Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Amzal di Kecamatan Blang pidie Kabupaten Aceh barat Daya tahun 2003 dengan desain cross sectional
didapatkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara penyediaan air bersih dengan kejadian diare pada anak balita, dengan nilai p = 0,000 p 0,05.
33
6.2.11. Hubungan Ketersediaan Jamban dengan Kejadian Diare Pada Anak Balita
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa proporsi diare pada anak balita dengan ketersediaan jamban dalam kategori buruk yaitu 46,2 sedangkan pada anak
balita dengan ketersediaan jamban dalam kategori baik yaitu 24,4 Tabel 5.19..
Gambar 6.12. Diagram Bar Tabulasi Silang Antara Ketersediaan Jamban Dengan Kejadian Diare Pada Anak Balita di Wilayah kerja
Puskesmas Matiti Tahun 2012 Berdasarkan hasil analisis statistik dengan uji Chi Square diperoleh nilai
p = 0,016 p 0,05 yang menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara
ketersediaan jamban dengan kejadian diare pada anak balita di wilayah kerja Puskesmas Matiti tahun 2012.
Universitas Sumatera Utara
Ratio Prevalence diare pada anak balita dengan ketersediaan jamban dalam
kategori buruk dan ketersediaan jamban dalam kategori baik adalah 1,877 dengan Confidence Interval CI
1,106-3,184. Hal ini menunjukkan bahwa ketersediaan
jamban dalam kategori buruk merupakan faktor resiko kejadian diare pada anak balita di wilayah kerja Puskesmas Matiti tahun 2012. Artinya, anak balita dengan
ketersediaan jamban dalam kategori buruk kemungkinan beresiko mengalami diare 1,8 kali lebih besar dibandingkan anak balita dengan ketersediaan jamban dalam
kategori buruk. Pembuangan tinja yang tidak tepat dapat berpengaruh langsung terhadap
penyakit diare. Untuk mencegah kontaminasi tinja terhadap lingkungan, maka pembuangan kotoran manusia harus dikelola dengan baik pada jamban memenuhi
syarat kesehatan Haryoto,1983. Seperti yang diprediksi prevalensi diare paling tinggi terjadi pada anak yang tinggal di rumah tanpa akses air bersih dan yang
memakai fasilitas kakus di sungaikolamdanau 18,4.
4
Proporsi kejadian diare pada anak balita yang memiliki ketersediaan jamban dalam kategori buruk adalah 46,2 sedangkan pada anak balita yang memiliki
ketersediaan jamban dalam kategori baik adalah 24,6. Dalam penelitian ini ada sebanyak 7 keluarga 6,2 yang tidak memiliki jamban. Ada sebanyak 52 keluarga
46,0 yang memiliki ketersediaan jamban dalam kategori buruk atau yang tidak memenuhi syarat kesehatan. Hal ini disebabkan karena ada sebagian jamban yang
tidak memiliki septik tank sehingga kotoran dibuang bersamaan dengan saluran pembuangan air limbah, selain itu ada juga jamban yang jenisnya cemplungcupluk
dan juga beberapa jamban dalam keadaan tidak bersihkotor. Beberapa dari
Universitas Sumatera Utara
responden membiarkan anak balitanya buang air besar tidak menggunakan jamban tetapi membiarkannya buang air besar di halaman depan rumah maupun belakang
rumah. Dengan keadaan yang seperti ini dapat diasumsikan bahwa tingkat pencemaran di lingkungan rumah akan besar dan hal ini menjadi suatu faktor resiko
terhadap kejadian diare pada anak balita di wilayah kerja Puskesmas Matiti tahun 2012.
Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Mey Yati S 2003 di Kota Sibolga tahun 2003 dengan desain case control menunjukkan adanya hubungan yang
bermakna antara penggunaan jamban dengan kejadian diare pada balita dengan nilai p
= 0,000 p 0,05.
29
Universitas Sumatera Utara
BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN