Analisis sistem pengendalian manajemen dan akuntabilitas kinerja dalam mewujudkan good governance : studi kasus inspektorat Jendral Departemen R.I

(1)

ANALISIS SISTEM PENGENDALIAN MANAJEMEN

DAN AKUNTABILTAS KINERJA DALAM

MEWUJUDKAN GOOD GOVERNANCE

(

Studi Kasus Inspektorat Jenderal Deparetemen Agama R.I.)

Oleh : ANDI MUTIAH NIM. 205082000126

FAKULTAS EKONOMI DAN ILMU SOSIAL

UNIVERSITAS ISLAM NEGER SYARIF

HDAYATULLAH

JAKARTA


(2)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahi rabbi al-alamin, sujud syukur penulis haturkan kepada Dzat yang Maha Rahman bagi semesta Alam dan Rahim bagi semua hamba-hamba-Nya yang selalu menjalankan perintah-Nya, yang telah menciptakan rasa cinta dan kasih kepada seluruh manusia. Washalatu wassalam’ala Rasulillah senantiasa tercurah kepada Rasulullah SAW (yang tak pernah lelah untuk membimbing umatnya dengan penuh kasih sayang), kepada keluarganya, sahabatnya serta umatnya sepanjang zamansemoga kita mendapat syafa’at-Nya

diyaumul al-Ba’ats, amin.

Dalam proses penulisan skripsi ini, penulis banyak memenuhi hambatan dan cobaan. Namun, penulis berusaha menghadapi dengan ikhtiar dan tawakal. Alhamdulillah atas Rahmat Allah SWT, serta berkat do’a dan dukungan orang tua, keluarga, sahabat serta teman-teman, segala hambatan dan cobaan dapat penulis hadapi. Karena itulah, dari lubuk hati yang paling dalam, penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga dan tulus kepada segenap pihak yang telah membantu dan memberikan dukungan baik moril maupun materil dalam penyelesaian skripsi ini. Sebagai rasa syukur penulis mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada:

1. Yang tercinta dan terkasih Ayahanda Drs. H. Andi Supardi dan Ibunda ku tersayang Hj. Lubnah terima kasih yang tak terhingga atas segala cinta dan kasih sayangnya yang begitu berlimpah untuk ananda, ketulusan serta perhatian dan dukungan yang tiada pernah ada habisnya kepada


(3)

ananda untuk dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Sebagai seorang anak, ananda merasa belum bisa membalas jasa, cinta, perhatian dan kasih sayang yang papa dan mama berikan kepada ananda, yang bisa ananda berikan adalah Do’a yang tulus dan ikhlas yang selalu ananda panjatkan kepada Allah SWT, semoga papa dan mama selalu senantiasa dalam lindunganNya, amin ya rabbal alamin. Luv u all

2. Bpk. Prof. Dr. Abdul Hamid, MS. Dekan Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial Universitas Islam Negeri Jakarta.

3. Bpk Afif Sulfa, SE., Ak., M.si. Ketua Jurusan Akuntansi dan Ibu Yessi Fitri, SE., Ak., M.si Sekretaris Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Bpk. Dr. Yahya Hamjah, MM. Dosen Pembimbing I dan Bpk. Drs. Abdul Hamid Cebba, MBA., CPA. Dosen Pembimbing II yang senantiasa membimbing penulis dan senantiasa bersedia memberikan waktu, tenaga serta pikiran untuk memberikan ilmu, pengarahan dan bimbingan kepada penulis selama penyusunan skripsi ini, sampai dengan skripsi ini dapat selesai dengan baik.

5. Pimpinan dan Staf Perpustakaan Utama, Perpustakaan Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, tempat penulis memperoleh berbagai informasi dan referensi yang diperlukan dalam penulisan skripsi ini.

6. Segenap Instansi Inspektorat Jenderal Departemen Agama R.I. yang telah berkenan meluangkan waktunya bagi penulis untuk bertanya dan


(4)

memperoleh informasi serta data yang diperlukan dalam penyelesaian skripsi ini.

7. Adik-adikqu tershayang Ananda Andi Sakinah dan Ananda Andi Nur Shella, terima kasih sayang atas semua bentuk perhatian yang udah kamu berikan untuk ka uty, semangat yang tiada henti-hentinya untuk ka uty membuat ka uty semakin semangat dalam menyelesaikan skripsi dan kuliah k uty, kalian penyemangat terindah dalam hidup ka uty karena tanpa kelian berdua k uty ga ada artinya sama sekali. Kalian berdua segalanya untuk k uty,, “makasi banyak de2 kinoy dan de2 uchil nya ka uty,,ka uty Saayaaaaaaaaaaaaaaangggg,, kalian berdua selamanya. 8. Orang terdekat penulis. Kakak ku Anton Febrianto terima kasih ya ka

udah selalu ad untuk dede, dengan segala bentuk perhatian, dukungan, dan waktu yang kaka berikan untuk dede telah membuat dede sadar akan pentingnya terus berusaha dan pantang menyerah untuk menghadapi apapun yang ada didepan kita, dengan kasih sayang dan kesabaran kaka telah membuat dede mampu menyelesaikan skripsi ini dengan baik,, makasi kaka ku sayang.

9. Sahabat dan temen-teman ku tersayang, Sahabat ku Ka Iwan Juniyadi makasi banyak ka selama di UIN udah selalu ada untuk tya, Antika, Arin, Lya, dan teman-teman di arisan gila (kalianlah arti dari persahabatan yang sesungguhnya luv u all). Sepupu ku Nina (makasi ya non untuk nasehatnya). Teman-teman ku Fuah, Sari, Ica, Yuli, dan semua anak-anak akuntansi A (makasi untuk semuanya), anak-anak-anak-anak manajemen A


(5)

(Lina, Ami, Endang, Chafid, Dimas, Nia, Letti, Imam” ku shayang kalian semua”). Anak-anak kostn apartemen semanggi (Fitri, Ayu, Kiki, Ka dini, Ka goday, Ka nna, Reni luv u kalian semuanya). Kaka – kakakku (Ka Sogir, Ka Oland, Ka Bogel, Ka Roni, Bang Ubz, Bang Odji, Kakak- kakak di Wali, Ka Botel) Makasi udah bantu dede selama ini terutama tumpangannya,,hehehe, dan seluruh kawan-kawan yang telah membantu penulis dalam penyelesaian penulisan skripsi ini yang mana tidak dapat saya sebutkan satu persatu “ Thanks 4 all”…

Semoga Allah SWT memberikan balasan yang berlipat ganda kepada semua pihak atas bantuan dan amal baik yang telah diberikan kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini sampai dengan selesai. Lebih dari ucapan terima kasih kepada Yang Maha Pengasih dan Penyayang, Allah SWT, semoga senantiasa memberikan sinar terang kepada seluruh hamba-Nya, dan semoga aktivitas penulis selalu diberkahi-Nya serta penulis selalu diberikan hidayah-Nya. Akhir kata, di dalam penulisan skripsi ini kiranya tentu masih terdapat banyak kekurangan, namun kiranya semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi semua kalangan

Jakarta, 3 Juni 2009


(6)

ABSTRACT

Bed governance n Indonesia, which both makes the major cause of nation crisis that accoured in the 20 century. This is not apart from the failure of government delivery system and development of the century does not respect the principles of good governance. Supervision of concepts, strategies and implementation of good governance in achieving good governance is a key requirement for realizing the aspirations of the community is achieving the goals and ideals of nation and state. In other that required the development and implementation of management system of the right and responsibility a long with the right system, so clear and real enforcement of governance and development can take place efficient, clean and responsible and free corruption, collusion, and nepotism. In addition, note also the existence of mechanism for accountability at each regulation of government institutions so that people can know the extent to which the success of the goals and objectives have been defined can be achieved of monondagement institutions of parliament, and availability of equal access to information for the public.

This research uses descriptive qualitative method, in which researchers conduct both primary data and secondary general inspectorate of ministry of religious affairs. Result from thus search is a system in the control system of management is to realize a role in good governance so that the performance accountability in the environment performance of Inspectorate General of Ministry of Religious Affair can be done well.

Key Word : Control system management, performance accountability, control system (internal and eksternal), the principles of good governance, accountability of performance measurement.


(7)

ABSTRAK

Buruknya tata kelola pemeritahan yang baik di Indonesia menjadikan penyebab utama terjadinya krisis nasional yang terjadi di penghujung abad 20. Hal tersebut tidak terlepas dar kegagalan yang tidak mengindahkan prinsip-prinsip

good governance. Pengawasan konsep, strategi dan implementasi good governance dalam mewujudkan kepemerintahan yang baik merupakan persyaratan yang utama untuk mewujudkan asprasi masyarakat dalam pencapaian tujuan dan cita-cita bangsa dan Negara. Dalam rangka itu di butuhkan penerapan dan pengembangan sistem pengendalian manajemen yang tepat dan disertai dengan sistem pertanggungjawaban yang tepat, jelas dan nyata sehingga penyelenggaraan pemerintah dan pembangunan dapat berlangsung dengan berdaya guna, bersih dan bertanggungjawab serta bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme. Selain itu, perlu diperhatikan pula adanya mekanisme untuk meregulasi akuntabilitas pada setiap instansi pemerintahan agar masyarakat dapat mengetahi sejauh mana keberhasilan dari tujuan-tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan dapat tercapai dengan baik dan dapat dipertanggungjawabkan kepada masyaratakat, serta memperkuat peran dan kapasitas pengendalian manajemen isntitusi parlemen, serta tersedianya akses yang sama pada nformasi bag masyarakat luas.

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif, dimana peneliti melakukan pengumpulan data baik primer maupun sekunder dari Inspektorat Jenderal Departemen Agama R.I. hasil dar penelitan ini adalah sistem pengawasan dalam sistem pengendalian manajemen sangat berperan dalam mewujudakna good governance sehingga akuntabiltas kinerja di lingkungan Inspektorat Jenderal Departemen Agama R.I. dapat terlaksana dengan baik.

