Makna Seni Bagi Kehidupan Manusia

mau tidak mau menimbulkan kesukaran-kesukaran dalam analisis, lantaran kita tidak selalu bisa menarik garis sejajar antara, katakanlah, musik dan novel dengan konteks sosial atau politiknya. Seni benar-benar merupakan wilayah yang cair. Di dalamnya tidak ada satu model analisis atau teori yang dominan, yang menjelaskan hubungan seni dan masyarakat. Hal yang diminati adalah masalah hubungan-hubungan sosial di mana karya seni itu diproduksi. Ahli sosiologi melihat kepada peran para penjaga gawang para penerbit, kritikus, pemilik galeri dalam memperantarai seniman dan masyarakat; juga mengenai hubungan-hubungan sosial dan proses pengambilan keputusan di sebuah akademi seni atau perusahaan opera; atau mengenai hubungan antara produk-produk budaya tertentu misalkan, fotografi dan organisasi-organisasi sosial di mana karya itu dihasilkan Alder 1979. Titik beratnya, kendati tidak mesti eksklusif, seringkali adalah pada seni- seni pertunjukan perforating arts, dimana kompleksitas hubungan- hubungan sosial dianalisis. Di Inggris, seni-seni pertunjukan mendapat tempat kedua setelah literatur, yang menjadi fokus para sosiolog. Terkait dengan hakiki seni seperti itu, apa yang disebut pendekatan produksi-budaya itu acapkali mendapat kritik karena dianggap sering mengabaikan produk budaya itu sendiri. Karya seni dianggap sebagai objek yang sudah demikian adanya dan tidak perlu diperhatikan lagi isi, sifat simboliknya, atau konvensi-konvensi penyajiannya. Akan tetapi karya dalam tradisi Marxis ternyata mengakui pentingnya melihat novel, lukisan, atau film secara kritis dan analitis sebagaimana halnya kondisi-kondisi produksinya. Para ahli seni Marxis sudah bergerak dari metafora sederhana dan kurang mengena, yakni basis dan suprastruktur, yang mengandung bahaya sikap reduksionis ekonomi terhadap budaya, dan beranjak melihat literatur serta seni semata-mata sebagai pencerminan faktor-faktor kelas atau ekonomi. Karya pengarang kontinental Eropa Gramsci, Adorno, Althusser menjadi penting dalam penyernpurnaan model, dengan bertumpu pada level-level kelompok sosial antara kesadaran individual dan pengalaman pengarang, dan spesifikasi tekstual. Dalam hal yang terakhir tadi, dimasukkan pemikiran strukturalis, semiotik, dan psikoanalisis ke dalam perspektif yang lebih sosiologis, yang memungkinkan diperhatikannya hal-hal seperti narasi, imajinasi visual, teknik-teknik dan konvensi sinematik, dan kode-kode televise. Jadi, selain menunjukkan bahwa acara-acara baru di televisi, misalnya, diproduksi dalam konteks hubungan sosial kapitalis, pemerintah, atau pembiayaan keuangan tertentu, serta ideolagi profesional atau politik tertentu, tidak tertutup kemungkinan untuk melihat teks-nya dalam hal ini, acara televisi itu sendiri dan menganalisis berbagai hal, sebagai cara untuk menentukan makna-makna estetis, politis, ideologis lewat bermacam saluran-lewat kode-kode visual dan aural, komentar naratif, pengambilan sudut kamera, dan seterusnya. Pendekatan sosiologis terhadap seni telah mampu menunjukkan kesinambungan, dan hubungan kelas, perkembangan dan perpisahan antara seni tinggi dan budaya populer dan dengan demikian mengungkap sisi problematik dari konsepsi-konsepsi seni yang dimiliki oleh mereka yang mendukung dan membiayai kesenian, serta masyarakat secara keseluruhan termasuk juga para sosiolog-nya. Istilah cultural capital Bourdieu 1984, menunjukkan bahwa kelompok-kelompok sosial dominan menggunakan bentuk-bentuk budaya tertentu untuk mengamankan identitas mereka dari serbuan kelompok lain. Istilah ini berguna untuk menunjukkan sejarah dan kesinambungan produksi batas-batas dan penilaian estetika dalam budaya. Pertanyaannya sekarang, apa sebenarnya makna keberadaan sains, teknologi, dan seni bagi manusia? Secara ekonomik, kehadiran dan perkembangan Ipteks dapat menghasilkan kesejahteraan lahir material maupun psikhis bagi yang menikmatinya. Kemajuan budaya dan peradaban manusia tidak dapat dilepaskan dari kehadiran Ipteks dalam berbagai segmen kehidupan, mulai dari rumah tangga, organisasi, bisnis, pemerintahan, pertanian, budaya populer, dan sebagainya. Sebagaimana dikatakan Elly M. Setiadi 2010, dengan menggunakan berbagai Ipteks, manusia dapat memperoleh hasil, misalnya: 1 Penggunaan teknik nuklir, orang dapat membuat reaktor nuklir yang dapat menghasilkan zat-zat radio aktif, di mana zat ini dapat dimanfaatkan untuk maksud damai. Misalnya, untuk keperluan bidang kesehatan sinar rontgen, di bidang pertanian untuk memperbaiki bibit, untuk mendapatkan energi tinggi. 2 Penggunaan teknologi hutan, seperti kita ketahui, hutan mempunyai banyak fungsi kertas, industri kayu lapisbahan bangunan, berfungsi untuk tempat penyimpanan air, objek pariwisata, dan lain-lain. Sudah menjadi sifat dari kebanyakan manusia apabila telah terpenuhi satu keinginan maka akan timbul keinginan yang lain atau menambah apa yang telah tercapai. Sudah jamak terjadi bahwa setiap orang tidak ingin mengalami kesulitan, tetapi setiap orang akan berusaha dalam setiap langkah untuk mendapatkan kemudahan. Kemudahan itu didapatkan antara lain dengan penerapan perkembangan Ipteks. Misalnya antara lain: 1 Dengan teknik modern, dari teknik mengendalikan aliran air sungai, petani mendapatkan kemudahan dalam memperoleh air. Bendungan dapat dimanfaatkan untuk pembangkit tenaga listrik. Alat rumah tangga elektronik mempermudah ibu-ibu rumah tangga dalam melaksanakan tugasnya. 2 Dengan teknik modern dapat dibuat bermacam-macam media pendidikan, seperti OHP, slide, fiIm setrip, TV, CCTV, dan lain-lain yang dapat mempermudah para pendidik dalam melaksanakan tugasnya. Sejauh ini, Ipteks memungkinkan terjadinya perkembangan keterampilan dan kecerdasan manusia. Hal ini karena dengan perkembangan Ipteks memungkinkan tersedianya sarana dan prasarana penunjang kegiatan ilmiah; dan meningkatnya kesejahteraan, kemakmuran, dan kesehatan masyarakat.

