BAB V MANUSIA DAN PERADABAN
A. PENGERTIAN
Hingga kini, banyak pakar masih memperdebatkan perbedaan pendapat tentang dua istilah, yakni kebudayaan dan peradaban. Hal ini seringkali
menimbulkan kerancuan atau kebingungan karena di satu sisi kedua hal tersebut dicampuradukkan, namun di sisi lain keduanya terkadang
bertentangan satu sama lain;
Selo Soemardjan dan Soelaeman Soenardi, dalam bukunya Setangkai Bunga Sosiologi 1964, merumuskan kebudayaan
sebagai semua hasil karya, cipta, dan rasa masyarakat. Menurut Koentjaraningrat, kebudayaan adalah keseluruhan manusia dari
kelakuan dan hasil yang harus didapatkannya dengan belajar, dan semua itu tersusun dalam kehidupan masyarakat.
Sedangkan peradaban didefinisikan oleh Huntington sebagai sebuah identitas terluas dari budaya, yang teridentifikasi melalui
unsur-unsur obyektif umum, seperti bahasa, sejarah, agama, kebiasaan, institusi, maupun melalui identifikasi diri yang
subyektif.
Berangkat dari definisi ini, maka masyarakat Amerika –khususnya Amerika Serikat- dan Eropa yang sejauh ini disatukan oleh bahasa,
budaya dan agama dapat diklasifikasikan sebagai satu peradaban, yakni “peradaban barat”.
Mengenai pertentangan antara budaya Barat dan budaya Timur, Kun Maryati dan Juju Suryawaty mengatakan:
“Dalam masyarakat dunia, ada pandangan yang menganggap budaya Barat sebagai budaya progresif atau maju yang sarat
dengan kedinamisan hot culture. Sebaliknya, budaya Timur diidentikkan dengan budaya yang dingin dan kurang dinamis cold
culture. Pertentangan ini cenderung Eropa-sentris sehingga mengakibatkan westernisasi di berbagai bidang kehidupan”.
Jika kita cermati, kata peradaban dalam bahasa Indonesia berkonotasi dengan pengertian adab, kesopanan, kesantunan serta
kehalusan. Sedangkan budaya dalam pengertian yang lazim diartikan sebagai seluruh hasil cipta, rasa dan karsa manusia.
Dalam konteks ini budaya melingkupi seluruh aspek kehidupan manusia. Dunia melayu menggunakan kata tamadun untuk
memaknai peradaban, sebuah kata yang berakar pada bahasa Arab.
Menurut penjelasan „Effat al Sharqawi, pembedaaan antara kebudayaan dan peradaban dalam bahasa arab bisa ditelusuri dari
makna hadharah, tsaqafah dan madaniah. Hadharah berakar pada
kata hadhara yang berarti hadir, hadir dalam kondisi baik. Di sini termuat indikasi ruang dan kebaikan. Hadharah berarti hidup
menetap di kota sebagai lawan dari badw yang berarti desa, dusun, pengembara. Tsaqafah berkonotasi dengan aspek ide. Tsaqafah
berakar pada pengertian memahami secara mendalam, orang yang cerdik dan cermat dan cepat belajar. Sedangkan madaniyah terkait
dengan aspek-aspek kehidupan kota, madinah. Sa id Hawwa dalam bukunya “Agar Kita Tidak Dilindas Zaman”
‟ menggunakan tiga terminologi hadharah, tsaqafah dan madaniyah
untuk merujuk makna yang berbeda-beda. Hadharah adalah kata terluas untuk mengacu pada aspek sosio-historis kelompok
manusia. Sisi spiritual, nilai, seni, ilmu diwakili oleh tsaqafah. Sedangkan aspek material diwakili oleh kata madaniyah.
Dalam bahasa
Inggris dibedakan
antara “culture” dan “civilization”. Culture berakar pada
pertanian, yang kemudian dimaknai sebagai bentuk ungkapan semangat mendalam suatu masyarakat, mencirikan apa yang
dirindukan oleh manusia, yang terefleksi pada seni, moral dan religi. Civilization berakar pada civitas kota, civility kesopanan,
yang kemudian dimaknai sebagai manifestasi kemajuan mekanis teknologis, mencirikan apa yang digunakan oleh manusia, yang
terefleksi pada politik, ekonomi dan teknologi. Menurut Will Durant, civilization is social order promoting cultural creation.
Dari paparan di atas dapat kita tarik suatu benang merah mengenai pembahasan tentang kebudayaan dan peradaban. Kebudayaan culture, tsaqafah
berakar pada ide mengenai nilai, tujuan, pemikiran yang ditransmisikan melalui ilmu, seni dan agama suatu masyarakat. Sedangkan peradaban hadharah,
civilization berakar pada ide tentang kota. Kemajuan material ilmu dan teknologi, aspek kehalusan, penataan sosial dan aspek kemajuan lain.
Ide utama yang terkandung dalam peradaban adalah kemajuan, perkembangan progress and development. Tetapi sebuah masyarakat memiliki
nilai-nilai, pemikiran-pemikiran dasar yang tetap, yang menjadi identitas kulturalnya. Nilai-nilai yang tidak hilang begitu saja ketika sebuah peradaban
mundur atau hancur. Yang terjadi adalah nilai-nilai itu menjadi tidak efektif secara sosial.
Kebudayaan dan peradaban merupakan aspek-aspek kehidupan sosial manusia. Sebuah deskripsi mengenai kontras-kontras antara kebudayaan dan
peradaban dijelaskan secara menarik oleh Alija Izebegovic dalam “Membangun Jalan Tengah”. Karena peradaban dan kebudayaan adalah dua aspek dalam
kehidupan manusia, ada interelasi antara keduanya. Sebagaimana interelasi antara aspek spiritual, mental dan material dalam diri manusia.
Sebuah peradaban mengalami siklus dalam ruang dan waktu. Ia mengalami pasang dan surut. Sedang kebudayaan lepas dari kontradiksi ruang dan
waktu. Ia memiliki ukuran tersendiri ukuran benar salah, tepat tidak atau berguna tidak di dunai pemikiran.
Dalam membangun peradaban kita tidak bisa begitu saja sekedar menumpuk-numpuk produk peradaban lain. Sebuah peradaban diukur dari
pencapaiannya.
Untuk membangun peradaban perlu adanya jaringan sosial atau inovasi sosial yang menciptakan pranata institusi sosial yang memungkinkannya
menerima dan mengembangkan produk-produk peradaban lain dalam konteks kebudayaan sendiri.
B. HAKIKAT HIDUP MANUSIA