Kata Kunci : Sistem Pengendalian Manajemen, akuntabiltas kinerja, sistem pengawsan internal dan eksternal, prinsip-prinsip good governance, pengukuran akuntabilitas knerja


(8)

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR TABEL... iv

DAFTAR GAMBAR... v

BAB I PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang Penelitian ... 1

B. Perumusan Masalah ... 3

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA... 6

A. Sistem Pengendalian Manajemen ... 8

1. Definisi Sistem Pengendalian Manajemen ... 8

2. Arti Penting Sistem Pengendalian Manajemen ... 10

3. Arti Penting Sistem Pengendalian Manajemen bagi Auditor ... 12

B. Sistem Pengendalian Manajemen Pada Internal Audit... 13

1. Jenis-jenis Internal Audit... 14

2. Posisi Pengendalian Manajemen dalam Internal Audit ... 15

3. Perhatian Internal Auditor pada Penelahaan Pengendalian Manajemen... 16

4. Tujuan Pengendalian Manajemen yang Diuji Auditor ... 18 5. Manfaat Pengendalian Manajemen bagi Akuntabilitas


(9)

Kinerja Organisasi ... 18

6. Peranan Pemeriksaan Manajemen dan Audit Kinerja dalam Pemeriksaan Kinerja ... 23

C. Sistem Pengendalian Manajemen terhadap Pengorganisasian ... 25

1. Perencanaan ... 26

2. Prosedur... 26

3. Kebijakan... 27

4. Pencatatan... 27

5. Pelaporan ... 27

6. Review Internal ... 28

D. Akuntabilitas ... 28

1. Perkembangan Akuntabilitas... 29

2. Jenis Akuntabilitas ... 32

E. Good governance... 36

1. Definisi dan Konsep Good governance... 39

2. Strategis Menerapkan Good governance... 39

F. Kajian Penelitian Terdahulu... 41

G. Kerangka Penelitian ... 42

BAB III METODOLOGI PENELITIAN... 43

A. Ruang Lingkup Penelitian... 43

B. Metode Penentuan Sampel ... 42

C. Metode Analisis Data... 44


(10)

1. Studi Kepustakaan ... 45

2. Studi Lapangan (Field Research) ... 46

E. Operasional Variabel Penelitian ... 46

1. Sistem Pengendalian Manajemen ... 46

2. Akuntabilitas Kinerja ... 48

3. Good Governance... 49

BAB IV PENEMUAN DAN PEMBAHASAN... 51

A. Gambaran Umum Objek Penelitian ... 51

1. Tugas dan Fungsi ... 53

2. Struktur Organisasi Departemen Agama... 54

3. Visi dan Misi ... 56

4. Program Utama Inspektorat Jenderal... 57

5. Capacity Building... 59

B. Analisis dan Pembahasan ... 62

1. Analisis Deskriptif ... 62

2. Pembahasan ... 93

BAB V PENUTUP... 114

A. Kesimpulan... 114

B. Saran ... 115

C. Implikasi... 116


(11)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Krisis nasional yang dihadapi bangsa Indonesia di penghujung Abad 20 tidak lepas dari kegagalan pengembangan sistem penyelenggaraan pemerintahan negara dan pembangunan yang tidak mengindahkan prinsip-prinsip good governance. Perjuangan untuk melakukan reformasi disegala bidang telah membuahkan dasar-dasar perubahan di bidang manajemen pemerintahan. Hal tersebut antara lain diwujudkan dalam Tap MPR RI No.XI/MPR/1999 tentang penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN), yang menegaskan tekad bangsa ini untuk senantiasa bersungguh-sungguh mewujudkan pemerintahan negara dan pembangunan yang didasarkan atas prinsip-prinsip good governance (LAN dalam buku pedoman Penyusunan Pelaporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah dan Good Governance. 2002).

Dalam seminar nasional pengawasan konsep, strategi dan implementasi good governance dalam mewujudkan kepemerintahan yang baik (good governance) merupakan persyaratan utama untuk mewujudkan aspirasi masyarakat dalam pencapaian tujuan cita-cita bangsa dan negara. Dalam rangka itu, diperlukan penerapan dan pengembangan sistem pengendalian manajemen yang tepat dan disertai dengan sistem pertanggungjawaban yang tepat, jelas dan nyata sehingga penyelenggaraan pemerintahan dan


(12)

pembangunan dapat berlangsung secara berdaya guna, berhasil guna, bersih dan bertanggungjawab serta bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN).

Perlu diperhatikan pula adanya mekanisme untuk meregulasi akuntabilitas pada setiap instansi pemerintah serta memperkuat peran dan kapasitas pengendalian manajemen institusi parlemen, serta tersedianya akses yang sama pada informasi bagi masyarakat luas. Dalam praktik penerapan pengendalian manajemen ataupun elemen-elemennya dalam organisasi akan sangat bervariasi baik kedalaman maupun formalitasnya. Variasinya akan sangat tergantung dari tujuan yang hendak dicapai, ukuran organisasi, serta budaya dan karakteristik anggota-anggotanya. Oleh karena itu, dalam menurut (Ress, David dalam bukunya Management Peaples Startegy and Theory. 2007) pengendalian manajemen sekali-sekali tidak boleh dipandang sebagai kriteria normatif yang dapat dicontoh penerapannya secara umum walaupun dari suatu organisasi yang digunakan misalnya benchmarking.

LAN dalam pedoman penyusunan akuntabilitas kinerja instansi pemerintah 2005 menyatakan konsep dasar akuntabilitas didasarkan pada klasifikasi responsibilitas manajerial pada tiap tingkatan dalam organisasi yang bertujuan untuk pelaksanaan kegiatan pada tiap bagian. Masing-masing individu pada tiap jajaran aparatur bertanggungjawab atas setiap kegiatan yang dilaksanakan pada bagiannya. Konsep itulah yang membedakan adanya kegiatan-kegiatan yang terkendali (controllable activities) dan kegiatan-kegiatan yang tidak terkendali (uncontrollable activities).


(13)

Akuntabilitas menurut didefinisikan sebagai suatu perwujudan kewajiban untuk mempertanggungjawabkan keberhasilan atau kegagalan pelaksanaan misi organisasi dalam mencapai tujuan-tujuan dan sasaran-sasaran yang telah ditetapkan melalui suatu media pertanggungjawaban yang dilaksanakan secara periodik. Dalam dunia birokrasi, akuntabilitas suatu instansi pemerintahan merupakan suatu perwujudan atas pelaksanaan kewajiban instansi pemerintah mempertanggungjawabkan keberhasilan atau kegagalan pelaksanaan misi instansi yang bersangkutan.

Menurut pusat pendidikan dan latihan pengawasan badan pengawasan keuangan dan pembangunan, sistem pengendalian manajemen secara umum adalah kajian deskriptif. Konsepnya dikembangkan dari hasil pengamatan terhadap apa yang dilakukan oleh manajemen organisasi untuk mengarahkan organisasinya ke tujuan yang digariskan. Berdasarkan latar belakang diatas maka pembahasan yang akan dilakukan memiliki batasan hanya pada pokok permasalahan yang ada, yaitu Analisis Sistem Pengendalian Manajemen dan Akuntabilita Kinerja Dalam Mewujudkan Good Governance Di Lingkungan Inspektorat Jenderal Departemen Agama R.I”.


(14)

B. Perumusan Masalah

Masalah penelitian yang dibahas dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Apa peranan sistem pengawasan pada sistem pengendalian manajemen untuk mewujudkan good governance di lingkungan Inspektorat Jenderal Departemen Agama?

2. Sejauh mana akuntabilitas kinerja Inspektorat Jenderal Departemen Agama dalam mewujudkan good governace?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk menemukan jawaban dari Pertanyaan-pertanyaan yang timbul dari masalah yang diteliti yaitu analisis sistem pengendalian manajemen yang difokuskan pada pelaksanaan pengawasan dan akuntabilitas kinerja dalam mewujudkan good governance di lingkungan Inspektorat Jenderal Departemen Agama R.I.

1. Tujuan Penelitian

a. Untuk mengatahui peranan sistem pengawasan pada sistem pengendalian manajemen dalam mewujudkan good governance di lingkungan Inspektorat Jenderal Departemen Agama;

b. Untuk mengetahui sejauh mana akuntabilitas kinerja pada Inspektorat Jenderal Departemen Agama dalam mewujudkan good governance.


(15)

2. Manfaat Penelitian

a. Bagi entitas terkait: hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai informasi yang bermanfaat bagi managemen dalam mengembangkan sistem pengendalian manajemen operasionalnya. b. Bagi auditor internal: penelitian ini diharapkan dapat digunakan

sebagai suatu pemahaman yang memadai mengenai pentingnya sistem pengendalian manajemen dalam mewujudkan good governance. c. Bagi pihak yang berkepentingan lainnya, penelitian ini diharapkan

dapat digunakan sebagai informasi masukan yang dapat dimanfaatkan sesuai dengan kebutuhan.

d. Bagi para peneliti lainnya, penelitian ini dapat digunakan sebagai salah satu referensi dalam penelitiannya.


(16)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Pengendalian manajemen menurut (Pusat Pendidikan dan Pengawasan Badan Keuangan dan Pembangunan/BPKP 2000) tidak dapat di lepaskan dari kegiatan internal audit, dimana pengendalian manajemen mempunyai dua arti penting bagi pelaksanaan audit internal. Yang pertama, pengendalian manajemen diperlukan untuk melihat apakah sasaran audit sementara (Tentative Audit Objective/TAO) dapat dimatangkan menjadi sasaran audit tetap (Firm Audit Objective/FAO). Konsep pengendalian manajemen dikembangkan oleh berbagai asosiasi dan profesi akuntansi. Di Amerika Serikat saja mereka-mereka yang telah mengembangkan sistem pengendalian manajemen dapat disebut dengan American Institute of Certified Publik Accountant (AICPA), Goverment Accounting Office

(GAO), the Institute of Internal Auditing (IIA) dan Comitie of Sponsoring Organization (COSO) of the Treadway Commission. Walaupun mereka mengembangkan dengan cara yang berbeda, tetapi substansi pembahasan pada dasarnya sama. Hal ini mudah dijelaskan karena konsep pengendalian manajemen merupakan konsep deskriptif dan bukannya konsep normatif. Artinya konsep pengendalian manajemen ini dikembangkan berdasarkan pengamatan terhadap pengelolaan yang dilakukan oleh manajemen organisasi.

Pengendalian internal (internal control) menurut (Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan dalam diktat Sistem Pengendalian Manajemen. 1999) sebutan yang paling awal digunakan yang nantinya akan berubah sesuai


(17)

dengan konsep yang dikembangkan oleh beberapa pihak dengan sudut pandang yang berbeda, masing-masing pihak memberikan nama yang mereka anggap paling sesuai sebagai alternatif dari istilah pengendalian internal. GAO misalnya, menggunakan istilah pengendalian manajemen (management control) karena ditentukan secara internal oleh pihak internal organisasi (dibedakan dari pengendalian oleh pihak luar organisasi), disebut sebagai pengendalian manajemen karena merupakan pengendalian yang ditetapkan oleh manajemen sendiri (dibedakan dari pengendalian yang ditetapkan secara normatif oleh pihak lain). Dari kedua nama ini variasi nama dibedakan untuk menjelaskan konsepnya menurut pendekatan yang digunakan terhadap pembahasannya.

Seperti dengan bahasan awal yang termuat dalam Statement of Auditing Standard No.1 (SAS-1) yang berembrio dari Statement on Auditing Procedures

(SAP) No.29 dan 33. AICPA menggunakan sebutan pengendalian intern (internal control) tambahan sebutan sistem sehingga menjadi sistem pengendalian intern (internal control system), dibuktikan karena dalam penerapannya pengendalian manajemen ini dijadikan bentuk formal dan kontinyu yang memenuhi unsur suatu sistem yaitu, mempunyai komponen input, proses dan output.

Lembaga yang sama kemudian melalui SAS-55 kemudian mengubah sudut pandang pembahasannya dengan menekankan bentuk pengendaliannya (dibedakan dari komponen atau elemen pengendalian), sehingga kemudian menyebutnya sebagai struktur pengendalian manajemen (internal control struktur). Sejak COSO memperkenalkan sudut pandangnya bahwa pengendalian manajemen lebih menekankan pada proses yang dilakukan manajemen bukan


(18)

bentuk pengendalian yang digunakan, maka orang kembali menyebutnya sebagai pengendalian intern (internal control).

Pengawasan didalam instansi pemerintahan sifatnya melekat atau inherent

dalam fungsi manajemen secara keseluruhan dan menyatu dengan sistem manajemen yang berlangsung dalam organisasi. Dengan demikian pengawasan dengan atasan langsung (supervisi) dapat diringankan karena semestinya tidak akan mengurangi kadar pengawasan yang telah melekat dalam sistem pengendalian manajemen internal pada organisasi yang bersangkutan. .

