Analisis Produksi, Konsumsi, dan Harga Cengkeh Indonesia

(1)

POTENSI EMBRIOGENESIS

BEBERAPA GENOTIPE KEDELAI TOLERAN

DAN PEKA NAUNGAN

Oleh:

Tri Handayani

A34303008

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2008


(2)

POTENSI EMBRIOGENESIS BEBERAPA GENOTIPE

KEDELAI TOLERAN DAN PEKA NAUNGAN

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh: Tri Handayani

A34303008

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008


(3)

RINGKASAN

TRI HANDAYANI. Potensi Embriogenesis Beberapa Genotipe Kedelai Toleran dan Peka Naungan. Dibimbing oleh NURUL KHUMAIDA.

Tanaman kedelai toleran naungan kedepan dapat dimanfaatkan sebagai salah satu cara untuk meningkatkan produksi kedelai nasional melalui optimalisasi lahan tidur seperti gawangan diantara tanaman HTI atau pada tanaman perkebunan. Metode perakitan varietas baru kedelai telah banyak dilakukan dengan memanfaatkan teknologi transformasi genetik. Keberhasilan transfer gen untuk menghasilkan kedelai dengan sifat tertentu sangat tergantung pada kemampuan eksplan membentuk embrio somatik dan kemampuan embrio untuk beregenerasi menjadi tanaman. Pengaruh komposisi media untuk induksi, proliferasi dan maturasi embrio somatik diujikan pada empat genotipe kedelai toleran naungan (Pangrango, Ceneng, C6-30-10 dan C6-76-10) dan dua genotipe peka naungan (Godek dan Slamet). Penelitian ini ditujukan untuk mempelajari respon enam genotipe kedelai toleran dan peka naungan pada media induksi, media proliferasi, dan media maturasi kalus embrionik.

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Bioteknologi Tanaman dan Laboratorium Umum Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian dimulai pada bulan Februari 2007 sampai September 2007. Penelitian terdiri atas tiga tahap percobaan yaitu: 1) Induksi kalus embrionik, 2) Proliferasi kalus embrionik, dan 3) Maturasi embrio somatik. Percobaan dilakukan dengan menggunakan rancangan Faktorial dua faktor dengan rancangan lingkungan Rancangan Acak Lengkap (RAL). Faktor pertama adalah enam genotipe kedelai dan faktor kedua adalah dua komposisi media induksi (MSIA dan MSIB), media proliferasi (MSIIA dan MSIIB) atau media maturasi (MSM6AC dan MSM6).

Sumber eksplan kultur embriogenesis berasal dari kotiledon muda yang berumur ±14 hari setelah antesis dengan ukuran 3-5 mm yang dikulturkan pada media induksi MSIA (MS, Vit B5, sukrosa 3%, 10 mg/l 2,4-D dan 10 mg/l NAA) dan MSIB (MS, Vit B5, sukrosa 3%, 40 mg/l 2,4-D). Untuk proliferasi


(4)

menggunakan media MSIIA (MS, Vit B5, sukrosa 3%, 5 mg/l 2,4-D dan 5 mg/l NAA) dan MSIIB (MS, Vit B5, sukrosa 3%, 20 mg/l 2,4-D). Dari media proliferasi, kalus dipindah ke media maturasi MSM6AC (MS, Vit B5, maltosa 6%, dan arang aktif 0.5%) dan MSM6 (MS, Vit B5, dan maltosa 6%).

Hasil penelitian menunjukkan persentase eksplan membentuk kalus berkisar 76-94% dengan inisiasi tertinggi pada genotipe Pangrango. Pada tahap induksi, genotipe Ceneng dan CG-30-10 mempunyai rata-rata diameter tertinggi (0,94 cm dan 0,95 cm), sedangkan genotipe Slamet menunjukkan rata-rata ukuran diameter yang terendah. Rata-rata diameter kalus pada media MSIA menunjukkan hasil yang lebih tinggi (0.92 cm) dibanding media MSIB (0.78 cm). Kalus yang terbentuk pada media MSIA dan MSIB berwarna kuning-kecoklatan dengan

tekstur kalus remah, transparan, dan tampak nodul (proembrio globular). Pada

tahap proliferasi, diameter kalus tahap subkultur pertama (SK-1) berkisar antara 0,7 cm - 1,7 cm dan subkultur kedua (SK-2) berkisar antara 0.9 - 2.8 cm. Pertambahan diameter kalus tahap subkultur pertama tertinggi pada genotipe Godek (0.54 cm) dan tahap subkultur kedua tertinggi pada genotipe Pangrango (1.45 cm). Kalus yang dikulturkan pada media MSIIA mulai membentuk embrio tahap globular dan embrio tahap torpedo (0 – 30%) dan membentuk akar (0 - 28 %). Embrio Globular / torpedo yang terbentuk tampak berwarna hijau dan struktur

kalus lebih kompak. Jumlah embrio somatik (globular/torpedo) tertinggi

didapatkan pada genotipe CG-30-10 (145 embrio) dan Ceneng (138 embrio). Pada media maturasi, masih tampak akar, embrio tahap globular dan tahap torpedo serta belum didapat embrio somatik yang berkecambah menjadi planlet.

Pada tahap induksi maupun tahap proliferasi kalus embrionik, media MSIA dan MSIIA memberikan respon pertumbuhan dan perkembangan kalus embrionik yang lebih baik. Genotipe peka Godek dan genotipe toleran Pangrango menunjukkan respon pertumbuhan kalus (pertambahan diameter) yang tertinggi. Genotipe Peka Slamet mempunyai respon terendah pada tahap induksi maupun tahap proliferasi. Genotipe dengan sifat kalus yang lebih embrionik yaitu genotipe CG-30-10 (30.21%) dan Ceneng (22.96%). Secara keseluruhan, genotipe yang mempunyai potensi embriogenesis yang tertinggi yaitu genotipe CG-30-10 sebesar 45.31%.


(5)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul : POTENSI EMBRIOGENESIS BEBERAPA GENOTIPE

KEDELAI TOLERAN DAN PEKA NAUNGAN

Nama : Tri Handayani

NRP : A 34303008

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Dr Ir Nurul Khumaida, MSi NIP. 132 133 964

Mengetahui,

Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr Ir Didy Sopandie, MAgr NIP. 131 124 019


(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di kota Batu-Malang, Jawa Timur pada tanggal 6 Mei 1984. Penulis merupakan anak ketiga dari enam bersaudara dari pasangan Bapak Suprayitno (Alm.) dan Ibu Hartutik.

Tahun 1997 penulis lulus dari SDN Sidomulto 01, Batu, kemudian pada tahun 2000 penulis lulus dari SLTPN 1 Batu. Selanjutnya penulis melanjutkan studi di SMUN 1 Batu dan lulus tahun 2003. Tahun 2003 penulis diterima sebagai mahasiswa di Program Studi Hortikultura Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Mahasiswa IPB (USMI).

Tahun 2003-2004 penulis pernah bergabung pada organisasi UKM

Forum for Scientific Studies (FORCES) pada Divisi Pendidikan. Penulis juga bergabung dengan Organisasi Mahasiswa Daerah Malang (OMDA Malang). Pada tahun 2005 penulis pernah mengikuti kegiatan magang selama 3 minggu di P4S (Program Pelatihan dan Pengembangan Pertanian Swadaya) Mandiri di Lembang-Bandung. Tahun 2006-2007 penulis menjadi Asisten Praktikum Mata Kuliah Dasar Agronomi dan Dasar Hortikultura. Tahun 2007 penulis mengikuti kegiatan magang selama 4 bulan di PKBT (Pusat Kajian Buah Tropika) IPB, melalui Program Pelatihan Belajar Bekerja Terpadu (CO-OP) yang diadakan oleh KJK (Kantor Jasa Ketenagakerjaan) IPB yang bekerjasama dengan Kementrian Negara Koperasi dan UKM (KUKM) dan Direktorat Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional (DIKTI). Mulai tahun 2004-2008 penulis menerima beasiswa TPSDP (Student Equity) dari DIKTI.

Selama menuntut ilmu di IPB, penulis pernah mengikuti beberapa lomba penulisan karya tulis ilmiah dan meraih penghargaan diantaranya sebagai mahasiswa berprestasi tingkat TPB Fakultas Pertanian IPB, harapan dua Lomba Inovasi Iptek Mahasiswa (LIIM) tahun 2006 di UGM, finalis National Inovation Contest (NIC) tahun 2007 di ITB Bandung, PKMP Dikti 2007, PKMI Dikti 2007, dan finalis LKTM bidang IPA tingkat IPB tahun 2007.


(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan yang Maha Esa yang telah memberi berkah dan rahmatNya yang melimpah sehingga skripsi ini dapat terselesaikan

dengan baik. Penelitian ini berjudul “Potensi Embriogenesis Beberapa

Genotipe Kedelai Toleran dan Peka Naungan”, yang bertujuan untuk mempelajari respon enam genotipe kedelai toleran dan peka naungan pada media induksi, media proliferasi, dan media maturasi kalus embrionik. Sebagian dari penelitian ini telah dipresentasikan dalam bentuk poster dalam acara seminar purna bakti Prof. Dr. Ir. Jajah Koswara tahun 2007.

Penulis ingin mengucapkan banyak terima kasih kepada :

1. Dr. Ir. Nurul Khumaida, MSi selaku dosen pembimbing yang telah banyak

memberikan bimbingan, saran, masukan dan pengarahan kepada penulis selama mengerjakan penelitian.

2. Dr. Ir. Anas D. Susila, MS selaku dosen pembimbing akademik dan dosen

penguji skripsi, yang telah banyak memberikan bimbingan, saran, dan koreksi kepada penulis.

3. Dr. Ir. Adiwirman, MS selaku dosen penguji skripsi yang telah memberikan

banyak masukan dan koreksi kepada penulis untuk perbaikan skripsi ini.

4. Ibu iif dan ibu juju yang banyak membantu selama kegiatan penelitian.

5. Keluarga di Batu dan teman-teman (Horti’40 dan penghuni Pondok Rizki)

yang telah banyak membantu penelitian dan memberi dukungan motivasi.

6. Beasiswa Student Equity DIKTI yang telah memberikan beasiswa kepada

penulis selama penulis menuntut ilmu di IPB

7. Kementrian Negara Riset dan Teknologi yang telah menyediakan sebagian

dana penelitian ini melalui Hibah Insentif KMRT tahun 2007.

Penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi perkembangan ilmu pertanian khususnya dan ilmu pengetahuan pada umumnya.

Bogor, Januari 2008


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

PENDAHULUAN... 1

Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 3

Hipotesis... 3

TINJAUAN PUSTAKA... 4

Kedelai (Glycine max (L.) Merill) ... 4

Regenerasi Tanaman Secara In Vitro... 5

Embriogenesis Kedelai... 6

Medium Kultur Embriogenesis ... 10

Zat Pengatur Tumbuh Auksin ... 11

Eksplan Embriogenesis Kedelai... 12

BAHAN DAN METODE... 15

Waktu dan Tempat ... 15

Bahan dan Alat ... 15

Metode Penelitian ... 15

Pelaksanaan ... 17

Pengamatan ... 18

HASIL DAN PEMBAHASAN... 21

Keadaan Umum... 21

Induksi Kalus Embrionik ... 24

Proliferasi Kalus Embrionik... 28

Maturasi Kalus embrionik... 44

Pembahasan Umum... 46

KESIMPULAN DAN SARAN... 49

Kesimpulan ... 49

Saran... 49

DAFTAR PUSTAKA... 50


(9)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

Teks

1. Rekapitulasi Hasil Penelitian Embriogenesis pada Kedelai... 9

2. Komposisi Media Perlakuan Pada Tahap Induksi, Proliferasi dan

Maturasi Kalus Embrionik ... 16

3. Rata-rata Ukuran Polong dan Kotiledon Kedelai pada Genotipe

Godek dan CG-30-10 ... 22

4. Rekapitulasi Sidik Ragam Pertumbuhan Kultur Kalus Embrionik

pada Media Induksi dan Proliferasi... 23

5. Diameter Kalus Kedelai Umur 4 Minggu Setelah Kultur (MSK)

pada Media Induksi MSIA dan MSIB ... 25 6. Intensitas Warna dan Struktur Kalus Kedelai Umur 4 MSK ... 27

