Analisis Deskripstif Analisis dan Pembahasan

B. Analisis dan Pembahasan

1. Analisis Deskripstif

a. Sistem Pengendalian Manajemen dalam Peran dan Manfaatnya pada Instansi Pemerintahan Pengendalian manajemen di lingkungan Instansi Pemerintahan, mempunyai sifat yang khusus. Organisasi pemerintahan dikelola dengan cara dan nilai yang berbeda jika dibandingkan dengan yang dilakukan di lingkungan badan usaha. Sistem pengendalian manajemen dalam instansi pemerintah digambarkan dalam suatu sistem atau disebut dengan pengawasan, dimana pengwasan tersebut meliputi tiga jalur pelaksanaan diantaranya pengawasan intern, ekstern, pengawasan masyarakat dan pengawasan dengan pendekatan agama. Pengawasan adalah salah satu fungsi dari manajemen pengelolaan untuk mengusai, dan mengendalikan jalannya organisasi agar tujuan organisasi tercapai dengan efisien. Termasuk dalam pengusaan dan pengendalian jalannya organisasi adalah seluruh kekayaan, personil dan metode yang digunakan dalam organisasi untuk melaksanakan misinya. Tuntutan kualitas pengelolaan yang menjadi sangat tinggi, dan semakin ketatnya persaingan dalam kehidupan yang semakin majemuk, merombak tata cara pengelolaan kegiatan atau sumber daya dalam organisasi. Pengawasan secara langsung yang dipercaya paling tinggi efektivitasnya tidak lagi mencukupi. Keterbatasan waktu, pengetahuan, dan keahlian manajemen organisasi, tidak lagi mencukupi. Manajemen modern memerlukan jenis pengawasan lain selain pengawasan secara langsung untuk mengatasi segala kompleksitas kegiatan organisasi. Salah satu di antara bentuk pengawasan yang kemudian dipilih sebagai dasar atau penyangga bentuk-bentuk pengawasan lainnya adalah sebagai sistem pengendalian manajemen. Sebelum membahas lebih lanjut mengenai pengawasan, perlu ditekank an bahwa pertama, pengawasan adalah alat bantu bagi manajemen untuk mencapai tujuan. Kedua, adanya pengawasan bukanlah jaminan bagi organisasi akan dapat mencapai tujuannya. Semua tetap berpulang kepada manajemen, karena sesungguhnya pengawasan tidak akan menggantikan manajemen secara efektif. Kedua asumsi ini penting dalam memahami arti, posisi, dan fungsi pengawasan dalam organisasi serta perannya dalam proses manajemen sistem pengendalian manajemen. Dalam bahasan ini, pengertian pengawasan sebagai salah satu sistem dipersamakan dengan pengertian pengendalian manajemen atau ’control’ , yakni segala komponen, baik berupa proses, elemen maupun kegiatan, yang terjalin erat dan berfungsi untuk meyakinkan agar segala kegiatan yang akan, sedang, dan telah ditetapkan, dan diselenggarakan dengan cara-cara yang seefisien mungkin. Pengawasan yang akan dibahas lebih lanjut dalam pembahasan ini adalah pengawasan intern, ekstern dan pengawasan pendekatan agama pada Inspektorat Jenderal Departemen Agama R.I. 1 Pengawasan Intern Pengawasan Intern pemerintah merupakan alat pengawasan eksektif. Pengawasan intern dilaksanakan oleh Aparat Pengawasan Intern Pemerintah APIP yang terdiri atas BPKP, Inspektorat Jenderal Departemen, Inspektorat KementerianLPND dan Bawasda Provinsi, Kabupaten dan Kota. Ruang lingkup pengawasan intern lebih luas dari pada pengawasan ekstern yang hanya melakukan pengawasan melalui kegiatan audit. Pengawasan intern pemerintah merupakan salah satu unsur manajemen yang sangat penting dalam penyelenggaraan pemerintahan. Tujuan utama pengawasan intern adalah membantu pimpinan instansi pemerintah melalui kegiatan pengawasan yang mampu memberikan keyakinanjaminan quality assurance yang memadai bagi pencapaian kinerja pemerintah yang telah ditetapkan, dalam rangka mewujudkan kepemerintahan yang baik. Pengawasan intern pemerintah dilaksanakan melalui berbagai bentuk kagiatan pengawasan yaitu audit, evaluasi, review, pemantauan dan kegiatan-kegiatan asistensi, konsultasi serta sosialisasi tentang masalah–masalah yang berhubungan dengan sistem administrasi keuangan dan penyelenggaraan pemerintahan. Dalam penyelenggaraan pengawasan intern, kegiatan-kegiatan di luar kegiatan audit mempunyai kedudukan dan manfaat yang sama pentingnya dengan kegiatan-kegiatan audit, karena seluruh kegiatan tersebut bersifat membantu pimpinan instansi pemerintah dalam meningkatkan kinerja organisasi. Pengawasan intern mempunyai hubungan yang sangat erat dengan pengendalian intern karena pengawasan intern merupakan bagian dari pengendalian intern instansi pemerintah yang bersifat menyeluruh. Pengawasan intern diperlukan oleh pimpinan instansi pemerintah untuk memberikan keyakinan bahwa sistem pengendalian intern di dalam instansi yang dipimpinnya telah berjalan secara efektif. Lembaga pengawasan intern melakukan evaluasi secara berkala maupun sewaktu-waktu terhadap keandalan dan efektivitas sistem pengendalian intern. Hasil evaluasi sistem pengendalian intern disampaikan kepada pimpinan instansi pemerintah serta unsur-unsur pimpinan lainnya dalam instansi pemerintah yang dipandang perlu untuk menindaklanjuti hasil evaluasi dan pengawasan