Industri Mineral ISU STRATEGIS DAN TANTANGAN

82 83 Road Map Badan Geologi 2010-2025 Geology for Security and Welfare Tantangan bidang dan otoritas pemerintah kegeologi kedepan dalam menumbuhkan MBM antara lain adalah menjadi fasilitator utama dari seluruh proses penumbuhan gerakan MBM; berperan dalam mendorong, merinis, mengatur, merencanakan, memantau, dan mengevaluasi perkem- bangan program MMB; serta melayani kebutuhan seiap gerakan MBM sesuai kewenangannya. Instansi kegeologian harus; mampu merumuskan pengetahuan tentang potensi bencana menjadi pengetahuan prakis mas- yarakat setempat; mensosialisasikan pengetahuan tersebut baik secara langsung dalam kegiatan sosialisasi khusus, maupun idak langsung melalui berbagai media. Konsep dan format laihan keterampilan masyarakat dalam miigasi bencana sesuai jenis ancaman bencana yang dihadapi oleh masing wilayah masyarakat tersebut harus banyak dimotori oleh bidang geologi. Instansi kegeologian juga ditantang untuk mampu memenuhi dan men- dorong Pemerintah Daerah dalam penyediaan dan penyebarluasan peta KRB yang lebih rinci dan mudah dipahami oleh masyarakat; memberikan rekomendasi kepada Pemda dan masyarakat setempat tentang ancaman bencana geologis dan miigasinya; dan berkordinasi serta bekerjasama den- gan para pemangku kepeningan lainnya dalam menumbuh-kembangkan gerakan miigasi bencana mandiri.

3.5 Industri Mineral

Informasi hulu tentang sumber daya mineral yang menjadi otoritas bidang geologi merupakan sumber pengembangan industri mineral. Meskipun indus- tri mineral bukan merupakan prioritas Pembangunan Nasional 2010-2014, na- mun pengembangan industri mineral tetap pening oleh karena beberapa hal. Pertama, salah satu fokus sasaran pembangunan sektor ESDM periode 2010- 2014 adalah peningkatan pasokan mineral bersama-sama dengan peningka- tan pasokan energi sebagai jawaban terhadap isu pengelolaan sumber daya mineral dan batubara pada periode yang sama. Kedua, fakta bahwa hingga saat ini peran sektor mineral terhadap produk domesik bruto PDB masih cukup inggi rata-rata antara 1993-2005 sebesar 24,6 yang memberikan sekitar 9 dari total penerimaan negara. Berdasar data Departemen ESDM, penerimaan negara dari sektor pertambangan yang terdiri dari mineral dan batu bara, pada 2007 lalu, tercatat sebesar Rp 32,3 tri- liun atau melampaui target Rp 29,86 triliun. Dari jumlah penerimaan tersebut, sekitar 40 berasal dari industri mineral. Pada tahun 2009, perkiraan realisa- si penerimaan negara dari sektor ESDM tercatat sebesar Rp 235 triliun, naik 2,2 dari target penerimaan dalam APBN-P 2009 dimana kontribusi dari sektor pertambangan umum dengan mineral sebagai komidii utama adalah sebesar 51,58 trilyun atau 22. Industri mineral masih potensial sebagai penyumbang pendapatan negara. Khususnya beberapa jenis mineral, yaitu tembaga, emas, perak, imah, bauksit, nikel, dan granit sangat strategis untuk Indonesia. Aspek keiga alasan sumber daya mineral menjadi isu pening bidang geolo- gi adalah kenyataan masih terdapatnya berbagai masalah industri mineral yang berkaitan dengan persoalan isu pendapatan outcome dihadapkan pada per- soalan aset barang modal dan lingkungan. Terdapat pandangan yang menya- takan bahwa sumber daya pertambangan migas, batubara, mineral dan bahan galian bukanlah sumber pemasukan, namun harus dipandang sebagai aset atau barang modal yang berdampak pada perlakuan dalam perhitungan ekonomi yang berkaitan. Berkaitan dengan hal itu, persoalan kesejahteraan masyarakat di kawasan pertambangan, pencadangan nasional, dan kerusakan lingkungan menjadi problem utama dalam pengembangan industri mineral. Bidang geologi dituntut untuk berkontribusi terhadap pemecahan persoalan cadangan nasional dan pengelolaan lingkungan sumber daya mineral konservasi, dll. Didalam isu industri mineral atau isu peningkatan pasokan mineral ini ter- dapat sedikitnya empat isu lebih lanjut sebagai berikut: i ketersediaan data sum- ber daya mineral, 2 pencarian mineral langka dan mineral strategis, 3 konserva- si sumber daya mineral dan 4 alokasi sumber daya mineral. Ketersediaan data sumber daya mineral akan menentukan perkembangan insdutri pertamgangan dan industri berbasis mineral lainnya. Peningkatan status dari sumber daya men- jadi cadangan mineral pening untuk peningkatan investasi sektor pertamban- gan. Isu konservasi sumber daya mineral berkaitan dengan lingkungan, eisiensi cara pemambangan, dan penambangan tanpa izin PETI. Mineral langka dan mineral strategis sangat diperlukan untuk kebutuhan tertentu, sementara ke- pasian cadangannya masih menjadi permasalahan. Adapun alokasi sumber daya mineral yang saat ini belum sepenuhnya dapat diselesaikan berkaitan den- 84 85 Road Map Badan Geologi 2010-2025 Geology for Security and Welfare gan pencadangan dan ketahanan sumber daya mineral nasional. Keteresediaan data sumber daya mineral yang menjadi tanggungjawab bidang geologi membentang mulai dari penyelidikan umum, eksplorasi, sampai studi kelayakan dengan urutan penilaian mulai dari kerak bumi crustal, busur magmaik magmaic arc, jalur pembentukan mineral metallogenic, prospeksi prospecing, penemuan discovery, hingga ke evaluasi lapangan ield evalu- aion. Data yang diperlukan mulai dari penilaian kerak bumi sampai evaluasi lapangan semakin meningkat. Hasil akhir outcome yang dituntut dari bidang geologi adalah penilaian sumber daya resources dengan status mulai dari spekulaif hingga hipoteis; dan cadangan reserve dengan status mulai dari ter- duga, mungkin, dan terbuki; untuk seiap jenis mineral strategis dan atau pent- ing. Dalam penyediaan data