Manusia dan Keadilan PEMAHAMAN KONSEP – KONSEP MANUSIAWI

BAB IV PEMAHAMAN KONSEP – KONSEP MANUSIAWI

A. Manusia dan Keadilan

Keadilan adalah pengakuan dan perlakuan yang seimbang antara hak dan kewajiban. Jika kita mengakui hak hidup kita, maka mau tidak mau kita wajib untuk mempertahankan hak hidup itu dengan bekerja keras tanpa merugikan orang lain. Sebab orang lain pun memiliki hak hidup yang sama dengan kita. Jadi, keadilan pada dasarnya terletak pada keseimbangan atau keharmonisan antara menuntut hak dan menjalankan kewajiban. Setiap harinya kehidupan manusia selalu dihadapkan dengan masalah keadilan dan ketidakadilan. Oleh karena itu, permasalahan keadilan dan ketidakadilan tidak pemah surut mengilhami kreativitas manusia untuk berimajinasi. Maka terciptalah berbagai bentuk karya seni, seperti: seni drama, puisi, novel, musik, film, lukis dan sebagainya. Karya-karya sastra seperti: Mahabarata, Ramayana, Marsinah Menggugat, Kabut Sutra Ungu, Ponirah Terpidana, Roro Mendud, Siti Nurbaya, Bekisar Merah adalah cerita-cerita yang berimplikasi pada nuansa keadilan dan ketidakadilan. Dalam Islam keharusan untuk menjaga kebenaran dan keadilan telah diperintah oleh Allah dalam al-Quran, Surat An-Nisaa, Ayat 105 berikut, yang artinya: Sesungguhnya Kami telah menurunkan kitab kepadamu dengan membawa kebenaran, supaya kamu mengadili antara manusia dengan apa yang telah Allah wahyukan kepadamu, dan janganlah kamu menjadi penantang orang-orang yang tidak bersalah, karena membela orang-orang yang khianat. Sementara itu, dalam ajaran Konghucu disebutkan bahwa keadilan dapat terwujud jika setiap anggota masyarakat bisa men - jalankan fungsi dan peranannya masing-masing. Tokoh-tokoh filsafat seperti Plato dan Aristoteles juga tidak mau ketinggalan untuk melontarkan konsep keadilan tersebut. Plato pernah mengatakan bahwa keadilan dan hukum merupakan substansi rohani umum dari masyarakat yang membuat dan menjaga kesatuannya. Sedangkan, Aristoteles berpendapat keadilan akan terlaksana bilamana hal -hal yang sama diperlakukan secara sama, dan hal-hal yang tidak sama diperlakukan secara tidak sama pula justice is done when equals are treated equally. Berdasarkan macamnya keadilan dapat dibedakan menjadi tiga macam: keadilan legal moral, lebih cocok dengan pendapat Plato; keadilan distributif seperti pendapat Aristoteles; keadilan komunikatif adalah keadilan yang bertujuan memelihara pertahanan, ketertiban masyarakat dan kesejahteraan umum. Keadilan sudah menjadi masalah universal, namun tidak menarik untuk diperbincangkan jika dibanding dengan masalah ketidakadilan. Karena dalam kenyataannya keadilan menunjukkan keragaman persepsi, implementasi atau pun upaya pemenuhannya. Keragaman semacam itu bisa jadi tidak akan ditemukan dalam hal ketidakadilan. Ketidaka dilan dalam suatu masyarakat seringkali dibiarkan begitu saja oleh anggota masyarakat yang bersangkutan. Kendati banyak teori membuktikan kalau ketidakadilan merupakan akibat logis dari suatu sistem yang berlaku, baik ekonomi, sosial, atau pun politik dalam suatu masyarakat. Akan tetapi, berbagai praktik ketidakadilan ini sering ditolak oleh anggota masyarakat yang merasakannya. Dengan demikian, bisa dikatakan bahwa penolakan ter-hadap praktik-praktik ketidakadilan telah jadi suatu nilai universal, yang berarti diikuti oleh hampir semua masyarakat yang ada di dunia ini. Isu ketidakadilan juga telah menjadi isu menarik untuk memunculkan gerakan protes oleh kelompok-kelompok tertentu, misalnya: kasus Munir, Prita Mulyasari, maupun Bibit-Candra dan lain-lain. Kenyataan ketidakadilan ini sering mengusik nurani seniman untuk berbuat sesuatu sesuai kapasitasnya sebagai seniman, misalnya Ratna Sarumpait dengan Nyanyian Bawah Tanah, Rendra dengan puisi-puisi Reformasinya, Bob The Geldof dengan We Are The World, Kantatatakwa dan para musisi reformis lain dengan syair-syair reformisnya, dalam bidang perfilman Ponirah Terpidana, Laskar Pelangi, dan lain-lain.

B. Manusia dan Penderitaan