tersebut. Hasil pengawasan intern bermanfaat bagi pimpinan organisasi karena dapat memberikan penilaian yang bersifat independen dan obyektif tentang keandalan sistem pengendalian intern, tingkat penacapaian kinerja efektivitas, efisiensi, kehematan, hambatan, kelemahan dan penyimpangan yang mungkin terjadi dalam pelaksanaan kegiatan unit-unit kerja di bawahnya. Apabila hasil pengawasan mengidentifikasikan adanya temuan-temuan tersebut, pimpinan organisasi dapat mengambil tindakan tidak korektif untuk meyakinkan bahwa temuan-temuan tersebut tidak terulang lagi. Dalam hal ini, pengawasan intern dapat berperan sebagai: a Katalisator dalam hal peningkatan kinerja organisasi; b Pemberian rekomendasi yang berkesinambungan bagi perbaikanpeningkatan teknis pelaksanaan yang sedang berjalan; c Pemberian masukan tentang perlunya menggantimengubah pendekatan dalam kegiatan yang sedang berjalan, yang terbukti kurang operasional atau sudah terlalu ketinggalan zaman out dated. Agar lembaga pengawasan intern dapat berperan secara efektif dan efisien, terdapat dua faktor yang mendasar yang perlu dipenuhi yaitu: a Adanya standar profesi kegiatan pengawasan intern yang diterima secara umum dan diakui secara meluas dalam dunia pengawasan intern; b Adanya lingkungan yang mendukung, yang meliputi: - Dasar hukum yang memberikan batasan tentang sistem, prinsip dan fungsi pengawasan intern - Sistem manajemen yang jelas dan berfungsi dengan baik pada obyek yang diawasi; - Independensi yang cukup; - Manfaat pengawasan yang jelas meliputi ruang lingkup dan jenis kegiatan pengawasan; - Supervisi atas pelaksanaan tugas pengawasan. 2 Pengawasan Ekstern Pengawasan ekstern dilaksanakan oleh lembaga yang berada di luar dan independen terhadap lembagaentitas yang diawasi. Dalam konteks Negara Republik Indonesia, pengawasan ektern dilaksanakan oleh BPK-RI. Berdasarkan pasal 23 E ayat 1 Amandemen UUD 1945, posisi ektern dan independen tersebut dinyatakan dengan istilah ”bebas dan mandiri”. Karena posisi yang ekstern dan independen, pengawas ekstern mempunyai fungsi yang sangat strategis dalam memberikan penilaian terhadap kegiatan yang dilaksanakan oleh Pemerintah, yang pada akhirnya akan mendorong terwujudnya akuntabilitas dan transparansi sebagai syarat perwujudan kepemerintahan yang baik. Secara tidak langsung, hasil pengawasan ekstern akan membantu pemerintah untuk memaksimumkan kinerjanya dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan publik. Lembaga pengawasan ekstern juga mempunyai konstribusi yang sangat penting bagi terwujudnya pengelolaan keuangan negara yang sehat dalam rangka penyelenggaraan negarapemerintahan. Tujuan utama pengawasan ekstern adalah memberikan pendapat terhadap kelayakan suatu pertanggungjawaban, yang lebih dikenal dengan fungsi atestasipengujian attestation function . Menurut principal agency theory, keberadaan lembaga pengawasan ekstern diperlukan untuk mengatasi ketidak simetrisan informasi information asymmetry antara agent dan principal. Dalam konteks pengawasan penyelenggaraan negarapemerintahan Republik Indonesia, yang berperan sebagai agent adalah Pemerintah eksekutif, sedangkan principal adalah masyarakat publik yang diwakili oleh pihak legislatif DPR-RI, DPR, DPRD Provinsi, KabupatenKota. Independensi terhadap pihak eksekutif disertai dengan integritas dan kompetensi di bidang audit atas keuangan negara, dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan. Hasil audit ini selanjutnya menjadi masukan bagi pihak legislatif dalam menjalankan fungsi pengawasan dan legislatif yang melekat pada dirinya. Dalam hal ini pelaksanaan fungsi pengawasan dan legislatif yang melekat pada dirinya. Dalam hal pelaksanaan fungsi pengawasan, laporan hasil audit BPK akan menjadi bahan bagi legislatif untuk menilai tingkat akuntabilitas publik pemerintah, sehingga dengan itu pihak legislatif dapat menentukan tindakan selanjutnya terhadap pemerintah. Manfaat yang diharapkan dari adanya pengawasan ektern adalah: a Mendorong terjadinya proses penyelenggaraan pemerintahan yang menjamin terwujudnya akuntabilitas dan tranparansi; b Memberikan kontribusi bagi proses reformasi dan perubahan menuju perbaikan administrasi negarapemerintahan; c Mendorong terjadinya peningkatanperbaikan pengelolaan sektor publik; d Menjadi ”deterrent” yang mengakibatkan para penyelenggara pemerintahan selalu berhati-hati dan tidak melakukan penyimpangan terhadap rencana dan peraturan- peraturan perundang-undangan. Dalam UU No. 15 Tahun 2004 disebutkan bahwa dalam menyelenggarakan pemeriksaan, BPK dapat memanfaatkan hasil pemeriksaan aparat pengawasan intern pemerintah APIP. Untuk itu, laporan hasil pemeriksaan intern pemerintah wajib disampaikan kepada BPK. Namun UU No. 15 Tahun 2004 memberikan batasan yang baku tentang aparat pengawasan intern pemerintah. Untuk itu seyogyanya pengaturan hubungan antara BPK-RI sebagai aparat pengawasan ekstern dan APIP perlu dirumuskan lebih lanjut dalam Undang-undang Sistem Pengawasan Nasional. Walaupun pengawasan intern dan ekstern mempunyai tujuan akhir yang sama, yaitu terwujudnya kepemerintahan yang baik, secara operasional terdapat perbedaan utama pengawasan intern dan ekstern, yaitu sebagai berikut: Tabel. 