dan penilaian assesment sumber daya mineral tersebut masih dijumpai sejumlah permasalahan. Data awal kerak bumi, busur magmaik sampai ke lajur mineralisasi pemben- tukan logam metallogenic secara umum sudah cukup tersedia, namun data dan informasi tentang konsep metallogenic yang lebih rinci, prospeksi hingga ke eval- uasi lapangan masih belum cukup memadai. Memang, cebakan bijih tembaga skala pertambangan oleh Freeport di Papua saat ini sulit ditemukan di tempat lain di Indonesia. Namun, beberapa jalur metallogenic cukup menjanjikan dan masih memerlukan peneliian lebih lanjut guna memperoleh data sumber daya hingga cadangan mineralnya secara lebih akurat. Ideniikasi magmaisme dan jalur metallogenic masih perlu diingkatkan disertai peneliian yang lebih rinci pada lokasi-lokasi yang sudah terdeliniasi. Magmaisme lajur imah zone Bukit Barisan, magmaisme busur Sunda, mag- naisme intrakoninen Kalimantan dan Natuna serta jalur metalogenik Sumat- era bagian Selatan masih memerlukan peneliian lebih lanjut berkenaan dengan konsep-konsep atau model-model pembentukan mineralnya masing-masing. Sementara itu, beberapa mineral pening, melipui logam mulia, logam dasar, dan bahan galian masih belum bertambah masing-masing nilai sumber daya dan cadangannya. Permasalahan sumber daya mineral Indonesia, terumata aspek penemuan sumber daya yang baru menjadi kekhawairan ke depan sebagaimana uraian da- lam Box 3.6. Gambar 3.13. Busur Magmaisme Indonesia Box 3.6. Kelangkaan Penemuan Baru Sumber Daya dan Cadangan Mineral Hasil peneliian Fraser Insitute sebagaimana dalam “Laporan Pemetaan Sektor Ekonomi Sektor Pertambangan” dari Direktorat Staisik dan Mon- eter, BPS, menyatakan bahwa prospek mineral di Indonesia menduduki per- ingkat 6 enam teratas di dunia. Namun, sebagaimana dinyatakan dalam laporan tersebut, sektor pertambangan dikhawairkan akan menghadapi kesulitan dalam mempertahankan kelangsungannya dalam jangka panjang yang disebabkan oleh idak adanya investasi baru yang cukup signiikan di sektor pertambangan; dan tanpa eksplorasi dan penemuan baru beberapa tahun ke depan produksi pertambangan, termasuk mineral, dikhawairkan akan menurun. Penemuan baru sumber daya dan cadangan mineral ma- sih menjadi permasalahan yang perlu segera mendapat pemecahan baik jangka pendek maupun jangka panjang terutama untuk tujuh jenis komodii mineral yang memberikan kontribusi pening bagi penerimaan negara dan investasi selama ini, yaitu: Timah, Nikel, Tembaga, Emas, Perak, Pasir Besi, dan Bauksit. Tidak ada penambahan sumber daya maupun cadangan yang signiikan untuk ketujuh komidii mineral tersebut dalam kurun waktu 2005- 2009. Miskinna penemuan baru sumber daya dan cadangan disebabkan oleh masih rendahnya kegiatan eksplorasi, terutama ekplorasi rinci di daerah terindikasi maupun eksplorasi umum pada daerah lajur mineralisasi. 86 87 Road Map Badan Geologi 2010-2025 Geology for Security and Welfare Sebagai contoh, data sumber daya logam dari tahun 2005 sampai 2008 menunjukkan bahwa perkembangan sumber daya logam emas dari tahun ke ta- hun hanya sedikit mengalami peningkatan, sedangkan cadangan melonjak cukup inggi dikarenakan adanya eksplorasi lebih deil secara lebih intensif pada daerah prospek yang sudah ada dibandingkan dengan penemuan daerah-daerah pros- pek baru. Untuk logam imah, pada periode yang sama cadangannya berkurang dikarenakan kurangnya kegiatan eksplorasi deil dan studi kelayakan pada daerah prospek. Adapun logam nikel pada periode 2006-2008 mengalami peningkatan sumber daya namun cadangannya berkurang disebabkan peningkatan produksi seiring dengan permintaan nikel dunua yang sangat inggi booming dan tanpa disertai penemuan cadangan baru. Untuk logam lainnya kondisinya bervariasi, namun secara umum idak ada peningkatan sumber daya atau cadangan yang berari dikarenakan masih kuran- gnya penemuan sumber daya baru dan rendahnya peningkatan cadangan dan studi kelayakan, kecuali untuk logam tembaga. Pada periode 2005-2008 cadan- ga logam tembaga meningkat. Permasalahan ketersediaan data sumber daya mineral yang direpresenta- sikan dalam bentuk status data sumber daya resources dan cadangan reserve Gambar 3.14. Status tahun 2009 dan perkembangan 2005-2008 tentang sumber daya dan cadangan mineral logam Emas, Timah, dan Nikel. berkaitan dengan serangkaian peneliian mulai dari survei, eksplorasi, propek- si, hingga studi kelayakan di lapangan maupun laboratorium yang masih belum memadai. Permasalahan di bidang penyediaan data sumber daya mineral ini berkaitan dengan masih rendahnya alokasi pembiayaan untuk peneliian, masih kurangnya sumber daya manusia, sarana dan prasarana teknologi , kebijakan, dan regulasi. Pencarian mineral langka dan mineral strategis adalah isu berikutnya dalam isu besar industri mineral. Beberapa dari mineral langka dapat menjadi strategis pada periode atau dihadapkan pada kebutuhan tertentu banyak negara terh- adapnya dan berkaitan dengan ketersediaannya di bumi yang sangat terbatas. Sebagai contoh, mineral Niobium, yang banyak digunakan oleh banyak negara pada peruh kedua abad 20 dan 80 kebutuhannya dipasok dari Brazil. Penger- ian mineral langka dapat berimpitan dengan pengerian mineral strategis. Mineral langka rare-earth minerals adalah mineral yang mengandung satu atau lebih unsur logam bumi atau tanah yang langka rare-earth ele- ments sebagai penyusun utamanya. Unsur alami yang langka ini sering juga disebut “logam tanah jarang” LTJ. Ytyrium sebagai unsur langka ditemukan pada hampir semua mineral langka. Mineral langka atau logam tanah jarang LTJ idak ditemukan di bumi sebagai unsur bebas melainkan dalam bentuk senyawa kompleks karbonat ataupun fosfat; asosiasi didalam kompleks bat- uan beku alkalin hingga per-alkalin. Endapan hidrotermal yang berasosiasi dengan magma alkalin juga mengandung sejumlah mineral langka. Bebera- pa mineral langka adalah: Aeschynite, Allanite, Apaite, Bastnäsite, Britholite, Brockite, Cerite, Fluocerite, Fluorite, Gadolinite, Monazite, Parisite, Sillwellite, Synchisite, Titanite, Wakeieldite, Xenoime, Zircon, Zirconolite Sumber: htp: en.wikipedia.org. Beberapa unsur langka LTJ yang diperoleh dari mineral langka adalah dalam kurung: simbol dan nomor atom:, Ytrium Y, 39, Lanthanum La, 57, Cerium Ce, 58, Praseodymium Py, 59, Neodymium Nd, 60, Promethium Pm, 61, Samarium Sm, 62, Europium Eu, 63, Gadolinium Gd, 64, Terbium Tb, 65, Dysprosium Dy, 66, Holmium Ho, 67, Erbium Er, 68, Thulium Tm, 69, dan Yterbium Yb, 70. Pada umumnya, unsur langka tersebut bersumber dari beber- apa mineral langka yang pening seperi: Bastnäsite, Monazite, dan Samarskite. 88 89 Road Map Badan Geologi 2010-2025 Geology for Security and Welfare Sejumlah unsur langka terdapat atau bersumber pada banyak mineral langka, seperi : Ytrium, Lhantanum, dan Cerium. Beberapa LTJ diperoleh sebagai by prod- uct dari unsur lain, seperi Ytrium yang diperoleh dari Uranium. Kegunaan dari LTJ yang berimplikasi pada eksploitasi mineral langka sebagai sumbernya pada umumnya untuk produk-produk teknologi inggi sebagai komponen dari katalis, sensor, elektrolit, kapasitor, magnet, penangkap neutron, batere, refraksi, dan perantara kimia dalam beberapa industri seperi tv berwarna, mobil hibrid, laser, radar, bahan bakar nuklir, tabung x-ray, komputer, lensa kamera, super konduk- tor, lampu-lampu berwarna, dll. Perkembangan penggunaan LTJ terutama untuk teknologi mobil hibrid atau mobil ramah lingkungan, misal: Dysprosium yang be- rasal dari mineral Monazite, belakangan ini sangat menarik. Sampai tahun 1960-an, sumber mineral langka adalah India, Brasil, dan Afrika, yang terutama berasal dari endapan Monazite, dikenal sebagai era Monazite-plac- er .; bergeser ke Mountain Pass Amerika pada periode 1960-1980-an, dikenal sebagai era Mountain-Pass; dan sejak 1990 hingga sekarang, bergeser ke China, dikenal sebagai era China Gambar 3.15. Pada saat ini produsen terbesar unsur langka adalah China lebih dari 95. Produsen lainnya adalah Afrika Selatan, Amerika, dan Australia. Gambar 3.15. Perkembangan produksi LTJ dunia Sumber: “Rare earth elemet”, tersedia pada: htp:en.wikipedia.org wikiRare_earth_element. No Aplikasi Unsur LTJ Permintaan LTJ Thn 2005 ton Penggunaan LTJ 1. Magnet Nd, Pr, Dy, Tb, Sm 17.170 -Motor lisrik pada mobil hybrid - Power steering elektrik - Air condiioners -Generator -Hard disk drives 2. Baterai NiMH La, Ce, Pr, Nd 7.200 -Baterai mobil hybrid -Baterai rechargeable 3. Auto Catalysis Ce, La, Nd 5.830 - Gasoline and hybrids diesel fuel addiive -Untuk peningkatan standar -emisi otomoif global 4. Fluid cracking catalysis La, Ce, Pr, Nd 15.400 -Produksi minyak -Peningkatan kegunaan minyak mentah 5. Phosphorus Eu, Y, Tb, La, Dy, Ce, Pr, Gd 4.007 -LCD TV dan monitor -Plasma TV - Energy eicient compact - Fluorescent lights 6. Polishing powders Ce, La, Pr, mixed 15.150 -LCD TV dan monitor -Plasma TV dan display - Silicon wafers and chips 7. Glass addiive Ce, La, Nd, Er, Gd, Yb 13.590 -Kaca opic untuk -Kamera digital -Bahan iber opic Tabel 3.7 Permintaan LTJ Dunia Tahun 2005 Sumber: ”Logam Tanah Jarang, htp:id.wikipedia.orgwikiLogam_tanah_ jarang Penggunaan LTJ dalam teknologi moderen saat ini telah meningkat secara men- colok dan akan terus meningkat kedepan. Kemampuan pasokan LTJ dunia saat ini yang sekitar 40.000 ton per tahun akan terlampau oleh permintaan, sebagaimana permintaan LTJ tahun 2005 yang mencapai lebih dari 60.000 ton untuk tujuh jenis aplikasi Tabel 3.7. Eksplorasi penemuan sumber-sumber baru saat ini giat dilaku- kan kembali di Amerika, Kanada, Brasil, dan Afrika Selatan, juga di Vietnam. LTJ di Indonesia masig belum mendapat perhaian yang signiikan. Usur atau logam tanah yang memiliki posisi strategis dalam perkembangan teknologi mod- ern nuklir, mobil hibrid, dll, di Indonesia belum banyak ditelii. Memang, ke- 90 91 Road Map Badan Geologi 2010-2025 Geology for Security and Welfare banyakan dari mineral sumber LTJ diperoleh sebagai by product dari pengolahan beberapa jenis barang tambang, seperi Monazite dari pengolahan imah, dan Ytrium dari pengolahan Uranium. Namun demikian, lokasi-lokasi endapan min- eral sumber LTJ tersebut belum banyak dieksplorasi. Penyelidikan dan penilaian geologi mineral langka di Indonesia diperlukan untuk memperoleh sumber yang cukup berai bagi industri mineral kita. Mineral strategis per deinisi sebagaimana dalam peraturan perundangan tentang pertambangan di masa lalu saat ini sudah idak berlaku lagi. Berdasar- kan Undang-undang terbaru UU Nomor 4 Tahun 2009?, mineral atau barang tambang atau barang galian sudah idak dikelompokkan lagi berdasarkan strate- gis atau non strategis. Namun demikian, dari pengerian umum tentang mineral strategis bagi negaranya dan staisik pasar mineral dunia, maka akan diperoleh sejumlah mineral yang “strategis”. Kajian ini mendeinisikan “mineral strategis” berdasarkan pengerian umum dan perkembangan staisik kapasitas pasar min- eral di dunia status terakhir. Mineral strategis biasanya dedeinisikan sebagai mineral yang vital atau sangat diperlukan karena sangat menentukan keamanan suatu negara namun penyediannya sebagian besar atau seluruhnya diperoleh dari sumber di nega- ra lain dikarenakan ketersediaan