7. Rata-rata Ukuran Diameter Kalus pada Media Proliferasi SK-1 ... 29

8. Rataan Diameter Kalus Kedelai Umur 1 Minggu Setelah Kultur

(MSK) pada Tahap Proliferasi Subkultur-2 ... 30

9. Rata-rata Ukuran Diameter Kalus pada Media Proliferasi SK-2 ... 31

10. Pertambahan Diameter Kalus pada Media Proliferasi selama

Subkultur ke-1 (SK-1) dan Subkultur ke-2 (SK-2) ... 32

11. Bobot Kalus 4 MSK (Minggu Setelah kultur) Media Proliferasi

SK-2 ... 33

12. Perubahan Intensitas Warna Kalus pada Media Proliferasi SK-1... 34

13. Perubahan Intensitas Warna Kalus pada Media Proliferasi SK-2... 36

14. Struktur Kalus Kedelai Umur 4 Minggu Setelah Kultur pada

Media Proliferasi SK-1 dan SK-2 ... 37

15. Hasil Regenerasi Kalus Membentuk Akar Beberapa Genotipe

kedelai pada Media MSIIA ... 39

16. Hasil Regenerasi Kalus Membentuk Embrio (Globular/ Torpedo)

Beberapa Genotipe Kedelai pada Media MSIIA ... 39

Lampiran

1. Deskripsi Varietas Kedelai... 55

2. Komposisi Media Dasar Murashige dan Skoog (MS) Dan Media

Gamborg (B5) ... 56 3. Persentase Potensi Embriogenesis Enam Genotipe Kedelai... 57


(10)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

Teks

1. Perkembangan struktur embrio ... 7

2. Struktur Kimia Zat Pengatur Tumbuh 2,4-D dan NAA... 11

3. Bagian-bagian Biji dan Perkembangan Biji Tanaman Legume... 13

4. Bagan Alir Kegiatan Penelitian... 20

5. Keragaan Benih Empat Genotipe Kedelai Toleran dan Dua Genotipe Peka Naungan... 21

6. Persentase Eksplan Berkalus pada Media Induksi ... 24

7. Keragaan Kalus pada Media Induksi MSIA dan MSIB... 28

8. Keragaan Kalus Embrionik pada Media Proliferasi MSIIA ... 38

9. Keragaan Struktur Embrio Torpedo Media MSIIA ... 41

10. Skema Jalur Regenerasi Embrio Somatik pada Kedelai ... 41

11. Persentase Potensi Embriogenesis Enam Gonotipe Kedelai Toleran dan Peka Naungan ... 43

12. Keragaan Kalus Beberapa Genotipe Kedelai pada Media Maturasi... 44

Lampiran 1. Keragaan Tanaman Kedelai di Lapang ... 58

2. Keragaan Polong dan Kotiledon Umur 10-14 HSA... 58

3. Bagian Kotiledon (Posisi adaxial dan abaxial) ... 58

4. Keragaan Kalus pada media MSIIA pada tahap Proliferasi SK-1 dan SK-2... 59

5. Keragaan Kalus pada media MSIIB pada tahap Proliferasi SK-1 dan SK-2... 59


(11)

ANALISIS PRODUKSI, KONSUMSI, DAN HARGA CENGKEH INDONESIA

Oleh:

Tati Herlina Situmeang A14303036

PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008


(12)

RINGKASAN

TATI HERLINA SITUMEANG. Analisis Produksi, Konsumsi, dan Harga Cengkeh Indonesia (dibawah bimbingan BONAR M. SINAGA).

Cengkeh merupakan salah satu komoditi perkebunan yang cukup memberi harapan bagi penerimaan negara melalui cukai rokok dan kegiatan ekspornya. Peran lain agribisnis cengkeh dalam perekonomian adalah dalam penyerapan tenaga kerja, penyumbang pendapatan petani, mendukung berkembangnya industri, dan potensial untuk menjadi sarana pengembangan dan pemerataan pembangunan wilayah (Siregar dan Suhendi, 2006).

Indonesia merupakan negara produsen dan konsumen cengkeh terbesar di dunia. Hal ini selain dikarenakan cengkeh merupakan tanaman asli Indonesia, juga didukung oleh kondisi alam, iklim dan topografi yang mendukung dilakukannya agribisnis cengkeh di Indonesia (www.deptan.go.id). Produksi cengkeh Indonesia selain diekspor, juga diorientasikan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi cengkeh domestik khususnya pada industri rokok kretek, karena berdasarkan penggunaannya sebanyak 85 persen sampai 95 persen konsumsi cengkeh nasional digunakan untuk industri rokok kretek. Sehingga untuk memenuhi kebutuhan domestik, Indonesia juga pada saat-saat tertentu melakukan impor terhadap komoditas cengkeh.

Penelitian ini secara umum bertujuan untuk menganalisis produksi, konsumsi, dan harga cengkeh Indonesia. Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk menganalisis (1) perkembangan produksi cengkeh, luas areal cengkeh, produktivitas cengkeh, volume impor dan harga cengkeh impor, volume ekspor dan harga cengkeh ekspor, konsumsi cengkeh industri rokok kretek dan produksi rokok kretek, dan harga cengkeh domestik Indonesia, (2) faktor-faktor yang mempengaruhi produksi, konsumsi, dan harga cengkeh Indonesia, dan (3) dampak perubahan faktor ekonomi terhadap produksi, konsumsi, dan harga cengkeh Indonesia tahun 1999-2006. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

berupa data time series selama 27 tahun (tahun 1980-2006). Jawaban untuk tujuan

pertama digunakan analisis deskriptif dengan menggunakan tabulasi dan untuk menjawab tujuan kedua digunakan analisis model ekonometrika dengan

persamaan simultan melalui metode pendugaan OLS (Ordinary Least Squares),

sedangkan untuk menjawab tujuan penelitian ketiga dianalisis menggunakan simulasi dengan metode Newton. Pengolahan data dalam penelitian ini menggunakan software Microsoft Excel dan Statistical Analysis System (SAS 9.1).

Perkembangan produksi cengkeh dan luas areal cengkeh Indonesia pada periode 1980-2006 berfluktuasi dengan kecenderungan meningkat tiap tahunnya. Perkembangan produktivitas cengkeh Indonesia pada periode 1980-2006 berfluktuasi dengan kecenderungan meningkat tiap tahunnya namun produktivitas tanaman cengkeh di Indonesia umumnya masih rendah khususnya pada perkebunan rakyat. Periode tahun 1980 hingga tahun 2006 volume serta harga cengkeh impor dan ekspor Indonesia berfluktuasi dan secara rata-rata mengalami peningkatan tiap tahunnya. Perkembangan konsumsi cengkeh untuk industri rokok kretek periode tahun 1980-2006 rata-rata mengalami peningkatan tiap tahunnya dan sejalan dengan pertumbuhan produksi rokok kretek nasional pada periode yang sama. Periode tahun 1980-2006 perkembangan harga cengkeh


(13)

domestik mengalami fluktuasi dan secara rata-rata mengalami peningkatan tiap tahunnya.

Model produksi, konsumsi, dan harga cengkeh Indonesia terdiri dari 11 persamaan, yaitu 9 persamaan struktural dan 2 persamaan identitas. Produktivitas cengkeh dipengaruhi oleh pertumbuhan harga pupuk, suku bunga, trend waktu, dan kebijakan tataniaga berdasarkan BPPC. Luas areal tanam cengkeh dipengaruhi oleh harga pupuk, trend waktu, kebijakan tataniaga berdasarkan BPPC, dan luas areal tanam cengkeh tahun lalu. Impor cengkeh dipengaruhi oleh produksi cengkeh dan konsumsi cengkeh industri rokok kretek. Impor cengkeh dalam jangka pendek maupun jangka panjang responsif terhadap perubahan produksi cengkeh dan konsumsi cengkeh industri rokok kretek. Ekspor cengkeh dipengaruhi oleh suku bunga dan trend waktu. Konsumsi cengkeh industri rokok

kretek dipengaruhi oleh variabel rasio harga cengkeh domestik tahun lalu dengan

harga cengkeh domestik tahun yang sama, produksi rokok kretek, dan trend

waktu. Produksi rokok kretek dipengaruhi oleh harga cengkeh domestik, trend

waktu, dan produksi rokok kretek tahun lalu. Harga cengkeh domestik

dipengaruhi oleh konsumsi cengkeh industri rokok kretek dan harga cengkeh domestik tahun lalu. Harga cengkeh domestik dalam jangka panjang responsif terhadap perubahan produksi cengkeh. Harga cengkeh domestik dalam jangka pendek maupun jangka panjang responsif terhadap perubahan konsumsi cengkeh industri rokok kretek. Harga cengkeh impor dipengaruhi oleh variabel harga cengkeh impor tahun lalu. Harga cengkeh ekspor dipengaruhi oleh harga cengkeh ekspor tahun lalu.

Peningkatan harga cengkeh domestik sebesar 20 persen menyebabkan produktivitas cengkeh, luas areal cengkeh, produksi cengkeh, ekspor cengkeh, dan penawaran cengkeh mengalami peningkatan, sedangkan impor cengkeh, konsumsi cengkeh industri rokok kretek, produksi rokok kretek, harga cengkeh impor, dan harga cengkeh ekspor menurun. Peningkatan harga pupuk sebesar 20 persen mampu meningkatkan impor cengkeh, harga cengkeh domestik, harga cengkeh impor, dan harga cengkeh ekspor. Sedangkan produktivitas cengkeh, luas areal cengkeh, produksi cengkeh, ekspor cengkeh, penawaran cengkeh, konsumsi cengkeh industri rokok kretek, dan produksi rokok kretek mengalami penurunan. Peningkatan suku bunga sebesar 20 persen menyebabkan impor cengkeh, harga cengkeh domestik, harga cengkeh impor, dan harga cengkeh ekspor meningkat. Sedangkan produktivitas cengkeh, luas areal cengkeh, produksi cengkeh, ekspor cengkeh, penawaran cengkeh, konsumsi cengkeh industri rokok kretek, dan produksi rokok kretek mengalami penurunan. Peningkatan harga jual rokok kretek sebesar 20 persen menyebabkan produktivitas cengkeh, luas areal cengkeh, produksi cengkeh, impor cengkeh, ekspor cengkeh, penawaran cengkeh, konsumsi cengkeh industri rokok kretek, produksi rokok kretek, harga cengkeh domestik, dan harga cengkeh impor meningkat. Sedangkan harga cengkeh ekspor mengalami penurunan. Depresiasi nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika sebesar 20 persen mampu meningkatkan ekspor cengkeh, konsumsi cengkeh industri rokok kretek, dan produksi rokok kretek. Sedangkan produktivitas cengkeh, luas areal cengkeh, produksi cengkeh, impor cengkeh, penawaran cengkeh, harga cengkeh domestik, harga cengkeh impor, dan harga cengkeh ekspor mengalami penurunan.


(14)

ANALISIS PRODUKSI, KONSUMSI, DAN HARGA CENGKEH INDONESIA

Oleh:

Tati Herlina Situmeang A14303036

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian

pada

Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA FAKULTAS PERTANIAAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008


(15)

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL “ANALISIS PRODUKSI, KONSUMSI, DAN HARGA CENGKEH INDONESIA” BELUM PERNAH DIAJUKAN OLEH PERGURUAN TINGGI MANAPUN UNTUK MEMPEROLEH GELAR AKADEMIK TERTENTU. SAYA JUGA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI DAN TIDAK MENGANDUNG BAHAN-BAHAN YANG PERNAH DITERBITKAN OLEH PIHAK LAIN KECUALI SEBAGAI BAHAN RUJUKAN.

Bogor, Agustus 2008

Tati Herlina Situmeang A14303036


(16)

Judul : Analisis Produksi, Konsumsi, dan Harga Cengkeh Indonesia Nama : Tati Herlina Situmeang

NRP : A14303036

Menyetujui: Dosen Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Bonar M. Sinaga, MA NIP 130 517 561

Mengetahui: Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M. Agr NIP 131 124 019


(17)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 27 Maret 1985 di Purwajaya, Kabupaten Tulang Bawang, Propinsi Lampung. Penulis adalah anak ketiga dari empat bersaudara keluarga Bapak C. G. Situmeang dan Ibu Siti Barimbing.

Penulis menyelesaikan pendidikan di SD Negeri 02 Purwajaya pada tahun 1997, kemudian melanjutkan pendidikan ke SLTP Swasta Xaverius Kotabumi dan lulus pada tahun 2000. Kemudian pada tahun yang sama, penulis melanjutkan pendidikan ke SMU Negeri 09 Bandar Lampung dan lulus pada tahun 2003.

Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) pada tahun 2003 melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada Program Studi Ekonomi Pertanian dan Sumberdaya, Jurusan Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian.