4.2 Pengawasan Intern dan Ekstern No Uraian Intern Ekstern 1 Tujuan Utama Membantu manajemen untuk menjamin terwujudnya efisiensi dan efektivitas equality assurance function Memberikan pendapat terhadap kelayakan suatu pertanggungjawaban attestation function 2 Pelaksana Unit Kementerian negaralembaga atau pemda yang bersangkutan Unit yang independen dan terpisah dari pemerintah 3 Pemakai user Manajemen pemerintah Stakeholders Pemerintah, DPR, Kreditur, Rakyat, dll 4 Bantuk pengawasan Audit, review, pemantauan, evaluasi, efisiensi, konsultasi dan sosialisasi Audit 5 Jenis Audit Audit Kinerja Audit Keuangan Audit dengan tujuan tertentu Audit Kinerja Audit dengan tujuan tertentu 6 Kriteria yang digunakan Key performance indicator KPI dan akuntansi manajemen Peraturan perundang- undangan Standar profesi audit intern Standar akuntansi dan pelaporan yang berlaku Peraturan Perundang- undangan Standar profesi audit independen 7 Kualitas auditor Memiliki kompetensi dalam audit kinerja, audit dengan tujuan tertentu, evaluasi efektivitas dan kualitas manajemen Memiliki kompetensi dalam audit ketaatan dan audit keuangan 8 Fokus data dan informasi Waktu sekarang dan yang akan datang Waktu lampau 9 Media pengawasan utama Laporan pelaksanaan tugas, laporan akuntabilitas dan sistem pengendalian intern Laporan keuangan, laporan proyek, laporan satuan kerja 10 Tujuan akhir Good governance and clean governance 3 Pengawasan Dengan Pendekatan Agama PPA Pengawasan dengan Pendekatan Agama PPA merupakan pengawasan dini preventif yang ditawarkan oleh Inspektorat Jenderal Departemen Agama sebagai upaya pemberantasan KKN melalui penyampaian pesan nilai-nilai ajaran agama. PPA merupakan pengembangan program Penyebarluasan Pengertian dan Kesadaran Pengawasan Melalui Jalur Agama PPKPKJA yang digagas sejak tahun 1985 berdasarkan petunjuk Wakil Presiden RI tentang Paket Penerangan mengenai Penyebarluasan Pengertian dan Kesadaran Pengawasan tanggal 7 November 1984. Paket tersebut disusun bersama oleh Menteri Penerangan, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Menteri Agama, Jaksa Agung, dan Kapala BP-7 Pusat pada tanggal 17 Sepetember 1985. Hal tersebut dimaksudkan sebagai rintisan awal atau sebagai pedoman umum dalam penyebarluasan pengawasan melalui berbagai jalur. Mulai tahun 2006 pelaksanaan program PPA merupakan implementasi dari Inpres Nomor 5 Tahun 2004 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi. Program PPA dikembangkan dalam rangka: a Perwujudan aparatur yang bersih dan berakhlak mulia dengan prinsip ’Ibda binafsika’ mulai dari diri sendiri; b Perwujudan sikap kepemimpinan yang tegas dalam menerapkan ketentuan yang berlaku; c Peningkatan peran aktif pengawasan bagi pimpinan dan masyarakat secara objektif sehat dan terkendali; d Pertanggungjawaban yang ditanggung secara administrasi juga akan ada tanggung jawab di akhirat yang tidak satu pun terlewatkan. Program ini disebut PPA implementasi RAN-PK. b. Sistem Akuntabilitas Kinerja dalam Instansi Pemerintahan SAKIP Akuntabilitas adalah kewajiban untuk memberikan pertanggungjawaban atau menjawab dan menerangkan kinerja dan tindakan seseorangbadan hukumpimpinan suatu organisasi kepada pihak yang memiliki hak atau berkewenangan untuk meminta keterangan atau pertanggungjawabkan. Berdasarkan pada pengertian tersebut diatas, maka semua instansi pemerintah, badan dan lembaga negara di pusat dan daerah sesuai dengan tugas pokok masing-masing harus memahami ruang lingkup akuntabilitasnya masing-masing, karena akuntabilitas yang diminta meliputi keberhasilan dan juga kegagalan pelaksanaan misi instansi yang bersangkutan. Menyadari betapa penting dan strategisnya implementasi good governance , berbagai pihak telah mengembangkan prinsip-prinsip penyelenggaraan good governance. Namun demikian, dari sejumlah yang telah dikembangkan, ternyata prinsip akuntabilitas dipandang menjadi prinsip yang sangat penting oleh berbagai pihak. Hal ini tidak terlepas dari kenyataan bahwa akuntabilitas merupakan kewajiban yang harus dilakukan oleh siapa pun sebagai pemegang mandat kepada pihak pemberi mandat. Akuntabilitas publik merupakan kewajiban dari individu penguasa yang dipercayakan untuk mengelola sumber daya publik dan yang berkaitan dengannya untuk dapat menjawab hal-hal yang menyangkut pertanggungjawaban fiskal, manajerial dan program Tokyo Declaration of Guidelines of Public Accountability, 1985. Berdasarkan uraian diatas terlihat bahwa akuntabilitas publik terkait erat dengan kinerja sektor publik yang memfokuskan pada kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku dan bagaimana pelaksanaan kebijakan dalam rangka pencapaian tujuan dan sasaran harus dilakukan secara jujur, efektif dan