50 51
Road Map Badan Geologi 2010-2025 Geology for Security and Welfare
tensi bumi yang termasuk bidang geologi, baik yang bersifat menguntungkan be- rupa sumber daya energi dan mineral ataupun yang bersifat merugikan seperi
gempa bumi, tsunami, letusan gunungapi dan tanah longsor terdapat di kawasan Indonesia. Kondisi tersebut menjadikan pengelolaan geologi wilayah Indonesia
strategis sekaligus banya mengandung isu dalam pembangunan nasional.
Isu bidang geologi dalam pembangunan Nasional melipui idak hanya sek- tor energi dan sumber daya mineral, melainkan pula sektor lainnya mulai dari
pekerjaan umum, pengelolaan sumber daya air, penanggulangan bencana, hingga ke peningkatan kesejahteraan umum yang merentang dalam periode
2010-2025. Berdasarkan RPJPN, terdapat beberapa fokus arah kebijakan pem- bangunan yang memberikan isu sekaligus tantangan untuk bidang geologi, yai-
tu: 1 meningkatkan kesejahteraan rakyat 2005-2009, 2 meningkatkan kual- itas sumber daya manusia, membangun kemampuan ilmu pengetahuan dan
teknologi, dan memperkuat daya saing perekonomian 2010-2014; 3 pemba- ngunan keunggulan kompeiif perekonomian yang berbasis sumber daya alam
tersedia 2015-2020; dan 4 pembangunan di segala bidang dengan struktur perekonomian yang kokoh berlandaskan keunggulan kompeiif.
Pada RPJMN 2005-2009 yang telah lalu, bidang geologi menghadapi perma- salahan berkaitan dengan: 1 penyelesaian data dasar geologi regional, 2 pen-
gungkapan potensi sumber daya geologi, dan 3 penyediaan air bersih bersumber dari air tanah. Sebagian dari permasalahan tersebut hingga periode 2010-2014
RPJMN tahan II sekarang ini masih belum terselesaikan seluruhnya.
Pada periode 2010-2014 RPJMN II bidang geologi menghadapi isu dan tan- tangan yang berhubungan dengan arah kebijakan peningkatan kualitas sum-
ber daya manusia, membangun kemampuan ilmu pengetahuan dan teknologi, dan memperkuat daya saing perekonomian. Dalam hal ini, isu dan tantangan
tersebut berkenaan dengan: 1 penyediaan data dasar geologi rinci, 2 pening- katan status potensi sumber daya mineral dan energi, 3 penyiapan Wilayah
Kerja Pertambangan WKP dan Wilayah Pertambangan WP; 4 pemenuhan kebutuhan air bersih bersumber air tanah; 5 pemenuhan data dan informa-
si geologi lingkungan untuk penataan ruang; 6 penguasaan Iptek miigasi gunung api dan bencana geologi; 7 penerapan konsep geologi; 8 revitalisasi
kelembagaan; dan 8 pemahaman perubahan iklim. Pada periode RPJMN III 2015-2020 isu-isu yang dihadapi akan berkaitan
dengan arah kebijakan pembangunan keunggulan kompeiif perekonomian yang berbasis SDA tersedia. Dalam hal ini, isu-isu tersebut berkenaan dengan:
1 pemantapan data dasar geologi rinci, 2 peningkatan pemanfaatan energi alternaif, 3 peningkatan status sumber daya dan cadangan energi dan mineral
untuk kawasan andalan dan kawasan strategis nasional, 4 penyiapan Wilayah Kerja Pertambangan WKP dan Wilayah Pertambangan WP, 5 opimalisasi
pemanfataan air tanah, 6 pemantapan penerapan informasi geologi lingkung- an sebagai data dasar penataan ruang dan pengembangan wilayah, 7 peman-
tapan penerapan teknologi miigasi bencana dan peningkatan ketahanan mas- yarakat dalam menghadapi bencana, dan 8 pengembangan konsep dan model
geologi Indonesia.
Adapun pada periode RPJMN IV 2020-2025 isu-isu dan tantangan bidang geologi yang dihadapi akan berkaitan dengan arah kebijakan pembangunan di
segala bidang dengan struktur perekonomian yang kokoh berlandaskan keung- gulan kompeiif. Isu dan tantangan bidang geologi pada periode ini antara lain
berkaitan dengan: 1 pengembangan data dan informasi untuk memperkecil resiko eksplorasi dan meningkatkan kualitas hidup; 2 pemantapan miigasi
kebencanaan untuk mendukung keamanan dan kenyamanan masyarakat; 3 peningkatan status sumber daya dan cadangan energi dan mineral untuk
pencadangan negara; 4 penyiapan Wilayah Kerja Pertambangan WKP dan Wilayah Pertambangan WP; dan 5 peningkatan nilai tambah sumber daya
mineral dan energi.