pasokannya didalam negeri idak akan mampu memenuhi pada waktu terjadi emergensi nasional “Stragic Mineral”, Paul Han- cocl and Brian J. Skinner, 2000, tersedia pada htp:www.encyclopedia.com doc1O112-strategicminerals.html. Deinisi senada diberikan oleh Natalie John- son, 2002 untuk mineral strategis bagi Amerika sabagai berikut: “A common deiniion of a strategic mineral is a mineral that would be needed to supply the military, industrial, and essenial civilian needs of the United States during a naional emergency. Furthermore, they are not found or produced in the United States in suicient quaniies to meet this need” Sumber: “Strategic Minerals of the United States”, Natalieb Johnson, 2002 Pada kedua rujukan tersebut diatas, mineral strategis selanjutnya dimaksud- kan sebagai mineral-mineral yang vital untuk pertanahan, industri angkasa luar, pasokan energi termasuk pengembangan energi atom, dan transportasi. Ber- dasarkan sejarah, mineral kromium dan mineral yang mengandung imah mer- upakan mineral strategis pada kondisi perang dunia kedua PD II. Selama PD II tersebut, Amerika mengimpor 27 jenis mineral pening dari luar negeri. Peruba- han dalam pasokan dan permintaan terjadi dari waktu ke waktu. Menurunnya endapan, penemuan sumber baru, perang sipil, perubahan pemerintahanan, dan kesepakatan baru di bidang perdagangan internasional mempengaruhi sisi pasokan. Sedangkan subsitusi, daur ulang, dan perkembangan teknologi dapat mengubah sisi permintaan. Berdasarkan sejarah dan keadaan saat ini, beberapa mineral atau unsur yang pembawanya termasuk mineral strategis – diluar migas - adalah: Batubara C, Emas Au, Tembaga Cu, Krom Cr, Timah Sn, Animon Sb, Kobalt Co, Grait C, Uranium U, Thorium Th, dan Zirkon Zr. Beberapa dari unsur tersebut termasuk kedalam unsur logam tanah jarang LTJ seperi Thorium dan Zirkon. Penilaian mineral strategis dapat juga didasarkan kepada data staisik kapa- sitas pasar sejumlah mineral. Sebuah kajian staisik yang dilakukan United State Geological Survey USGS pada 2000 dan 2009 Teku Ishlah, 2009 membagi min- eral kedalam 3 kelompok, yaitu mineral kapasitas pasar inggi 1 milyar dolar AS, mineral kapasitas pasar menengah antara US 100 juta- dolar AS hingga 1 milyar dolar AS; dan mineral kapasitas pasar rendag 100.000.000,- dolar AS. Dengan mengambil kelompok mineral pasar inggi status tahun 2006, di- peroleh sebanyak 26 jenis mineral strategis berdasarkan kriteria tersebut Tabel 3.8. Ke-26 jenis mineral tersebut adalah: Batubara, Tembaga, Aluminium, Ni- kel, Emas, Uranium, Potasium, Plainum, Molibdenum, Bijih Besi, Silikon, Perak, Timah hitam, Vermikulit, Batu posfat, Bauksit, Intan, Mangan, Seng, Belerang, Tungsten, Titan dioksid, Magnesium, Krom, Boron, dan Flourspar. Dari Tabel 3.8 tampak bahwa mineral strategis menurut kriteria kapasitas pasar dunia tahun 2006 tersebut juga melipui mineral yang strategis di bebera- pa negara atau diperlukan hampir di sepanjang sejarah, seperi: Batubara, Emas, Tembaga, Krom, Timah, dan Uranium. Beberapa mineral kapasitas pasa inggi dunia juga merupakan mineral-mineral yang selama menjadi andalan Indonesia, yaitu: Batubara plus tujuh mineral utama yakni Timah, Nikel, Tembaga, Emas, Perak, Pasir Besi, dan Bauksit. Permasalahan yang masih dihadapi, seagaima- na telah dikemukakan sebelumnya adalah peningkatan data sumber daya dan cadangan yang melipui permasalahan sedikitnya survei pendahuluan, eksplora- si rinci, prospeksi, dan studi kelayakan, 92 93 Road Map Badan Geologi 2010-2025 Geology for Security and Welfare dan Krom , Beberapa diantaranya sudah diketahui cadangannya, seperi: Man- gan, dan Bijih besi. Tiga jenis mineral, yaitu Vermikulit, Boron, dan Flourspar belum ditemukan di Indonesia. Mineral kelompok kapasitas pasar menengah dari studi USGS Tabel 3.9 dapat termasuk mineral strategis. Mineral-mineral tersebut status 2006 adalah: Vanadium, Logam tanah jarang LTJ, Trona, Asbestos, Berilium, Indium, Titani- um ilminit dan ruil, Animoni, Barit, Rhenium, Zirkon, Bismut, Kadmium, Liium, dan Germanium . Beberapa diantara mineral tersebut terdapat di Indonesia, seperi: logam tanah jarang LTJ, Barit, Asbestos, Titanium ilminit dan ruil , dan Zirkon. Mineral lainnya yang cukup pening bagi Indonesia yang termasuk kelom- pok kapasitas pasar rendah dalam studi USGS, 2006, adalah: Merkuri. Namun demikian, masih sedikit data dan informasi berkenaan dengan sumber daya dan cadangan berkenaan dengan kelompok mineral-mineral yang termasuk mineral pasar ingkat menengah pada tahun 2006 tersebut. Peneliian dan penyelidikan untuk mineral-mineral tersebut belum banyak dilakukan bahkan untuk survei pendahuluan sekalipun. 1989 2006 JENIS MINERAL NILAI JENIS MINERAL NILAI 1. Logam Tanah Jarang 759 1. Vanadium 956 2. Trona 680 2. Logam tanah jarang 759 3. Boron 610 3. Trona 680 4. Flourspar 600 4. Asbestos 584 5. Molibdenum 600 5. Berilium 560 6. Kromium 460 6. Indium 405 7. Vanadium 450 7. Titanium ilminit dan ruil 342 8. Barit 400 8. Animoni 324 9. Titanium metal 330 9. Barit 320 10. Kadmium 280 10. Rhenium 237 11. Berilium 235 11. Zirkon 214 12. Tungsten 207 12. Bismut 173 13. Liium 150 13. Kadmium 163 14. Zirkon 133 14. Liium 150 15. Animoni 126 15. Germanium 124 Nilai dalam milyar dolar Amerika Serikat. Sumber : US Geological Survey, 2008, Mineral Commodity Summaries 2008 dalam Teuku Ishlah, 2009 Tabel 3.9 Kelompok Mineral Kapasitas Pasar Menengah 100 juta - 1 milyar dolar AS 1989 2006 JENIS MINERAL NILAI JENIS MINERAL NILAI 1. Aluminium 24.300 Batubara 154,500 2. Emas 21.000 Tembaga 113,147 3. Tembaga 17.300 Aluminium 105,428 4. Batubara 