(18)

UCAPAN TERIMA KASIH

1. Kepada Tuhan Yesus Kristus, atas segala kasih, karunia, dan berkat yang

selalu melimpah dalam hidupku.

2. Kepada orang tua, saudara, dan keluarga besar tercinta, terima kasih atas

dukungan doa, kasih sayang, pengorbanan, dan perhatiannya kepadaku.

3. Kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Bonar M. Sinaga, MA selaku dosen

pembimbing skripsi yang telah memberikan arahan, bimbingan, dan perhatiannya kepada penulis.

4. Kepada dosen penguji utama Bapak Farobi Falatehan, SP., ME dan

penguji wakil departemen Bapak Adi Hadianto, SP.

5. Kepada my best friends (Jofan & ‘Bu’) atas dukungan doa dan semangat

yang selalu untukku.

6. Kepada keluarga besar EPS’40 (Silvia, Christine, dan Marissa) untuk

kebersamaan, kerjasama, semangat yang pernah ada.

7. Kepada Mbak Ruby, Mbak Yani, Mbak Aam, Ajeng, Atika, Sanggam,

Mbak Oci, Mbak Utin terimakasih untuk bantuan informasi dan semangat yang diberikan selama penyusunan skripsi ini.

8. Kepada keluarga besar kost-an ‘Karona’ dan yang lainnya, terimakasih

untuk bantuan dan kebersamaan yang pernah ada.

9. Kepada semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu,


(19)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan kasih karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Produksi, Konsumsi, dan Harga Cengkeh Indonesia”. Skripsi ini ditulis untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Program Studi Ekonomi Pertanian dan Sumberdaya, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Skripsi ini membahas tentang perkembangan produksi cengkeh, luas areal cengkeh, produktivitas cengkeh, volume impor dan harga cengkeh impor, volume ekspor dan harga cengkeh ekspor, konsumsi cengkeh industri rokok kretek dan produksi rokok kretek, dan harga cengkeh domestik Indonesia. Skripsi ini juga membahas mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi produksi, konsumsi, dan harga cengkeh Indonesia serta membahas mengenai dampak perubahan faktor ekonomi terhadap produksi, konsumsi, dan harga cengkeh Indonesia tahun 1999-2006.

Penulis menyadari bahwa masih terdapat keterbatasan dan penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun. Akhir kata, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis dan semua pihak yang membutuhkan.

Bogor, Agustus 2008

Tati Herlina Situmeang A14303036


(20)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL... v

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR LAMPIRAN... viii

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 8

1.3. Tujuan Penelitian ... 10

1.4. Kegunaan Penelitian ... 11

1.5. Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian ... 11

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 12

2.1. Gambaran Umum Komoditi Cengkeh ... 12

2.1.1. Sejarah dan Penyebaran Tanaman Cengkeh... 12

2.1.2. Taksonomi dan Morfologi Tanaman Cengkeh ... 12

2.1.3. Budidaya Tanaman Cengkeh ... 14

2.1.4. Manfaat Cengkeh ... 15

2.2. Standar Mutu Cengkeh Indonesia ... 15

2.3. Tinjauan Kebijakan Tataniaga Cengkeh Indonesia... 17

2.4. Tinjauan Penelitian Terdahulu ... 18

2.4.1. Penelitian Mengenai Cengkeh ... 18

2.4.2. Penelitian Mengenai Produksi dan Ekspor Produk Pertanian... 21

2.5. Perbedaan dengan Penelitian Terdahulu ... 22

III. KERANGKA PEMIKIRAN ... 23

3.1. Konsep dan Teori ... 23

3.1.1. Fungsi Produksi ... 23

3.1.2. Permintaan Faktor Produksi dan Produksi Cengkeh ... 27


(21)

ii

3.1.4. Teori Perdagangan Internasional ... 31

3.1.5. Persamaan Simultan... 36

3.1.6. Persamaan Produktivitas Cengkeh, Luas Areal Cengkeh, Produksi Cengkeh, Impor Cengkeh, Ekspor Cengkeh, Penawaran Cengkeh, Konsumsi Cengkeh Industri Rokok Kretek, Produksi Rokok Kretek, Harga Cengkeh Domestik, Harga Cengkeh Impor, dan Harga Cengkeh Ekspor... 36

3.1.6.1. Produktivitas Cengkeh... 36

3.1.6.2. Luas Areal Cengkeh ... 37

3.1.6.3. Produksi Cengkeh... 37

3.1.6.4. Impor Cengkeh ... 37

3.1.6.5. Ekspor Cengkeh... 38

3.1.6.6. Penawaran Cengkeh ... 38

3.1.6.7. Konsumsi Cengkeh Industri Rokok Kretek... 39

3.1.6.8. Produksi Rokok Kretek ... 39

3.1.6.9. Harga Cengkeh Domestik... 40

3.1.6.10. Harga Cengkeh Impor ... 40

3.1.6.11. Harga Cengkeh Ekspor... 40

3.2. Kerangka Pemikiran Operasional ... 41

IV. METODE PENELITIAN... 44

4.1. Metode Analisis ... 44

4.2. Perumusan Model Produksi, Konsumsi, dan Harga Cengkeh Indonesia ... 44

4.2.1. Produktivitas Cengkeh ... 49

4.2.2. Luas Areal cengkeh... 49

4.2.3. Produksi Cengkeh ... 50

4.2.4. Impor Cengkeh... 50

4.2.5. Ekspor Cengkeh ... 51

4.2.6. Penawaran Cengkeh ... 52

4.2.7. Konsumsi Cengkeh Industri Rokok Kretek ... 52

4.2.8. Produksi Rokok Kretek ... 53


(22)

iii

4.2.10. Harga Cengkeh Impor ... 54 4.2.11. Harga Cengkeh Ekspor ... 54 4.3. Evaluasi Model ... 55 4.3.1. Koefisien Determinasi... 55 4.3.2. Uji-F ... 56 4.3.3. Uji-t ... 57

4.4. Pengukuran Elastisitas ... 58 4.5. Validasi Model ... 60 4.6. Simulasi Model ... 61 4.7. Jenis dan Sumber Data ... 62 4.8. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 63 4.9. Definisi Operasional... 63 V. HASIL DAN PEMBAHASAN... 67

5.1. Perkembangan Produksi Cengkeh, Luas Areal Cengkeh,

Produktivitas Cengkeh, Volume Impor dan Harga Cengkeh Impor, Volume Ekspor dan Harga Cengkeh Ekspor, Konsumsi Cengkeh Industri Rokok Kretek dan Produksi Rokok Kretek,

dan Harga Cengkeh Domestik Indonesia Tahun 1980-2006... 67

5.1.1. Produksi Cengkeh... 67 5.1.2. Luas Areal Cengkeh ... 70 5.1.3. Produktivitas Cengkeh... 73

5.1.4. Volume Impor dan Harga Cengkeh Impor ... 76

5.1.5. Volume Ekspor dan Harga Cengkeh Ekspor ... 79

5.1.6. Konsumsi Cengkeh Industri Rokok Kretek dan Produksi

Rokok Kretek... 81 5.1.7. Harga Cengkeh Domestik... 83 5.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produksi, Konsumsi, dan

Harga Cengkeh Indonesia Tahun 1980-2006 ... 86 5.2.1. Produktivitas Cengkeh... 88 5.2.2. Luas Areal Cengkeh ... 91 5.2.3. Produksi Cengkeh... 95 5.2.4. Impor Cengkeh ... 95 5.2.5. Ekspor Cengkeh... 98 5.2.6. Penawaran Cengkeh ... 102


(23)

iv

5.2.7. Konsumsi Cengkeh Industri Rokok Kretek... 102 5.2.8. Produksi Rokok Kretek ... 105 5.2.9. Harga Cengkeh Domestik... 109 5.2.10. Harga Cengkeh Impor ... 112 5.2.11. Harga Cengkeh Ekspor... 115

5.3. Dampak Perubahan Faktor Ekonomi terhadap Produksi,

Konsumsi, dan Harga Cengkeh Indonesia Tahun 1999-2006 ... 118

5.3.1. Hasil Validasi Model ... 118

5.3.2. Peningkatan Harga Cengkeh Domestik 20 Persen ... 119

5.3.3. Peningkatan Harga Pupuk 20 Persen... 120 5.3.4. Peningkatan Suku Bunga 20 Persen ... 121

5.3.5. Peningkatan Harga Jual Rokok Kretek 20 Persen ... 121

5.3.6. Depresiasi Nilai Tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika

Sebesar 20 Persen ... 122 VI. KESIMPULAN DAN SARAN... 123 6.1. Kesimpulan ... 123

6.2. Saran Kebijakan ... 125 6.3. Saran Penelitian... 125 DAFTAR PUSTAKA ... 126 LAMPIRAN... 130


(24)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Perkembangan Volume dan Nilai Ekspor-Impor Cengkeh Indonesia

Tahun 2001-2006 ... 4 2. Perkembangan Harga Cengkeh Domestik dan Harga Cengkeh Dunia

Tahun 2001-2005 ... 6 3. Perkembangan Produksi, Produktivitas, dan Luas Areal Cengkeh

Indonesia Tahun 2002-2006 ... 7

4. Perkembangan Produksi Cengkeh Indonesia Tahun 1980-2006 ... 68

5. Perkembangan Luas Areal Cengkeh Indonesia Tahun 1980-2006 ... 71

6. Perkembangan Produktivitas Cengkeh Indonesia Menurut Status

Pengusahaan Tahun 1980-2006 ... 73 7. Perkembangan Volume, Nilai dan Harga Cengkeh Impor Indonesia

Tahun 1980-2006 ... 77 8. Perkembangan Volume, Nilai dan Harga Cengkeh Ekspor Indonesia

Tahun 1980-2006 ... 80 9. Kandungan Cengkeh dalam Rokok Kretek yang Digunakan Pabrik

Rokok Kretek ... 81

10. Perkembangan Konsumsi Cengkeh Industri Rokok Kretek dan

Produksi Rokok Kretek Indonesia Tahun 1980-2006... 83

11. Perkembangan Harga Cengkeh Domestik Tahun 1980-2006... 84

12. Hasil Dugaan Parameter Persamaan Produktivitas Cengkeh

(YCDt)... 88

13. Hasil Dugaan Parameter Persamaan Luas Areal Cengkeh (ATCt) ... 92

14. Hasil Dugaan Parameter Persamaan Impor Cengkeh (ICDt) ... 95

15. Hasil Dugaan Parameter Persamaan Ekspor Cengkeh (XCDt)... 99

16. Hasil Dugaan Parameter Persamaan Konsumsi Cengkeh Industri

Rokok Kretek (CCRt)... 103

17. Hasil Dugaan Parameter Persamaan Produksi Rokok Kretek


(25)

vi

18. Hasil Dugaan Parameter Persamaan Harga Cengkeh Domestik

(HCDt)... 109

19. Hasil Dugaan Parameter Persamaan Harga Cengkeh Impor (HCIt) .... 113

20. Hasil Dugaan Parameter Persamaan Harga Cengkeh Ekspor

(HCXt)... 116

21. Validasi Model Produksi, Konsumsi, dan Harga Cengkeh Indonesia

Tahun 1999-2006... 118 22. Dampak Perubahan Faktor Ekonomi terhadap Produksi, Konsumsi,


(26)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman 1. Kurva Fungsi Produksi ... 25

2. Kurva Terjadinya Perdagangan Internasional ... 33

3. Mekanisme Pengaruh Kurs terhadap Volume Ekspor ... 35

4. Bagan Kerangka Berpikir Operasional ... 42 5. Bagan Kerangka Model Ekonometrika... 48


(27)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Kebijakan Pemerintah pada Industri Cengkeh di Indonesia ... 130

2. Pohon Industri Cengkeh ... 132 3. Luas Areal Perkebunan Cengkeh Indonesia Menurut Provinsi dan

Status Pengusahaan Tahun 2006... 133 4. Data yang Digunakan dalam Model... 134 5. Program Komputer Pendugaan Model Produksi, Konsumsi, dan

Harga Cengkeh Indonesia Menggunakan SAS Version 9.1 Prosedur

SYSLIN... 138 6. Hasil Pendugaan Model Produksi, Konsumsi, dan Harga Cengkeh

Indonesia ... 140 7. Hasil Dugaan Variabel Penjelas yang Berpengaruh Nyata terhadap

Variabel Endogen dalam Model Produksi, Konsumsi, dan Harga

Cengkeh Indonesia ... 149 8. Program Komputer Validasi Model Produksi, Konsumsi, dan Harga

Cengkeh Indonesia Tahun 1999-2006 Menggunakan SAS Version

9.1 Prosedur SIMNLIN... 150 9. Hasil Validasi Model Produksi, Konsumsi, dan Harga Cengkeh

Indonesia Tahun 1999-2006... 153 10. Program Komputer Simulasi Model Produksi, Konsumsi, dan Harga

Cengkeh Indonesia Tahun 1999-2006 Menggunakan SAS Version

9.1 Prosedur SIMNLIN... 157 11. Hasil Simulasi Model Produksi, Konsumsi, dan Harga Cengkeh


(28)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sektor pertanian cukup strategis dalam pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB). Pada tahun 2006 peranan sektor pertanian terhadap PDB menunjukkan pertumbuhan yang sangat baik yaitu mencapai 3.41 persen atau setara dengan Rp 204.2 triliun bahkan melebihi target Departemen Pertanian (Deptan) sebesar 2.9 persen, dimana pada sub sektor tanaman pangan mencapai Rp 77.3 triliun, hortikultura sebesar Rp 47.1 triliun, perkebunan Rp 50.5 triliun dan peternakan Rp 29.4 triliun (M. Fauzi, 2007). Selain dituntut mampu menciptakan swasembada pangan, sektor ini juga diharapkan mampu menyediakan lapangan dan kesempatan kerja serta pengadaan bahan baku bagi industri hasil pertanian (www.deptan.go.id).