Terdapat sembilan isu Nasional strategis yang membutuhkan dukungan bidang geologi untuk mencapai tujuan pembangunan nasional, baik melalui
sektor ESDM maupun sektor lainnya. Kesembilan isu tersebut adalah: ketah- anan energi, lingkungan dan perubahan iklim, bencana alam, tata ruang dan
pengembangan wilayah, industri mineral, pengembangan informasi geologi, air dan lingkungan, pangan, dan batas wilayah NKRI.
3.2 Ketahanan Energi
Ketahanan energi merupakan prioritas Pembangunan Nasional 2010-2014, yaitu ketahanan dan kemandirian energi. Isu ini juga terkandung dalam salah
52 53
Road Map Badan Geologi 2010-2025 Geology for Security and Welfare
NEGARA TAHUN
2010 2015
2030
OECD 60
62 65
AMERIKA SERIKAT 66
69 74
EROPA 69
75 80
JEPANG 100
100 100
KOREA 100
100 100
DEVELOPING ASIA 57
63 73
CINA 55
63 77
INDIA 72
77 87
2004 2005
2006 2007
2008 Ekspor Minyak bumi
489 434
369 366
399 Impor Minyak bumi
404 322
317 314
254 Balance Minyak bumi
85 112
52 52
145 Impor BBM
339 451
355 410
418 Net Balance
- 254 - 399
- 303 - 358
- 273
Gambar 3.1. Graik Hubbert untuk perkembangan produksi minyak Indonesia Sukhyar, 2010. Tabel 3.1. Perkembangan ketergantungan terhadap minyak impor Impor neto terhada konsumsi Sumber: DESDM,
2009
Tabel 3.2. Neraca minyak bumiBBM Indonesia tahun 2008 ribu barel per hari Sumber: DESDM, 2009
satu fokus sasaran pembangunan sektor ESDM, yaitu: meningkatkan keamanan pasokan energi. Dalam hal ini energi yang terkait dengan kegeologian adalah
energi fosil yaitu: minyak dan gas bumi migas, batubara; bitumen padat oil shale, dan coal bed methane CBM; dan energi non fosil atau energi terbarukan
yaitu panas bumi geothermal.
Didalam isu ketahanan energi terdapat sedikitnya 5 lima isu lebih lanjut, yaitu: i penurunan produksi migas, ii kemandirian energi atau pemanfaatan
energi setempat, iii diversiikasi energi yang melipui energi baru dan terba- rukan, iv konservasi sumber daya energi; dan v alokasi sumber daya ener-
gi. Ketahanan energi saat ini masih menjadi permasalahan atau isu strategis Nasional. Khususnya migas, kondisi saat ini berada dalam penurunan puncak
produksi dan diperkirakan akan mengalami krisis pada tahun dekade 2030 Gambar 3.1. Sementara itu kebutuhan Indonesia sebagai salah satu negara
berkembang di Asia akan minyak bumi meningkat dan akan terus meningkat hingga tahun 2030 Tabel 3.1.
Permasalahan ketahanan energi di Indonesia juga tercermin dari data neraca minyak bumiBBM Indonesia. Net balance, yaitu selisish antara balance minyak
ekspor minyak – impor minyak dengan impor BBM bahan bakar minyak Indo- nesia dari tahun 2004 hingga 2008 terus bertambah minus sebagaimana tampak
pada Tabel 3.2.
Box 3.1. Selintas penurunan produksi migas Indonesia
Produksi minyak bumi saat ini telah menurun. Produksi gas menunjukkan ma- sih akan naik, namun di suatu waktu kedepan pasi akan mengikui pola pro-
duksi minyak bumi. Lapangan migas seperi lapangan Minas di Riau hampir sulit didapatkan saat ini. Kedepan cekungan sedimen atau migas marginal
akan menjadi target yang beri secara geologi semakin sulit untuk menemu- kan cadangan migas. Kondisi tersebut membawa risiko bisnis semakin inggi
karena terdapat uncertainty di sisi hulu untuk mempercepat cadangan migas dan sumber energi lainnya.
Ketahanan energi menghadapi masalah semakin menurunnya produksi min- yak, karena sekitar 83 energi kita masih berasal dari energi fosil, khususnya
migas dan batubara. Box 3.1 dibawah ini memperjelas hal tersebut. Semen- tara kandungan dan atau cadangan migas di sebanyak 128 cekungan sedimen
yang sudah ditemukan belum diketahui seluruhnya sedemikian sehingga dapat menarik investasi.
54 55
Road Map Badan Geologi 2010-2025 Geology for Security and Welfare
Penyediaan energi Indonesia juga masih belum sepenuhnya berbasiskan ke- mampuan sendiri dari hulu hingga hilir yang berari kemandirian energi juga masih
menjadi permasalahan. Kemandirian energi berkaitan dengan sumber daya energi yang tersedia di suatu daerah atau wilayah dan berhubungan dengan kendala ja-
rak yang jauh ke sumber-sumber energi dari daerah atau kawasan lain. Salah satu upaya yang dapat mengurangi permasalahan kemandirian energi adalah opimal-
isasi pemanfaatan energi setempat di luar migas dan batubara di luar energi fos- sil konvensional yang berari peningkatan diversiikasi energi. Berbagai sumber
energi baru dan terbarukan, seperi energi angin, energi matahari, oil shale, CBM, energi matahari, dan energi panas bumi, merupakan sumber-sumber energi untuk
peningkatan diversiikasi energi dari sumber energi yang dominan digunakan saat ini, yaitu migas dan batubara. Bidang geologi dapat memberikan kontribusinya un-
tuk meningkatkan ketahanan energi dan kemandirian energi melalui penyediaan informasi sumber daya energi baru dan terbarukan seperi oil shale, CBM, dan
panas bumi.
Ketahanan energi juga menuntut alokasi dan konservasi sumber daya energi. Sumber-sumber energi yang ada harus dialokasikan secara tepat sehingga keber-
gantungan kepada satu sumber energi strategis yang mengacancam ketesediann- ya dapat dihindari. Konservasi energi perlu dilakukan agar sumber energi yang ada
dapat dihemat penggunaannya. Saat ini alokasi energi dan konservasi energi ma- sih menjadi permasalahan. Bidang geologi dapat berkontribusi dalam mengurangi
permasalahan alokasi energi dan konservasi energi.
Tantangan ke depan dari isu ketahanan enerrgi, secara makro melipui: 1 pen- ingkatan investasi pertambangan, khususnya – dalam hal ini – investasi di bidang
eksplorasi sumber daya energi, termasuk teknologi eksplorasi; 2 percepatan penyiapan wilayah pertambanganwilayah kerja pertambangan WP dan WKP
batubara, CBM, migas, dan panas bumi; 3 ketahanan pasokan energi; dan 4 peningkatan nilai tambah keekonomian pemanfaatan sumber daya energi yang
keberlanjutan. Secara khusus, tantangan ketahanan enegi dari isu kemandirian energi
atau pemanfaatan energi setempat dan isu penurunan produksi migas dalam hubungannya dengan bidang geologi antara lain adalah penemuan cadangan
baru migas. Untuk itu, pengembangan eksplorasi di cekungan sedimen di luar 15 cekungan produksi saat ini menjadi tantangan ke depan. Demikian pula
pencarian cekungan minyak dan gas migas baru di daerah fronier area karena potensi migas di daerah tersebut belum banyak terungkap. Selain itu,
cekungan migas yang produksinya sudah menurun juga sebenarnya masih me- mungkinkan mengandung potensi migas yang ekonomis. Sumber daya migas di
wilayah Indonesia bagian Timur WIT juga belum banyak ditelii.
Tantangan lainnya adalah terkait dengan teknologi eksplorasi. Diperlukan terobosan teknologi eksplorasi yang melipui: 1 teknologi data acquisiion da-
lam eksplorasi sumber daya energi yaitu survei seismick air borne geophysics,
dan survei geoisika lainnya secara cepat, dan murah; 2 teknologi interpretasi sistem
geo-resources petroleum system, geothermal system, dan mineraliza- ion system, dll; dan 3 teknologi penilaian assessment cadangan sumber
daya energi. Khususnya mengenai isu ketahanan energi untuk kawasan atau WIT sangat
terkait dengan keterbatasan sumber daya energi yang telah terungkap hing- ga kini dan jarak wilayah tersebut dengan sumber-sumber energi yang telah
berproduksi di Indonesia bagian barat. Karena itu, dalam isu ketahanan energi untuk WIT mengemukan isu kemandirian enegi. Apabila penyelesaian isu ke-
mandirian energi di WIT tersebut dipadukan dengan solusi atas isu diversii- kasi energi, yaitu visi penggunaan energi baru dan terbarukan, maka dari sisi
bidang geologi untuk WIT terdapat tantangan penggunaan energi panas bumi yang perlu dikedepankan. Hal ini mengingat hasil survei dan eksplorasi sejauh
ini menunjukkan bahwa WIT memiliki cukup sumber panas bumi yang tersebar cukup merata.