Uraian mengenai teori-teori yang berhubungan dengan penelitian berdasarkan masing-masing konsep dan sudut pandangnya akan dibahas pada bagian ini. Dimana penulis memfokuskan pembahasan pada satu atau lebih teori atau hasil penelitian sebelumnya yang relevan dengan masalah penelitian.

A. Sistem Pengendalian Manajemen

1. Definisi Sistem Pengendalian Manajemen

Pengertian pengendalian manajemen secara garis besar menurut (Anthony, Robert dalam bukunya “Management Control System”. 2007) yaitu sebagai suatu yang statis atau sesuatu yang dinamis. Konsep-konsep yang dikembangkan awalnya berdekatan statis. Pengendalian manajemen, pertama kali didefinisikan secara formal oleh Comunite Auditing Prosedur

(CAP) komisi dari AICPA. Dikatakan bahwa definisi pengendalian ini dihasilkan dari suatu studi komprehensif dan dituangkan dalam suatu


(19)

laporan khusus yang menjelaskan unsur-unsur pengendalian manajemen dari manfaatnya bagi manajemen dan auditor independen.

Pada bulan Oktober tahun 1958 komite yang sama menerbitkan

Statement on Auditing Procedur (SAP) No.29 berjudul Scope of the Independent Auditor’s Review of Internal Control. Pernyataan ini lebih menjelaskan ruang lingkup telahaan auditor independen terhadap pengendalian manajemen berkaitan dengan audit keuangan.

Perkembangan lebih lanjut dari konsep pengendalian manajemen ini adalah terbitnya SAP No.33 pada tahun 1953 yang berjudul ”Auditing Standards and Procedures (accodification)”. SAP ini menegaskan bahwa auditor independen terutama hanya berkepentingan dengan pengendalian akuntansi yang berkaitan erat dengan keandalan catatan-catatan keuangan yang akan dievaluasi dalam audit. Pengendalian administratif dipertimbangkan, hanya jika auditor independen beranggapan bahwa pengendalian tersebut mempunyai pengaruh yang penting terhadap keandalan catatan-catatan keuangan.

Pada tahun 1972 Statement on Auditing Procedures (SAP) digantikan oleh Statement of Auditing Standard. Statement of Auditing Standard No.1 (SAS-1).yang terbit pada bulan November 1972 adalah kondifikasi SAS-1 hingga SAP-54. Oleh karena itu, sekarang ini boleh dikatakan bahwa pengertian pengendalian manajemen yang mendahului pengertian yang terdapat pada SAS-55 yang lebih menerbitkan atau


(20)

menekankan pada bentuk pengendalian dan pada komponennya adalah pengertian yang ada pada SAS-1.

Definisi pengendalian manajemen yang memandang internal control sebagainya terdapat dalam konsep COSO. Pengendalian manajemen didefinisikan sebagai proses yang dilakukan oleh manajemen dari personil lain, dimaksudkan keyakinan yang memadai bahwa tujuan-tujuan, efektifitas dan efisiensi operasi, keandalan pelaporan keuangan, serta kepatuhan terhadap peraturan dan perundangan yang berlaku dapat dicapai. Melalui definisi ini COSO berusaha menekankan bahwa internal control adalah serangkaian tindakan bukannya suatu kejadian atau suatu kondisi.

2. Arti Penting Sistem Pengendalian Manajemen

Pada dasarnya, Fungsi utama sistem pengendalian manajemen menurut (Draft, L dalam bukunya Management. 2006) adalah perencanaan dan pengendalian. Untuk itu kemampuan dalam mengelola perusahaan/instansi sangat bergantung pada kemampuan melaksanakan kedua fungsi utama tersebut. Fungsi perencanaan meliputi aktivitas-aktivitas seperti penentuan tujuan, penetapan kebijaksanaan, pengaturan pengeluaran modal dan pembuatan keputusan mengenai produk dan promosinya. Dengan kata lain, perencanaan berhubungan dengan pengembangan tujuan untuk masa yang akan datang serta penyusunan berbagai anggaran guna mencapai tujuan tersebut.


(21)

Agar manajemen memperoleh kepastian, apakah organisasinya telah melaksanakan apa yang ditetapkan didalam perencanaan, maka diperlukan adanya pengendalian manajemen, sebagai proses memotivasi dan memberi semangat kepada para manajer untuk melaksanakan kegiatan organisasi dalam upaya mencapai tujuan yang telah ditetapkan (Anthony, 1978). Dengan demikian, pengendalian menyangkut implementasi kebijaksanaan, evaluasi pelaksanaan dan pengambilan tindakan koreksi atas pelaksanaan yang berada di bawah standar.

Pengendalian manajemen meliputi semua metode dan prosedur termasuk sistem pengendalian manajemen, yang digunakan untuk menjamin bahwa organisasi telah melaksanakan strategi perusahaan secara efektif dan efisien dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Biasanya sistem pengendalian manajemen merupakan suatu sistem total, dengan pengertian bahwa sistem pengendalian tersebut meliputi aspek operasi perusahaan (Anthony, 1978). Sistem ini merupakan struktur dan proses sistematis serta terorganisir yang digunakan dalam pengendalian manajemen. Sistem pengendalian manajemen terdiri dari dua unsur, yaitu struktur pengendalian manajemen dan proses pengendalian manajemen.

Struktur pengendalian manajemen menurut (Hariadi, Bambang dalam bukunya Strategi Manajemen “Strategi dalam Perang Bisnis” 2005) merupakan elemen yang membentuk sistem pengendalian manajemen, yang terdiri dari berbagai pusat pertanggungjawaban dan teknik yang


(22)

sesuai untuk perencanaan dan pengendalian prestasi pada setiap pusat pertanggungjawaban. Sedangkan proses pengendalian manajemen merupakan cara bekerjanya setiap pusat pertanggungjawaban dengan menggunakan informasi yang mengalir di dalamnya. Terdapat tiga tahap dalam proses pengendalian manajemen, yaitu penyusunan program (programming), penyusunan anggaran (budgeting), serta analisis dan pelaporan prestasi

3. Arti Penting Pengendalian Manajemen bagi Auditor

Sistem pengendalian manajemen tidak dapat dipisahkan dari pekerjaan audit, apakah itu general audit (audit terhadap laporan keuangan) maupun management audit (audit terhadap kinerja pengelolaan). Dimana manajemen audit menurut Agoes (2001):

“Manajemen audit adalah sesuatu pemeriksaan terhadap kegiatan operasi suatu perusahaan termasuk kebijakan akuntansi dan kebijakan operasional yang telah ditentukan oleh manajemen untuk mengetahui apakah kegiatan operasi tersebut sudah dilakukan secara efektif dan efisien dan ekonomis.” `

Auditor disaat sedang melaksanakan audit keuangan menggunakan pengujian terhadap pengendalian manajemen untuk melihat dapat atau tidaknya data dan informasi yang dihasilkan dalam proses manajemen dipercayai (kompetensi bukti yang diperlukannya didalam audit).


(23)

B. Sistem Pengendalian Manajemen Pada Internal Audit

Sebelum tahun 1978, peran internal auditor dalam organisasi belum dapat didefinisikan dengan jelas. Belum terdapat keseragaman dalam hal bagaimana meletakkan satuan pengawas internal ini, dalam struktur organisasi. Oleh karena itu, satuan pengawas internal ini ada yang didudukan setingkat dengan direksi, langsung dibawah direktur utama, langsung dibawah direktur keuangan, tetapi ada juga yang diletakan dibawah divisi akuntansi.

Pendefinisian posisi internal auditor manurut (Widjaja, Amin dalam bukunya Internal Audit 2008) mulai mendapatkan perhatian penting dengan di bentuknya Profesional Standards and Responsibilities Committe pada tahun 1974. Komite ini menghasilkan Standar Internal Auditing yang kemudian disahkan dalam Konferensi Internasional IIA di San Francisco pada bulan Juni 1876.

Untuk mendalami pengertian internal audit, perlu dikemukakan berbagai ahli dan sumber. Konrath (2000) mendefinisikan internal audit sebagai berikut:

Internal audit merupakan fungsi pemikiran yang independen di dalam suatu organisasi yang dilaksanakan untuk memeriksa dan mengevaluasi kegiatan-kegiatan yang ada di dalam organisasi tersebut sebagai suatu pemberian jasa kepada manjemen.

Menurut Agoes (2001)

Internal audit adalah: pemeriksaan yang dilakukan oleh bagian internal audit perusahaan, baik terhadap laporan keuangan dan catatan akuntansi perusahaan, maupun ketaatan terhadap kebijakan manajemen puncak yang telah ditentukan dan ketaatan terhadap peraturan pemerintah dan ketentuan-ketentuan dari ikatan profesi yang berlaku.


(24)

Standar internal auditing manurut (Sawyer’s Lawyers dalam buku Internal Auditing 2005) memuat lima standar umum yaitu: kebebasan, kecakapan profesional, ruang lingkup pekerjaan, kinerja pekerja audit, dan manajemen satuan audit internal. Pelaksanaan dari standar ini akan menuntun pada pendefinisian peranan internal auditor, yaitu sebagai katalis yang membantu proses manajemen. Dalam hal ini internal auditor mengambil peran sebagai alat manajemen yang bertugas melakukan studi terhadap pengendalian manajemen. Oleh karena itu, dapat secara tegas dikatakan bahwa tujuan pengendalian manajemen menjadi sasaran ruang lingkup kerja internal audit. 1. Jenis-Jenis Internal Audit

Internal auditor menurut (Widjaja, Amin dalam bukunya Memahami Internal Audit 2008) melaksanakan pengujian pengendalian manajemen melalui proses review berkesinambungan yang lebih dikenal dengan nama internal audit. Jenis dan pelaksanaan audit ini bisa sangat beragam, tetapi Leo Herbert dalam bukunya Audit The Management Performance membagi internal audit ini menjadi dua kelompok sebagai tujuan audit. kelompok yang pertama disebut sebagai Manajemen Audit (M-Audit) jika audit dilakukan pada kegiatan manajemen yang sedang berlangsung M-Audit dapat mengambil kriteria ketaatan dan efisiensi atau kehematan sebagai tujuan audit.

Kelompok yang kedua disebut sebagai Program Audit (P-Audit) berbeda dengan M-Audit yang dilaksanakan pada saat kegiatan masih berlangsung. P-Audit dilaksanakan setelah kegiatan manajemen selesai


(25)

dilaksanakan. Oleh karena itu P-Audit lebih mementingkan hasil dari pada cara pelaksanaan.

2. Posisi Pengendalian Manajemen dalam Internal Audit

Baik manajemen audit ataupun pengendalian audit pelaksanaanya menurut (Munir, Nungki dalam buku Knowledge Management Audit

2008) dilakukan melalui tiga tahapan audit yaitu: audit pendahuluan, penelahaan pengendalian manajemen, dan audit lanjutan. Kebutuhan audit dapat berasal dari keluhan tidak bekerjanya dengan baik suatu sistem pengendalian, dapat pula berasal dari pemahaman dapat ditingkatkannya keandalan pengendalian manajemen. Penetapan sasaran audit akan ditentukan berdasarkan arti penting dan risiko sistem pengendalian tersebut dalam pencapaian tujuan organisasi.