A. DAMPAK PENYALAHGUNAAN IPTEKS PADA KEHIDUPAN SOSIAL DAN BUDAYA

Meskipun di muka dikatakan bahwa kehadiran Ipteks mampu menelurkan kesejahteraan, kemakmuran, dan kesehatan umat manusia, namun hal itu tidak bersifat absolute. Sebab dalam kenyataannya tidak sepenuhnya Ipteks dimanfaatkan optimal sesuai fungsinya. Kalaupun dimanfaatkan, terkadang manusia melampaui batas kemampuan Ipteks itu sendiri. Sudah jamak terjadi penyalahgunaan Ipteks dalam kehidupan sehari-hari sehingga selain merugikan diri sendiri, juga merugikan orang lain dan lingkungan hidup. Penyalahgunaan sains tentang kloning misalnya, yang semula hanya terbatas pada flora dan fauna, apabila diterapkan kepada manusia akan sangat membahayakan kehidupan dunia. Penguasaan sains kloning oleh manusia jahat yang tidak bertanggung jawab akan berdampak serius. Misalnya apabila hal itu diterapkan untuk mengkloning para penjahat ulung, dampaknya akan sangat mengerikan. Itulah sebabnya mengapa sains kloning banyak mendapat tentangan dari berbagai elemen masyarakat dan tokoh-tokoh agama maupun budaya di seluruh dunia. Penggunaan teknologi yang berlebihan seperti teknologi nuklir misalnya juga berdampak buruk bagi kehidupan manusia. Selain digunakan untuk persenjataan yang bersifat memusnahkan kehidupan, teknologi nuklir untuk kepentingan energi terbarukan juga membahayakan manusia. Bukti tentang itu sudah cukup banyak, misalnya tragedi Cernobyl di Rusia, serta meledaknya reaktor nuklir di Jepang akibat terkena gempa dan tsunami yang dahsyat sehingga memakan korban puluhan ribu manusia dan dampak lingkungan yang amat buruk. Penyalahgunaan teknologi permesinan yang berlebihan juga telah berdampak banyak hal, selain menghadirkan polusi, juga kerusakan lingkungan di berbagai belahan dunia, termasuk di Indonesia. Akan halnya dengan seni, apabila disalahgunakan. juga berdampak buruk bagi kehidupan. Penyalahgunaan seni yang paling menonjol adalah dihadirkannya pornografi di dunia anak-anak dan generasi muda. Meskipun secara sosial kehadiran seni pornografi di kalangan muda digolongkan sebagai kejahatan, bukan sebagai pelanggaran, namun sanksi yang diberikan secara hukum sering kali tidak mampu mencegahnya. Berdasarkan ketiga contoh di muka menjadi jelas bahwa dampak penyalahgunaan Ipteks tidak membawa kemaslahatan apa pun bagi kehidupan sosial budaya manusia. Bahkan cenderung merusaknya, padahal, apabila dicermati secara serius, sebetulnya Ipteks adalah produk unggul adiluhung budaya manusia. Oleh karena itu diperlukan kesadaran bersama agar Ipteks memberikan sebesar-besar manfaat kepada manusia, bukan sebaliknya.

B. PROBLEMATIKA PEMANFAATAN IPTEKS DI INDONESIA

Secara melembaga, melalui Kementerian Ristek dan perguruan tinggi, pengembangan Ipteks dilaksanakan secara terorganisasi, rutin, dan dibiayai melalui APBN. Artinya secara tidak langsung rakyat telah membiayai kemaju Ipteks. Akan tetapi tidak semua hasil pengembangan Iptek di Indonesia dapat dinikmati oleh masyarakat. Dengan kalimat lain pernanfaatan Ipteks di Indonesia belum merata dan belum sepenuhnya memberikan manfaat optimal. Terdapat beberapa problematika pemanfaatan Ipteks di Indonesia. Problematika tersebut antara lain berikut ini.

1. Tingkat pendidikan yang tidak merata

Apresiasi terhadap Ipteks dan pemanfaatannya sangat ditentukan oleh tingkat pendidikan seseorang. Makin tinggi pendidikan seseorang, makin baik apresiasi dan kemampuan untuk memanfaatkan Ipteks secara benar dan optimal. Akan tetapi diketahui, tingkat pendidikan masyarakat belum sepenuhnya merata. Sementara diketahui pada umumnya masyarakat adalah pengguna user, bukan orang yang paharn betul tentang Ipteks, maka hasilnya dapat dilihat, misalnya, teknologi mesin sepeda motor yang sudah terukur pemanfaatannya, yakni untuk muatan