efisien. Dapat dikatakan dan dijelaskan bahwa eksistensi pemerintahan adalah untuk memberikan pelayanan publik kepada masyarakat. Pelayanan publik hanya dapat terlaksana jika terdapat dukungan sumber daya resources yang memadai. Di sisi lain kita menyadari bahwa ciri utama sumber daya adalah jumlahnya yang sangat terbatas dan sifatnya yang habis pakai. Oleh karena itu, prinsip akuntabilitas menjadi suatu hal yang sangat penting untuk diterapkan dalam manajemen pemerintahan. Pengelolaan sumbe daya yang terbatas dalam rangka perwujudan pelayanan publik memerlukan penerapan prinsip-prinsip akuntabilitas. Dalam hubungan itu, berdasarkan Keputusan Kepala LAN No. 589IX6Y1999 tentang Pedoman Penyusunan Pelaporan Pedoman Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah yang diperbaharui dengan Keputusan Kapala LAN No. 239IX682003 tentang Perbaikan Pedoman pelaporan AKIP, maka disusunlah sistem akuntabilitas di Indonesia yang lebih dikenal dengan SAKIP Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah. 1 Prinsip-Prinsip Akuntabilitas Kinerja Dalam pelaksanaan akuntabilitas dilingkungan instansi pemerintah, perlu memperhatikan prinsip-prinsip akuntabilitas yaitu sebagai berikut: a Harus ada komitmen dari pimpinan dan seluruh staf instansi untuk melakukan pengelolaan pelaksanaan misi akuntansi; b Harus merupakan suatu sistem yang dapat menjamin penggunaan sumber-sumber daya secara konsisten dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku; c Harus dapat menunjukan tingkat pencapaian tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan; d Harus berorientasi pada pencapaian visi dan misi serta hasil dan manfaat yang diperoleh; e Harus jujur, obyektif, transparan, dan inovatif sebagai katalisator perubahan manajemen instansi pemerintah dalam bentuk pemutakhiran metode dan teknik pengukuran kinerja dan penyusunan laporan akuntabilitas. Disamping itu, akuntabilitas kinerja harus pula menyajikan penjelasan tentang deviasi antara realisasi kegiatan dengan rencana serta keberhasilan dan kegagalan dalam pencapaian sasaran dan tujuan yang telah ditetapkan. Oleh karena itu, dalam pengukuran kinerja yang dimulai dari perencanaan strategis dan berakhir dengan penyerahan laporan akuntabilitas kepada pemberi mandat wewenang. Dalam pelaksanaan akuntabilitas ini, diperlukan pula perhatian dan komitmen yang kuat dari atasan langsung instansi memberikan akuntabilitasnya, lembaga perwakilan dan lembaga pengawasan, untuk mengevaluasi akuntabilitas kinerja instansi yang bersangkutan. 2 Perencanaan Strategik Dalam sistem akuntabilitas kinerja instansi pemerintah, perencanaan strategik merupakan langkah awal untuk melaksanakan mandat. Perencanaan strategik instansi pemerintah memerlukan integritas antara keahlian sumber daya manusia dan sumber daya lain agar mampu menjawab tuntutan perkembangan lingkungan strategis, nasional dan global. Analisis terhadap lingkungan organisasi baik internal maupun eksternal merupakan langkah yang sangat penting dalam memperhitungkan kekuatan strengths, kelemahan weakness, peluang opportunities dan tantangankendala threats yang ada. Analisis terhadap unsur- unsur tersebut sangat penting dan merupakan dasar bagi perwujudan visi dan misi serta strategi instansi pemerintah. Dengan perkataan lain, perencanaan strategis yang disusun oleh instansi pemerintah harus mencakup; 1 pernyataan visi, misi strategi, dan faktor-faktor keberhasilan organisasi; 2 rumusan tentang tujuan, sasaran dan uraian aktivitas organisasi, dan 3 uraian tentang cara mencapai tujuan dan sasaran tersebut. Dengan visi, misi, dan strategi yang jelas maka diharapkan instansi pemerintah akan dapat menyelaraskan dengan potensi, peluang dan kendala yang dihadapi. Perencanaan strategik bersama dengan pengukuran kinerja serta evaluasinya merupakan rangkaian sistem akuntabilitas kinerja yang penting. 3 Pengukuran Kinerja Pengukuran merupakan suatu alat manajemen untuk meningkatkan kualitas pengambilan keputusan dan akuntabilities. Sebenarnya pengukuran kinerja punya makna ganda, yaitu pengukuran kinerja sendiri dan evaluasi kinerja. Untuk melaksanakan kedua hal tersebut, terlebih dahulu harus ditentukan tujuan dari suatu program secara jelas. Setelah program didesain, haruslah sudah termasuk penciptaan indikator kinerja atau ukuran keberhasilan pelaksanaan program, sehingga dengan demikian dapat diukur dan dievaluasi tingkat keberhasilannya. Pengukuran kinerja merupakan jembatan antara perencanaan strategis dengan akuntabilitas. Suatu instansi pemerintah dapat dikatakan berhasil jika terdapat bukti-bukti indikator-indikator atas ukuran-ukuran capaian yang mengarah pada pencapaian misi. Tanpa adanya pengukuran kinerja sangat sulit dicari pembenaran yang logis atas pencapaian misi organisasi instansi. Sebaliknya dengan disusunnya perencanaan strategik yang jelas, perencanaan operasional yang terukur, maka dapat diharapkan tersedia pembenaran yang logis dan argumentasi yang memadai untuk