Dalam internal auditor, auditor akan mencapai keterhubungan antara gejala-gejala yang menimbulkan kebutuhan audit dengan pencapaian tujuan audit. Semua hal yang secara logis dapat dilihat sebagai kelemahan yangg menghambat pencapaian sasaran bagi internal auditor yang akan memberikan atribut sasaran audit yang mungkin. PAO (Possible Audit Objektive) ini akan dicarikan penjelasan pada audit pendahuluan, jika ternyata cukup memadai untuk dikembangkan dalam proses berikutnya, maka PAO ini akan berubah menjadi sasaran sementara (Tentative Audit Objective/TAO).


(26)

Pengendalian manajemen akhirnya menjadi batasan akhir apakah ada sesuatu yang dapat disumbangkan internal auditor pada percepatan tercapaianya tujuan organisasi. Jika dalam tahap audit penelaah sistem pengendalian manajemen ternyata bahwa yang tertuang dalam TAO bersumber pada kelemahan pengendalian manajemen, maka TAO akan berubah menjadi sasaran audit tetap (Firm Audit Objective/FAO).

FAO ini akan menjadi titik tolak bagi auditor dalam audit lanjutan untuk membuktikan kepada manajemen bahwa jika hal tersebut tidak diberikan perhatian, maka akan terdapat kerugian sehingga menghambat tercapainya tujuan organisasi.

3. Perhatian Internal Auditor Pada Penelaahan Pengendalian Manajemen

Dalam tahapan penelahaan sistem pengendalian manajemen, auditor akan menilai apakah sistem tersebut mencapai standar tertentu agar tujuan organisasi yang telah digariskan dapat dicapai. Sawyer’s dalam buku internal auditing (2005) menganjurkan beberapa pertimbangan yang dapat dilihat dalam penelahaan sistem pengendalian manajemen, yaitu antara lain:

a. Ketetapan Waktu

Pengendalian harus dapat mendeteksi kemungkinan penyimpangan atau penyimpangan yang sudah terjadi secara dini untuk memperkecil kerugian yang akan diakibatkannya.


(27)

b. Hemat

Pengendalian harus secara wajar menjamin bahwa hasil yang akan dicapai dengan biaya yang sekecil-kecilnya dan sesedikitnya kemungkinan terjadi efek samping.

c. Akuntabilitas

Pengendalian harus membantu setiap orang dalam menunjukan tanggungjawabnya atas pekerjaan yang ditugaskan kepadanya.

d. Penetapan

Pengendalian harus ditempatkan pada tempat dimana ia akan bekerja lebih efektif.

e. Flexibilitas

Keadaan berakhir pada perubahan. Perencanaan dan prosedur hampir diyakini harus sesuai dengan waktu.

f. Identifikasi Penyebab

Perbaikan yang segera dapat dilakukan jika pengendalian tidak hanya mengidentifikasikan masalah, tetapi mengidentifikasikan juga penyebab yang ditimbulkannya. Ketepatan pengendalian harus memenuhi kebutuhan manajemen. g. Masalah.

Pengendalian jelas membawa manfaat. Akan tetapi juga membawa masalah. Pengendalian mungkin tetap akan berfungsi, tetapi dengan pengorbanan finansial maupun moral. Pengendalian


(28)

harus dipandang sebagai alat untuk mencapai tujuan dan bukan suatu tujuan.

4. Tujuan Pengendalian Manajemen Yang Diuji Auditor

Pengendalian manajemen menurut (Pusat Pendidikan dan Latihan Pengawasan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan/BPKP 2000), seharusnya dirancang untuk dapat menangkal risiko yang ditimbulkan risiko melekat. Auditor akan menguji apakah pengendalian manajemen ini cukup untuk menjamin tercapainya tujuan yang hendak dicapai manajemen dalam penyajian laporan keuangan yaitu:

a. Kelengkapan; b. Akurasi;

c. Keberadaan atau keterjadian; d. Pisah batas;

e. Penilaian;

f. Hak dan kewajiban, serta g. Penyajian dan pengungkapan.

5. Manfaat Pengendalian Manajemen Bagi Akuntabilitas Kinerja Organisasi

Falsafah manajemen modern memandang pengendalian sebagai suatu bantuan dan bukan suatu kendala. Pengendalian menurut (Simanjuntak J dalam Manajemen dan Evaluasi Kinerja 2008) dilihat


(29)

sebagai suatu alat untuk mengintegrasikan tujuan perseorangan dan tujuan organisasi untuk membantu tercapainya tujuan-tujuan tersebut. Penganjuran penerapan pengendalian menyatakan bahwa pengendalian dapat menjadi alat untuk mengukur kinerja pribadi khususnya akuntabilitas kinerja, apakah seseorang atau suatu unit (akuntabilitas kinerja) telah menyelesaikan tugas yang dibebankan.

a. Jenis–Jenis Pengendalian

Pengendalian dapat dirancang untuk melaksanakan berbagai fungsi. Beberapa diantaranya diterapkan untuk menghindarkan hasil yang tidak diinginkan sebelum itu terjadi (pengendalian prefentif). Yang dirancang untuk mengenali adanya hasil yang dinginkan mereka terjadi (pengendalian detektif).

b. Sistem Pengendalian

Alat dari pengendalian meliputi orang, aturan, anggaran, jadwal dan mungkin berbagai komponen lain, kesemuanya membentuk sistem pengendalian. Sistem yang terbentuk mungkin mengintegrasikan subsistem, dan mungkin merupakan bagian dari sistem yang lebih besar.

Tujuan sekaligus. Sistem pengendalian mungkin merupakan sistem terbuka ataupun sistem yang tertutup. Pada dasarnya sistem operasional mempunyai tiga komponen dasar yaitu: input, proses, dan


(30)

Gambar. 2.1

input Output

Sumber: (Pusat Pendidikan dan Latihan Pengawasan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan. 2000).

\

1) Sistem Pengendalian Black Box

Dalam pandangan sistem pengendalian, black box adalah derajat sistem yang terendah. Dalam sistem ini manajemen memandang proses sebagai sesuatu yang tidak dapat dipengaruhi dan harus diterima apa adanya. Oleh karena itu proses dilihat sebagai suatu kotak hitam, dan digambarkan sebagai berikut

Gambar. 2.2

input

output

Sumber: (Pusat Pendidikan dan Latihan Pengawasan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan. 2000).

2) Sistem Pengendalian Umpan Balik (Feed Back)

Derajat kedua dari sistem pengendalian adalah sistem Pengendalian umpan balik. Untuk mengendalikan agar proses dapat menghasilkan output sesuai dengan standar yang telah ditetapkan, maka dua elemen harus ditambahkan, yaitu sensor pengendalian dan umpan balik.

Proses


(31)

3) Sistem Pengendalian Umpan Depan (Feed Forward)

Derajat tertinggi dalam sistem pengendalian adalah sistem pengendalian umpan depan. Sistem pengendalian ini menghendaki pemahaman bahwa suatu proses sebenarnya adalah serangkaian dari proses-proses yang lebih kecil. Dengan menempatkan sensor pengendalian pada setiap proses kecil tersebut maka informasi yang diperoleh dapat diumpankan kedepan (Feed Forward).

c. Aspek-aspek Pengendalian Manajemen

Aspek-aspek pengendalian manajemen manurut (Ress, David and McBean dalam buku Management People Strategy and Theory

2007) penerapan pengendalian manajemen adalah hak prerogatif manajemen. Perkembangan kemudian mengharuskan manjemen perusahaan untuk menerapkan pengendalian manjemen baik secara langsung maupun tidak langsung. Terlebih lagi jika organisasi tersebut mulai menggunakan dana masyarakat dalam kegiatan usahanya, mau tidak mau ia berada dalam pengawasan badan pengatur yang mensyaratkan adanya pengendalian. Pada keadaan ini suatu organisasi harus tunduk misalnya pada syarat-syarat pengendalian yang terdapat pada undang-undang yang berlaku.

Di Amerika Serikat. Foreign Corrupt Practice Act 1977 yang disempurnakan pada tahun 1988 adalah penyempurnaan dari Securities Exchange Act 1934. Seluruh organisasi (perusahaan) yang oleh


(32)

Securities ExchangeAct 1934 diharuskan dimasukan laporan keuangan auditan, sekarang diharuskan untuk memelihara pembukuan yang cukup lengkap dan akurat serta menerapkan suatu pengendalian manajemen yang cukup andal.

d. Kendala dan Keterbatasan Pengendalian Manajemen

Banyak pihak yang menginginkan bahwa dengan melaksanakan pengendalian manajemen secara ketat, organisasi akan dapat melaksanakan tugas pokok dan fungsinya dalam mencapai misi dan tujuan organisasi secara ekonomis, efisien, dan efektif.

e. Prosedur Pengujian Sistem Pengendalian Manajemen

Tugas auditor dalam kaitan dengan pemahaman pengendalian manajemen adalah meyakinkan bahwa unsur-unsur pengendalian manajemen telah ditempatkan secara tepat dalam operasi dan didalam pedokumentasian.

f. Mendokumentasikan Pemahaman Pengendalian Manajemen

Untuk memudahkan auditor dalam menyimpulkan tingkat keandalan sistem pengendalian internal yang dievaluasi, beberapa alat dokumentasi atas hasil evaluasi tersedia untuk digunakan. Alat-alat ini diantara lain adalah: uraian naratif, flowchart, dan internal control questioner.


(33)

6. Peranan Pemeriksaan Manajemen Dan Audit Kinerja Dalam Pemeriksaan Kinerja

Istilah pengukuran kinerja merupakan hasil terjemahan dari

performance auditing yang dapat didefinisikan dalam kerangka yang sama seperti pemeriksaan manajemen, kecuali bahwa pemeriksaan operasional lebih berlaku terhadap sistem operasi audit dari pada sistem manajemennya (J. Simke 1982).

Pemeriksaan kinerja memberikan penekanan pada segi efisiensi dan ekonomis/penghematan pelaksanaan fungsi manajemen. Sehubungan dengan tujuan yang ingin dicapai oleh pemeriksaan kinerja maka pemeriksaan ini dapat dibedakan atas dua bagian yaitu :

a. Pemeriksaan pengelolaan (management auditing) yaitu pemeriksaan kinerja dengan penekanan pada segi ekonomis dan efisien;

b. Pemeriksaan program (program auditing) yaitu pemeriksaan kinerja dengan penekanan pada aspek efektivitas.

Sehubungan dengan batasan mengenai rumusan istilah audit kinerja, menurut Johny Setiawan (1988):

”Pemeriksaan kinerja bertujuan menghasilkan perbaikan atas pengelolaan aktivitas dan mencapai hasil dari obyek yang diperiksa dengan cara memberikan saran-saran tentang upaya-upaya yang dapat ditempuh guna pendayagunaan sumber-sumber ekonomis secara efisien dan efektif”.


(34)

Pemeriksaan manajemen menurut Supriono (1990):

”Pemeriksaan manajeman adalah suatu proses pemeriksaan secara sistematis yang dilaksanakan oleh pemeriksa independen untuk mendapatkan dan mengevaluasi bukti secara objektif atas prosedur dan kegiatan manajemen”.

Menurut Supriono (1990) perbedaan Audit Kinerja dengan Audit Manajemen adalah:

Tabel. 2.1

No Audit Kinerja Audit Manajemen

1. Kegiatan pemeriksaan dilaksanakan secara policy manajer, pedoman akuntansi, standar kegiatan

Kegiatan pemeriksaan

dilaksanakan sesuai peraturan, prosedur, standar kegiatan, maupun policy manajer. 2. Sumber-sumber telah

digunakan secara efektif, efisien dan hemat serta mengkomunikasikan hasil pemeriksaan dalam bentuk laporan, konklusi laporan kepada atasan manajer yang diperiksa.

