Menolong 1 1 1 2 Ketertiban 1 1 Menolak 1 Keharuan Seks Pemahaman Pasif 2 1 1 2 2 Buang air 1 1 1 Rasa aman 1 Hasil rangkuman di atas menunjukkan bahwa kelima subjek memiliki kebutuhan afiliasi, kebutuhan untuk bermain, kebutuhan untuk makan, dan kebutuhan untuk pasif. Kebutuhan-kebutuhan ini dapat merepresentasikan kebutuhan-kebutuhan yang dimiliki oleh anak dampingan YSS yang memiliki kecenderungan berperilaku agresif. Kebutuhan afiliasi yang dimiliki oleh kelima subjek dijabarkan sebagai berikut. Kebutuhan afiliasi dengan figur orangtua berkaitan dengan interaksi antara orangtua dan anak yang berkurang. Hal ini terjadi karena tuntutan pengasuhan pada anak usia pertengahan dan akhir berkurang, tidak seperti saat anak berada pada masa anak usia awal. Orangtua yang bekerja dari pagi hingga sore atau bahkan meninggalkan anak dalam jangka waktu yang lama dapat menyebabkan anak memiliki kebutuhan afiliasi yang cukup besar. Berbagai perilaku yang ditunjukkan anak sebagai wujud dari kebutuhan afiliasi dengan figur orangtua, misal mengunjungi ayah di Magelang, tidur bersama ibu, duduk berdekatan dengan ibu, dan pergi bersama orangtua. Selain itu, kebutuhan afiliasi dengan figur adik termanifestasi melalui perilaku memomong anak tetangga dan menjahili adik. Sebagian subjek berpisah dengan adik kandungnya, sering berkelahi dengan adik, atau tidak mempunyai adik kandung. Hal ini dapat menyebabkan beberapa subjek memiliki kebutuhan afiliasi dengan figur adik. Kebutuhan afiliasi dengan figur teman yang dimiliki oleh semua subjek merupakan kebutuhan yang muncul pada masa anak usia pertengahan dan akhir. Pada masa ini anak mempunyai tugas perkembangan untuk menyesuaikan diri dengan teman sebaya Nurihsan Agustin, 2011. Selain itu, anak lebih banyak berinteraksi dengan teman sebaya dibandingkan dengan keluarga. Banyak perilaku anak yang menunjukkan manifestasi dari kebutuhan afiliasi dengan teman, seperti mengobrol dengan teman-teman di depan rumah tetangga, mengobrol dengan teman di kelas, dan bermain bersama teman- teman di balai YSS. Kebutuhan untuk bermain yang dimiliki oleh semua subjek merupakan hal yang sejalan dengan tugas perkembangan pada masa usia pertengahan dan akhir, yaitu belajar keterampilan fisik dengan bermain berbagai permainan seperti kasti, gobak sodor, petak umpet, sepak bola, menerbangkan burung merpati, dan bersepeda. Kelima subjek juga memiliki kebutuhan untuk makan. Kebutuhan untuk makan ini merupakan kebutuhan yang berkenaan dengan kepuasan- kepuasan fisik Hall Lindzey, 1993. Kebutuhan ini termanifestasi pada perilaku subjek yang sering jajan makanan. Selain kebutuhan makan, kelima subjek memiliki kebutuhan primer lain, yaitu kebutuhan untuk pasif. Subjek membutuhkan kesempatan untuk merasa santai, sekedar beristirahat, ataupun tidur. Kebutuhan primer menjadi dasar munculnya kebutuhan-kebutuhan sekunder. Kebutuhan afiliasi, kebutuhan untuk bermain, kebutuhan untuk makan, dan kebutuhan untuk pasif yang dimiliki oleh semua subjek dapat merepresentasikan kebutuhan-kebutuhan yang dimiliki oleh anak dampingan YSS yang memiliki kecenderungan berperilaku agresif. Murray dalam Bherm 1996 menyatakan bahwa kebutuhan adalah suatu keadaan yang ditandai dengan perasaan kekurangan dan ingin memperoleh sesuatu yang diwujudkan melalui suatu usaha Antariksi, 2004. Jika kebutuhan muncul maka seseorang akan berada dalam keadaan tegang Hall Lindzey, 1993. Kebutuhan afiliasi, bermain, makan, dan pasif yang dimiliki oleh anak dampingan YSS tidak terpenuhi sehingga menimbulkan frustrasi. Frustrasi inilah yang dapat menyebabkan munculnya kecenderungan anak dampingan YSS untuk berperilaku agresif. Di samping itu, peneliti memprioritaskan kebutuhan-kebutuhan yang harus didahului pemenuhannya sebelum pemenuhan kebutuhan yang lain. Peneliti mengacu pada pernyataan Murray mengenai konsep prepotensi yang mengungkapkan bahwa kebutuhan-kebutuhan yang menjadi regnan karena sangat urgen kalau tidak dipuaskan. Apabila terdapat situasi-situasi munculnya dua kebutuhan atau lebih yang timbul serempak dan menggerakkan respon- respon yang bertentangan, maka kebutuhan yang lebih kuat, seperti: sakit, lapar, dan haus biasanya akan terwujud dalam tindakan karena kebutuhan- kebutuhan yang prepoten ini tidak dapat ditunda Hall Lindzey, 1993. Hal ini menjadi pertimbangan bagi peneliti untuk memprioritaskan kebutuhan primer, yaitu kebutuhan makan dan pasif yang dimiliki oleh kelima subjek untuk terlebih dahulu dipenuhi kebutuhannya. Pertimbangan yang dilakukan oleh peneliti merujuk pada pernyataan Murray bahwa pemuasan secara minimal atas kebutuhan-kebutuhan prepoten itu perlu sebelum kebutuhan lain muncul Hall Lindzey, 1993. Selain itu, peneliti menemukan keunikan data dari hasil pengetesan. Kebutuhan untuk agresi dimiliki keempat subjek, yaitu GDS, ANM, PWJ, dan OHP sejalan dengan perilaku yang tampak di kehidupan sehari-hari keempat subjek namun subjek RI tidak memiliki kebutuhan agresi padahal subjek memiliki perilaku yang cenderung agresif dalam kehidupan sehari-hari. Kebutuhan untuk agresi tampak dalam perilaku keempat subjek seperti melempar ibu dengan kerikil, berkelahi dengan adik, memukul teman, dan berkata kasar. Agresi yang dilakukan RI dapat disebabkan oleh faktor lain. Menurut Bandura 1960, Bandura dan Walters 1959, ekspresi perilaku agresif dapat diketahui dari pengetahuan tentang konteks sosial, contoh : gereja dan sekolah, target contoh : orangtua, guru, pastur, dan teman, pelaku peran contoh : polisi, guru, dan kasir, dan isyarat-isyarat yang dipercaya menandakan konsekuensi potensial untuk perilaku agresif Bandura, 1973. Teori belajar sosial yang dikemukakan oleh Bandura menyatakan bahwa agresi merupakan perilaku yang dipelajari dari pengalaman masa lalu, dapat melalui pengamatan langsung imitasi, pengukuhan positif berupa penerimaan dari perilaku agresif, dan stimulus diskriminatif seperti ejekan dari orang lain Helmy Soedardjo, 1998. 88