Sektor pertanian merupakan salah satu sektor non-migas yang menjadi andalan untuk memperoleh devisa bagi Indonesia. Sektor ini juga dituntut untuk meningkatkan perolehan devisa negara dengan jalan meningkatkan volume ekspor hasil pertaniannya. Penerimaan devisa negara dari ekspor produk pertanian yang sempat turun di masa krisis ekonomi tahun 1998-1999, kembali mengalami masa pemulihan di tahun 2000-2005. Pada masa sebelum krisis (1995-1997) nilai ekspor sebesar 5 miliar US$/tahun. Di masa krisis mengalami penurunan menjadi 4.6 miliar US$/tahun, namun setelah masa krisis nilai ekspor kembali meningkat menjadi 6.5 miliar US$/tahun (www.deptan.go.id).

Melihat arti penting sektor pertanian tersebut diharapkan kebijakan-kebijakan ekonomi negara berupa kebijakan-kebijakan fiskal, kebijakan-kebijakan moneter, dan


(29)

2

kebijakan perdagangan tidak mengabaikan sektor pertanian, dalam arti kebijakan-kebijakan tersebut tidak bias kota, yaitu memprioritaskan aktivitas ekonomi kota yang biasanya digeluti para pelaku ekonomi skala besar. Demikian juga tidak bias modal, dalam arti kebijakan yang berorientasi mendukung para pemilik modal besar, padahal sektor pertanian umumnya digeluti oleh mereka yang dikategorikan sebagai pemodal kecil dan sedang (Irawan, 2006).

Salah satu sub sektor di sektor pertanian adalah sub sektor perkebunan. Sub sektor ini semakin penting dalam meningkatkan pertumbuhan perekonomian nasional, mengingat makin terbatasnya peranan minyak bumi yang selama ini merupakan sumber utama devisa negara. Pada sub sektor perkebunan terdapat banyak komoditas yang ditawarkan dan menjadi pilihan ekspor ke negara-negara lain, baik negara-negara maju maupun negara-negara berkembang.

Cengkeh adalah salah satu komoditi perkebunan yang cukup memberi harapan bagi penerimaan negara melalui cukai rokok dan kegiatan ekspornya. Cukai merupakan penyumbang yang signifikan terhadap penerimaan negara dari beberapa sumber penerimaan negara. Pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun 2005 porsi penerimaan cukai dari total penerimaan, di luar hutang dan hibah, adalah sebesar 7.2 persen (Rp 31.439 triliun dari Rp 438.024 triliun). Cengkeh yang digunakan sebagai bahan baku rokok kretek memberikan kontribusi terbesar terhadap penerimaan dari cukai, yaitu rata-rata sebesar 98 persen dari penerimaan total cukai tahun 2005 (Siregar dan Suhendi, 2006) dan menurut data dari Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (GAPPRI) pada tahun 2007 penggunaan pita cukai rokok kretek tahun 2006 mencapai sebesar Rp 35.073 triliun. Selain dari cukai rokok, Indonesia juga melakukan


(30)

3

ekspor cengkeh yang memberikan penerimaan negara melalui devisa negara walaupun pada saat-saat tertentu Indonesia juga melakukan impor (Tabel 1). Negara utama tujuan ekspor cengkeh Indonesia adalah India dan Singapura.

Peran lain agribisnis cengkeh dalam perekonomian adalah dalam penyerapan tenaga kerja. Jumlah tenaga kerja yang terkait langsung maupun tidak langsung berkisar 6 juta orang, apabila satu tenaga kerja menghidupi istri dan anak maka industri rokok akan menghidupi sekitar 10 persen dari jumlah penduduk Indonesia (GAPPRI, 2006). Selain itu, cengkeh juga berperan sebagai penyumbang pendapatan petani, mendukung berkembangnya industri, dan potensial untuk menjadi sarana pengembangan dan pemerataan pembangunan wilayah (Siregar dan Suhendi, 2006).

Saat ini Indonesia merupakan negara penghasil cengkeh terbesar di dunia, hal ini selain dikarenakan cengkeh merupakan tanaman asli Indonesia, juga didukung oleh kondisi alam, iklim dan topografi yang mendukung dilakukannya agribisnis cengkeh di Indonesia (www.deptan.go.id). Indonesia masih tetap menempati posisi pertama di dunia untuk produksi cengkeh. Pada tahun 2004 produksi cengkeh Indonesia mencapai sebesar 73 837 ton, sedangkan produksi cengkeh dunia pada tahun yang sama mencapai sekitar 124.4 ribu ton. Tahun 2004 Indonesia memberikan kontribusi produksi cengkeh rata-rata sebesar 60 persen terhadap total produksi dunia, sedangkan untuk Asia, Indonesia memberikan kontribusi rata-rata sebesar 95 persen. Dua negara lain yang cukup potensial sebagai penghasil cengkeh adalah Madagaskar dan Zanzibar (Tanzania) yang seluruh produksinya mencapai berkisar antara 20 000-27 000 ton per tahun (www.fao.org).


(31)

4

Kontribusi ekspor cengkeh sebagai salah satu komoditi sub sektor perkebunan di Indonesia selama enam tahun terakhir yaitu dari tahun 2001 hingga

tahun 2006 cenderung fluktuatif seperti terlihat pada Tabel 1. Pada tahun 2002

volume ekspor cengkeh Indonesia sebesar 9 399 918 kg dengan nilai 25 973 204 US$. Volume ekspor cengkeh pada tahun 2003 adalah yang terbesar, dimana volume tersebut mampu mencapai 15 688 150 kg dengan nilai ekspor sebesar 24 929 372 US$. Peningkatan produksi yang besar ini disebabkan karena pada tahun 2003 terjadi panen raya. Pada tahun 2005 volume dan nilai ekspor cengkeh kembali menurun masing-masing sebesar 1 377 144 kg dan 1 120 682 US$ dibandingkan tahun 2004, akan tetapi pada tahun 2006 volume ekspor cengkeh kembali meningkat menjadi 11 269 811 kg dengan nilai sebesar 23 532 773 US$. Tabel 1. Perkembangan Volume dan Nilai Ekspor-Impor Cengkeh Indonesia

Tahun 2001-2006

Ekspor Impor

Tahun

Volume (kg) Nilai (US$) Volume (kg) Nilai (US$)

2001 6 323 785 10 669 320 16 899 532 17 365 062

2002 9 399 918 25 973 204 796 416 653 472

2003 15 688 150 24 929 372 172 610 151 967

2004 9 059 802 16 037 068 8 669 7 864

2005 7 682 658 14 916 386 512 727

2006 11 269 811 23 532 773 1 337 823

Sumber: http://comtrade.un.org/db/dqBasicQueryResults.aspx? Diakses pada tanggal 28 Agustus 2007

Indonesia merupakan negara produsen dan konsumen cengkeh terbesar di dunia. Produksi cengkeh Indonesia selain diekspor, juga diorientasikan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi cengkeh domestik khususnya pada industri rokok kretek, karena berdasarkan penggunaannya sebanyak 85 persen sampai 95 persen konsumsi cengkeh nasional digunakan untuk industri rokok kretek. Menurut GAPPRI (2005) kebutuhan bahan baku cengkeh oleh industri rokok kretek selama


(32)

5

tahun 2000-2004 berkisar antara 85 000 ton sampai 96 000 ton, dengan rata-rata penyerapan sekitar 92 133 ton/tahun (Husodo, 2006). Sehingga untuk memenuhi kebutuhan domestik, Indonesia melakukan impor terhadap komoditas cengkeh. Pada tahun 2001 volume impor cengkeh sebesar 16 899 532 kg dengan nilai 17 365 062 US$. Menurut Husodo (2006) peningkatan jumlah impor tersebut dikarenakan terjadinya panen kecil di dalam negeri dan diduga impor tersebut merupakan cengkeh Indonesia yang di reekspor oleh negara pengimpor, karena selain Indonesia hanya sedikit produksi dan penggunaan cengkeh oleh negara lain. Pada tahun 2002 pemerintah memandang perlu untuk menetapkan ketentuan impor cengkeh dalam rangka mengantisipasi lonjakan impor cengkeh yang mengakibatkan terjadinya penurunan harga cengkeh dan pendapatan petani di dalam negeri, yang diatur melalui Surat Keputusan Menperindag No.528/MPP/Kep/7/2002 tertanggal 5 Juli 2002 tentang pengendalian impor cengkeh. Kebijakan ini ditetapkan untuk meningkatkan kesejahteraan petani cengkeh dengan tetap memperhatikan kepentingan industri pengguna cengkeh. Pada tahap awal, impor baru akan diizinkan apabila harga cengkeh produksi dalam negeri sudah naik hingga mencapai titik harga tertentu. Ketentuan impor cengkeh ini mengakibatkan terjadinya penurunan volume impor cengkeh yang sangat signifikan pada tahun 2002-2006, yaitu berkisar antara 512 kg pada tahun 2005 hingga 796 416 kg pada tahun 2002.

Indonesia merupakan “negara besar” dalam perdagangan internasional cengkeh, sehingga fluktuasi produksi dan konsumsi, yang bisa terjadi karena faktor alam, aspek perilaku industri, maupun aspek kebijakan domestik, dapat mempengaruhi tatanan perdagangan tersebut. Berdasarkan Tabel 2, pada periode


(33)

6

tahun 2001-2005 harga cengkeh dunia mengalami fluktuasi berkisar antara 1 803.69 US$/ton dan 7 107.29 US$/ton. Harga cengkeh dunia terendah terjadi pada tahun 2003 yaitu 1 803.69 US$/ton. Hal ini dikarenakan sejak tahun 2002 Indonesia mengurangi impor cengkeh yang pada awalnya Indonesia mengimpor cengkeh sekitar 70 persen dari volume perdagangan dunia. Penurunan impor ini diakibatkan oleh adanya Surat Keputusan Menperindag No.528/MPP/Kep/7/2002 tentang pengendalian impor cengkeh, sehingga menyebabkan impor cengkeh Indonesia menurun drastis yang berdampak pada penurunan harga cengkeh dunia (Siregar dan Suhendi, 2006). Demikian pula dengan harga cengkeh domestik mengalami fluktuasi berkisar antara 23 018 866 Rp/ton pada tahun 2003 dan 41 050 475 Rp/ton pada tahun 2001.

Tabel 2. Perkembangan Harga Cengkeh Domestik dan Harga Cengkeh Dunia Tahun 2001-2005

Tahun Harga Domestik (Rp/ton) Harga Dunia (US$/ton)

2001 41 050 475 7 107.29

2002 37 332 564 5 406.25

2003 23 018 866 1 803.69

2004 23 345 387 2 725.00

2005 28 958 048 2 600.00

Sumber: http://faostat.fao.org/site/570/DesktopDefault.aspx?PageID=570 diakses pada tanggal 30 Agustus 2007

Volume ekspor dan impor yang terjadi dipengaruhi oleh jumlah produksi yang mampu dihasilkan pada tiap-tiap tahunnya. Selama periode tahun 2002 hingga tahun 2006, produksi cengkeh berfluktuasi dan cenderung mengalami peningkatan (Tabel 3). Pada tahun 2003 produksi cengkeh Indonesia adalah yang terbesar yaitu 116 415 ton atau meningkat sebesar 37 405 ton dibandingkan tahun 2002 yang jumlah produksinya hanya 79 010 ton. Hal ini disebabkan karena pada tahun 2003 terjadi panen raya di dalam negeri yang menyebabkan produksi


(34)

7

cengkeh meningkat (Husodo, 2006). Pada tahun 2004 produksi cengkeh kembali mengalami penurunan menjadi 73 837 ton, akan tetapi sejak tahun 2005 hingga tahun 2006 produksi cengkeh kembali meningkat yaitu dari 78 350 ton menjadi 83 782 ton.

Tabel 3. Perkembangan Produksi, Produktivitas dan Luas Areal Cengkeh Indonesia Tahun 2002-2006

Tahun Produksi (ton) Produktivitas (kg/ha) Luas Areal (ha)

2002 79 010 246.05 430 212

2003 116 415 285.56 442 331

2004 73 837 236.32 438 253

2005 78 350 247.59 448 858

2006* 83 782 260.49 455 392

Sumber: http://www.deptan.go.id/infoeksekutif/bun/2006 diakses pada tanggal 20 Agustus 2007

*): Data Sementara

Fluktuasi volume dan nilai ekspor-impor cengkeh juga dipengaruhi oleh produktivitas dan ketersediaan luas areal yang dapat diolah untuk melakukan agribisnis cengkeh. Pada tahun 2003 produktivitas cengkeh Indonesia adalah yang terbesar, yaitu 285.56 kg/ha atau meningkat sebesar 39.51 kg/ha dibandingkan pada tahun 2002 yang jumlah produktivitasnya hanya 246.05 kg/ha, sedangkan pada tahun 2004 produktivitas cengkeh mengalami penurunan menjadi 236.32 kg/ha. Sejak tahun 2004 hingga tahun 2006 produktivitas cengkeh kembali meningkat dari 236.32 kg/ha pada tahun 2004 menjadi 260.49 kg/ha pada tahun 2006.

Luas areal tersebut menjadi salah satu faktor penentu dalam hal produksi yang mampu dicapai. Perkebunan cengkeh di Indonesia dikelola dalam tiga bentuk pengusahaan, yaitu Perkebunan Rakyat (PR), Perkebunan Besar Negara (PBN), dan Perkebunan Besar Swasta (PBS). Tanaman cengkeh merupakan tanaman rakyat, dimana 97 persen dari rata-rata total pemilikan perkebunan


(35)

8

cengkeh dimiliki oleh rakyat (Lampiran 3). Pada periode tahun 2002 hingga tahun 2006 luas areal cenderung berfluktuasi dan mengalami peningkatan. Pada tahun 2004 luas areal cengkeh berkurang menjadi 438 253 hektar dibandingkan dengan tahun sebelumnya, hal ini dikarenakan banyak petani yang mengkonversikan lahan cengkeh dengan komoditi lain yang dianggap lebih menguntungkan seperti kakao, kopi, dan berbagai jenis tanaman hortikultura (www.deptan.go.id). Pada tahun berikutnya yaitu pada tahun 2006 luas areal cengkeh kembali meningkat menjadi 455 392 hektar.

1.2. Perumusan Masalah

Indonesia merupakan negara konsumen sekaligus produsen cengkeh

terbesar di dunia. Cengkeh merupakan salah satu komponen utama bahan baku

rokok kretek. Besarnya pendapatan cukai dan kemampuannya menyediakan

lapangan kerja berskala besar, menempatkan industri rokok sebagai salah satu

bagian penting dalam ekonomi nasional. Tercapainya swasembada bahkan

kelebihan produksi cengkeh, mengakibatkan peran komoditas dan nasib petani

terpuruk selama dekade 90-an, akibatnya produksi terus menurun sejak tahun

2000, sehingga dikhawatirkan pada tahun 2009 Indonesia hanya mampu

menyediakan separuh dari kebutuhan industri rokok kretek. Industri rokok kretek

sendiri, berkembang sejak akhir abad ke-19. Tingginya kebutuhan devisa untuk memenuhi kebutuhan mengakibatkan ditetapkannya program swasembada cengkeh pada tahun 1970, antara lain melalui perluasan areal.

Hasil dari pelaksanaan program swasembada cengkeh adalah terjadinya perkembangan luas areal yang sangat mencolok dari 82 387 hektar pada tahun


(36)

9

1970 menjadi 724 986 hektar pada tahun 1990. Swasembada dinyatakan tercapai pada tahun 1991, bahkan terlampaui, tetapi bersamaan dengan itu terjadi penurunan harga cengkeh. Pemerintah campur tangan untuk membantu petani mengatasi hal tersebut dengan: (1) mengatur tataniaga melalui pembentukan Badan Penyangga dan Pemasaran Cengkeh (BPPC), (2) mendiversifikasi hasil, dan (3) mengkonversi sebagian areal. Upaya-upaya tersebut tidak berhasil yang diindikasikan harga tetap tidak membaik, sehingga petani menelantarkan pertanamannya.

Luas areal cengkeh berkurang drastis karena ditelantarkan petani, sehingga pada tahun 2002 luas areal cengkeh hanya sebesar 430 212 hektar. Diperkirakan untuk tahun 2006 luas areal tanaman cengkeh hanya meningkat menjadi 455 392 hektar dengan tingkat produksi sebesar 83 782 ton. Penurunan ini akibat dari ketidakpastian harga. Dampak dari harga jual yang tidak menentu menyebabkan keengganan petani untuk memelihara tanaman cengkehnya. Menurut GAPPRI, produksi juga turun sejak tahun 2000, sehingga diperkirakan tanpa upaya penyelamatan, tahun 2009 produksi cengkeh Indonesia hanya akan mampu menyediakan sekitar 50 persen dari kebutuhan pabrik rokok kretek yang rata-rata empat tahun terakhir mencapai 92 133 ton (www.deptan.go.id).

Mengantisipasi hal tersebut, maka pemerintah melalui program Revitalisasi Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan (RPPK) yang dicanangkan oleh Presiden RI pada tanggal 11 Juni 2005 di Jatiluhur, Jawa Barat memasukkan komoditi cengkeh sebagai salah satu dari 17 komoditi pertanian yang perlu dikembangkan, karena vitalitas sektor pertanian saat ini sedang mengalami


(37)

10

degradasi yang ditunjukkan dengan terjadinya penurunan (levelling off) produksi

beberapa komoditas pertanian, antara lain komoditi cengkeh (www.deptan.go.id). Produksi cengkeh dometik umumnya diorientasikan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, yaitu sebagai bahan baku industri rokok kretek. Peluang ekspor cengkeh di pasar internasional juga memiliki prospek yang cukup baik, dimana selama periode tahun 2001-2006 volume dan nilai ekspor cengkeh cenderung mengalami peningkatan. Indonesia yang merupakan negara produsen maupun konsumen cengkeh diharapkan mampu meningkatkan penerimaan devisa negara melalui perkembangan produksi dan kegiatan ekspornya.

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dirumuskan beberapa masalah antara lain:

1. Bagaimana perkembangan produksi cengkeh, luas areal cengkeh,

produktivitas cengkeh, volume impor dan harga cengkeh impor, volume ekspor dan harga cengkeh ekspor, konsumsi cengkeh industri rokok kretek dan produksi rokok kretek, dan harga cengkeh domestik Indonesia?

2. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi produksi, konsumsi, dan harga

cengkeh Indonesia?

3. Bagaimana dampak perubahan faktor ekonomi terhadap produksi,

konsumsi, dan harga cengkeh Indonesia tahun 1999-2006?

1.3. Tujuan Penelitian

Sehubungan dengan rumusan masalah di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk:

1. Menganalisis perkembangan produksi cengkeh, luas areal cengkeh,


(38)

11

ekspor dan harga cengkeh ekspor, konsumsi cengkeh industri rokok kretek dan produksi rokok kretek, dan harga cengkeh domestik Indonesia.

2. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi, konsumsi, dan

harga cengkeh Indonesia.

3. Menganalisis dampak perubahan faktor ekonomi terhadap produksi,

konsumsi, dan harga cengkeh Indonesia tahun 1999-2006.

1.4. Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan bahan masukan bagi individu atau instansi-instansi yang terkait seperti petani/produsen, eksportir, maupun pemerintah dalam mengambil keputusan dan menerapkan kebijakan-kebijakan dalam kaitannya dengan produksi, konsumsi, dan harga cengkeh Indonesia. Hasil penelitian ini juga dapat digunakan sebagai bahan informasi dan referensi untuk penelitian selanjutnya.

1.5. Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis produksi, konsumsi, dan harga cengkeh Indonesia. Penelitian ini merupakan penelitian yang membahas mengenai produksi, konsumsi, dan harga cengkeh Indonesia secara umum, baik impor maupun ekspor cengkeh yang dianalisis tidak berdasarkan negara asal impor dan negara tujuan ekspor. Model penelitian ini belum menganalisis kebutuhan cengkeh untuk industri lain dan rumahtangga. Penelitian ini juga belum mencakup masing-masing produksi cengkeh perkebunan rakyat, perkebunan besar negara,

dan perkebunan besar swasta. Data yang digunakan adalah data time series selama


(39)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Gambaran Umum Komoditi Cengkeh 2.1.1. Sejarah dan Penyebaran Tanaman Cengkeh

Daerah asal tanaman cengkeh sempat mengundang perdebatan dalam ruang lingkup internasional. Wiesner mengatakan cengkeh berasal dari Pulau Makian di Maluku Utara, sedangkan Toxopeus berpendapat, selain dari Maluku cengkeh juga berasal dari Irian (Hadiwijaya, 1986). Nicola Ponti dari Venesia mengungkapkan bahwa daerah asal cengkeh adalah Banda. Di daerah kepulauan Maluku ditemukan tanaman cengkeh tertua di dunia dan daerah ini merupakan satu-satunya produsen cengkeh terbesar di dunia (Bintoro, 1986).

Penyebaran tanaman cengkeh keluar Pulau Maluku dimulai sejak tahun 1769. Bibit tanaman ini mula-mula diselundupkan oleh seorang kapten dari Perancis ke Rumania, selanjutnya disebarkan ke Zanzibar dan Madagaskar. Penyebaran tanaman cengkeh ke wilayah Indonesia seperti Jawa, Sumatera, dan Kalimantan baru dimulai pada tahun 1870. Sampai saat ini tanaman cengkeh telah tersebar ke seluruh dunia. Cengkeh ditanam terutama di Indonesia (Kepulauan Banda) dan Madagaskar, juga tumbuh subur di Zanzibar, India, dan Sri Lanka (Hadiwijaya, 1986).

2.1.2. Taksonomi dan Morfologi Tanaman Cengkeh

Cengkeh (Syzygium aromaticum), dalam bahasa Inggris disebut cloves,

adalah tangkai bunga kering beraroma dari keluarga pohon Myrtaceae.

Taksonomi tanaman cengkeh menurut beberapa ahli botani adalah sebagai berikut (http://id.wikipedia.org/wiki/Cengkeh):


(40)

13

Kingdom : Plantae

Filum : Magnoliophyta

Kelas : Magnoliopsida

Ordo : Myrtales

Famili : Myrtaceae

Genus : Syzygium

Spesies : S. Aromaticum (L.) Merr. & Perry.

Cengkeh termasuk jenis tumbuhan perdu yang memiliki batang pohon besar dan berkayu keras, cengkeh mampu bertahan hidup puluhan bahkan sampai ratusan tahun, tingginya dapat mencapai 20m-30m dan cabang-cabangnya cukup lebat. Cabang-cabang dari tumbuhan cengkeh tersebut pada umumnya panjang dan dipenuhi oleh ranting-ranting kecil yang mudah patah. Mahkota atau juga lazim disebut tajuk pohon cengkeh berbentuk kerucut. Daun cengkeh berwarna hijau berbentuk bulat telur memanjang dengan bagian ujung dan pangkalnya menyudut, rata-rata mempunyai ukuran lebar berkisar 2cm-3cm dan panjang daun tanpa tangkai berkisar 7.5cm-12.5cm. Bunga dan buah cengkeh akan muncul pada ujung ranting daun dengan tangkai pendek serta bertandan. Pada saat masih muda bunga cengkeh berwarna keungu-unguan, kemudian berubah menjadi kuning kehijau-hijauan dan berubah lagi menjadi merah muda apabila sudah tua. Sedang bunga cengkeh kering akan berwarna coklat kehitaman dan berasa pedas sebab mengandung minyak atsiri. Umumnya cengkeh pertama kali berbuah pada umur 4-7 tahun (Najiyati, S. dan Danarti, 1992)


(41)

14

Menurut Hadiwidjaja (1986) varietas-varietas unggul cengkeh yang ditanam antara lain:

1. Cengkeh Siputih: (1) helai daun besar dan berwarna kuning atau hijau

muda, (2) cabang kurang rimbun, dan (3) bunga besar, warna kuning, dan berjumlah belasan per rumpun.