Sumber telah digunakan secara efektif dan hemat serta

mengkomunikasikan hasil pemeriksaan dengan pendapatan konklusi laporan kepada atasan manajer disertai dengan bentuk rekomendasi tindakan koreksi kegiatan yang in-efisiensi.

Standar atau kriteria pemeriksaan menurut (Sayle. 2000) adalah ukuran mengenai mutu pemeriksaan standar pemeriksaan kinerja yang digunakan dewasa ini merupakan norma umum pemeriksaan, pelaksanaan dan pelaporan yang dikembangkan oleh General Accounting Office (GAO) dari Amerika Serikat sebagaimana yang disebutkan dengan nama ”GAO Standar for Audit of Govermental Organization Programs, Activities and function” yang sejalan pula dengan hasil kongres IAI 1994 di Bandung yang dituangkan dalam buku standar auditing.


(35)

C. Sistem Pengendalian Manajemen terhadap Pengorganisasian

Organisasi menurut (Kinicki, Angelo 2005) adalah setiap bentuk persekutuan antara dua orang atau lebih yang bekerja bersama-sama serta secara formal saling terikat dalam rangka pencapaian suatu tujuan yang telah ditentukan. Dalam persekutuan ini terdapat seorang atau beberapa orang yang disebut alasan dan seorang/sekelompok orang yang disebut bawahan. Tiga unsur utama dalam suatu organisasi Supono (2000), yaitu:

1. Organisasi memiliki kegunaan atau tujuan, yaitu pencapaian tujuan yang sudah ditetapkan;

2. Organisasi terdiri dari kelompok manusia;

3. Organisasi merupakan wadah sekelompok orang untuk bekerjasama. Selain itu pengorganisasian juga terdiri dari beberapa aspek yang mendasari pembentukan dari pengorganisasian yang di inginkan, dimana aspek-aspek tersebut didasari atas langkah-langkah yang harus diperhatikan dalam suatu pengorganisasian, langkah-langkah tersebut bisa dipastikan tidak terlepas dari prosedur pengorganisasian yang telah ditentukan.

Proses pembentukan organisasi diawali dengan penetapan visi dan misi yang bertujuan mengidentifikasikan tugas pokok, sasaran kinerja dan fungsi organisasi. Penetapkan standar kinerja dilakukan untuk mengendalikan pelaksanaan kegiatan para anggota organisasi agar tetap sesuai dengan yang diinginkan. Standar kinerja ini juga merupakan alat pendeteksi secara dini jika terjadi ketidaksesuaian antara pelaksanaan dan ketentuan atau prosedur yang


(36)

seharusnya. Organisasi berdasarkan atas dua bentuk pengklasifikasian yaitu organisasi bentuk struktural dan organisasi bentuk fungsi.

1. Perencanaan

Menurut (Manulang dalam bukunya Dasar-Dasar Manajemen 2006) untuk dapat mencapai tujuan organisasi, manajemen harus merencanakan proses, membakukan, melaksanakan dan memantau pelaksanaannya dari waktu ke waktu. Oleh karena itu, perencanaan merupakan tahap awal dari suatu proses manajemen. Perencanaan berfungsi untuk memberikan arahan kepada proses manajemen dengan cara membantu memutuskan apa yang diharus dikerjakan, kapan dan bagaimana caranya mengerjakan, serta siapa saja yang harus melakukannya.

2. Prosedur

Setiap organisasi, mempunyai misi, fungsi serta tujuan masing-masing yang pada umumnya tercermin diperaturan perundangan yang mendasari. Prosedur pada hakekatnya merupakan suatu rangkaian (urutan-urutan), tindakan oleh satu atau beberapa orang dengan peralatan dan waktu tertentu didalam melaksanakan suatu aktivitas tertentu untuk mencapai tujuan yang diharapkan sesuai dengan kebijakan pimpinan yang telah digunakan.

Dengan kata lain prosedur merupakan pedoman yang sangat spesifik dan secara rinci menggambarkan langkah-langkah secara kronologis yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan. Dengan demikian


(37)

dikatakan bahwa filosofi diciptakannya prosedur adalah mengarahkan personil organisasi dalam bentuk secara sistematis guna mendukung tercapainya tujuan organisasi.

3. Kebijakan

Dalam organisasi kebijakan merupakan alat bantu untuk memilih tindakan terbaik dari berbagai alternatif yang ada. Oleh karena itu kebijakan akan dijumpai dalam organisasi pada hampir seluruh tingkatan manajemen. Kebijakan akhirnya menjadi salah satu bidang kajian yang penting dalam manajemen, karena pengaruhnya yang luas, meliputi seluruh aspek pengelolaan organisasi. Dalam manajemen, kebijakan merupakan penjabaran keinginan organisasi yang harus dicapai.

4. Pencatatan

Pencatatan merupakan suatu fungsi untuk mendokumentasikan kejadian atau peristiwa yang terjadi pada suatu organisasi dari unit terendah sampai dengan unit tertinggi. Catatan ini sangat diperlukan karena memungkinkan para pihak yang berkepentingan untuk mendapat informasi, membaca, dan memperlajari kembali peristiwa atau fakta yang telah terjadi.

5. Pelaporan

Laporan merupakan salah satu dari beberapa alat komunikasi yang digunakan organisasi. Dari sudut pandang pengendalian manajemen, laporan adalah sarana untuk meyakinkan bahwa setiap anggota organisasi mendapatkan pesan yang jelas mengenai apa yang harus dilakukan dalam


(38)

rangka pencapaian tujuan organisasi. Bagi anggota organisasi fungsi laporan berkisar dari: a) sekedar menginformasikan, b) meyakinkan, hingga, c) menggerakan mereka untuk melakukan sesuatu.

Menurut derajat formalitasnya laporan dapat berbentuk laporan lisan maupun tertulis. Isi laporan mungkin akan menyajikan informasi mengenai apa yang telah terjadi (what), dimana kejadiaanya (where),

kapan terjadinya (when), mengapa hal itu terjadi (why), siapa yang terlibat didalam kejadian (who) dan bagaimana hal tersebut terjadi (how). Ciri mutu dari laporan harus dapat dimengerti, relevan, dan dapat dipercaya. 6. Review Internal

Review internal merupakan unsur pengendalian manajemen yang terakhir. Kegiatan ini diperlukan untuk meyakini bahwa seluruh unsur pengendalian internal yang telah diuraikan pada bahasan-bahasan sebelumnya, yang terdiri dari pengorganisasian, kebijakan, perencanaan, prosedur, pencatatan, pelaporan, dan personil telah berfungsi sebagaimana mestinya demi terselenggaranya tugas pokok dan fungsi selalu instansi atau organisasi secara ekonomis, efisien, dan efektif.

D. Akuntabilitas

Akuntabilitas menurut (LAN dalam Pedoman Pelaporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah No. 589/IX/6/Y/99 1999) tujuan-tujuan dan sasaran-sasaran yang telah ditetapkan, melalui suatu media pertanggungjawaban, yang dilaksanakan secara periodik. Dalam dunia


(39)

birokrasi, akuntabilitas suatu instansi pemerintah merupakan suatu perwujudan instansi pemerintah mempertanggungjawabkan keberhasilan atau kegagalan pelaksanaan nilai instansi yang bersangkutan.

1. Perkembangan Akuntabilitas

Di dalam pendefinisian dari akuntabilitas ditinjau dari aspek yaitu

tinjauan historia dan tinjauan teoritis. Menurut The Oxford Advance Learner’s Dictionary, akuntabilitas adalah required or expected to give an explanation for one’s action. Dengan kata lain, dalam akuntabilitas terkandung kewajiban untuk menyajikan dan melaporkan segala tindak-tanduk dan kegiatannya di bidang administrasi keuangan kepada pihak yang lebih tinggi/atasannya.

Dalam hal ini terminologi akuntansi dilihat dari sudut pandang pengendalian tindakan pada pencapaian tujuan. Tolak ukur atau indikator pengukuran kinerja adalah kewajiban individu atau organisasi untuk mempertanggungjawabkan pencapaian kinerjanya melalui pengukuran yang seobyektif mungkin.

Media untuk mempertanggungjawabkan akuntabilitas tidak terbatas didalam laporan pertanggungjawabannya saja tetapi juga mencakup praktek-praktek kemudahan si pemberi mandat mendapatkan informasi, baik langsung maupun tidak langsung secara lisan maupun tulisan. Dengan demikian akuntabilitas akan tumbuh subur pada lingkungan yang mengutamakan keterbukaan sebagai landasan pertanggungjawaban.


(40)

Menurut J.B. Gharley, akuntabilitas ditujukan untuk mencari jawaban terhadap pertanyaan yang berhubungan dengan pelayanan apa, siapa, kepada siapa, milik siapa, yang mana, dan bagaimana. Pertanyaan ini memerlukan jawaban. Konsep pelayanan ini dalam akuntabilitas belum memadai, oleh karena itu harus diikuti dengan jiwa enterpreneurship pada pihak-pihak yang melaksanakan akuntabilitas. Akuntabilitas juga merupakan instrumen untuk kegiatan kontrol dilakukan untuk mengetahui sejauh mana pencapaian hasil serta cara-cara bagaimana untuk mencapai semua itu.

Akuntabilitas dapat hidup dan berkembang dalam suasana dan transparan dan demokratis dan adanya kebebasan dalam mengemukakan pendapat, sehingga di dalam negara yang otokratik dan tidak transparan, akuntabilitas akan hilang dan tidak berlaku. Oleh karena ini pemerintah harus betul-betul menyadari bahwa pemerintahan dan pelayanan kepada masyarakat. Ada empat dimensi yang membedakan akuntabilitas dengan yang lain:

a. Siapa yang harus melaksanakan akuntabilitas; b. Kepada siapa dia berakuntabilitas;

c. Apa standar yang ia gunakan untuk penilaian akuntabilitasnya; d. Nilai akuntabilitas itu sendiri.

Deklarasi Tokyo mengenai petunjuk akuntabilitas publik (tahun 1985) menetapkan definisi sebagai berikut, bahwa akuntabilitas merupakan kewajiban-kewajiban dari individu-individu atau penguasa


(41)

yang dipercayakan untuk mengelola sumber-sumber daya publik dan yang bersangkutan dengannya untuk dapat menjawab hal-hal yang menyangkut pertanggungjawaban fiskal, manajerial, dan program.

Pengendalian (control) sebagai tujuan penting manajemen yang baik, adalah saling menunjang dengan akuntabilitas. Dengan kata lain, dapat disebutkan bahwa pengendalian tidak dapat berjalan dengan efisien dan efektif bila tidak ditunjang dengan mekanisme akuntabilitas yang baik pula, demikian sebaliknya. Dapat dikatakan bahwa akuntabilitas merupakan perwujudan kewajiban seseorang atau unit organisasi untuk mempertanggungjawabkan pengelolaan dan pengendalian terhadap sumber daya dan pelaksanaan kebijakan yang dipercayakan kepadanya dalam rangka pencapaian tujuan yang telah ditetapkan melalui media pertanggungjawaban secara periodik.

Media akuntabilitas yang memadai adalah bentuk laporan yang dapat mengekspresikan pencapaian tujuan melalui pengelolaan sumber daya suatu organisasi. Media akuntabilitas ini dapat berupa laporan tahunan tentang pencapaian tugas pokok dan fungsi dengan aspek-aspek penunjangnya seperti aspek keuangan, aspek sarana dan prasarana, aspek sumber daya manusia dan lain-lain.


(42)

2. Jenis Akuntabilitas

Menurut Sirajudin H. Salleh dan Aslam Iqbal, akuntabilitas sebetulnya merupakan sisi sikap dan watak kehidupan manusia yang meliputi:

a. Akuntabilitas intern seseorang dan b. Ekstren seseorang.

Dari sisi intern, akuntabilitas merupakan pertanggungjawaban orang tersebut kepada Tuhannya. Akuntabilitas yang demikian ini yang meliputi pertanggungjawaban sendiri mengenai segala sesuatu yang dijalankannya, hanya dipahami dan diketahui oleh dirinya sendiri. Oleh karena itu akuntabilitas intern sering disebut juga sebagai akuntabilitas spiritual.

Ledivina V.G menyatakan bahwa dengan disadarinya akuntabilitas spiritual, maka pengertian akan accountable atau tindakan seseorang bukan hanya dikarenakan ia mencuri dan tidak sensitif terhadap lingkungannya, akan tetapi lebih jauh dari itu yakni seperti adanya perasaan malu atas warna kulitnya, tidak bangga menjadi bagian suatu bangsa, kurang nasionalis, dan lain-lain. Akuntabilitas yang satu ini sangat sulit untuk diukur karena tidak adanya ukuran yang jelas dan diterima oleh semua orang serta tidak ada yang melakukan cek evaluasi dan monitor baik sejak proses sampai pertanggungjawaban itu sendiri.


(43)

Akuntabilitas Ekstern sesorang adalah akuntabilitas seseorang tersebut kepada lingkungannya, baik lingkungan formal maupun lingkungan masyarakat. Kegagalan seseorang melaksanakan akuntabilitas

ekstern tersebut mencakup pemborosan waktu, pemborosan sumber dana, dan sumber-sumber daya pemerintah. Akuntabilitas ekstern akan lebih mudah diukur mengingat norma dan standar yang tersedia memang sudah jelas. Kontrol pengendalian eksternal sudah ada dalam mekanisme yang terbentuk dalam suatu sistem dan prosedur kerja.

Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) di indonesia seperti

Indonesian Corruption Watch (ICW), Lembaga Konsumen indonesia, merupakan contoh-contoh pengontrol dan penyeimbang pelaksanaan akuntabilitas instansi pemerintahan. Akuntabilitas Internal meliputi: a. Internal Accountability to the public servant’s own organization

Dalam akuntabilitas ini setiap tingkatan pada hierarki organisasi, petugas pelayanan publik diwajibkan untuk accountable

kepada atasannya dan kepada yang mengontrol pekerjaannya. Untuk itu diperlukan komitmen dari seluruh petugas untuk memenuhi kriteria pengetahuan dan keahlian untuk pelaksanaan tugas-tugasnya sesuai dengan posisi tersebut.

b. Eksternal Accountability to the individual’s and organization outside public servant’s own organization

Akuntabilitas ini mengandung pengertian akan kemampuan untuk menjawab setiap pertanyaan yang berhubungan dengan


(44)

pencapaian kinerja pelaksanaan tugas dan wewenang. Pembagian Akuntabilitas Eksternal meliputi:

1) Menurut Mario D. Yango

a) Tradisional atau Regulariy Accountability

Akuntabilitas tradisional atau reguler memfokuskan diri pada transaksi-transakisi reguler atau fiskal untuk mendapatkan informasi mengenai kepatuhan kepada peraturan yang berlaku terutama yang terkait dengan peraturan fiskal dan peraturan pelaksanaan administrasi publik. Disebut juga dengan

Compliance Accountibility. Hal ini diperlukan untuk mempertahankan tingkat efisiensi pelaksanaan administrasi publik yang mengarah pada perwujudan pelayanan prima. b) Managerial Accountability

Akuntabilitas manajerial menitikberatkan kepada efisiensi dan kehematan penggunaan dana, harta kekayaan, sumber daya, manusia dan sumber-sumber daya lainnya. Efisiensi penggunaan sumber daya yang menjadi kewenangan suatu instansi pemerintah merupakan ciri utama akuntabilitas manajerial.

c) Program Accountability

Akuntabilitas program memfokuskan pada pencapaian hasil operasi pemerintah. Pencapaian tugas tersebut tentunya dikaitkan program-program instansi pemerintah tersebut yang


(45)

dikaitkan dengan program nasional. Sehingga keberhasilan instansi pemerintah ini mempunyai sumbangan (share) yang jelas pada pencapaian program nasional.

d) Process Accountability

Akuntabilitas proses memfokuskan kepada informasi kepada tingkat pencapaian kesejahteraan sosial atas pelaksanaan kebijakan dan aktivitas-aktivitas organisasi.

2) Menurut Samuel Paul (1991) a) Democration Accountability

Akuntabilitas demokrasi merupakan gabungan antara

political dan administrative accountability. Pemerintah

accountable atas kinerja dan semua kegiatannya kepada pimpinan politik yang telah mereka pilih.

b) Profesional Accountability

Dalam akuntabilitas profesional para pakar, profesional, teknokrat melaksanakan tugas-tugasnya dengan dilandasi oleh norma-norma dan standar profesinya. Mereka diperkenankan untuk menentukan public interst sesuai dengan norma-norma dan standar yang dikaitkan dengan kepentingan masyarakat. c) Legal Accountability

Berdasarkan kategori akuntabilitas yang satu ini, pelaksanaan ketentuan hukum disesuaikan untuk kepentingan


(46)

public goods dan public services yang memang dituntut oleh masyarakat

Selain jenis-jenis yang disebutkan diatas akuntabilitas juga terbagi lagi menjadi beberapa jenis yaitu:

a. Akuntabilitas Keuangan

Akuntabilitas keuangan merupakan pertanggungjawaban mengenai integritas keuangan, pengungkapan, dan ketaatan terhadap peraturan perundangan sasaran pertanggungjawaban ini adalah laporan keuangan yang disajikan dan peraturan perundangan yang berlaku yang mencakup penerimaan, penyimpanan dan pengeluaran uang oleh instansi pemerintah.

b. Akuntabilitas Manfaat

Akuntabilitas manfaat (efektivitas) pada dasarnya memberikan perhatian kepada hasil dalam kegiatan-kegiatan pemerintah. Dalam hal akuntabilitas manfaat hampir sama dengan akuntabilitas program.

c. Akuntabilitas Prosedural

Akuntabilitas prosedural merupakan pertanggungjawaban mengenai apakah suatu prosedur penetapan dan pelaksanaan suatu kebijakan telah mempertimbangkan masalah moralitas, etika, kepastian hukum, dan ketaatan pada keputusan politis untuk mendukung pencapaian tujuan akhir yang telah ditetapkan.


(47)

E. Good Governance

Good governance menurut definisi yang diberikan Word Bank

diartikan sebagai suatu penyelenggaraan manajemen pembangunan yang solid dan bertanggungjawab yang sejalan dengan prinsip demokrasi dan pasar yang efisien, penghindaran salah alokasi dana investasi, dan pencegahan korupsi baik secara politik maupun administratif, menjalankan disiplin anggaran serta penciptaan legal and political framework bagi tumbuhnya aktivitas usaha (Word Bank, 1998 dalam Huther & Shah 1998).

Menurut Seminar Nasional Pengawasan Konsep, Strategi, dan Implementasi Good governance dalam Penyelenggaraan Pemerintahan (Inspektorat Jenderal Departemen Agama 2007) good governance adalah pengelolaan suatu kegiatan, apakah dalam suatu organisasi skala kecil, perusahaan maupun pemerintah serta negara harus dilakukan secara amanah sesuai dengan kepercayaan yang diberikan oleh pemberi amanah.

Kepemerintahan yang baik (good governance) merupakan issue yang paling mengemuka dalam pengelolaan administrasi publik dewasa ini. Tuntutan gencar yang dilakukan oleh masyarakat kepada pemerintah untuk melaksanakan penyelenggaraan pemerintahan yang baik adalah sejalan dengan meningkatnya tingkat pengetahuan masyarakat, disamping adanya pengaruh globalisasi.

Pola-pola lama penyelenggaraan pemerintahan tidak sesuai lagi dengan tatanan masyarakat yang telah berubah. Oleh karena itu, tuntutan itu merupakan hal yang wajar dan sudah seharusnya direspon oleh pemerintah


(48)

dengan melakukan perubahan-perubahan yang terarah pada terwujudnya penyelenggaraan pemerintahan yang baik.

Dari segi functional aspect, good governance dapat ditinjau dari apakah pemerintah telah berfungsi secara efektif dan efisien dalam upaya mencapai tujuan yang telah digariskan, atau sebaliknya. Word bank

memberikan definisi:

the way state power is used in managing economic and social resources for development of society”. Sementara UNDP mendefinisikan sebagai “the exercise of political, economic, and administrative authority to manage a nation’s affair at all levels”.

Oleh karena itu, menurut definisi terakhir ini, governance mempunyai tiga kaki (three legs), yaitu economic, political, dan adminitrative. Economic governance meliputi proses-proses pembuatan keputusan (decision-making processes) yang memfasilitasi aktivitas ekonomi di dalam negeri dan interaksi diantara penyelenggaraan ekonomi. Economic governance mempunyai implikasi terhadap equity, poverty, dan quality of life. Political governance

adalah proses-proses pembuatan keputusan untuk formulasi kebijakan.

Administrative governance adalah sistem implementasi proses kebijakan. Oleh karena itu institusi dari governance meliputi tiga domain, yaitu state (negara atau pemerintahan), private sector (sektor swasta atau dunia usaha), dan society (masyarakat), yang saling berinteraksi dan menjalankan fungsinya masing-masing. Institusi pemerintahan berfungsi menciptakan lingkungan politik dan hukum yang kondusif, sektor swasta menciptakan pekerjaan dan pendapatan, sedangkan society berperan positif dalam interaksi sosial, ekonomi, dan politik, termasuk mengajak


(49)

kelompok-kelompok dalam masyarakat untuk berpartisipasi dalam aktivitas ekonomi, sosial dan politik.

1. Definisi dan Konsep Good Governance

Good governance adalah pengelolaan suatu kegiatan apakah dalam suatu organisasi skala kecil, perusahaan maupun pemerintah serta negara harus dilakukan secara amanah sesuai dengan kepercayaan yang diberikan oleh pemberi amanah (Departemen Agama R.I: Buku Panduan Acara Seminar Nasional “Pengawasan Konsep. Strategi dan Implementasi Good governance dalam Penyelenggaraan Pemerintah. 2007).

Pengertian good governance mencakup aspek kehidupan yang luas mulai dari aspek hukum, politik, ekonomi, sosial, dan terkait erat dengan tugas fungsi eksekutif, legislatif, dan yudikatif, serta dengan posisi dan peran sektor dunia usaha, dengan masyarakat. Dengan lingkup tersebut,

good governance dapat dikelompokan menjadi 9 (sembilan) bagian karakteristik, yaitu: (a) participation, (b) rule of low, (c) tranparancy, (d)

responsiveness, (e) consensus orientation, (f) equity, (g) effectiveness and efficiency, (h) accountabiliy, (i) strategi visio.

2. Strategi Menerapkan Good Governance

Berikut ini adalah beberapa strategi yang dapat digunakan dalam mencapai penerapan praktik good governance dalam birokrasi pemerintah: (LAN: Pedoman Penyusunan Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah dan Good Governance. 2002).


