Hal ini diasumsikan walaupun anak balita berusia 36-59 bulan disebut sebagai konsumen aktif yang dapat memlilih makanan yang disukainya dan juga lebih aktif
dalam bermain serta lebih sering kontak dengan lingkungan sekitar akan tetapi hal ini tidak membuat resiko terjadinya penyakit diare pada anak balita berusia 36-59 bulan
lebih besar dibandingkan dengan anak balita berusia 12-35 bulan. Jika dilihat dari faal kerja alat tubuh semestinya anak balita berusia 12-35 bulan dan anak balita
berusia 36-59 bulan tidak jauh berbeda. Demikian juga dengan makanannya, bahwa anak balita berusia 12-35 bulan dan anak balita berusia 36-59 bulan sudah menerima
makanan padat seperti orang dewasa sehingga umur bukan sebagai faktor resiko dalam penelitian ini.
16
Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Asny Olyfta di Kelurahan Tanjung Sari Kecamatan Medan Selayang tahun 2010 dengan desain cross sectional
menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara umur dengan kejadian diare pada anak balita, dengan nilai p = 0,127.
25
6.2.2. Hubungan Jenis Kelamin dengan Kejadian Diare Pada Anak Balita
Berdasarkan hasil penelitian dapat dilihat bahwa proporsi diare pada anak balita yang berjenis kelamin laki-laki yaitu 38,2, sedangkan anak perempuan yaitu
31,0 Tabel 5.10..
Universitas Sumatera Utara
Gambar 6.3. Diagram Bar Tabulasi Silang Antara Jenis Kelamin Anak Balita Dengan Kejadian Diare Pada Anak Balita di Wilayah Kerja
Puskesmas Matiti Tahun 2012 Hasil analisis statistik dengan uji Chi Square diperoleh nilai p = 0,424 p
0,05 yang menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara jenis kelamin anak balita dengan kejadian diare pada anak balita di wilayah kerja
Puskesmas Matiti tahun 2012. Ratio
Prevalence diare pada anak balita berjenis kelamin laki-laki dan perempuan adalah 1,230 dengan Confidence Interval CI 0,739-2,049. Hal ini
menunjukkan bahwa jenis kelamin bukan sebagai faktor risiko kejadian diare pada anak balita di wilayah kerja Puskesmas Matiti tahun 2012.
Penyakit diare tersebar di semua kelompok umur dengan insidensi tertinggi terdeteksi pada anak balita 1-4 tahun.
4
Akan tetapi jika dilihat berdasarkan jenis kelamin, kejadian diare pada anak laki-laki hampir sama dengan anak perempuan.
5
Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar tahun 2007 insidensi diare menurut jenis kelamin hampir sama, yaitu 8,9 pada laki-laki dan 9,1 pada perempuan.
9
Universitas Sumatera Utara
Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Amzal di Kecamatan Blang Pidie Kabupaten Aceh barat Daya tahun 2003 dengan desain cross sectional didapatkan
bahwa tidak ada hubungan antara jenis kelamin dengan kejadian diare pada anak balita, dengan nilai p = 0,115 p 0,05.
33
Hal ini juga sejalan dengan penelitian Zakaria 2005 di Kota Lhokseumawe Provinsi Nangroe Aceh Darussalam dengan desain penelitian case control
menunjukan tidak ada hubungan antara jenis kelamin anak balita dengan kejadian diare p = 0,568 p 0,05.
39
6.2.3. Hubungan ASI Eksklusif dengan Kejadian Diare Pada Anak Balita
Berdasarkan hasil penelitian dapat dilihat bahwa proporsi diare pada anak balita yang tidak mendapatkan ASI Eksklusif yaitu 36,1, sedangkan pada anak
balita yang mendapatkan ASI Eksklusif yaitu 25,0 Tabel 5.11..
Gambar 6.4. Diagram Bar Tabulasi Silang Antara Status ASI Eksklusif Anak Balita Dengan Kejadian Diare Pada Anak Balita di Wilayah Kerja
Puskesmas Matiti Tahun 2012 Berdasarkan hasil analisis statistik dengan uji Chi Square diperoleh nilai
p = 0,388 p 0,05 yang menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna
Universitas Sumatera Utara
antara status ASI eksklusif anak balita dengan kejadian diare pada anak balita di wilayah kerja Puskesmas Matiti tahun 2012.
Ratio Prevalence diare pada anak balita yang tidak ASI eksklusif dan yang
ASI eksklusif adalah 1,443 dengan Confidence Interval CI 0,593-3,511. Hal ini menunjukkan bahwa status ASI eksklusif bukan sebagai faktor resiko kejadian diare
pada anak balita di wilayah kerja Puskesmas Matiti tahun 2012. Meskipun demikian proporsi kejadian diare lebih besar pada anak balita yang tidak mendapat ASI
eksklusif 36,1 dibandingkan dengan anak balita yang mendapat ASI eksklusif 25,0.
ASI mampu memberikan perlindungan terhadap infeksi dan alergi serta merangsang perkembangan sistem kekebalan bayi itu sendiri. Dengan adanya zat anti
infeksi pada ASI maka bayi dengan ASI eksklusif akan terlindungi dari berbagai macam penyakit.
40
Dari responden ditemukan bahwa kebanyakan anak balita tidak diberikan ASI eksklusif sewaktu bayi. Sebagian besar ibu dari anak balita pada
daerah penelitian sebenarnya memberikan ASI ketika anak balitanya masih bayi, hanya saja mereka selalu memberikan tambahan selain ASI diantaranya adalah teh
putih, susu formula, bubur dan juga yang lainnya. Alasan ibu tidak memberikan ASI saja kepada anak balitanya sewaktu bayi adalah karena ibu khawatir bayi menangis
terus dan si ibu berpikir hal itu disebabkan karena bayi menginginkan makanan tambah lagi selain ASI. Padahal banyak hal yang menyebabkan bayi bisa menangis
contohnya : karena ngompol, sakit dan juga karena sebab lain. Selain itu, pengaruh keluarga dan tetangga juga mempengaruhi ibu supaya tidak memberikan ASI
eksklusif.
Universitas Sumatera Utara
Hal ini berbeda dengan penelitian Mey YS di Kota Sibolga tahun 2003 dengan desain case control didapatkan bahwa proporsi kejadian diare lebih besar
terjadi pada anak balita yang tidak mendapatkan ASI eksklusif yaitu 77,9. Hasil analisis statistik didapatkan nilai p = 0,006 p 0,05 yang berarti ada hubungan
antara status ASI Eksklusif dengan kejadian diare.
29
6.2.4. Hubungan Status Imunisasi dengan Kejadian Diare Pada Anak Balita