Berkenaan dengan panas bumi, tantangan yang dihadapi lebih banyak ber- kaitan dengan aspek hilir atau di luar bidang geologi. Pengembangan panas
bumi sebenarnya dapat menjawab beberapa isu dalam isu ketahanan ener- gi, seperi isu kemandirian energi, khususnya untuk wilayah Indonesia bagian
imur; isu diversiikasi energi atau pemanfaatan energi baru dan terbarukan, isu alokasi energi hingga solusi isu konservasi energi dalam rangka penggunaan
energi yang ramah lingkungan dan sekaligus menjadikan Indonesia sebagai negara yang idak bergantung kepada pihak asing dalam penggunaan energi
kemandirian energi.
56 57
Road Map Badan Geologi 2010-2025 Geology for Security and Welfare
Tantangan yang dihadapi aspek panas bumi berkaitan dengan fakta berikut ini: • Panas bumi adalah sumber energi yang bersih lingkungan karena idak
memproduksi emisi CO. Penggunaan energi panas bumi sebesar 5.789 MW adalah setara dengan pengurangan emisi CO sebesar 38 juta ton
dari pengalihan pemanfaatan batu bara atau 25 juta ton dari penggan- ian pemakaian BBM;
• Panas bumi juga merupakan sumber energi yang berkelanjutan atau ter- sedia terus menerus
sustainable selama kondisi geologi dan hidrologi terjaga keseimbangannya misal: pembentukan magma idak terheni;
• Penggunaan energi panas bumi idak memerlukan kilang, pengangku- tan, bongkar muat, dan bersifat lokal sehingga potensial untuk idak
tergantung pada luktuasi harga energi fosil; • Karakter sumber energi panas bumi yang bersifat lokal atau untuk keper-
luan domesik atau setempat menjadikan pengembangannya akan ber- peran pening dalam diversiikasi energi, engurangan ketergantungan
penggunaan migas dan membangun kemandirian energi lokal untuk ketahanan energi nasional;
• Penggunaan energi panas bumi juga menghemat devisa. Kajian Asosia- si Panasbumi Indonesia API menyatakan bahwa pemanfaatan sumber
panas bumi hingga 5.796 MW dapat menyelamatkan penerimaan negara sebesar 4,5 miliar dollar AS per tahun dari penghematan BBM atau 1,5
miliar dollar AS per tahun dari penghematan batu bara Sukhyar, 2009.
• Pemerintah Indonesia saat ini telah menargetkan pengurangan emisi CO se- besar 26 persen hingga tahun 2020 melaui pengurangan degradasi hutan
dan alih fungsi lahan, dan penggunaan energi terbarukan, antara lain panas bumi;
• Indonesia adalah negara yang memiliki sumber daya panas bumi terbesar. Potensi panas bumi Indonesia saat ini mencapai 28.000 MW 35 dari po-
tensi di seluruh dunia yang tersebar di 265 lokasi di Sumatera, Jawa, Su- lawesi, Bali, NTT, Maluku, dan sebagian Kalimantan. Daya sebesar itu setara
dengan 12 miliar barrel minyak bumi untuk masa pengoperasian 30 tahun;
• Indonesia berencana menjadi negara pengguna panas bumi untuk pem- bangkit listrik terbesar pada 2015. Saat ini negara yang terbesar dalam
Box 3.2. Tantangan dan dukungan untuk pengembangan panas bumi Indonesia
Pengembangan panas bumi masih membutuhkan dukungan semua pi- hak. Keberadaan UU Panas Bumi maupun berbagai peraturan yang ada be-
lum mampu mewujudkan pemanfaatan sumber energi panas bumi secara maksimal. Berbagai hambatan dan tantangan masih membutuhkan keseriu-
san untuk dicarikan solusinya. Berbeda dengan minyak bumi atau barubara, karakterisik sumber ener-
gi panas bumi membuat pengembangan dan pengelolaannya idak dapat mengikui mekanisme pasar. Hukum permintaan dan penawaran idak ber-
laku. Oleh sebab itu, peran pemerintah sangat diperlukan guna mengelola dan mengatur para pelaku industri pemanfaatan panas bumi.
Melalui peran pemerintah, kepeningan perusahaan penyalur listrik di hilir dan perusahaan pengembang sumber panas bumi produksi uaplistr-
ik dapat dipertemukan. Bahkan sebaiknya pelayanan pengembangan panas bumi di hulu dan hilir dilakukan satu atap.