12.400 Nikel 62,655 5. Bijih besi 7.200 Emas 59,721 6. Belerang 7.100 Uranium 15,466 7. Seng 6.500 Potasium 12,870 8. Titan dioksid 6.400 Plainum 12,201 9. Batu posfat 5.400 Molibdenum 12,095 10. Silikon 4.000 Bijih Besi 11,970 11. Nikel 3.700 Silikon 11,807 12. Timah hitam 3.300 Perak 8,831 13. Perak 3.000 Timah hitam 8,530 14. Potasium 3.000 Vermikulit 7,280 15. Plainum 2.500 Batu posfat 5,777 16. Uranium 1.592 Bauksit 5,130 17. Asbestos 1.575 Intan 4,410 18. Bauksit 1.400 Mangan 3,650 19. Timah 1.350 Seng 3,495 20. Mangan 1.100 Belerang 2,640 21. Magnesium 1.082 Tungsten 2,500 Titan dioksid 2,194 Magnesium 2,100 Krom 1,571 Boron 1,230 Flourspar 1,152 Nilai dalam milyar dolar Amerika Serikat. Sumber : US Geological Survey, 2008, Mineral Commodity Summaries 2008 dalam Teuku Ishlah, 2009 Tabel 3.8 Kelompok Mineral Kapasitas Pasar Tinggi diatas 1 milyar dolar AS Sebenarnya, Indonesia memiliki sumber daya mineral lainnya dari kelompok mineral pasar inggi dunia tersebut dan beberapa diantaranya sudah ditemukan, yaitu: Aluminium, Uranium, Molibdenum, Bijih Besi, Silikon, Timah hitam, Batu posfat, Intan, Mangan, Seng, Belerang, Tungsten, Titan dioksid, Magnesium, 94 95 Road Map Badan Geologi 2010-2025 Geology for Security and Welfare Box 3.7. Gambaran Kondisi dan Permasalahan Beberapa Mineral Indonesia 1. BATUBARA. Pada tahun 2006, produksi batubara dunia meningkat hing- gz 3.090,1 miliar ton, naik dari 1,3 miliar ton pada tahun 1989. Kon- sumsi batubara dunia saat ini mencapai 3.079,7 miliar ton 257 juta ton per bulan, 8,5 juta ton per hari dan selisih antara produksi-konsumsi hanya 11 juta ton sepanjang tahun 2006. Akibatnya, batubara langka di pasar internasional yang mengakibatkan naiknya harga batubara men- capai US 100 per ton pada 4 januari 2008 Harian Kompas, 6-2-2008. Indonesia saat ini merupakan negara eksporir batubara ke-4 terbe- sar di dunia dengan kapasitas produksi mencapai 119,9 juta ton pada tahun 2006. Rata-rata pertumbuhan produksi batubara antara 1984- 2005 sangat inggi, yakni mencapai 32,09. Produksi batubara 2006- 2025 diperkirakan akan tumbuh sebesar 112,8 Direktorat Staisik, Ekonomi dan Moneter. Endapan batubara tersebar di Sumatera, Jawa, Kalimantan dan Pap- ua. Program PLTU batubara Indonesia sebesar 10.000 MW pada akhir tahun 2010 akan memerlukan batubara sebanyak 45 juta ton per ta- hun untuk kepeningan domesik. Sedangkan sebagian besar batubara dari PKP2B dan KP saat ini telah terikat kontrak penjualan dengan pi- hak pembeli di luar negeri. Oleh karena itu, eksplorasi batubara untuk keperluan PLTU perlu dilakukan terutama pada lahan PKP2B dan KP yang terlambat melaksanakan kewajiban eksplorasinya. 2. TEMBAGA-EMAS-PERAK. Tahun 2006 kapasitas pasar tembaga, emas, dan perak berturut-turut mencapai nilai US 113.147 miliar, US 59.721 milyar dan US 8.832 miliar. Khusus untuk tambaga tembaga jenis poriri, pada tahun 1989-1992 terdapat belasan tambang di dunia yang ditutup akibat harga tembaga yang rendah 60-65 cUS per pond. Sedangkan pertambagan tembaga di Papua dapat berjalan karena ongkos produksi pada tahun 1989 hanya 45 cUS per pond. Bila diperimbangkan aspek geologi di Indonesia, maka mineral tembaga, emas dan perak terma- suk mineral yang sangat prospekif. Sebagian besar KKP di Indonesia sejak pola KK diluncurkan pemerintah, umumnya bertujuan mencari emas, tembaga dan mineral ikutannya. Karena itu, ke-3 jenis mineral ini menjadi sekala prioritas untuk eksplorasi. Hal ini disebabkan indikasi terbentuknya emas di Indonesia sangat meluas dengan mineralisasi da- lam kelompok ipe poriri Cu-AuAg dan epitermal. Persoalan saat ini adalah bahwa endapan emas yang ditemukan di Indonesia idak sesuai dengan target perusahaan KK yang beroperasi di Indonesia yang umumnya mencari emas dengan tonase minimal 30 ton Au pada kadar minimal 1 grton 1 ppm. Akibatnya, prospek Gunung Pani Sulawesi Utara dengan sumber daya sebesar 27 juta ton dan kadar 1,5 ppm diinggalkan. Dari 79 daerah prospek emas di Indonesia yang mempunyai cadangan lebih dari 30 ton Au pada kadar 1 ppm hanya ditemukan di sekitar Tembagapura Papua, Batuhijau, NTB 360 juta ton bijih, Cu 0,7 dan Au 0,7 ppm, G. Pongkor, Jawa Barat 102 ton, Au 10-18 ppm, kapasitas produksi 2 ton, Messeel di Sulawesi Utara 60 ton, kapasitas produksi 8 ton Autahun, tahun 2004 tutup, Kelian cadangan awal 59 ton, kapasitas produksi 12-14 ton Autahun, tahun 2002 tutup dan Gosowong di Halmahera Tengah 29,5 ton Au. Kadar 20 ppm. Cadangan lainnya sebagian besar leb- ih kecil dari 10 ton Au sehingga idak menarik untuk ditambang oleh perusahaan KK yang melakukan eksplorasi. Akibatnya areal prospek tersebut berpindah tangan. Usaha pertambangan emas juga sangat bergantung pada harga emas di pasar internasional. Booming Eksplorasi emas terjadi pada periode 1980-1990 disebabkan harga emas rata-rata diatas 450 USD per troy ounce, dengan harga teringgi US 800 per troyounce tercapai pada saat AS memerangi Iran 1980. Kemudian harga emas turun hingga mencapai 260-275 USDtroy ounce pada periode 1991-2000. Tingkat Gambaran kondisi dan permasahan beberapa mineral strategis sebagaimana dideinisikan tersebut diatas untuk Indonesia, diolah dari hasil kajian Teuku Ish- lah, 2009, disajikan dalam Box 3.7 dibawah ini. 96 97 Road Map Badan Geologi 2010-2025 Geology for Security and Welfare harga ini idak menarik untuk dilakukan eksplorasi dan beberapa peru- sahaan besar yang beroperasi di Indonesia seperi BHP Minerals mem- berhenikan kegiatannya. Disamping endapan poriri Cu-AuAg, kondisi geologi di Indonesia un- tuk endapan emas jenis epitermal, alluvial dan juga terdapat emas yang berasosiasi dengan mineralisasi imah hitam, seng, tembaga yang ter- dapat dalam batuan gunungapi. Perusahaan kontrak karya di Indonesia mulai mencari emas epitermal terjadi pada KK Generasi IV 1984, V 1994, VI 1996 dan VII 1999. Disamping itu, endapan emas yang berhubungan dengan batuan oiolitultrabasa di Indonesia juga telah menujukkan hasil yang signiikan seperi yang ditemukan di Pegunun- gan Bobaris dan Meratus Kalimantan Selatan. Saat ini harga emas mencapai US 900-1000 per troy once, tetapi eksplorasi emas di Indo- nesia idak menarik karena pelarangan tambang terbuka di kawasan hutan lindung dan berbagai isu lingkungan yang dihadapi seperi yang dialami oleh KKP di Sulawesi Utara akibat kasus Buyat. 