mengatakan suatu pelaksanaan program tersebut sudah berhasil atau tidak. a Penetapan Indikator Kinerja Penetapan indikator kinerja merupakan proses identifikasi dan klasifikasi indikator kinerja melalui sistem pengumpulan dan pengolahan datainformasi untuk menentukan capaian tingkat kinerja kegiatanprogram. Penetapan indikator kinerja tersebut didasarkan pada kelompok menurut masukan input, keluaran outputs, hasil outcome, manfaat untuk menunjukan proses manajemen kegiatan yang telah terjadi. Dengan demikian indikator tersebut digunakan untuk evaluasi ataupun tahap perencanaan ex-ante, tahap pelaksanaan on-going ataupun tahap setelah kegiatan selesai dan berfungsi ex-post. Perlu dicatat bahwa untuk indikator kinerja input dan output dapat dinilai sebelum kegiatan yang dilakukan selesai. Sedangkan untuk indikator outcomes, benefit dan impacts mungkin baru diperoleh setelah beberapa waktu kegiatan berlalu. b Penetapan Capaian Kinerja Penetapan capaian kinerja dimaksudkan untuk mengetahui dan menilai capaian indikator kinerja pelaksanaan kegiatanprogram dan kebijaksanaan yang telah ditetapkan oleh suatu instansi pemerintah. Pencapaian indikator-indikator kinerja tersebut tidak terlepas dari proses yang merupakan kegiatan mengolah input menjadi output, atau proses penyusunan kebijaksanaanprogramkegiatan yang dianggap penting dan berpengaruh terhadap pencapaian sasaran dan tujuan. Misalnya, keterkaitan antara tingkat capaian kinerja output tertentu dengan proses pencapaiannya seperti kecepatan dan keakuratan, ketaatan pada peraturan perundangan- undangan dan keterlibatan kelompok target beneficiaries atau target group terkait. Dengan demikian, sesungguhnya disamping kelompok indikator menurut input, output, outcomes , benefits, dan impacts, juga terdapat kelompok indikator menurut proses. c Formulir Pengukuran Kinerja Untuk memudahkan dalam melakukan evaluasi atas kesesuaian dan keselarasan antara kegiatan dan program, atau antara program penunjangan dan program utama, antara program yang lebih rendah dengan program yang lebih tinggi, atau antara kebijakan instansi yang lebih rendah dengan kebijakan instansi yang lebih tinggi, dapat digunakan formulir PK pengukuran kinerja. 4 Evaluasi Kinerja Setelah tahap pengukuran kinerja dilalui, berikutnya adalah tahap evaluasi kinerja. Tahap ini dimulai dengan menghitung nilai capaian dari pelaksanaan per kegiatan. Kemudian dilanjutkan dengan menghitung capaian kinerja dari pelaksanaan program didasarkan pembobotan dari setiap kegiatan yang ada didalam suatu program. Untuk membantu evaluasi kinerja, digunakan formulir EK evaluasi kinerja yang terdiri dari formulir EK-1 yaitu untuk penilaian kinerja, formulir EK-2 untuk penilaian kinerja program dan formulir Ek-3 untuk penilaian kinerja kebijaksaan. Beberapa hal yang perlu diketahui berkaitan dengan evaluasi kinerja adalah membuat kesimpulan hasil evaluasi pelaporan akuntabilitas kinerja. a Membuat Kesimpulan Hasil Evaluasi Untuk membuat kesimpulan hasil evaluasi tersebut diatas, digunakan skala pengukuran kinerja. Skala pengukuran kinerja dimaksud dibuat berdasarkan pertimbangan masing- masing instansi, antara lain dengan skala pengukuran ordinal, misalnya: Tabel . 4.3 Pengukuran Skala Ordinal 80 sd 100 = Baik Sangat Baik Sangat Berhasil 70 = X 80 = Sedang atau Baik atau Berhasil 55 = X 70 = Kurang Sedang Cukup Berhasil X 55 = Sangat Kurang Kurang Baik Tidak Berhasil Pengukuran Ordinal Buku Pedoman Penyusunan Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah, LAN Oktober 2005. b Analisis Pencapaian Akuntabilitas Kinerja Suatu laporan akuntabilitas kinerja tidak hanya berisi tingkat keberhasilankegagalan yang dicerminkan oleh evaluasi indikator-indikator kinerja sebagaimana diuraikan diatas. Tetapi juga harus menyajikan data dan informasi relevan lainnya bagi pembuat keputusan agar dapat menginterpretasikan keberhasilankegagalan tersebut secara lebih luas dan mendalam. Oleh karena itu dari kesimpulan dari suatu evaluasi perlu dibuat analisis tentang pencapaian akuntabilitas kinerja instansi secara keseluruhan. Analisis tersebut meliputi uraian tentang keterkaitan pencapaian kinerja kegiatan dan program dengan kebijaksanaan dalam rangka mewujudkan sasaran, tujuan dan misi serta visi sebagaimana ditetapkan dalam perencanaan strategik. Dalam analisis ini perlu pula dijelaskan proses dan nuansa pencapaian sasaran dan tujuan secara efisien, efektif, dan ekonomis sesuai dengan kebijaksanaan, program dan kegiatan yang telah ditetapkan. Analisis tersebut dilakukan dengan menggunakan informasidata yang diperoleh secara lengkap dan rinci. Disamping itu perlu pula dilakukan analisis terhadap komponen-komponen penting dalam evaluasi kinerja yang antara lain mencakup analisis inputs-outputs, analisis realisasi outcomes dan benefits, analisis impacts baik positif maupun negatif dan analisis proses pencapaian indikator- indikator kinerja tersebut, analisis keuangan dan analisis kebijaksanaan.