Pola satu atap ini diharapkan juga mengatasi hambatan pengembangan sumber energi panas bumi yang bersifat kedaerahan. Pada daerah-daerah
yang hanya memiliki sumber energi panas bumi, energi ini mendapat pri- oritas pertama untuk dikembangkan. Pemerintah ikut serta memikul risiko,
terutama di sisi hulu, sehingga dapat mengurangi risiko bisnis pengusaha.
Potensi besar panas bumi di Indonesia juga merupakan tantangan bagi ilmuwan, akademisi, teknolog, maupun pengusaha nasional karena idak
semua negara beruntung memiliki sumber energi ini. Penguasaan teknologi pengembangan sumber energi panas bumi oleh pihak nasional menghasil-
kan nilai tambah industri, serta menumbuhkan kebanggaan karena Indone-
sia menjadi idak tergantung pada pihak asing Sukhyar, 2009. penggunaan panas bumi untuk pembangkit listrik adalah Amerika Seri-
kat 2.900 MW dan Filipina 2.000 MW. Indonesia saat ini masih bera- da pada posisi keiga dalam penggunaan panas bumi untuk pembangkit
listrik dengan daya yang sudah dimanfaatkan sebesar 1.189 MW;
Tantangan yang dihadapi dalam pemanfaatan energi panas bumi selanjut- nya dapat ditelaah dari paparan Box 3.2 dibawah ini:
Tantangan ketahanan energi ke depan juga muncul berkenaan dengan sum- ber-sumber energi baru yang masih termasuk kelompok energi fosil, seperi:
coal-bed methane CBM, bitumen padat atau oil shale, gambut, dan beberapa
58 59
Road Map Badan Geologi 2010-2025 Geology for Security and Welfare
energi baru dan terbarukan lainnya diluar otoritas bidang geologi. Dalam hal ini tantangan yang dihadapi bidang geologi adalah penyediaan data cadangan dan
wilayah usaha pertambangan WUP dari sumber-sumber baru energi fosil terse- but. Tantangan ke depan juga muncul berkaitan dengan alokasi dan konservasi
energi. Dalam hal ini, salah satu tantangan yang dihadapi bidang geologi adalah penyediaan informasi bagi wilayah pencadangan negara di bidang energi dan
konservasi energi Indonesia.
3,3 Lingkungan dan Perubahan Iklim
Isu lingkungan akan menjadi isu Nasional, baik jangka menengah maupun jangka panjang. Isu perubahan iklim merupakan bagian dari isu lingkungan
hidup yang pada periode 2010-2014 telah menjadi salah satu subyek pen- garus-utamaan main streaming
kedalam perencanaan pembangunan Nasion- al. Isu perubahan iklim juga akan menjadi isu ke depan hingga akhir dari RPJPN
2005-2025. Isu kerusakan lingkungan hidup bersama-sama dengan isu perubahan iklim
dan isu bencana geologi telah menjadi isu strategis sektor ESDM 2010-2014. Un- tuk itu, KESDM telah mencanangkan fokus yang berkaitan, yaitu: mendukung
pelestarian lingkungan. Terdapat dua tujuan dari fokus sektor ESDM periode 2010-2014 tersebut yang berkaitan isu lingkungan hidup dan perubahan iklim
dari bidang geologi, yaitu: 1 menurunnya emisi GRK sektor ESDM, dan 2 terwu- judnya konservasi sumber daya alam dan lingkungan hidup.
Pada saat ini perubahan iklim diyakini oleh mayoritas ilmuwan dan diterima oleh sebagian besar bangsa-bangsa di dunia sebagai sebuah fenomena yang telah
terjadi, ditandai terutama oleh kenaikan temperatur rata-rata permukaan bumi. Secara umum, adanya kenaikan temperatur global setelah era industri telah diakui
oleh para pakar iklim dunia. Sejauh ilmu pengetahuan dan teknologi memungkin- kan, kenaikan temperatur global telah dikonirmasi oleh para ahli melalui simulasi
menggunakan GCM Global Circulaion Model untuk kondisi abad ke-20.
Perubahan iklim diyakini pula oleh main stream global saat ini sebagai akibat pemanasan global yang disebabkan oleh peningkatan gas CO
2
dan gas rumah kaca GRK lainnya di atmosir dan peningkatan GRK ini sebagai akibat peng-
gunaan energi fosil, degradasi hutan. Peninggkatan GRK mungkin pula sebagai
Gambar 3.2. Proyeksi perubahan temperatur permukaan global dengan iga skenario SRES B1, A1B, dan A2. Sumber : IPCC, 2007
dampak akivitas gunungapi, terutama untuk variabilitas lokal. Namun demikian, terdapat potensi isu perubahan iklim menjadi komodii poliis. Untuk mencegah
hal itu, maka Indonesia perlu membangun ketahanan resilince terhadap isu perubahan iklim. Salah satu upaya untuk itu adalah penguatan
scieniic basis ka- jian iklim diantaranya melalui riset pembukian perubahan iklim climate change
proof . Bidang geologi dapat berperan dalam upaya-upaya climate change proof
melalui pendekatan proxy pembukian perubahan iklim di masa lalu yang di-
peroleh melalui riset iklim purba paleoclimate.
Arus kuat di ingkat global menyatakan bahwa perubahan iklim global selain ditandai oleh kenaikan temperatur juga oleh adanya variabilitas curah hujan,
peningkatan intensitas dan frekuensi kejadian iklim ekstrim La Nina dan El Nino,
dan kenaikan muka air laut sea level rise. Perubahan iklim memberikan dampak
yang dalam terminologi IPCC Intergovermental Panel on Climate Change - se- buah badan PBB yang berurusan dengan fenoma perubahan iklim-dampak ini
diawali dengan bahaya hazard-H; berhadapan dengan sejumlah kerentanan
vulnerabiliies-V yang ada terhadap bahaya tersebut dan memberikan sejum- lah risiko risks
-R yang mengancam berbagai kehidupan manusia. Tanda-tanda
60 61
Road Map Badan Geologi 2010-2025 Geology for Security and Welfare
perubahan iklim sebagaimana disebutkan diatas adalah simuli atau pendorong terhadap munculnya bahaya H perubahan iklim.
Pada periode basah, sebagai contoh, curah hujan yang inggi menyebabkan frekuensi dan intensitas kejadian banjir dan tanah longsor meningkat; dan pada
periode kering kemarau menjadi lebih panjang atau sangat kering yang ber- dampak pada turunnya ketersediaan air hingga kekeringan. Banjir, tanah long-
sor, penurunan ketersediaan air, dan kekeringan adalah bahaya yang berpotensi
memberikan risiko terkait apabila bahaya tersebut berpadu dengan sejumlah kerentanan masing-masing. Adapun kerentanan terhadap perubahann iklim V
dideinisikan oleh IPCC sebagai fungsi dari karakter, besaran, dan kecepatan dari bahaya perubahan iklim dan variasi dari keterpaparan exposure, sensiivitas
sensiivity dan kapasitas adaptasi adapive capacity dari sistem terhadap ba- haya tersebut. Untuk seiap bahaya iklim, terdapat kerentanan dan risiko yang
berkaitan dengan bahaya tersebut. Selanjutnya, kerentanan menurut IPCC adalah fungsi dari eksposur E, sensi-
ivitas S, dan kepasitas adaptasi AC: adapive capacity terhadap bahaya yang dinyatakan dalam rumusan V = E x SAC. Eksposur E atau keterpaparan ada-
lah aspek isik dari kerentanan melipui kerawanan suscepibility lokasi dan lingkungan terbangun, tataguna lahan, kepadatan penduduk, dan aspek isik
lainnya. Sensiivitas S adalah ingkat kemampuan suatu sistem dalam mere- spon perubahan iklim seperi simpanan air, dan perluasan perubahan ekosistem.
Sedangkan kapasitas adaptasi AC adalah potensi atau kemampuan suatu sistem untuk beradaptasi terhadap simuli atau bahaya perubahan iklim. Kapasitas
adaptasi dipengaruhi secara kuat oleh kerentanan masyarakat dan wilayah terh- adap bahaya peruban iklim. Indikatornya yang sering digunakan adalah sumber
daya ekonomi, ketersediaan dan akses terhadap teknologi, informasi dan keter- ampilan, dan ingkat kesiapan infrastruktur serta insitusi terkait.
Di ingkat global, sebagaimana dalam IPCC, respon terhadap perubahan iklim terdiri atas dua langkah utama, yaitu miigasi dan adaptasi. Miigasi perubahan
iklim adalah upaya penurunan laju terjadinya perubahan iklim dengan mening- katkan kemampuan absorbsi karbon dan mengurangi ingkat emisi gas rumah
kaca GRK. Sebagai contoh, penggunaan energi panas bumi sebagai penggani energi fosil merupakan langkah miigasi perubahan iklim. Adapun adaptasi peru-
bahan iklim adalah upaya-upaya untuk mengurangi kerusakan dan atau mening- katkan peluang dari perubahan iklim yang melipui rekayasa teknologi dan sosial
untuk beradaptasi terhadap perubahan iklim yang ditunjang oleh kesadaran yang inggi, sikap mental, dan perilaku masyarakat. Contoh adaptasi adalah pen-
ingkatan ketersediaan dan akses terhadap air bersih.
Dampak perubahan iklim dan bencana yang diimbulkannya pada umumnya bersifat bertahap
gradual alias idak terjadi secara iba-iba. Berlainan dengan, misalnya, dampak atau bencana alam gempabumi. Berkaitan dengan langkah
adaptasi perubahan iklim, IPCC telah merumuskan suatu kerangka kerja pe- nilaian risiko
risk assessment framework dengan mengadopsi kerangka kerja penilaian risiko dalam kebencanaan yang besifat iba-iba, yaitu : R = H x V R =
risiko, H = bahaya, dan V = vulnerability. Maka langkah-langkah adaptasi dilaku- kan melalui langkah pengurangan eksposur dan sensiivitas dan meningkatkan
kapasitas adaptasi. Lima sektor pening yang rentan dan berisiko terhadap ba- haya perubahan iklim adalah: pesisir dan pantai, sumber daya air, pertanian, ke-
hutanan antara lain: biodiversity dan kesehatan.
Secara ringkas, isu lingkungan dan perubahan iklim disajikan pada box 3.3.
Box 3.3. Ringkasan isu lingkungan dan perubahan iklim
Berkaitan dengan bidang geologi, isu lingkungan dan perubahan iklim lebih jauh melipui sedikitnya 3 iga isu bagian, yaitu: i isu degradasi
lingkungan, dalam hal ini lingkungan isik, dan ii isu geologi untuk miigasi dan adaptasi perubahan iklim; dan iii isu proxy riset iklim purba untuk cli-
mate change proof atau sebaliknya dalam rangka membangun ketahanan resilince terhadap isu perubahan iklim.
Konsekuensi dari meningkatnya kesadaran akan lingkungan hidup, ter- masuk perubahan iklim, telah menyebabkan semakin peningnya peranan
suatu lingkungan dan tataan geologi dalam mendukung kelangsungan hidup umat manusia. Lokasi-lokasi seperi tapak pembangkit listrik tenaga
nuklir, tempat pembuangan limbah, kawasan konservasi atau cagar alam, geowisata; penyimpanan karbon didalam bumi, sumber daya air tanah po-
tensial terutama di daerah sulit air; dan kawasan untuk lingkungan binaan yang aman dari bahaya longsor akan membutuhkan lingkungan dan tataan
geologi yang spesiik yang terdapat hanya di tempat-tempat tertentu.
Lokasi-lokasi seperi itu banyak terdapat di wilayah Indonesia, sehing- ga merupakan aset ekonomi yang sangat berharga dan strategis. Penilaian
dan penyediaan informasi geologi tentang lokasi-lokasi tersebut merupa-
62 63
Road Map Badan Geologi 2010-2025 Geology for Security and Welfare
Tantangan yang dihadapi bidang geologi dalam menghadapi isu lingkungan
dan perubahan iklim melipui: penyediaan data dan informasi untuk pencegah- an atau pengurangan degradasi lingkungan; dan penyediaan data dan informasi
serta aksi untuk miigasi dan adaptasi perubahan iklim. Tantangan pertama mer- upakan lanjutan dari tantangan dalam periode 2005-2009, sedangkan tantangan
yang kedua merupakan sesuatu yang relaif baru muncul pada periode 2010- 2014 seiring telah berlangsungnya pengarus-utamaan main streaming isu pe-
rubahan iklim ke dalam perencanaan pembangunan Nasional.
Tantangan
kedepan untuk pencegahan atau pengurangan degradasi lingkun- gan antara lain berupa rekomendasi dan penyediaan informasi berikut peta ten-
tang geologi lingkungan regional, perkotaan, kawasan andalan, kawasan strate- gis, dan kawasan pertambangan; lokasi tapak pembuangan sampah akhir TPA
dan tempat pembuangan limbah; serta peta-peta geologi teknik untuk infras- truktur pening dan strategis yang melipui seluruh wilayah Indonesia. Tantangan
lainnya adalah pemberian rekomendasi dan penyediaan peta-peta konservasi lingkungan, seperi kawasan lindung geologi, kawasan karst, kawasan strategis
seperi situs-situs purbakala, geowisata, medical geology, dan eco-region. Tanta- ngan yang ada disini bersinggungan dengan penyelesaian isu-isu bidang geologi
lainnya seperi: konservasi air tanah dan lingkungan, kebencanaan georisk, dan penataan ruang. Untuk itu diperlukan peneliian yang melipui survei, pemeta-
an, penyelidikan dan riset; disamping pelayanan.