3. ALUMUNIUM-BAUKSIT. Indonesia memiliki potensi bijih bauksit yang memadai walaupun mutunya lebih rendah bila dibandingkan dengan endapan bauksit di daratan Eropa dan Amerika Utara. Bijih bauksit di Indonesia telah ditemukan di beberpa tempat seperi di Kepulauan Riau Kepri, Kalimantan Barat Kalbar, dan lainnya secara kecil-kecilan seperi dalam endapan terarosa pada kawasan batugamping karst di Gunung Sewu Jawa Tengah, Pulau Sumba Nusa Tenggara Timur dan Pulau Muna Sulawesi Tenggara. Endapan bauksit berupa laterit yang terbaik ditemukan di sekitar Tayan, Kabupaten Sanggau, Kalbar. Cadan- gan terbuki endapannya mencapai 1.300 juta ton, berkadar rata-rata 30 Al20 3 dan 7,4 SiO 2 . Sedangkan cadangan terukur denga kandun- gan 40-43 Al20 3 yang dihitung melalui kajian kelayakan penamban- gan dari lokasi tersebut mencapai 800 juta ton. Cadangan di lokasi Tayan semula tahun 1974 akan dieksploitasi oleh PT. ALCOA dengan investasi US 3.000.000.000,- kurs pada waktu itu Rp 415US. Tetapi, setelah perusahaan ini gagal mendapat dana investa- si dari bursa saham dan sindikasi, endapan bijih tersebut diinggalkan. Alasan lainna penyebab idak berlanjutnya penambangan di Tayan oleh PT ALCOA tersebut adalah adanya larangan Pemerintah pada waktu itu untuk penambangan yang hasilnya diekspor langsung dalam bentuk bijih tanpa diolah. Kaji-ulang investasi penambangan dan pengolahan bauksit untuk lokasi Tayan pada Tahun 1995 menghasilan angka kebutuhan dana investasi sebesar US 14.000 juta. Angka investasi yang besar, se- bagaimana perhitungan Tahun 1974 berasal dari biaya penyedian tenaga listrik yang diperlukan yang sangat besar dan idak dapat dipenuhi kec- uali perusahaan membangun pembangkit listrik sendiri PLTA. Setelah 1995, idak ada satu pun PMA yang mau berinvestasi di Tayan sehingga endapan bauksit yang ada tetap belum dieksploitasi. Akhir-akhir ini bauksit langka di pasar dunia dan harganya naik tajam. Permintaan dari RRC, Korea Selatan, Taiwan, Jepang dan negara lain mengakibatkan aluminium meningkat. Menurut Haryanto Galoh 2007, komunikasi pribadi dengan rujukan tulisan ini seluruh bekas lahan KK PT ALCOA pada akhir 2007 telah menjadi lahan para pemilik Kuasa Pertam- bangan KP yang diterbitkan oleh pemerintah kabupaten setempat dan diantaranya sudah ada yang berproduksi dengan harga jual bijih bauksit sekitar US 14 per ton. Harga tersebut cukup rendah dibanding harga bauksit di pasar London Metall Exchange yang mencapai sekitar US 28 per ton atau kisaran jarga bauksit dunia yang antara US 28-30 per tom. Sementara itu, cadangan bauksit di Tayan tersebut saat ini telah menjadi lahan kerja sama bilateral antara Indonesia dengan Rusia. 4. PLATINUM GROUP. Mineral yang termasuk ke dalam grup plaina ter- diri dari Plainum, Palladium, Rhodium, Ruthenium, Iridium dan Osmi- um.; digunakan sebagai katalis dalam proses pembakaran bensin dan oksigen pada mesin otomoif, dan sebagian digunakan untuk perhiasan yang dikenal sebagai emas puih. Indikasi mineralisasi plaina di Indo- nesia terdapat di Kalimantan Selatan dan Aceh Selatan yang keduanya berhubungan dengan batuan ultrabasa. Eksplorasi bijih plaina di Indo- nesia masih dalam bentuk riset berjangka-waktu pendek atau bersifat 98 99 Road Map Badan Geologi 2010-2025 Geology for Security and Welfare injauan yang dilakukan atas dasar kerja sama teknik antara pemer- intah. Misal, kerjasama yang dilakukan Badan Geologi dengan USGS, Amerika Serikat tahun 1986-1987. Kini tenaga ahli di Badan Geologi yang mendampingi USGS dalam kerjasama tersebut sebagian besar telah purna baki dan hanya inggal seorang ahli. Perlu dilakukan kem- bali riset terhadap kelompok mineral plaina dalam bentuk kerja sama bilateral; 5. MOLIBDENUM Mo. Mineral Mo termasuk kelompok paduan besi. Namun, terdapat mineralisasi Mo berupa mineral ikutan dalam ipe poriri Cu-Mo dan ipe urat. Pada tahun 1989, nilai pasar Mo hanya US 600 juta, meningkat tajam pada tahun 2006 mencapai US 12.095 miliar. Kenaikan ini disebabkan meningkatnya harga Mo dan produksi Mo sebagai mineral ikutan dari tambang Tembaga-Moli Poriri Cu- Mo di Escondida, Cili yang ditemukan oleh BHP Minerals pada tahun 1988. Akibat penemuan tersebut, endapan Cu-Au yang ditemukan BPH Mineral di sekitar Sungai Mak di Gorontalo diinggalkan. Padahal dalam kajian kelayakan tambang, endapan tersebut layak ditambang dengan kapasitas 15.000 ton bijih per hari dan investasi US 300 juta. Indonesia memiliki lahan berpotensi Mo di Tangse, Nangroe Aceh Darussalam NAD; Malala, Buol Tolitoli Sulteng, dan beberapa daer- ah prospek di Kalbar. Mineralisasi Cu-Mo di Tangse, NAD, ditemukan oleh Tim Pemetaan Geokimia Sistemaik Regional sekala 1:250.000 yang merupakan Proyek Kerja Sama Bilateral antara Direktorat Geolo- gi Badan Geologi sekarang - Briish Geological Survey GSI-BGS pada tahun 1975 dengan penemuan anomali pasir sungai