(50)

a. Reformasi Sistem Birokrasi

Birokrasi harus diarahkan pada prinsip pelayanan pada kepentingan publik. Reformasi sistem birokrasi ini menyangkut perubahan regulasi terutama yang terkait dengan pelayanan publik. Salah satu pendekatan yang dapat ditempuh dalam reformasi sistem birokrasi ini adalah dengan menumbuhkan budaya koorporasi pada organisasi birokrasi pemerintah.

b. Peningkatan Budaya Akuntabilitas Dalam Pelaksanaan Pemerintahan

Budaya akuntabilitas mengharuskan setiap kegiatan pemerintah tidak hanya dilaksanakan namun juga dipertanggungjawabkan. Proses ini memungkinkan adanya evaluasi pelaksanaan kegiatan. Hasil evaluasi dapat digunakan untuk melakukan penyempurnaan perencanaan dan pelaksanaan periode berikutnya. Jika hal ini dilaksanakan secara terus-menerus, maka akan tercipta efisiensi dan efektivitas pelaksanaan kegiatan, bahkan memungkinkan tumbuhnya inovasi dalam pelaksanaan kegiatan.

c. Peningkatan Kapasitas Sumber Daya Manusia

Sumber daya manusia perlu diingatkan dalam hal yaitu profesionalisme, etika dan moral, dan budaya kerja.


(51)

d. Transformasi Tata Nilai

Tata nilai dalam suatu sistem berperan melandasi, memberikan acuan, menjadi pedoman perilaku, dan menikmati eksistensi dan dinamika unsur-unsur lainnya dalam sistem administrasi negara termasuk birokrasi. Semangat good governance harus ditransformasikan dalam tata nilai dan budaya organisasi.

F. Kajian Penelitian Terdahulu

Penelitian sebelumnya yang di dalam penelitiannya telah membahas mengenai sistem pengendalian manajemen, akuntabilitas kinerja dan good governance. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh:

1. Arief Ramadani “Pengaruh total Quality Manajemen dan Sistem Reward

terhadap Kinerja Manajerial dengan Profit sebagai Variabel Moderating

(studi kasus pada PT Pos Indonesia. Lap Banteng)”. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2007.

Membahas tentang pengaruh total quality manajemen dan pengaruh

reward terhadap kinerja manajerial.

2. Mira Kumaira “Tanggung jawab Komite Audit, Audit internal dan Prinsip

Good Coorparate Governance (pada salah satu bank swasta di Jakarta)”. UIN Syarih Hidayatullah Jakarta. 2007.

Membahas mengenai sejauh mana tanggung jawab komite audit membantu bank x dalam menerapkan prinsip transparansi dan disclosure


(52)

dan sejauh mana tanggung jawab audit internal dalam membantu bank x dalam menerapkan prinsip transparansi dan disclosure.

3. Agus Subekti “Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Manajemen Perusahaan Melakukan Tax Planning (studi kasus pada KPP perusahaan masuk bursa (KPP PMB)”. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2007.

Membahas mengenai faktor-faktor apa saja yang dapat memotivasi manajemen perusahaan untuk melakukan tax planning dalam perusahaannya.


(53)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Ruang Lingkup Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan penulis pada penelitian ini adalah deskriptif. Penelitian deskriptif adalah suatu penelitian yang berusaha menggambarkan atau menjelaskan secermat mungkin mengenai suatu hal dari data yang ada. Penelitian ini tidak terbatas pada pengumpulan data dan penyusunan data, tetapi meliputi analisis dan interpretasi tentang arti data itu menjadi suatu wacana dan konklusi dalam berpikir logis, praktis dan teoritis.

Penelitian ini terbatas pada usaha mengungkapkan masalah atau keadaan atau peristiwa sebagaimana adanya sehingga bersifat mengungkapkan fakta (fact finding). Pemilihan metode ini didasarkan pada pertimbangan bahwa dalam pembahasan penelitian ini akan memberikan gambaran mengenai peranan pengawasan pada sistem pengendalian manajemen dan akuntabilitas kinerja dalam mewujudkan good governance di lingkungan Inspektorat Jenderal Departemen Agama.

B. Metode Penentuan Sampel

Dalam skripsi ini dilakukan studi kasus terhadap Inspektorat Jenderal Departemen Agama R.I. Jakarta. Adapun penelitian ini membahas mengenai peranan pengawasan pada sistem pengendalian manajemen dan akuntabilitas


(54)

kinerja Inspektorat Jenderal Departemen Agama dalam mewujudkan good governance di lingkungan Inspektorat Jenderal Departemen Agama.

C. Metode Analisis Data

Dalam penelitian ini metode analisis data yang digunakan adalah deskriptif kualitatif hal ini dapat dilihat dari hasil penelitian dari lapangan yang didapat kemudian akan diperbandingkan dengan landasan teori yang berkaitan dengan obyek penelitian. Alasan peneliti menggunakan penelitian kualitatif dengan tujuan untuk dapat memahami isi dari penulisan ini (understanding). Fenomena sosial yang ada sesuai dengan definisi kualitatif menurut Dr. Nur Indriantoro dalam bukunya (metodologi penelitian bisnis. 1999) di mana paradigma deskriptif dinamakan juga sebagai pendekatan konstruktif, naturalisme atau interpretatif (constructivist, naturalistic, or interpretative approach), atau perspektif postmodern. Paradigma kualitatif merupakan paradigma penelitian yang menekankan pada pemahaman mengenai masalah-masalah dalam kehidupan sosial berdasarkan kondisi realitas atau natural setting yang holistis, kompleks dan rinci. Penelitian-penelitian dengan pendekatan induktif yang mempunyai pengungkapan fakta merupakan contoh tipe penelitian yang menggunakan paradigma kualitatif. Paradigma kualitatif yaitu:

1. Realitas bersifat subyektif dan berdimensi banyak; 2. Penelitian berinteraksi dengan fakta yang diteliti;


(55)

3. Tidak bebas dan bias;

4. Penyusunan teori dengan analisis kualitatif.

Fenomena sosial yang akan dijelaskan dalam penelitian ini adalah yang berhubungan dengan peranan sistem pengendalian manajemen yang difokuskan pada pelaksanaan pengawasan dan akuntabilitas kinerja dalam mewujudkan good governance di lingkungan Inspektorat Jenderal Departemen Agama.

D. Metode Pengumpulan Data

Data yang dibutuhkan dalam penelitian-penelitian ini adalah terdiri dari data yang bersifat primer dan data yang bersifat sekunder. Data yang bersifat primer adalah data yang didapat langsung dari sumber yang ada data sekunder yaitu data yang telah diolah terlebih dahulu guna mendapatkan data dan informasi yang lain, yang dibutuhkan pada penelitian ini, maka peneliti menerapkan metode pengumpulan data yang digunakan adalah:

1. Studi Kepustakaan

Studi Kepustakaan ini dilakukan dengan cara membaca buku, literatur, majalah, jurnal paper, tulisan-tulisan ilmiah yang berhubungan dengan masalah penelitian ini serta Standar Akuntansi Pemerintahan dan Standar Pedoman Akuntan Publik dan sebagainya dengan tujuan untuk mendapatkan kerangka teori dan menentukan arah dan tujuan penelitian serta mencari konsep yang sesuai dengan permasalahan penelitian dan


(56)

sebagai dasar untuk menganalisa obyek penelitian, sehingga dapat diperoleh kesimpulan hasil penelitian.

2. Studi Lapangan (Field Research)

Studi lapangan (Field Research) dilakukan dengan cara mengumpulkan data dan informasi secara langsung di Inspektorat Jenderal Departemen Agama. melalui wawancara mendalam dengan pimpinan maupun staff yang menjadi key Informan yang sehari-harinya secara langsung mengenai sistem pengawasan dan akuntabilitas kinerja.

Dalam studi lapangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan melakukan pengumpulan informasi dan data instansi terkait untuk dilakukan penelahaan lebih lanjut.

E. Operasional Variabel Penelitian

Operasional variabel penelitian memberikan batasan dan penjelasan mengenai variabel yang digunakan dalam penelitian. Operasional variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala ordinal yaitu sebagai berikut:

1. Sistem Pengendalian Manajemen

Sistem pengendalian manajemen yang akan dibahas dalam pembahasan ini hanya dibatasi dan difokuskan pada pelaksanaan pengawasan. Pengawasan secara umum diartikan sebagai upaya menjaga agar program/kegiatan dapat dilaksanakan sesuai dengan rencana, efektif,


(57)

efisien, dan sesuai dengan peraturan Perundang-undangan. Dalam penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia dikenal dengan terminologi pengawasan dengan pendekatan agama, pengawasan melekat, pengawasan intern, pengawasan ekstern, pengawasan legislatif dan pengawasan masyarakat yang dapat digambarkan sebagai lapisan-lapisan unsur pengawasan nasional. Pengertian pengawasan dalam tulisan ini hanya dibatasi dan terfokus pada pengawasan internal, eksternal, dan pengawasan pendekatan agama.

Pengawasan intern dilaksanakan oleh Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) yang terdiri atas BPKP, Inspektorat Jenderal Departemen, Inspektorat Kementrian/LPND dan Bawasda Provinsi, kabupaten dan kota. Pengawasan Ekstern dilaksanakan oleh BPK-RI sebagai aparat pengawasan ekstern yang bebas mandiri dalam pelaksanaan fungsi pemeriksaan keuangan negara, sedangkan Pengawasan dengan Pendekatan Agama (PPA) merupakan program pengawasan dini yang ditawarkan oleh Inspektorat Jenderal Departemen Agama sebagai upaya pemberantasan KKN melalui penyampaian nilai-nilai agama. Secara universal diakui bahwa pengawasan intern, ekstern dan pendekatan agama memiliki peranan dalam mendorong perwujudan kepemerintahan yang baik (good governance) melalui peningkatan akuntabilitas dan transparansi instansi pemerintah yang diawasi.


(58)

2. Akuntabilitas Kinerja

Akuntabilitas didefinisikan sebagai suatu perwujudan kewajiban untuk mempertanggungjawabkan keberhasilan atau kegagalan pelaksanaan organisasi dalam mencapai tujuan-tujuan dan sasaran-sasaran yang telah ditetapkan, melalui suatu media pertanggungjawaban, yang dilaksanakan secara periodik. Dalam dunia birokrasi, akuntabilitas suatu instansi pemerintah merupakan suatu perwujudan instansi pemerintah dalam mempertanggungjawabkan keberhasilan atau kegagalan pelaksanaan nilai instansi yang bersangkutan.

Akuntabilitas publik terkait erat dengan kinerja sektor publik yang memfokuskan pada kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku dan bagaimana pelaksanaan kebijakan dalam rangka pencapaian tujuan dan sasaran harus dilakukan secara jujur, efektif dan efisien. Sebagai konsekuensi dari perlunya akuntabilitas publik, maka diperlukan suatu sistem akuntabilitas publik yang di dalamnya berisi pertanggungjawaban pemerintah dengan orientasi pada kinerja. Sistem ini nantinya dapat berfungsi sebagai alat untuk peningkatan kinerja instansi sektor publik. Sistem inilah yang dikenal dengan nama SAKIP (Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah).