5 Pelaporan

Laporan akuntabilitas kinerja instansi pemerintah harus disampaikan oleh instansi-instansi dari pemerintah pusat, pemerintah daerah propinsi dan pemerintah daerah kabupatenkota. Penyusunan laporan harus mengikuti prinsip-prinsip yang lazim, suatu laporan harus disusun secara jujur, obyektif dan transparan. Disamping itu perlu pula diperhatikan prinsip-prinsip: a Prinsip pertanggungjawaban, sehingga harus cukup jelas hal-hal yang dikendalikan maupun yang tidak dikendalikan oleh pihak yang melaporkan harus dapat dimengerti pembaca laporan; b Prinsip pengecualian, yang dilaporkan yang penting dan terdepan bagi pengambilan keputusan dan pertanggungjawaban instansi yang bersangkutan seperti keberhasilan dan kegagalan, perbedaan realisasi dan target; c Prinsip manfaat yaitu laporan harus lebih besar dari pada biaya penyusunan. Selanjutnya, perlu pula diperhatikan beberapa ciri laporan yang baik seperti relevan, tepat waktu, dapat dipercayadiandalkan, mudah dimengerti jelas dan cermat, dalam bentuk yang menarik tegas dan konsisten, tidak kontradiktif atas sebagian, berdaya banding tinggi, berdaya segi, lengkap, netral, padat dan terstandarisasi. Agar LAKIP dapat lebih berguna sebagai umpan balik bagi pihak-pihak yang berkepentingan, maka bentuk dan isinya diseragamkan tanpa mengabaikan keunikan masing-masing instansi pemerintah. Penyeragaman ini paling tidak dapat mengurangi perbedaan cara pengkajian yang cenderung menjauhkan pemenuhan persyarat minimal akan informasi yang seharusnya dimuat dalam LAKIP. Penyeragaman juga dimasudkan untuk pelaporan yang bersifat rutin. Sehingga perbandingan atau evaluasi dapat dilakukan secara memadai. LAKIP dapat dimaksudkan dalam kategori laporan rutin, karena paling tidak disusun dan disampaikan kepada pihak-pihak yang berkepentingan setahun sekali. Isi LAKIP adalah uraian pertanggungjawaban pelaksanaan tugas dan fungsi dalam rangka pencapaian visi dan misi serta penjabarannya yang menjadi perhatian utama instansi pemerintah sebagaimana diuraikan pada bagian terdahulu. Disamping itu, perlu juga dimaksudkan dalam LAKIP berbagai aspek pendukung yang meliputi uraian pertanggungjawaban mengenai: a aspek keuangan; b aspek SDM; c aspek sarana dan prasarana dan d metode kerja, pengendalian manajemen, dan kebijaksanaan lain yang mendukung pelaksanaanya tugas utama instansi. Agar pengungkapan akuntabilitas aspek-aspek pendukung pelaksanaan tugas pokok dan fungsi tersebut tidak tumpang tindih dengan pengungkapan akuntabilitas kinerja sebagaimana dimaksud dalam pedoman ini, maka harus diperhatikan hal-hal sebagai berikut: a Uraian pertanggungjawaban keuangan dititikberatkan kepada perolehan dan penggunaan dana, baik dana yang berasal alokasi APBN rutin maupun pembangunan maupun dana yang berasal dari penggunaan PNBP Penerimaan Negara Bukan Pajak; b Uraian pertanggungjawaban SDM, dititik beratkan pada penggunaan dan pembinaan dalam hubungannya dengan peningkatan kinerja yang berorientasi pada hasil atau manfaat dan peningkatan kualitas pada masyarakat; c Uraian mengenai pertanggungjawaban penggunaan sarana dan prasarana dititikberatkan pada pengelolaan, pemeliharaan, pemanfaatan dan pengembangan; d Uraian mengenai metode kerja, pengendalian manajemen dan kebijaksanaan lainnya difokuskan pada manfaat atau dampak dari suatu kebijaksanaan yang merupakan cerminan pertanggungjawaban kebijaksanaan policy accountability. Selain hal tersebut diatas untuk membuat laporan akuntabilitas kinerja dan melihat apakah akuntabilitas kinerja tersebut sudah mencapai sasaran dan tujuan yang ditetapkan dapat tercapai, terdapat dasar hukum yang berlaku yaitu: a Keputusan Presiden R.I Nomor 165 Tahun 2001 tentang kedudukan, tugas, fungsi, kewenangan susunan organisasi dan tata kerja Departemen Agama yang telah diubah dan disempurnakan terakhir dengan Keppres RI Nomor Tahun 2001; b Instruksi Presiden R.I Nomor 15 Tahun 1983 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengawasan; c Instruksi Presiden R.I Nomor 7 Tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah; d Keputusan Menteri Agama Nomor 21 Tahun 2006 tentang perubahan atas keputusan Menteri Agama Nomor 507 Tahun 2003 tentang Petunjuk Pelaksanaan Penyusunan Laporan Akuntabilitas Kinerja Satuan OrganisasiKerja di Lingkungan Departemen Agama; e Peraturan Menteri Agama Nomor 21 Tahun 2006 tentang perubahan atas Keputusan Menteri Agama Nomor 507 Tahun 2003 tentang Petunjuk Pelaksanaan Laporan Akuntabilitas Kinerja Satuan OrganisasiKerja di Lingkungan Departemen Agama; f Peraturan Menteri Agama Nomor 3 Tahun 2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Agama. c. Good Governance Kepemerintahan yang baik good governance merupakan issue yang paling mengemuka dalam pengelolaan administrasi publik dewasa ini. Tuntutan gencar yang dilakukan oleh masyarakat kepada pemerintah untuk melaksanakan penyelenggarakan pemerintahan yang baik adalah sejalan dengan meningkatnya tingkat pengetahuan masyarakat, disamping adanya pengaruh globalisasi. Pola-pola lama penyelenggaraan pemerintahan tidak sesuai lagi dengan tatanan masyarakat yang telah berubah. Oleh karena itu, tuntutan itu merupakan hal yang wajar dan sudah seharusnya direspon oleh pemerintah dengan melakukan perubahan-perubahan yang terarah pada terwujudnya penyelenggaraan pemerintahan yang baik. Dari segi functional espect: governance dapat ditinjau dari apakah pemerintah telah berfungsi secara efektif dan efisien dalam upaya mencapai tujuan yang telah digariskan, atau sebaliknya. Word Bank memberikan definisi ”the way state power is used in managing economic and social resources for development of society” . Sementara UNDP mendefinisikan sebagai ”the exercise of political economic, and administrative authority in manage a nation’s affair at all levels” . Oleh karena itu, menurut definisi terakhir ini, governance mempunyai tiga kaki three legs, yaitu economic, political and administrative. Economic governance meliputi proses pembuatan keputusan decision- making processes yang memfasilitasi aktivitas ekonomi di dalam negeri dan interaksi diantara penyelenggara ekonomi. Economic governance mempunyai implikasi terhadap equit, poverty dan quality of life . Political governance adalah proses-proses pembuatan keputusan untuk formulasi kebijakan. Administrative governance adalah sistem implementasi proses kebijakan. Oleh karena itu institusi dari governance meliputi tiga domain, yaitu state negara atau kepemerintahan, private sector sektor swasta atau dunia usaha, dan society masyarakat, yang saling berinteraksi dan menjalankan fungsinya masing-masing. Institusi pemerintahan berfungsi menciptakan lingkungan