2. Cengkeh Sikotok: (1) helai daun kecil, warna hijau sampai hijau tua

kehitam-hitaman, dan lebih mengkilap, (2) cabang rimbun dan rendah, semua ranting tertutup daun, dan (3) bunga kuning kemerahan, tiap rumpun 20-50 bunga.

3. Cengkeh Zanzibar: (1) bentuk daun panjang ramping dan berwarna hijau

gelap, (2) bunga berwarna lebih merah dengan produksi tinggi, dan (3) merupakan jenis terbaik.

2.1.3. Budidaya Tanaman Cengkeh

Di Indonesia, budidaya tanaman cengkeh cocok pada ketinggian 0-900 m dpl (paling optimum pada 300-600 m dpl) atau terletak pada ketinggian

lebih dari 900 m dpl, dengan hamparan lahan yang menghadap laut. Tumbuhan cengkeh akan tumbuh dengan baik apabila cukup air dan mendapat sinar matahari langsung. Cengkeh menghendaki iklim yang panas dengan curah hujan cukup merata, karena tanaman ini tidak tahan kemarau panjang. Angin yang terlalu kencang dapat merusak tajuk tanaman. Untuk pertumbuhannya, curah hujan optimal bagi pertumbuhan tanaman cengkeh antara 1500-4500 mm/tahun. Cengkeh menghendaki sinar matahari minimal 8 jam per hari. Suhu yang optimal untuk tanaman ini adalah 22°C -30°C, dengan kelembaban udara antara 60 persen sampai 80 persen. Tanaman cengkeh juga menghendaki tanah yang subur, gembur


(42)

15

tidak berbatu, berdrainase baik, dan kedalaman air tanah pada musim hujan tidak lebih dangkal dari 3m dari permukaan tanah dan pada musim kemarau tidak lebih dari 8m (Hadiwijaya, 1986).

2.1.4. Manfaat Cengkeh

Cengkeh banyak digunakan sebagai bumbu masakan pedas di negara-negara Asia dan Eropa, dan sebagai bahan utama rokok kretek khas Indonesia. Bagian utama dari tanaman cengkeh yang bernilai komersial adalah bunganya, yang sebagian besar digunakan dalam industri rokok, yaitu hingga sekitar 90 persen. Selain digunakan sebagai bahan baku rokok kretek, cengkeh juga digunakan untuk industri farmasi dan industri makanan (Lampiran 2). Minyak cengkeh yang berasal dari bunga cengkeh, gagang/tangkai dan daun cengkeh

mengandung eugenol dan bersifat anestetik dan antimikrobial. Eugenol tersebut

dapat digunakan untuk aromaterapi, mengobati sakit gigi, menghilangkan bau nafas, dan dapat mengendalikan beberapa jamur patogen pada tanaman. Bunga cengkeh dalam bentuk tepung digunakan dalam proses pembuatan makanan yang dimasak dengan suhu tinggi (www.deptan.go.id). Cengkeh juga digunakan sebagai bahan dupa di Tiongkok dan Jepang. Minyak cengkeh juga digunakan dalam campuran tradisional choji (1 persen minyak cengkeh dalam minyak mineral) dan digunakan oleh orang Jepang untuk merawat permukaan pedang mereka (http://id.wikipedia.org/wiki/Cengkeh).

2.2. Standar Mutu Cengkeh Indonesia

Penentuan standar mutu cengkeh ruang lingkupnya mencakup ukuran, warna, bau, bahan asing, gagang cengkeh, cengkeh inferior, cengkeh rusak, kadar air, dan kadar minyak atsiri. Bahan asing yang dimaksud yaitu semua bahan yang


(43)

16

bukan berasal dari bunga cengkeh. Cengkeh inferior yaitu cengkeh keriput, patah, dan cengkeh yang telah dibuahi. Cengkeh rusak adalah cengkeh yang telah berjamur dan telah diekstraksi.

Standar mutu cengkeh di Indonesia tercantum di dalam Standar Nasional Indonesia SNI 01-3392-1994 yang ditetapkan oleh Dewan Standardisasi Nasional (DSN) dari Standar Perdagangan SP-48-1976 (http://warintek.progressio.or.id). Standar mutu cengkeh Indonesia adalah:

1. Ukuran: sama rata

2. Warna: coklat kehitaman

3. Bau: tidak apek

4. Bahan asing maksimum: 0.5-1.0 persen

5. Gagang maksimum: 1.0-5.0 persen

6. Cengkeh rusak maksimum: 0 persen

7. Kadar air maksimum: 14.0 persen

8. Cengkeh inferior maksimum: 2.0-5.0 persen

9. Kadar Atsiri maksimum: 16.0-20.0 persen

Beberapa upaya perbaikan untuk menanggulangi permasalahan mutu cengkeh di Indonesia antara lain dapat dilakukan dengan perwilayahan cengkeh sehingga penanaman dilakukan pada daerah yang sangat sesuai, penggunaan varietas unggul, serta perbaikan dan standardisasi cara pengolahan. Perbaikan cara pengolahan antara lain dengan waktu panen yang tepat sehingga rendemen cengkeh kering dan kadar minyak meningkat serta cengkeh inferior dan menir berkurang. Mengurangi kadar bahan asing pada cengkeh sebaiknya dilakukan pengeringan pada lantai jemur yang bersih atau di atas para-para menggunakan


(44)

17

tampah atau pengering buatan. Selain itu, kadar bahan asing dan persentase gagang cengkeh dapat dikurangi dengan melakukan sortasi sebelum cengkeh disimpan atau dipasarkan (Hidayat dan Nurdjannah, 1997).

2.3. Tinjauan Kebijakan Tataniaga Cengkeh Indonesia

Kebijakan-kebijakan yang telah dilakukan oleh Pemerintah Indonesia pada

industri cengkeh tidak hanya dari sisi peningkatan produksi namun juga mengenai pengaturan tataniaga cengkeh. Kebijakan ini telah dilakukan sejak tahun 1969 hingga tahun 2002 seperti terdapat pada Lampiran 1 dan terakhir adalah peraturan mengenai pengendalian impor cengkeh tahun 2002. Pada tahun 1990 berdasarkan Surat Keputusan Menteri Perdagangan RI Nomor 306/KP/XII/1990 dibentuk badan sebagai pelaksana tataniaga cengkeh atau BPPC (Badan Penyangga dan Pemasaran Cengkeh) untuk melakukan kegiatan pembelian, penyanggaan, penjualan cengkeh, dan stabilisasi harga cengkeh di tingkat petani. Sehingga dalam penelitian ini mencoba menggunakan variabel dummy kebijakan tataniaga berdasarkan BPPC. Kinerja tataniaga cengkeh nasional dapat digambarkan dalam tiga dekade yaitu (Wahyuni, dalam Sinaga dan Pakasi, 1999):

1. Dekade 70-an, diwarnai dengan adanya kekurangan produksi dalam

negeri, harga cengkeh yang cenderung tinggi dan terus meningkat, sehingga impor dilakukan untuk memenuhi permintaan tersebut.

2. Dekade 80-an, tercapai swasembada cengkeh nasional tahun 1988. Selama

dekade ini, produksi cengkeh masih terus meningkat akibat dari adanya perluasan areal tanaman cengkeh di berbagai lokasi. Perluasan areal dan pertanaman baru terutama disebabkan oleh tingkat harga yang tinggi dan


(45)

18

merangsang serta memotivasi petani secara kuat dalam mengembangkan usahatani cengkeh.

3. Dekade 90-an, terjadi kelebihan produksi pada awal dekade, produksi

berlebih secara nasional merupakan akibat pertambahan areal pada dekade 80-an. Akibatnya harga cengkeh menurun bahkan menjadi rendah, seterusnya stok nasional meningkat pesat. Selain itu, tidak ada keinginan produsen untuk mengkonversi tanaman cengkehnya dengan tanaman lain.

2.4. Tinjauan Penelitian Terdahulu 2.4.1. Penelitian Mengenai Cengkeh

Hasil penelitian Rumondor (1993) yang menganalisis perkembangan tataniaga cengkeh di Sulawesi Utara menyatakan bahwa adanya mekanisme tataniaga baru ternyata tidak memberi harapan bagi petani untuk dapat menikmati harga yang layak melalui peningkatan pendapatan, karena sejak periode tahun 1982-1987 harga cengkeh mulai menurun di bawah harga dasar yang ditetapkan pemerintah. Keterbatasan modal dan rendahnya manajemen KUD menyebabkan tetap berkembangnya sistem ijon di tingkat petani. Disamping itu, faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran cengkeh oleh petani adalah harga, modal, dan biaya tataniaga. Namun kontribusi variabel ini dalam mempengaruhi penawaran cengkeh oleh petani tidak besar yaitu hanya 56.72 persen. Kondisi ini menunjukkan bahwa selain faktor-faktor tersebut maka penawaran cengkeh oleh petani dipengaruhi oleh faktor-faktor lain seperti kebutuhan rumah tangga. Sedangkan pada lembaga tataniaga (pedagang/penyangga), suplai cengkeh dipengaruhi oleh tingkat harga. Hal ini disebabkan karena lembaga-lembaga


(46)

19

tataniaga dapat menahan untuk tidak langsung menjual cengkeh yang dibeli dari petani, sampai pada tingkat harga yang dianggap menguntungkan.

Sinaga dan Pakasi (1999) melakukan penelitian mengenai dampak perubahan faktor ekonomi terhadap permintaan dan penawaran cengkeh di

Indonesia dengan menggunakan data time series periode 29 tahun yaitu dari tahun

1970-1998 yang dianalisis secara simultan. Hasil dari penelitian ini adalah bahwa faktor-faktor yang berpengaruh terhadap keragaan produksi, permintaan dan penawaran cengkeh di Indonesia adalah harga pupuk, suku bunga, luas areal penanaman baik swasta, rakyat dan negara, kebijakan tataniaga cengkeh, upah tenaga kerja, harga ekspor, harga impor, harga di tingkat petani, harga di tingkat pabrik rokok, konsumsi industri pabrik rokok, total produksi cengkeh, impor cengkeh, ekspor cengkeh, ekspor rokok kretek, jumlah stok cengkeh, permintaan cengkeh, harga jual rokok kretek mesin, dan harga jual rokok kretek tangan. Produksi, permintaan dan penawaran cengkeh Indonesia respon terhadap harga ekspor dan impor cengkeh, total produksi cengkeh, peningkatan jumlah penduduk, jumlah stok cengkeh, nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika, harga cengkeh di tingkat petani, total konsumsi cengkeh, harga cengkeh di tingkat pabrik rokok, dan konsumsi industri rokok kretek.

Berdasarkan hasil analisis, ada keterkaitan antara luas areal, jumlah produksi, yang selanjutnya berkaitan dengan jumlah permintaan, penawaran, dan total konsumsi cengkeh serta jumlah ekspor dan impor cengkeh. Faktor-faktor tersebut juga terkait dengan harga-harga di berbagai pasar cengkeh seperti di tingkat petani, di tingkat pabrik rokok, di tingkat ekspor dan impor. Keterkaitan ini menunjukkan apabila terjadi perubahan terhadap salah satu faktor tersebut,


(47)

20

akan berpengaruh dan merubah faktor-faktor lainnya. Dampak dari simulasi ke enam skenario menunjukkan terjadinya peningkatan luas areal, jumlah produksi, peningkatan permintaan dan penawaran cengkeh serta total konsumsi cengkeh. Ada perbedaan antara kebijakan tataniaga cengkeh dengan BPPC dan tanpa BPPC. Dengan BPPC memberikan dampak menurunnya luas areal. Selain itu, dengan adanya BPPC berdampak pada terjadinya penurunan jumlah penawaran dan permintaan cengkeh Indonesia, demikian juga dengan penurunan ekspor dan impor, serta terhadap pembentukan harga tingkat petani, harga ekspor, dan impor berpengaruh negatif.