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelima subjek memiliki empat kebutuhan yang sama, yaitu kebutuhan afiliasi, bermain makan, dan pasif. Keempat kebutuhan ini dapat merepresentasikan kebutuhan anak-anak dampingan YSS yang memiliki kecenderungan berperilaku agresif. Selain empat kebutuhan tersebut, terdapat pula temuan tentang adanya subjek yang tidak memiliki kebutuhan untuk agresi menurut hasil CAT meskipun perilaku subjek pada kehidupan sehari-hari cenderung agresif. Hal ini dapat dijelaskan dengan teori belajar sosial.

B. Saran

1. Bagi Yayasan Sosial Soegijapranata YSS Kampung Pingit

Yayasan Sosial Soegijapranata YSS dapat mengajari untuk melakukan pola hidup yang baik, seperti makan dan istirahat yang cukup dan teratur kepada anak-anak dampingan. Anak-anak diajak untuk makan secara teratur serta memperhatikan waktu istirahat dan tidur mengingat sebagian besar waktu anak dihabiskan untuk beraktivitas. Pengajaran ini dapat dimasukkan dalam setiap program pembelajaran si YSS mengenai pentingnya memuaskan kebutuhan-kebutuhan yang berkaitan dengan fisik, yaitu kebutuhan makan dan pasif.