politik dan hukum yang kondusif, sektor swasta menciptakan pekerjaan dan pendapatan, sedangkan society berperan positif dalam interaksi sosial, ekonomi dan politik, termasuk mengajak kelompok-kelompok dalam masyarakat untuk berpartisipasi dalam aktivitas ekonomi, sosial dan politik. Negara, sebagai satu unsur governance, didalamnya termasuk lembaga-lembaga politik dan lembaga-lembaga sektor publik. Sektor swasta meliputi perusahaan-perusahaan swasta yang bergerak diberbagai bidang dan sektor informal lain di pasar. Ada anggapan bahwa sektor swasta adalah bagian dari masyarakat. Namun demikian sektor swasta dapat dibedakan dengan masyarakat karena sektor swasta mempunyai pengaruh terhadap kebijakan-kebijakan sosial, politik, dan ekonomi yang menciptakan lingkungan yang lebih kondusif bagi pasar dan perusahaan-perusahaan itu sendiri. Sedangkan masyarakat society terdiri dari individual maupun kelompok baik yang terorganisasi maupun tidak yang berinteraksi secara sosial, politik. Dan ekonomi dengan aturan formal maupun tidak formal. Society meliputi lembaga swadaya masyarakat, organisasi profesi dan lain-lain. Arti good dalam good governance sendiri mengandung dua pengertian: Pertama, nilai-nilai yang menjunjung tinggi keinginankehendak rakyat dan nilai-nilai yang dapat meningkatkan kemampuan rakyat yang dalam pencapaian tujuan nasional kemandirian, pembangunan berkelanjutan dan keadilan sosial; Kedua, aspek-aspek fungsional dan pemerintahan yang efektif dan efisien dalam pelaksanaan tugasnya untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut. Berdasarkan pengertian ini good governance berorientasi pada, yaitu: Pertama, orientasi ideal negara yang diarahkan pada pencapaian tujuan nasional; Kedua, pemerintahan yang berfungsi secara ideal, yaitu secara efektif dan efisien dalam melakukan upaya mencapai tujuan nasional. Orientasi pertama mengacu pada demokratisasi dalam kehidupan bernegara dengan elemen-elemen konstituennya seperti: legitimacy apakah pamerintah dipilih dan mendapatkan kepercayaan dari rakyatnya, accountability akuntabilitas, securing of human rights perlindungan HAM, autonomi and devolution of power kekuatan otonomi dan devaluasi, dan assurance of civilian control pengawasan masyarakat. Sedangkan orientasi kedua, tergantung pada sejauh mana pemerintahan mempunyai kompetensi, dan sejauh mana stuktur serta mekanisme politik serta administratif berfungsi secara efektif dan efisien. OECD dan World Bank mensinonimkan good governance dengan penyelenggaraan pembangunan yang solid dan bertangung jawab yang sejalan dengan demokrasi dan pasar yang efisien, penghindaran salah alokasi dana investasi yang langka, pencegahan korupsi baik secara politik maupun administratif menjalankan disiplin anggaran serta panciptaan legal and political frame works bagi tumbuhnya aktivitas kewiraswastaan. Sedangkan UNDP sendiri memberikan definisi good governance sabagai hubungan yang sinergis dan konstruktif diantara negara, sektor swasta dan masyarakat society. Berdasarkan hal ini UNDP kemudian mengajukan kerakteristik good governance, sebagai berikut: 1 Kesetaraan, yaitu memberi peluang yang sama bagi setiap anggota masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraan; 2 Pengawasan, yaitu upaya pengawasan terhadap penyelenggaraan pemerintah dan pembangunan dengan mengusahakan ketertiban swasta dan masyarakat luas, melakukan kontrol dan supervisi terhadap administrasi publik dan mengembangkan aktivitas dengan melibatkan masyarakat dan organisasi-organisasi kemasyarakatan; 3 Penegakan hukum, yaitu adanya penegakan hukum yang adil bagi semua pihak tanpa pengecualian, menjunjung tinggi HAM dan memperhatikan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat; 4 Daya tanggap, yaitu meningkatnya kepekaan penyelenggaraan pemerintahan terhadap aspirasi dari aparat pemerintahan untuk mengatasi masalah, complain dan aspirasi dari masyarakat untuk mencari solusi yang bermanfaat bagi masyarakat banyak; 5 Efisiensi.dan efektivitas, yaitu terselenggaranya pelayanan kepada masyarakat dengan menggunakan sumber daya yang tersedia secara optimal dan bertanggungjawab; 6 Partisipasi, yaitu mendorong setiap warga untuk mempergunakan haknya dalam menyampaikan pendapat dalam proses pengambilan keputusan yang menyangkut kepentingan masyarakat baik secara langsung maupun tidak langsung; 7 Profesionalisme, yaitu meningkatnya kemampuan dan moral penyelenggaraan kepemerintahan sehingga mampu memberikan pelayanan yang mudah, cepat, tepat dengan biaya yang terjangkau; 8 Akuntabilitas, yaitu meningkatnya tanggung jawab dan tanggung gugat para pengambil keputusan dalam segala bidang yang menyangkut kepentingan masyarakat luas; 9 Wawasan ke depan, yaitu membangun daerah berdasarkan visi dan strategi yang jelas dan mengikutsertakan warga dalam seluruh proses pembangunan, sehingga warga merasa memiliki dan ikut bertanggungjawab terhadap kemajuan daerahnya; 10 Transparansi, yaitu adanya kepercayaan timbal balik antara pemerintah dan masyarakat melalui penyediaan informasi dan menjamin kemudahan dalam memperoleh informasi yang akurat dan memadai. Kesepuluh karakteristik tersebut di atas saling memperkuat dan tidak dapat berdiri sendiri. Atas dasar uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa wujud good governance adalah penyelenggaraan pemerintahan negara yang solid dan bertanggungjawab, serta efisien dan efektif, dengan menjaga kesinergisan interaksi yang konstruktif diantara domain-domain negara, sektor swasta dan masyarakat society. Oleh karena good governance meliputi sistem administrasi negara, maka upaya mewujudkan good governance juga merupakan upaya melakukan penyempurnaan pada sistem administrasi negara yang berlaku pada suatu negara secara menyeluruh. Jika dilihat dari ketiga domain dalam governance, tampaknya domain state menjadi domain yang paling memegang peranan penting dalam mewujudkan good governance karena berfungsi pengaturan yang memfasilitasi domain sektor dunia usaha swasta dan masyarakat society, serta fungsi administratif penyelenggaraan pemerintahan melekat pada domain ini. Peran pemerintah melalui kebijakan- kebijakan publiknya sangat penting dalam memfasilitasi terjadinya mekanisme pasar yang benar sehingga penyimpangan-penyimpangan yang terjadi di dalam pasar dapat dihindari. Oleh karena itu, upaya- upaya perwujudan kearah good governance dapat dimulai dengan membangun landasan demokratisasi penyelenggaraan negara dan bersamaan dengan ini dilakukan upaya pembenahan penyelenggaraan negara dan bersamaan dengan itu dilakukan upaya pembenahan penyelenggaraan pemerintahan sehingga dapat mewujudkan good governance .