Taruli (2002) mencoba menganalisis peluang ekspor agribisnis cengkeh Indonesia dengan menggunakan data periode waktu 18 tahun, yaitu dari tahun 1983-2000. Perkembangan volume ekspor cengkeh Indonesia dipengaruhi oleh harga domestik, harga ekspor, volume ekspor tahun sebelumnya, volume stok akhir tahun sebelumnya, jumlah penduduk negara India, nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika, variabel dummy pertama (panen kecil atau sedang dan panen besar), dan variabel dummy kedua (terbentuknya BPPC dan tidak ada). Volume stok akhir tahun sebelumnya dan nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika berpengaruh positif terhadap volume ekspor cengkeh Indonesia. Sedangkan harga domestik, harga ekspor, volume ekspor tahun sebelumnya, jumlah penduduk negara India, serta variabel dummy pertama dan kedua berpengaruh negatif. Dilihat dari peluang ekspor cengkeh Indonesia di pasar cengkeh domestik, pasar cengkeh internasional, sumberdaya Indonesia dan perkembangan produk mempunyai peluang cukup baik.


(48)

21

2.4.2. Penelitian Mengenai Produksi dan Ekspor Produk Pertanian

Sihotang (1996) dalam penelitiannya mengenai analisis penawaran dan permintaan kopi Indonesia di pasar domestik dan internasional dengan periode 1969-1993. Penelitian ini menggunakan model ekonometrika persamaan simultan

dengan metode Three Stage Least Square (3SLS). Hasil dari penelitian ini bahwa

produksi kopi Indonesia tidak responsif terhadap harga kopi dan komoditas subtitusi di pasar domestik, harga ekspor, luas areal dan tingkat upah, kecuali kopi jenis robusta yang responsif terhadap luas areal dalam jangka panjang. Permintaan kopi di pasar domestik tidak responsif terhadap harga kopi, harga komoditi subtitusi dan komplementer serta pendapatan per kapita, namun sangat responsif terhadap pasokan ekspor.

Penelitian yang dilakukan oleh Pitaningrum (2005) menganalisis mengenai penawaran dan permintaan udang di pasar Internasional menggunakan data

sekunder dalam deret waktu periode 1983-2002 dan diduga dengan metode (Two

Stage Least squares) 2SLS dengan menggunakan program Statistical Analysis System (SAS). Hasil dugaan penawaran udang Indonesia ke Jepang dan Amerika menunjukkan bahwa tidak semua variabel penjelas berpengaruh nyata. Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan volume ekspor udang Thailand ke Jepang antara lain harga riil ekspor udang Thailand, nilai tukar riil bath terhadap dollar Amerika, dan variabel bedakala setahun. Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan volume ekspor udang Cina ke Jepang maupun Amerika Serikat antara lain produksi udang Cina, harga riil ekspor udang Cina, nilai tukar riil yuan terhadap dollar Amerika, dan variabel bedakala setahun. Perkembangan volume impor udang di dunia dapat diwakili oleh perkembangan volume impor udang di


(49)

22

pasar Jepang dan Amerika Serikat. Harga udang dunia disamakan dengan harga impor udang Jepang dan hasil estimasi menunjukkan bahwa perkembangan harga udang dunia tidak dipengaruhi oleh variabel ekspor udang dunia dan impor udang dunia. Sedangkan harga riil ekspor udang Indonesia dipengaruhi oleh semua variabel penjelas.

2.5. Perbedaan dengan Penelitian Terdahulu

Berdasarkan penelitian-penelitian terdahulu tersebut, khususnya tentang

komoditi cengkeh dilakukan dengan beragam analisis dan penggunaan data terakhir tahun 2000. Model yang digunakan dalam penelitian ini

memperhitungkan time lag, sehingga dalam setiap persamaan memasukkan

variabel lag endogen. Penelitian ini menganalisis produksi, konsumsi, dan harga

cengkeh Indonesia menggunakan data time series pada periode 1980-2006 dengan

persamaan simultan melalui metode pendugaan Ordinary Least Squares (OLS)

dan pengolahan data dilakukan menggunakan Statistical Analysis System

(SAS 9.1). Selain itu, penelitian ini juga mencoba menganalisis mengenai dampak perubahan faktor ekonomi terhadap produksi, konsumsi, dan harga cengkeh Indonesia tahun 1999-2006 menggunakan simulasi dengan metode Newton. Penelitian ini menarik untuk dilakukan karena merupakan penelitian yang membahas mengenai komoditi cengkeh dikarenakan produksi cengkeh, konsumsi cengkeh industri rokok kretek, dan harga cengkeh domestik cenderung berfluktuasi sedangkan volume ekspor dan harga ekspor cengkeh Indonesia cenderung meningkat, tetapi impor cengkeh cenderung menurun sejak ditetapkannya Surat Keputusan Menperindag No.528/MPP/Kep/7/2002 pada tanggal 5 Juli 2002 mengenai pembatasan impor cengkeh.


(50)

III. KERANGKA PEMIKIRAN

3.1. Konsep dan Teori

Pada bagian ini akan dijelaskan konsep dan teori yang berhubungan dengan penelitian antara lain mengenai fungsi produksi, permintaan faktor produksi dan produksi cengkeh, permintaan cengkeh dan produksi rokok kretek, teori perdagangan internasional, dan persamaan simultan.

3.1.1. Fungsi Produksi

Produksi adalah tindakan dalam membuat komoditi, baik barang maupun jasa (Lipsey, 1993). Suatu proses produksi melibatkan suatu hubungan yang erat antara faktor produksi yang digunakan dengan produk yang dihasilkan. Tidak ada produk yang dihasilkan hanya dengan menggunakan satu faktor produksi saja. Dalam pertanian, proses produksi begitu kompleks dan terus-menerus berubah seiring dengan kemajuan teknologi. Menurut Doll and Orazem (1984), fungsi produksi selain menggambarkan hubungan antara faktor produksi dan hasil produksi, juga menggambarkan tingkat dimana sumberdaya diubah menjadi produk. Ada banyak hubungan faktor produksi dan hasil produksi dalam pertanian karena faktor produksi yang diubah menjadi hasil produksi akan berbeda-beda diantara tipe tanah, hewan, teknologi, curah hujan, dan faktor lainnya. Tiap hubungan faktor produksi-hasil produksi menggambarkan kuantitas dan kualitas yang berbeda dari sumberdaya yang dibutuhkan untuk menghasilkan produk tertentu. Lipsey (1993) juga mengatakan bahwa fungsi produksi adalah hubungan fungsi yang memperlihatkan hasil produksi maksimum yang dapat diproduksi oleh setiap faktor produksi dan oleh kombinasi berbagai faktor produksi. Sebuah


(51)

24

fungsi produksi dapat digambarkan dalam bentuk persamaan aljabar. Secara matematis fungsi produksi dapat ditulis sebagai berikut (Doll and Orazem, 1984):

Y = f (X1, X2, ..., Xn) ... (1)

dimana Y adalah hasil produksi dan X1, X2, ..., Xn adalah faktor produksi-faktor

produksi yang berbeda yang terlibat dan ambil bagian dalam produksi Y. Simbol f menggambarkan bentuk hubungan dari faktor produksi menjadi hasil produksi. Dalam melihat perubahan dari produk yang dihasilkan sebagai akibat adanya perubahan penggunaan faktor produksi dalam fungsi produksi, dinyatakan dalam konsep elastisitas produksi.

Elastisitas produksi = dY/dX . X/Y, atau ... (2) Elastisitas produksi = Produk Marginal/Produk Rata-rata ... (3) Suatu fungsi produksi dapat dibagi ke dalam tiga daerah produksi (Gambar 1). Daerah tersebut dapat dibedakan berdasarkan elastisitas produksi yang lebih besar dari satu (daerah I), antara nol dan satu (daerah II), dan lebih kecil dari nol (daerah III). Daerah produksi I mempunyai nilai elastisitas produksi lebih dari satu, yang berarti bahwa penambahan faktor produksi sebesar satu persen akan menyebabkan penambahan produksi yang selalu lebih besar dari satu persen atau pada saat PM lebih besar dari PR. Keuntungan maksimum belum tercapai karena produksi masih dapat diperbesar dengan pemakaian faktor produksi yang lebih banyak. Karena itu, daerah I disebut sebagai daerah irrasional (Irrational Region atau Irrational Stage of Production). Syarat keharusan untuk tercapainya keuntungan maksimum adalah tingkat produksi yang terjadi harus berada pada daerah II dalam kurva fungsi produksi. Pada daerah ini elastisitas produksi bernilai antara nol dan satu atau pada saat PR lebih besar dari PM yang


(52)

25

kurang dari nol. Artinya setiap penambahan faktor produksi sebesar satu persen akan menyebabkan penambahan produksi paling tinggi satu persen dan paling rendah nol. Daerah ini dicirikan oleh penambahan hasil produksi yang

peningkatannya makin berkurang (diminishing/decreasing return). Pada tingkat

tertentu dari penggunaan faktor produksi di daerah ini akan memberikan keuntungan maksimum. Hal ini berarti bahwa penggunaan faktor produksi sudah

optimal. Oleh karena itu, daerah II disebut sebagai daerah rasional (Rational

Region atau Rational Stage of Production).

Gambar 1. Kurva Fungsi Produksi

A

B

C Y (produk)

X3

X2

X1

X (faktor produksi) X (faktor produksi) X2 X3

X1

PT

PR PM

I II III

PM, PR

Sumber: Doll and Orazem, 1984 dimana:

Titik A = Titik belok produksi


(53)

26

Titik C = Titik produksi marjinal

PT = Produksi Total

PR = Produksi Rata-rata

PM = Produksi Marjinal

Daerah III mempunyai elastisitas produksi lebih kecil dari nol atau PM sudah negatif, artinya setiap penambahan faktor produksi akan menyebabkan penurunan jumlah produksi yang dihasilkan. Daerah produksi ini mencerminkan bahwa pemakaian faktor produksi yang tidak efisien, sehingga daerah ini disebut

juga sebagai daerah irrasional (Irrational Region atau Irrational Stage of

Production).

Doll and Orazem (1984) juga menyatakan bahwa di dalam teori ekonomi produksi terdapat asumsi yaitu semua produsen berusaha untuk memaksimalkan keuntungan yang ingin diperolehnya. Hal ini dapat dilihat pada persamaan:

π = Hy . Y – Hx . X ... (4) Keuntungan maksimum dapat tercapai pada saat turunan pertama dari fungsi keuntungan di atas terhadap faktor produksinya sama dengan nol.

Hy . dY/dX – Hx = 0 ... (5) Hy . PMx = Hx ... (6) dimana:

Hy . PMx= NPMx

Hx = BKMx

Y = Hasil produksi

X = Faktor Produksi


(54)

27

Hx = Harga Faktor Produksi

PMx = Produksi Marjinal NPMx = Nilai Produk Marjinal BKMx = Biaya Korbanan Marjinal

Sehingga persamaan tersebut dapat ditulis menjadi:

NPMx = BKMx ... (7) Dalam proses produksi, keuntungan maksimal dapat tercapai saat Biaya Korbanan Marjinal (BKMx) sama dengan Nilai Produk Marjinal (NPMx). Artinya dengan menambah biaya sebesar satu persen akan meningkatkan penerimaan sebesar satu persen juga. Jika perbandingan NPMx dan BKMx sama dengan satu maka proses produksi sudah mencapai kombinasi optimal. Saat NPMx lebih kecil dari BKMx menunjukkan bahwa dalam proses produksi, kombinasi penggunaan faktor produksi sudah melewati batas. Sedangkan jika nilai perbandingan NPMx dan BKMx lebih besar dari satu maka kombinasi pemakaian faktor produksi masih kurang.