akif unsur Cu dan Mo seluas 35 km persegi, dan diteruskan oleh PT. Riointo Betlehem. Areal prospek ini idak menarik karena berkadar rendah 0,05-0,20 Cu dan 50-300 ppm Mo. Namun demikian, studi geokimia sangat pening dalam ideniikasi jebakan-jebakan mineral di Indonesia. Hasil penyelidikan tahun 2007 di Kab. Gayo Luwes, NAD menemukan urat kuarsa yang mengandung 0,8 Mo di Pasir Kolak dan mineralisasi Mo kadar 12 dalam batuan tufa yang kontak dengan batu gamping di alur Sungai Puih. Kedua lokasi ini diduga merupakan bagian dari min- eralisasi poriri Cu-Mo di Tangse. Adapun di Malala Gayo Luwes, NAD, berdasarkan survei geokimia regional, ditemukan mineralisasi Mo pada batuan granit. Mineralisasi Mo, kadar 1,64, juga ditemukan di Gunung Bawang, Bengkayang, Kalbar hasil penyelidikan di jaman Belanda. Indi- kasi lain ditemukan di Way Kupang, Teluk Betung, Lampung dalam ben- tuk urat ipis. Dengan meningkatnya harga Mo saat ini, banyak peminat, terutama dari RRC dan Taiwan, yang datang ke Badan Geologi untuk mencari data dan informasi tentang Mo. Peminat umumnya mencari daerah prospek dengan kadar Mo diatas 0,20 atau 2000 ppm. Oleh kare- na itu, diperlukan riset untuk mempelajari dan mengevaluasi mineral molibden dengan tujuan penambangan skala kecil. 6. BELERANG. Riset kapasitas pasar menunjukkan bahwa kebutuhan in- dustri terhadap belerang sangat besar. Namun, saat ini dunia kelebi- han pasok belerang yang menyebabkan harga belerang sangat rendah bahkan idak mampu menutupi ongkos produksi. Kelebihan produksi tersebut berasal dari produk tambahan minyak bumi dan bijih sulida konsentrat tembaga, nikel, bijih pirit yang dihasilkan oleh smelter konsentrat tembaga di Jepang, Jerman, Perancis dan Amerika Serikat. Sebagai contoh, kilang minyak Balongan, Jabar, yang mengolah minyak dari lapangan Duri dengan kapasitas kilang 125.000 barelhari meng- hasilkan belerang sebanyak 20.000 ton per hari. Meskipun demikian, belerang yang berasal dari gunung api, pengolahan konsentrat tem- baga, dan bijih pirit masih sangat diperlukan oleh beberapa industri seperi industri gula, industri bahan kimia dan industri farmasi dikare- nakan belerang tersebut idak mengandung kerosene yang berbahaya bagi kesehatan. Indonesia memiliki potensi bijih pirit masif di Kaliman- tan Selatan yang menarik untuk dijadikan bahan baku belerang; 7. TITAN DIOKSID. Mineral ini umumnya digunakan untuk zat pewarna dan katalis kimia. Di Indonesia banyak ditemukan indikasi endapan 100 101 Road Map Badan Geologi 2010-2025 Geology for Security and Welfare ilminit dan ruil sumber itan dioksid disepanjang pantai selatan Pu- lau Jawa dan beberapa di tempat di Sumatra serta pantai utara Pap- ua. Saat ini banyak negara memproses ilminit dan ruil menjadi itan dioksid sinteis seperi di Malaysia dan Thailand. Negara tetangga ini membuat itan dioksid sinteis dari mineral ikutan yang terdapat pada endapan imah plaser. Dipantai utara Jayapura dan Sarmi, ditemukan ruil, ilminit, zirkon, emas, kromit, leuxene dan sebagainya yang pros- pek sepanjang 220 km. Di pantai selatan Pulau Jawa, terdapat enda- pan pasir besi mengandung Titan. Namun, bila dilihat kadar ilminit antara 9-11 TiO2 yang terdapat di pantai Selatan Pulau Jawa, sulit untuk mengwujutkan pabrikasi itan sinteis di negeri ini. Walaupun demikian riset dan kajian tentang endapan itan dan ilminit diperlu- kan. 8. TIMAH HITAM Pb dan SENG Zen. Kedua mineral ini sering terben- tuk bersamaan. Hasil survei Direktorat Sumber Daya Mineral PMG, Badan Geologi sekarang menunjukkan bahwa mineralisasi Pb dan Zn di Indonesia banyak ditemukan dalam jumlah kecil-kecil teruta- ma di Pulau Sumatera Pagae Gunung, Tanjung Balit, Sungai Tuboh, Gunung Limbung, Pulau Jawa Gunung Sawal, Kalimantan Kasihan, Ketapang, Cibugis, Sukabumi, Jabar. Beberapa diantaranya sudah di- usahakan oleh masyarakat berupa penambangan tanpa ijin. PMG juga melakukan eksplorasi di Kerinci untuk imah hitam ipe Sedex, namun idak berhasil Indonesia juga memiliki potensi Pb yang berasosiasi dengan Cu dan Au Usaha eksplorasi imah hitam juga dilakukan melalui kerja sama bi- lateral dengan Korea Selatan di Pacitan, Jawa 1991-1994, dengan Jepang di Sumatera yakni di Pagar Gunung 1980-1984, dan Sungai Tuboh 1983-1987, Sumatera. Penemuan bijih Pb terakhir adalah 3 areal prospek di Sopokomil, Dairi, Sumatera Utara, yakni daerah An- jing Hitam, Bonkaras dan Lae jahe. Di daerah Anjing hitam ditemukan bijih dengan cadangan pra-kajian kelayakan sebesar 10 juta ton; kadar 15,3 Zn, 9,4 Pb dan Ag 14 ppm, ada ipe mineralisasi Sedex. Di Lae Jahe diperoleh sumber daya tereka 8,2 juta ton dengan kadar 7,7 Zn dan 4,1 Pb. Sedangkan di Bonkaras sumber daya terka O,8 juta ton dengan kadar 7,2 Zn dan 4,3 Pb. Daerah Sopokomil merupakan daerah anomali geokimia dengan un- sur imah hitam, seng dan arsen. Eksplorasi daerah anomali tersebut dilanjutkan oleh PT Aneka Tambang berkerja sama dengan Herad Resource Limited. Mineralisasi imah hitam di sungai Tuboh, Lubuk Linggau dan Pagar Gunung, Sumatera Selatan, menjadi lahan KKP. Kegiatan riset untuk mineralisasi imah hitam-seng ini diperlukan dengan alasan Indonesia banyak memiliki data mineralisasi imah hitam dan seng hasil kerja sama bilateral dan KKP. Kajian tentang imah hitam dan seng ini diperlukan dan survei yang telah dilakukan menunjukkan peningnya studi geokimia untuk eksplorasi mineral tersebut. Namun demikian, sifat dari Pb yang merupakan B3 bah- an berbahaya dan beracun perlu diperimbangkan dalam eksplorasi dan eksploitasinya. 