(59)

Gambar. 3.1 Siklus SAKIP

Akuntabilitas Kinerja

4. Good Governance

Istilah good governance secara sederhana bermakna “tata kepemerintahan yang baik”. Kepemerintahan yang baik merupakan issue

yang paling mengemuka dalam pengelolaan administrasi publik dewasa ini. Tuntutan gencar yang dilakukan oleh masyarakat kepada pemerintah untuk melaksanakan penyelenggaraan pemerintahan yang baik adalah sejalan dengan meningkatnya tingkat pengetahuan masyarakat, di samping adanya pengaruh globalisasi.

Persepsi masyarakat mengenai good governance di Indonesia dapat diartikan sebagai suatu mekanisme pengelolaan sumber daya dengan substansi dan implementasi yang diarahkan untuk mencapai pembangunan

Perencanaan Strategik

Perencanaan Kinerja

Pelaporan Kinerja

Pengukuran dan Evaluasi


(60)

yang efisien dan efektif secara adil. Oleh karena itu, good governace akan tercipta manakala diantara unsu-unsur negara dan institusi kemasyarakatan (ormas, LSM, pers, lembaga profesi, lembaga usaha swasta, dan lain-lain) memiliki keseimbangan dalam proses checks and balances dan tidak boleh satu pun di antara mereka yang memiliki kontrol absolut (Lukman Hakim Saifuddin 2000).


(61)

BAB IV

PENEMUAN DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Objek Penelitian

Departemen Agama lahir pada hari kamis, 3 Januari 1946 berdasarkan Penetapan Pemerintah Nomor 1/SD Tahun 1946. Sebagai pelaksanaan dari penetapan pemerintah tersebut, telah dikeluarkan keputusan Menteri Agama (KMA) Nomor 118 HJ tanggal 20 Nopember tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Agama. Unsur pengawasan fungsional pada saat itu belum berdiri sendiri. Tugas pengawasan masih inheren pada pelaksaan tugas dan fungsi serta mengalami berbagai perubahan seperti: 1) Bagian/Urusan Perbendaharaan, 2) Biro Sekretaris Jenderal, dan 3) Biro Pengawasan Keuangan.

Selanjutnya ruang lingkup pengawasan tidak hanya pembukuan/keuangan (finance audit), akan tetapi bidang perlengkapan dan tuntutan ganti rugi (TGR) telah menjadi sasaran pengawasan. Nama atau nomenklatur inspektorat pertama kali terdapat dalam KMA Nomor 56 Tahun 1967 tentang perincian struktur organisasi, tugas, dan wewenang departemen agama.

Berdasarkan Keputusan Presiden R.I. Nomor 29 Tahun 1963 tentang pengawasan keuangan negara dan KMA Nomor 56 Tahun 1967, diperlukan aparatur pengawasan keuangan Departemen Agama, maka diterbitkan KMA


(1)

governance dilingkungannya, dan akan memberikan keuntungan pada instansi tersebut.

C. Saran

Didasarkan dari Laporan Akuntabilitas Kinerja Inspektorat Jenderal Tahun 2007 yang memuat laporan hasil kinerja didapat beberapa hambatan yang dihadapi yang mempengaruhi tingkat keberhasilan kinerja. Diantaranya: 1. Derasnya perubahan di bidang politik pemerintahan, antara lain, banyak

terjadi pemekaran wilayah, baik di tingkat propinsi, kabupaten maupun kecamatan yang belum ditindak lanjuti;

2. Krisis kepercayaan masyarakat terhadap aparatur negara dan lemahnya penegakan hukum;

Atas dasar dari permasalahan tersebut, saran yang dapat saya sampaikan yaitu:

1. Departemen Agama harus segera menindak lanjuti derasnya perubahan di bidang politik pemerintahan yang terdiri dari pemekaran wilayah, baik di tingkat propinsi, kabupaten maupun kecamatan dengan cara memekarkan satuan kerjanya sesuai dengan perkembangan yang ada;

2. Lemahnya kepercayaan masyarakat terhadap aparatur negara, Inspektorat Jenderal Departemen Agama dapat menumbuhkan kepercayaan masyarakat terhadap aparatur negara dengan menindaklanjuti hasil audit secara cepat, tepat dan komprehensif yang dilakukan sesuai dengan rekomendasi yang telah ditetapkan.


(2)

Demikian adanya saran yang dapat saya sampaikan yang kiranya dapat dipertimbangkan untuk menjadi masukan dalam pelaksanaan kinerja Inspektorat Jederal Departemen Agama yang sudah baik agar dapat menjadi lebih baik dalam mewujudkan good governance di lingkungan Inspektorat Jenderal Departemen Agama.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Anthony, Robert, Govindrajan, Vinjay. “Management Control System”, 12th Edition, The McGraw-Hill Companies, Inc, 2007.

Departemen Agama. RI. “Buku Panduan Seminar Nasional Pengawasan Konsep, Strategi dan Implementasi Good Governance dalam Penyelenggaraan Pemerintahan”. Departemen Agama RI. 2007.

Draft, L. “MANAGEMENT”, 6th Edition, hal.522-551, Jakarta: Salemba Empat, 2006.

Frank J, Fabozzi. “Investment Management”, Edisi Pertama, Jakarta: Salemba Empat, 2005.

H.A. Simon. “Communication in Organisation”, dikutip dari Majalah Administrasi Negara, Tahun II No.10.

Hamid, Abdul. “Pedoman Penulisan Skripsi”, Jakarta: FEIS UIN Syarif Hidayatullah, 2007.

Hariadi, Bambang. “Strategi Manajemen (Strategi Memenangkan Perang Bisnis)”, hal.21-44, Cetakan Ke-2, Malang: Bayumedia Publishing, 2005.

IBK, Bayangkara, “Audit Manajemen”, hal.15-29, Jakarta: Salemba Empat, 2008. Ikatan Akuntan Indonesia, “Standar Profesional Akuntansi Publik (per 1 Januari

2001)”. Cetakan ke-1, Jakarta: Salemba Empat, 2001.

Inpres RI Nomor 9 Tahun 1998 tentang Penyelenggaraan Pendayagunaan Aparatur Negara.

Instruksi Presiden RI Nomor 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah.

J.B. Ghartey, “Crisis Accountability and Development in Third World”, London, 1987.

Kinicki, Angelo. “Perilaku Organisasi”, Edisi-5, hal.556, Jakarta: Salemba Empat, 2005.


(4)

L.V. Carino, “Accountability, Corruption and Democracy”, A Clarification of Concepts, in the Asian Review of Publik Administration, vol. III No. 2, Desember 1991.

LAN. “Pedoman Penyusunan Pelaporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah dan good governance”, Jakarta: LAN, 2002.

LAN. “Pedoman Penyusunan Pelaporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (No.589/IX/6/Y/99)”, Jakarta: LAN. 1999.

LAN. “Buku Pedoman Penyusunan Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah”, 2005.

Mahmudi. ”Kerangka Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah”. Akuntansui dan Keuangan Vol 3, No. 01, Universitas Indonesia. 2002.

Manulang, M. “Dasar-dasar Manajemen”, Bab5, hal.176, Gajah Mada University, Press. 2006.

M.D. Yango. Institutional Mechanism for Promoting Accountability in the Philippines Civil Service, in Asian Review of Public Administration, Vol. III No. 2, December 1991.

Munir, Ningky. “Knowledge Management Audit”, Pedoman Organisasi Dalam Mengelola Pengetahuan, Jakarta: Sekolah Tinggi Manajemen PPM, 2008.

Oxford Advance Learner’s Dictionary, Oxford University Press, 1989.

Ray H, Garrison. “Management Accounting”, Edisi Indonesia, Jakarta: Salemba Empat, 2007.

Rees, David and McBean. “Management People Strategy and Theory (Edisi-2, cetakan 1 hal.248)”, Jakarta: Kencana. 2007.

Rodi, Kertamuja. ”Peranan Auditing Kinerja dalam Meningkatkan Efisiensi dan Efektifitas”. Akuntansi dan Keuangan. Vol 5 No. 2. Des 2001.

Sawyer’s, Lawrence B. “Internal Auditing”, Edisi-5, Jakarta: Salemba Empat, 2005.

S. Paul. ”Accountability in Public Service: Exit, Voice and Control”. The World Development Journal, Vol 20. No. 7.

Sayle, Allan J. “Manajemen Audit, The Assement Of Quality Manajemen System”, Second Edition. Great Britain. Quality Press, 2000.


(5)

Sekaran, Umma. “Business Research Methods for Managers”, A Skill-Building Approach, 4th Edition, New York, John Wiley&Sons, Inc, 2003.

S.H. Saleh dan A. Iqbal, Accountability: the Endless Prophecy. Asian and Pasific Development Journal, Vol. 20, No.7.

Siahaan, Hinsa. “Manajemen Resiko”, Jakarta: PT Elex Komunitas Eksindo, 2007.

Simanjuntak J, Payaman. “Manajemen dan Evaluasi Kinerja”, Jakarta: Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 2008.

Sulastiningsih. “Peran Anggaran dalam Meningkatkan Prestasi Manajer”. Manajemen, Ekonomi dan Bisnis. Vol 3 (1-3) 1999.

TAP MPR RI nomor XI/MPR/1998 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme.

Tokyo Declaration of Guidelines on Public Accoutability, 1985.

UU Nomor 25 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme.

Widjaja, Amin. “Dasar-Dasar Audit Manajemen”, Jakarta: Harvarindo, 2008. Widjaja, Amin. “Memahami Internal Audit”, Jakarta: Haravindo, 2008.


(6)

Dokumen yang terkait

PengaruhKompetensi, Independensi, Due Professional Care, Akuntabilitas, dan Fraud Risk Assessment Aparat Inspektorat terhadap Kualitas Audit dalam mewujudkan Good Governance di Kabupaten Karo

10 84 123

ANALISIS AKUNTABILITAS DAN TRANSPARANSI PENGELOLAAN ALOKASI DANA DESA DALAM MEWUJUDKAN KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH

6 44 19

Peranan Manajemen dan Inspektorat Jenderal Terhadap Pengendalian Intern Atas Pengadaan Barang/Jasa pada Kementerian Agama

1 6 151

KEBIJAKAN PENGAWASAN INSPEKTORAT JENDRAL DEPARTEMEN KESEHATAN RI TAHUN 2014

0 4 24

Kejelasan Sasaran Anggaran, Pengendalian Akuntansi, Sistem Pelaporan dan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah pada Inspektorat Jenderal Kementerian Agama RI

0 1 8

ANALISIS IMPLEMENTASI SISTEM PENGENDALIANINTERN PEMERINTAH (SPIP) DAN SISTEM AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH DALAM UPAYA PENERAPAN GOOD GOVERNANCE

0 0 21

PengaruhKompetensi, Independensi, Due Professional Care, Akuntabilitas, dan Fraud Risk Assessment Aparat Inspektorat terhadap Kualitas Audit dalam mewujudkan Good Governance di Kabupaten Karo

0 0 25

PengaruhKompetensi, Independensi, Due Professional Care, Akuntabilitas, dan Fraud Risk Assessment Aparat Inspektorat terhadap Kualitas Audit dalam mewujudkan Good Governance di Kabupaten Karo

0 0 14

REALITAS SISTEM PENGENDALIAN lNTERN DALAM MEWUJUDKAN AKUNTABILITAS PENGELOLAAN ANGGARAN Repository - UNAIR REPOSITORY

0 0 17

IMPLEMENTASI SISTEM AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH (SAKIP) DALAM MEWUJUDKAN GOOD GOVERNANCE PADA POLITEKNIK NEGERI - Politeknik Negeri Padang

0 1 8