2. Pembahasan

Dokumen yang terkait

PengaruhKompetensi, Independensi, Due Professional Care, Akuntabilitas, dan Fraud Risk Assessment Aparat Inspektorat terhadap Kualitas Audit dalam mewujudkan Good Governance di Kabupaten Karo

10 84 123

ANALISIS AKUNTABILITAS DAN TRANSPARANSI PENGELOLAAN ALOKASI DANA DESA DALAM MEWUJUDKAN KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH

6 44 19

Peranan Manajemen dan Inspektorat Jenderal Terhadap Pengendalian Intern Atas Pengadaan Barang/Jasa pada Kementerian Agama

1 6 151

KEBIJAKAN PENGAWASAN INSPEKTORAT JENDRAL DEPARTEMEN KESEHATAN RI TAHUN 2014

0 4 24

Kejelasan Sasaran Anggaran, Pengendalian Akuntansi, Sistem Pelaporan dan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah pada Inspektorat Jenderal Kementerian Agama RI

0 1 8

ANALISIS IMPLEMENTASI SISTEM PENGENDALIANINTERN PEMERINTAH (SPIP) DAN SISTEM AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH DALAM UPAYA PENERAPAN GOOD GOVERNANCE

0 0 21

PengaruhKompetensi, Independensi, Due Professional Care, Akuntabilitas, dan Fraud Risk Assessment Aparat Inspektorat terhadap Kualitas Audit dalam mewujudkan Good Governance di Kabupaten Karo

0 0 25

PengaruhKompetensi, Independensi, Due Professional Care, Akuntabilitas, dan Fraud Risk Assessment Aparat Inspektorat terhadap Kualitas Audit dalam mewujudkan Good Governance di Kabupaten Karo

0 0 14

REALITAS SISTEM PENGENDALIAN lNTERN DALAM MEWUJUDKAN AKUNTABILITAS PENGELOLAAN ANGGARAN Repository - UNAIR REPOSITORY

0 0 17

IMPLEMENTASI SISTEM AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH (SAKIP) DALAM MEWUJUDKAN GOOD GOVERNANCE PADA POLITEKNIK NEGERI - Politeknik Negeri Padang

0 1 8