Dua sarjana Antropologi Al Kroeber dan C Kluckhon pernah mengumpulkan sebanyak mungkin definisi tentang kebudayaan, ternyata
bahwa ada paling sedikit 160 buah definisi, ke 160 buah definisi itu, kemudian mereka analisa, dicari latar belakang, prinsip beberapa tipe
definisi antara lain :
1 E. B. Tylor, budaya adalah suatu keseluruhan kompleks yang
meliputi pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, keilmuan, hukum, adat istiadat, dan kemampuan yang lain serta kebiasaan yang
didapat oleh manusia sebagai anggota masyarakat.
2 R. Linton, kebudayaan dapat dipandang sebagian konfigurasi tingkah
laku yang dipelajari dan hasil tingkah laku dipelajari, di mana unsur pembentuknya didukung dan diteruskan oleh anggota masyarakat
lainnya.
3 Koentjaraningrat, mengartikan bahwa kebudayaan adalah
keseluruhan sistem gagasan, milik diri manusia dengan belajar.
4 Selo Soemardjan dan Soelaeman Soemardi, mengatakan bahwa
kebudayaan adalah semua hasil karya, rasa dan cipta masyarakat.
5 Herkovits, kebudayaan adalah bagian dari lingkungan hidup yang
diciptakan oleh manusia. Dengan demikian, kebudayaan atau budaya menyangkut keseluruhan
aspek kehidupan manusia baik material maupun non-material. Sebagian besar ahli yang mengartikan kebudayaan seperti ini kemungkinan besar
sangat dipengaruhi oleh pandangan evolusionisme, yaitu suatu suatu teori yang mengataakan bahwa kebudayaan itu akan berkembang dari tahapan
yang sederhana menuju tahapan yang lebih kompleks.
2. Tiga Wujud Kebudayaan
Pengarang buku ini setuju sekali dengan pendapat seorang ahli sosiologi, Talcott Parsons yang bersama dengan seorang ahli antropologi
A.L. Kroeber pernah menganjurkan untuk membedakan secara tajam wujud kebudayaan sebagai suatu sistem dari ide-ide dan konsep-konsep
dari wujud kebudayaan sebagai suatu rangkaian tindakan dan aktivitas manusia yang berpola.
10
Maka, serupa dengan J.J. Honigmann yang dalam buku pelajaran antropologinya yang berjudul The World of Man
1959 : hlm. 11 – 12 membedakan adanya tiga “gejala kebudayaan”, yaitu 1 ideas, 2 activities, dan 3 artifacts, pengarang berpendirian
bahwa kebudayaan itu ada tiga wujudnya, yaitu :
1. Wujud kebudayaan sebagai suatu komplek dari ide-ide, ggasan,
nilai-nilai, norma-norma, peraturan dan sebagainya.
2. Wujud kebudayaan sebagai suatu komplek aktivitas serta tindakan
berpola dari manusia dalam masyarakat.
3. Wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia.
Wujud pertama adalah wujud ideal dari kebudayaan. Sifat-sifatnya
abstrak, tak dapat diraba atau difoto. Lokasinya ada di dalam kepala- kepala, atau dengan perkataan lain, dalam alam pikiran warga
masyarakat tadi menyatakan gagasan mereka tadi dalam tulisan, maka lokasi dari kebudayaan ideal penulis warga masyarakat bersangkutan.
Sekarang kebudayaan ideal juga banyak tersimpan dalam disk, arsip, koleksi micro film dan mikrofish, kartu komputer, silinder, dan pita
komputer. Ide-ide dan gagasan-gagasan manusia banyak yang hidup bersama
dalam suatu masyarakat, memberi jiwa kepada masyarakat itu. Gagasan- gagasan itu tidak berada lepas satu dari yang lain, melainkan selalu
berkaitan, menjadi suatu sistem. Para ahli antropologi dan sosiologi menyebut sistem ini sistem budaya, atau cultural system. Dalam Bahasa
Indonesia terdapat juga istilah lain yang sangat tepat untuk menyebut wujud ideal dari kebudayaan ini, yaitu adat, atau adat-istiadat untuk
bentuk jamaknya. Wujud kedua dari kebudayaan yang disebut sistem sosial atau
social system, mengenai tindakan berpola dari manusia itu sendiri. Sistem sosial ini terdiri dari aktivitas-aktivitas manusia-manusia yang
berinteraksi, berhubungan, serta bergaul satu dengan lain dari detik ke
detik, dari hari ke hari, dan dari tahun ke tahun, selalu menurut pola-pola tertentu yang berdasarkan adat tata kelakuan. Sebagai rangkaian aktivitas
manusia-manusia dalam suatu masyarakat, sistem sosial itu bersifat konkret, terjadi di sekeliling kita sehari-hari, bisa diobservasi, difoto, dan
didokumentasi.