Berkaitan dengan isu perubahan iklim, tantangan yang dihadapi melipui mit- igasi dan adaptasi perubahan iklim; serta riset-riset berkaitan dengan scieniic
basis untuk proxy pembukian perubahan iklim untuk membangun ketahanan terhadap isu perubahan iklim. Dalam miigasi perubahan iklim tantangan bidang
geologi antara lain adalah penyiapan data dan informasi sumber daya panas bumi, WKP panas bumi sebagai energi alternaif penggani energi fosil; penye-
diaan informasi tentang formasi batuan yang dapat menyimpan atau mereduksi gas CO
2
atau formasi CCS carbon capture and storage. Tantangan lainnya da- lam kaitan ini adalah upaya yang bersifat sinergis antara penyediaan energi baru
dengan pengurangan emisi CO
2
, misalnya pengkayaan CBM recovery dari lapisan batubara dalam
deep seated-coal beds melalui injeksi CO
2
. Tantangan lainnya dalam miigasi ini adalah penyediaan informasi sumber
daya batubara dan gambut untuk pengurangan bencana kebakaran hutan dan emisi gas CO
2
. Miigasi bencana kebakaran hutan dalam sudut pandang kebenca- naan selama ini diluar konteks perubahan iklim, dengan asumsi kebakaran hutan
itu disebabkan oleh batubara dan gambut yang terbakar, dalam hal ini mer- upakan indaka sinergis dengan miigasi bencana perubahan iklim. Pengenalan
jenis-jenis lapisan gambut kaitannya dengan emisi CO
2
yang dihasilkannya akan berkonteribusi pada pengurangan gas CO
2
sehingga merupakan salah satu upaya miigasi perubahan iklim bidang geologi. Dengan kata lain, tantangannya disini
adalah bidang geologi harus menghasilkan data dan informasi guna penanganan gambut dalam konteks perubahan iklim.
Adapun tantangan untuk pengurangan dampak dan risiko perubahan iklim atau adaptasi perubahan ikilm antara lain berupa pemberian rekomendasi dan
penyediaan informsi tentang bahaya gerakan tanah atau longsor lanslide yang dipicu terutama oleh peningkatan intensitas curah hujan; konservasi air tanah,
eksplorasi dan pengembangan air tanah sebagai sumber air, terutama di wilayah kering atau daerah sulit air. Lebih jauh, dalam hal ini bidang geologi ditantang
untuk dapat menghasilkan formulasi bahaya perubahan iklim terhadap ger-
akan tanah yang terkait dengan tataan air berikut kerentanan dan risikonya, secara spasial dan temporal; dituangkan dalam laporan hasil analisis maupun
peta-peta. Demikian pula, informasi dalam bentuk laporan hasil analisis dileng-
kapi dengan peta-peta formulasi bahaya perubahan iklim terhadap ketersediaan air tanah, dan kerentanan dan risiko air tanah terhadap bahaya tersebut untuk
kan bagian dari jawaban terhadap permasalahan degradasi lingkungan, ser- ta miigasi dan adaptasi perubahan iklim. Namun, penilaian assessment
atau evaluasi dan penyediaan informasi geologi untuk lokasi-lokasi tersebut untuk seluruh Indonesia dan dengan skala yang cukup rinci saat ini masih
merupakan permasalahan yang dihadapi bidang geologi. Sementara itu, riset bidang geologi berkenaan dengan iklim purba se-
bagai proxy pembukian atau pemahaman pola perubahan iklim di masa
lalu untuk jawaban dan respon permasalahan kini dan kedepan belum ban- yak dilakukan.
Climate change proof masih menjadi permasalahan yang dihadapi bidang geologi. Di sisi lain, kontribusi bidang geologi dalam riset
iklim purba sangat diperlukan untuk penguatan scieniic basis bidang iklim
sehingga diperoleh ketahanan terhadap isu perubahan iklim.
64 65
Road Map Badan Geologi 2010-2025 Geology for Security and Welfare
seluruh wilayah Indonesia berkaitan dengan simuli dari perubahan iklim seperi: kenaikan temperatur, variabilitas curah hujan, banjir dan kekeringan, dampak El
Nina dan La Nina, dan intrusi air laut akibat kenaikan muka air laut SLR. Tantangan lainnya berkaitan dengan riset iklim purba sebagaimana dalam Box 3.4.
3.4 Bencana Alam