3.1.2. Permintaan Faktor Produksi dan Produksi Cengkeh

Pada pasar produk dan pasar faktor produksi yang bersaing sempurna, fungsi penawaran mencerminkan kuantitas produk yang ditawarkan sebagai fungsi dari harga produk dan harga faktor produksi. Suatu fungsi penawaran perusahaan yang memaksimumkan keuntungan dapat diturunkan dari fungsi

keuntungan yang dicapai melaui dua syarat yaitu syarat order pertama (first order

condition) dan syarat order kedua (second order condition). Menurut syarat order pertama, fungsi keuntungan akan maksimum jika turunan pertama dari fungsi tersebut terhadap faktor produksi sama dengan nol, berarti nilai produk marginal


(1)

XCDt1 = lag(XCDt);

HPUt1 = lag(HPUt);

NTKt1 = lag(NTKt);

HJRKt1= lag(HJRKt);

HXRKt1= lag(HXRKt);

/* create data baru */

HCDtf = HCDt1/HCDt;

HPUtd = ((HPUt-HPUt1)/HPUt1)*

100

;

HJRKta= HJRKt-HJRKt1;

HXRKtd= ((HXRKt-HXRKt1)/HXRKt1)*

100

;

NTKta = NTKt-NTKt1;

NTKtc = NTKt1/NTKt;

/* create deskripsi variabel */

LABEL THN ='TAHUN'

HCDt ='HARGA CENGKEH DOMESTIK'

HCDtf ='RASIO HCDt1 DENGAN HCDt'

HCXt ='HARGA CENGKEH EKSPOR'

HCIt ='HARGA CENGKEH IMPOR'

NTKt ='NILAI TUKAR Rp/US$'

NTKta ='SELISIH NTKt DENGAN NTKt1'

Lampiran 10. Lanjutan

NTKtc ='RASIO NTKt1 DENGAN NTKt'

HJRKt ='HARGA JUAL ROKOK KRETEK'

HJRKta ='SELISIH HJRKt DENGAN HJRKt1'

HXRKt ='HARGA EKSPOR ROKOK KRETEK'

HXRKtd ='RASIO (HXRKt-HXRKt1) DENGAN HXRKt1'

QCDt ='PRODUKSI CENGKEH'

ATCt ='AREAL TANAM CENGKEH'

YCDt ='PRODUKTIVITAS CENGKEH'

XCDt ='EKSPOR CENGKEH'

ICDt ='IMPOR CENGKEH'

SCDt ='PENAWARAN CENGKEH'

CCRt ='KONSUMSI CENGKEH'

QRKt ='PRODUKSI ROKOK KRETEK'

HPUt ='HARGA PUPUK'

HPUtd ='RASIO (HPUt-HPUt1) DENGAN HPUt1'

SBIt ='SUKU BUNGA'

DBPPCt ='DUMMY KEBIJAKAN TATANIAGA CENGKEH:1=BPPC,

0=TANPA BPPC'

Tt ='TREND WAKTU'

HCDt1 ='LAG DARI HCDt'

HCXt1 ='LAG DARI HCXt'

HCIt1 ='LAG DARI HCIt'

YCDt1 ='LAG DARI YCDt'

ATCt1 ='LAG DARI ATCt'

CCRt1 ='LAG DARI CCRt'

QRKt1 ='LAG DARI QRKt'

ICDt1 ='LAG DARI ICDt'

XCDt1 ='LAG DARI XCDt'

HXRKt1 ='LAG DARI HXRKt'

HJRKt1 ='LAG DARI HJRKt';

/* HCDt = HCDt*1.20; */


(2)

/* NTKt = NTKt*1.20; */

/* HPUt = HPUt*1.20; */

/* SBIt = SBIt*1.20; */

RUN

;

/*TITLE SIMULASI KENAIKAN HARGA CENGKEH DOMESTIK (HCDt) 20% THN

1999-2006;*/

/*TITLE SIMULASI KENAIKAN HARGA JUAL ROKOK KRETEK (HJRKt) 20% THN

1999-2006;*/

/*TITLE SIMULASI DEPRESIASI NILAI TUKAR RUPIAH (NTKt) 20% THN

1999-2006;*/

/*TITLE SIMULASI KENAIKAN HARGA PUPUK (HPUt) 20% THN 1999-2006;*/

/*TITLE SIMULASI KENAIKAN SUKU BUNGA (SBIt) 20% THN 1999-2006;*/

PROC

SIMNLIN

DATA=CENGKEH SIMULATE STATS;

ENDOGENOUS YCDt ATCt QCDt ICDt XCDt SCDt CCRt QRKt HCDt HCIt

HCXt;

INSTRUMENTS NTKt HJRKt HXRKt SBIt HPUt DBPPCt Tt HCDt1 HCXt1

HCIt1 YCDt1 ATCt1 CCRt1 QRKt1 ICDt1 XCDt1;

Lampiran 10. Lanjutan

PARM A0

20.59432

A1

0.000119

A2

0.000033

A3 -

0.58634

A4 -

0.86052

A5

4.474771

A6

13.48432

A7

0.128549

B0

150658.6

B1

0.259961

B2 -

44.6748

B3 -

344.156

B4 -

1775.11

B5 -

31117.5

B6

0.855379

C0

5680.138

C1 -

41.8252

C2 -

0.03774

C3 -

0.00024

C4

0.435373

C5 -

1040.19

C6

-

3634.28

C7

0.231185

D0 -

6674.94

D1

191.7693

D2

0.296799

D3

0.000031

D4 -

328.238

D5

336.7863

D6

0.201511

E0

13057.16

E1 -

1564.28

E2

0.334210

E3

797.5481

E4

0.024460

F0

46268.62

F1 -

0.21976

F2

2.089508

F3

21.12576

F4

2360.414

F5

0.503855

G0 -

3955.37

G1

16.68620

G2 -

0.00029

G3

0.931464

G4 -

2202.82

G5 -

9235.36

G6

0.658692

H0

10.48215

H1

0.000319

H2

0.002300

H3

0.676709

I0

0.884444

I1 -

0.00013

I2

0.894839

I3

0.738924

;

YCDt = A0 + A1*HCDt + A2*ATCt + A3*(((HPUt-HPUt1)/HPUt1)*

100

) +

A4*SBIt + A5*Tt + A6*DBPPCt + A7*YCDt1;

ATCt = B0 + B1*HCDt + B2*HPUt + B3*SBIt + B4*Tt + B5*DBPPCt +

B6*ATCt1;

ICDt = C0 + C1*HCIt + C2*NTKt + C3*QCDt + C4*CCRt + C5*Tt +

C6*DBPPCt + C7*ICDt1;

XCDt = D0 + D1*HCXt + D2*NTKt + D3*QCDt + D4*SBIt + D5*Tt +

D6*XCDt1;

CCRt = E0 + E1*(HCDt1/HCDt) + E2*QRKt + E3*Tt + E4*CCRt1;

QRKt = F0 + F1*HCDt + F2*(HJRKt-HJRKt1) +

F3*(((HXRKt-HXRKt1)/HXRKt1)*

100

) + F4*Tt + F5*QRKt1;

HCDt = G0 + G1*HCIt + G2*QCDt + G3*CCRt + G4*Tt + G5*DBPPCt +

G6*HCDt1;

HCIt = H0 + H1*ICDt1 + H2*(NTKt-NTKt1) + H3*HCIt1;

HCXt = I0 + I1*XCDt + I2*(NTKt1/NTKt) + I3*HCXt1;

QCDt = YCDt*ATCt;


(3)

SCDt = QCDt + ICDt - XCDt;

HCDt1 = lag(HCDt);

HCXt1 = lag(HCXt);

HCIt1 = lag(HCIt);

YCDt1 = lag(YCDt);

ATCt1 = lag(ATCt);

CCRt1 = lag(CCRt);

QRKt1 = lag(QRKt);

ICDt1 = lag(ICDt);

XCDt1 = lag(XCDt);

HPUt1 = lag(HPUt);

NTKt1 = lag(NTKt);

HJRKt1= lag(HJRKt);

HXRKt1= lag(HXRKt);

RANGE THN=

1999

TO

2006

;

RUN

;

Lampiran 11. Hasil Simulasi Model Produksi, Konsumsi, dan Harga Cengkeh

Indonesia Tahun 1999-2006

SIMULASI KENAIKAN HARGA CENGKEH DOMESTIK (HCDt) 20% TAHUN 1999-2006

The SIMNLIN Procedure Dynamic Simultaneous Simulation Solution Range THN = 1999 To 2006

Actual Predicted Variable N Obs N Mean Std Dev Mean Std Dev

YCDt 8 8 165.5 19.8405 167.8 16.4233

ATCt 8 8 434476 14483.0 440144 17037.8

QCDt 8 8 72114375 10444625 74096028 9894738

ICDt 8 8 7670.1 10436.8 3335.0 3088.9

XCDt 8 8 7955.1 4073.1 7446.4 1655.9

SCDt 8 8 72114090 10432472 74091917 9890375

CCRt 8 8 95218.9 6488.5 93024.6 6246.0

QRKt 8 8 185728 14460.4 181640 13237.0

HCIt 8 8 1.3232 0.9116 24.6657 7.0177

HCXt 8 8 1.7574 0.5037 2.7077 0.4617

SIMULASI KENAIKAN HARGA PUPUK (HPUt) 20% TAHUN 1999-2006 The SIMNLIN Procedure

Dynamic Simultaneous Simulation Solution Range THN = 1999 To 2006

Actual Predicted Variable N Obs N Mean Std Dev Mean Std Dev


(4)

YCDt 8 8 165.5 19.8405 165.0 16.8524

ATCt 8 8 434476 14483.0 393602 9526.0

QCDt 8 8 72114375 10444625 65002222 7500569

ICDt 8 8 7670.1 10436.8 6835.8 2451.1

XCDt 8 8 7955.1 4073.1 7129.2 1594.2

SCDt 8 8 72114090 10432472 65001928 7496710

CCRt 8 8 95218.9 6488.5 94588.9 5008.4

QRKt 8 8 185728 14460.4 185309 9631.7

HCDt 8 8 35916.8 18053.0 35242.9 4844.1

HCIt 8 8 1.3232 0.9116 26.8638 8.2259

HCXt 8 8 1.7574 0.5037 2.8085 0.5097

SIMULASI KENAIKAN SUKU BUNGA (SBIt) 20% TAHUN 1999-2006 The SIMNLIN Procedure

Dynamic Simultaneous Simulation Solution Range THN = 1999 To 2006

Actual Predicted Variable N Obs N Mean Std Dev Mean Std Dev

YCDt 8 8 165.5 19.8405 165.2 17.6681

ATCt 8 8 434476 14483.0 427031 15256.7

QCDt 8 8 72114375 10444625 70763839 9922013

ICDt 8 8 7670.1 10436.8 5341.0 3058.8

XCDt 8 8 7955.1 4073.1 7085.2 1930.4

SCDt 8 8 72114090 10432472 70762095 9917224

CCRt 8 8 95218.9 6488.5 94911.9 5236.6

QRKt 8 8 185728 14460.4 186340 10318.3

HCDt 8 8 35916.8 18053.0 32354.7 4126.0

HCIt 8 8 1.3232 0.9116 26.0850 7.7732

HCXt 8 8 1.7574 0.5037 2.8506 0.4919


(5)

Lampiran 11. Lanjutan

SIMULASI KENAIKAN HARGA JUAL ROKOK KRETEK (HJRKt) 20% TAHUN 1999-2006

The SIMNLIN Procedure Dynamic Simultaneous Simulation Solution Range THN = 1999 To 2006

Actual Predicted Variable N Obs N Mean Std Dev Mean Std Dev

YCDt 8 8 165.5 19.8405 166.0 17.0415

ATCt 8 8 434476 14483.0 427887 15159.3

QCDt 8 8 72114375 10444625 71181751 9672778

ICDt 8 8 7670.1 10436.8 5258.5 3009.9

XCDt 8 8 7955.1 4073.1 7344.0 1662.0

SCDt 8 8 72114090 10432472 71179666 9668298

CCRt 8 8 95218.9 6488.5 94984.9 5198.0

QRKt 8 8 185728 14460.4 186553 10205.0

HCDt 8 8 35916.8 18053.0 32226.1 4122.5

HCIt 8 8 1.3232 0.9116 26.0233 7.7484

HCXt 8 8 1.7574 0.5037 2.7431 0.4808

SIMULASI DEPRESIASI NILAI TUKAR RUPIAH (NTKt) 20% TAHUN 1999-2006

The SIMNLIN Procedure Dynamic Simultaneous Simulation Solution Range THN = 1999 To 2006

Actual Predicted Variable N Obs N Mean Std Dev Mean Std Dev

YCDt 8 8 165.5 19.8405 165.7 17.0401

ATCt 8 8 434476 14483.0 427786 15117.8

QCDt 8 8 72114375 10444625 71156317 9663214

ICDt 8 8 7670.1 10436.8 5187.0 2959.5

XCDt 8 8 7955.1 4073.1 7951.6 1586.1

SCDt 8 8 72114090 10432472 71153552 9658861

CCRt 8 8 95218.9 6488.5 94945.1 5239.0

QRKt 8 8 185728 14460.4 186437 10320.5

HCDt 8 8 35916.8 18053.0 32115.4 4080.0

HCIt 8 8 1.3232 0.9116 25.4224 7.7065


(6)

HCXt 8 8 1.7574 0.5037 2.5289 0.4198