Wujud ketiga dari kebudayaan disebut kebudayaan fisik, dan tak memerlukan banyak penjelasan. Karena berupa seluruh total dari hasil
fisik dari aktivitas, perbuatan, dan karya semua manusia dalam masyarakat, maka sifatnya paling konkret, dan berupa benda-benda atau
hal-hal yang dapat diraba, dilihat, dan difoto. Ada benda-benda yang sangat besar seperti pabrik baja : ada benda-benda yang amat kompleks
dan canggih, seperti komputer berkapasitas tinggi; atau benda-benda yang besar dan bergerak, suatu kapal tangki minyak; ada bangunan hasil
seni arsitek seperti suatu candi yang indah; atau ada pula benda-benda kecil seperti kain batik, atau yang lebih kecil lagi, yaitu kancing baju.
Ketiga wujud dari kebudayaan terurai diatas, dalam kenyataan kehidupan masyarakat tentu tak terpisah satu dengan lain. Kebudayaan
ideal dan adat istiadat mengatur dan memebri arah kepada tindakan dan karya manusia. Baik pikiran-pikiran dan ide-ide, maupun tindakan dan
karya manusia, menghasilkan benda-benda kebudayaan fisiknya. Sebaliknya, kebudayaan fisik membentuk suatu lingkungan hidup
tertentu yang makin lama makin menjauh manusia dari lingkungan alamiahnya sehingga mempengaruhi pula pola-pola perbuatannya,
bahkan juga cara berpikirnya. Sehubungan ketiga wujud dari kebudayaan tadi erat berkaitan, toh
untuk keperluan analisa perlu diadakan pemisahan yang tajam antara tiap-tiap wujud itu. Hal ini sering dilupakan; tidak hanya dalam diskusi-
diskusi atau dalam pekerjaan sehari-hari ketiga wujud dari kebudayaan tadi sering dikacaukan, melainkan juga dalam analisa ilmiah oleh para
sarjana yang menamakan dirinya ahli kebudayaan atau ahli masyarakat,
dan sering tidak dapat dibuat pemisahan yang tajam antara ketiga hal terurai di atas.
Seorang sarjana antropologi dapat meneliti hanya sistem budaya, atau adat dari suatu kebudayaan tertentu. Dalam pekerjaan itu ia akan
mengkhususkan perhatiannya terutama pada cita-cita, nilai-nilai budaya, dan pandangan hidup, norma-norma dan hukum, pengetahuan dan
keyakinan dari manusia yang menjadi warga masyarakat yang bersangkutan. Ia dapat juga meneliti tindakan, aktivitas-aktivitas dan
karya manusia itu sendiri, tetapi dapat juga mengkhususkan perhatiannya pada hasil dari karya manusia yang bisa berupa benda peralatan, benda
kesenian, atau bangunan-bangunan. Semua unsur kebudayaan dapat dipandang dari sudut ketika wujud
masing-masing tadi. Sebagai contoh dapat kita ambil misalnya Universitas A. sebagai sualu lembaga pendidikan tinggi, universitas
tersebut merupakan suatu unsur dalam rangka kebudayaan Indonesia sebagai keseluruhan. Maka oleh karena itu universitas dapat merupakan
suatu unsur kebudayaan yang ideal, yang pada khususnya terdiri dari cita-cita universitas, norma-norma untuk para karyawan, dosen atau
mahasiswanya, aturan ujian, pandangan-pandangan, baik yang bersifat ilmiah maupun yang populer, dan sebainya. Sebaliknya, Iniversitas
Ajuga terdiri dari suatu rangkaian aktivitas dan tindakan dimana manusia saling berhubungan atau berinteraksi dalam hal melaksanakan berbagai
macam hal. Ada orang yang memberi kuliah, ada lainnya yang mendengarkan dan mencatat kuliah-kuliah tadi, ada orang yang menguji,
ada lainnya yang mencoba menjawab pertanyaan-pertanyaan ujian tadi, ada orang yang mengetik surat-surat, lainnya lagi mengatur buku, dan
sebagainya. Namun, lepas dari itu semua, orang dapat juga mengadakan penelitian tentang Universitas A tanpa memperhatikan hal-hal tersebut di
atas. Ia hanya memperhatikan universitas sebagai himpunan benda fisik yang harus diinventarisasi. Itulah sebabnya ia
hanya melihat Universitas A sebagai suatu suatu kompleks gedung- gedung, ruang-ruang, sekumpulan meja tulis, komputer, timbunan-
timbunan dan alat-alat lainnya saja.
3. Unsur-Unsur Kebudayaan Universal