9. URANIUM U. Pada tahun 1989, mineral ini dipasarkan dengan nilai US 1.592 miliar dan meningkat tajam mencapai US 15.466 miliar pada 2006. Lonjakan nilai ini disebabkan meningkatnya kebutuhan uranium. Uranium ditambang di Eropa Barat, Afrika Tengah, Australia dan beberapa negara lain dalam jumlah kecil. Menurut data World Nuclear Assosiaion 2006, sumber daya Udunia yang ekonomis se- besar 4,7 juta ton, dengan ingkat konsumsi sebesar 64.000 ton per tahun, cadangan tersebut cukup selama 75 tahun. Namun jika porsi nuklir dalam penyediaan energi listrik dunia dipertahankan konstan sekitar 16, dengan pertumbuhan energi listrik dunia sebesar 2,7 per tahun, maka diperkirakan umur cadangannya hanya cukup 40 tahun. Saat ini produksi U hanya mampu memenuhi 63 persen per- mintaan dunia. Kekurangan pasokan dipenuhi dari cadangan stok yang sebagian besar berasal dari kelebihan produksi industri senjata nuklir sebelum tahun 1980. Tidak ada angka pasi mengenai jumlah stok tersebut, namun pada tahun 2005 berjumlah sekitar 210.000 ton 102 103 Road Map Badan Geologi 2010-2025 Geology for Security and Welfare Energy Watch Group, 2007. Keimpangan antara pasokan dan kebu- tuhan ini menyebabkan kenaikan harga U sejak 2001. Bahkan sejak tahun 2005, harga U telah melonjak hampir iga kali lipat. Gejolak har- ga tersebut mematahkan anggapan selama ini, bahwa harga Usangat stabil sehingga dapat diprediksi secara pasi. Indonesia mulai melakukan pencarian uranium pada tahun 1950 yang oleh Tim Ekspedisi Universitas Delf Belanda di Kepala Burung di Papua. Pada tahun 1960, eksplorasi secara kecil-kecilan dilakukan oleh Badan Tenaga Atom Nasional BATAN. Pada tahun 1969, BATAN bekerjasa sama dengan Perancis, Jerman dan lainnya juga melakukan eksplorasi uranium. Berdasarkan UU No 10 Tahun 1997 tentang Tenaga nuklir, mineral uranium menjadi wewenang BATAN termasuk penerbitan KP- nya. Secara geologi, uranium di Indonesia ditemukan dengan lingkungan geologi pada batuan granit ipe-S, berasosiasi dengan batuan malihan, dan endapan hasil pelapukan batuan granit dan maliahan. Mineralisa- si U terbaik saat ini ditemukan di daerah Kalan, Sintang, Kalbar, yang berasosiasi dengan mineral apait, turmalin, pirit dan molibdenum. Juga terdapat mineral U dalam bentuk urat yang tersebar diantara hablur apait dan monazit. Sumber daya terukur saat ini mencapai 1.360 ton U3O8, terunjuk 7.728 ton U3O8 dan tereka 2004 ton. Ber- dasarkan hasil penyelidikan BATAN-BGR, 1976, Indonesia juga memi- liki daerah prospek mineralisasi U di Papua, Kalimantan dan Sumat- era. Permasalahannya, uranium telah menjadi isu lingkungan dan isu poliik negara adidaya. Oleh karena itu, eksplorasi U diusulkan idak menjadi prioritas utama, tapi perlu riset dan kajian lebih dalam untuk kepeningan kesehatan. 10. POTASIUM, SILIKA, VERMIKULIT, BATU POSFAT, INTAN, FLUOSFAR. Mineral-mineral tersebut termasuk kelompok mineral kapasitas pas- ar inggi. Secara geologi, Indonesia berpeluang untuk menghasilkan Potasium K, Intan C, dan Flouspar atau Fluorit CaF2; serta-dalam jumlah sedikit - Vermikulit dan Batu Fosfat. Mineral Silika banyak di- jumpai di banyak wilayah negara. Oleh karena itu, penambangan silika di Indonesia kurang berkembang. Meskipun demikian, data kapasitas pasar mineral menujukkan bahwa mineral Silika mencapai angka pe- masasaran kelompok inggi, yaitu: 11,807 milyar dolar AS atau urutan ke sebelas paling inggi. 11. Mineral Fluospar digunakan dalam berbagai industri. Di Indonesia min- eral Fluospar terdapat antara lain pada kompleks granitoid Sibolga - Su- mut, di sebagaian jenis granit terdapat pengayaan uranium, berupa uraninit pada urat urat pegmait Subandrio, 1997. Anomali radioakif yang terdeteksi alat Geiger Counter juga menunjukan bioite granite dan epy-syenite Pra Tersier kaya dengan U-Th yang ternyata juga kaya akan zircon, monazite, luorite dan turmalin Penambangan intan secara tradisional terdapat di Martapura, Kaliman- tan Selatan; Purukcahu, Kalimantan Tengah; dan Sungai Landak, Ngab- ang Kalimantan Barat. Pada tahun 1965 ditemukan intan berukuran 166 karat Intan Trisaki di Martapura. Pada bulan Januari 2008 ditemukan intan di desa Antaraku Kecamatan Pengaron Kabupaten Banjar Kali- mantan Selatan yang diberi nama Intan Putri Malu. Intan tersebut di- beli oleh pengusaha lokal dari penemunyapendulang tradisional den- gan harga Rp. 3 miliar dengan berat 130 karat dan berwarna pink dari penemunya. Pengusaha lokal ini, mendapat penawaran dari pedagang permata dari Jerman dengan harga Rp 24 miliar lebih. Penemuan ini menunjukkan bahwa potensi intan di Kalimantan Selatan masih besar. Oleh karena itu lembaga pemerintah perlu melakukan riset terhadap endapan intan di Kalsel dan Kalteng dimana hingga saat ini belum dike- temukan endapan intan primer. Untuk mineral yang termasuk kedalam kelompok kapasitas pasar me- nengah, umumnya merupakan hasil tambahan dari produk tambang kelompok kapasitas inggi. Secara geologi, mineral tersebut nerupa- kan mineral ikutan. Sedangkan pada kelompok Kapasitas Rendah, umumnya mineral ini dihasilkan dari hasil olahan dengan teknologi inggi. Juga dapat dikatakan bahwa, sangat sedikit mineral dari kelom- 104 105 Road Map Badan Geologi 2010-2025 Geology for Security and Welfare Dalam aspek lainnya, pengungkapan sumber daya mineral akhir-akhir ini menjadi penunjang pening terutama untuk penyediaan bahan baku pupuk serta penyediaan lahan pertanian. Penggunaan pupuk di dunia terus meningkat sesuai dengan pertambahan luas areal pertanian, pertambahan penduduk, kenaikan ingkat intensiikasi serta makin beragamnya penggunaan pupuk sebagai usaha peningkatan hasil pertanian.

3.6 Tata Ruang dan Pengembangan Wilayah