commit to user 50
sebuah transformasi besar sedang berlangsung , bahwa dunia sedang akan berlalu John Pemberton, 2003: 156-157.
Paku Buwono sangat mementingkan simbol-simbol budaya. Kalau Paku Buwono X sungguh-sungguh menjalankan kerajaaannya, maka ia akan dituduh
berusaha jadi kaisar Jawa atau terpengaruh cita-cita Pan-Islamisme bersimpati pada Sarekat Islam Kuntowijoyo, 2004: 21. Dengan sifat beliau yang bijaksana
serta berbagai hasil karya dan perannnya dalam berbagai bidang, terutam dalam bidang pendidikan dan politik inilah yang nantinya membawa Sunan dalam peran
yang sangat besar yaitu dalam usahanya membangun kehidupan politik di Surakarta dan perjalanan Pergerakan Kebangsaan di Surakarta pada abad ke-20.
4. Membangun Landasan Kehidupan Politik
a. Pendirian Madrasah dan Sekolah
Pada awal abad ke-20 Surakarta dan Yogyakarta dijadikan sebagai daerah otonom berdasarkan Undang-Undang Desentralisasi 1903. Vorstenlanden
merupakan bagian dari wilayah Hindia Belanda dan pemerintahannya dibagi dalam dua keresidenan. Tetapi wilayah ini mempunyai status yang khusus,
walaupun agak mendua, sebab dua keresidenan ini terdiri dari dua kerajaan swapraja yang nominal. Kerajaan semi-otonom ini adalah suatu proses
penguasaan dari imperium Mataram yang pernah berkuasa pada abad ke-17 dan awal abad ke-18 George D. Larson, 1990: 1.
Timbulnya dinamika politik lokal di Surakarta tidak bisa dilepaskan dari peranan Keraton Surakarta, Khususnya pada masa Sunan Paku Buwono X.
Namun perjuangan kemerdekaan bukanlah peristiwa sesaat yang tidak terkait dengan peristiwa sebelumnya. Sebagai sebuah negara yang berdaulat, pemerintah
Hindia-Belanda tentu sangat memperhitungkan kekuatan politik keraton di mata rakyat.
Menurut Soemarsaid Moertono yang dikutip Purwadi 2009: 1-2 mengatakan “Keraton Surakarta yang diperintah oleh Sri Susuhunan Paku
Buwono X pada zamannya merupakan pusat kebudayaan Jawa yang telah memberi kontribusi besar tehadap perjalanan sejarah bangsa Indonesia. Oleh
commit to user 51
karena raja memiliki kekuasaan yang sangat besar sebagai sumber hukum, pengatur kehidupan bermasyarakat dan bernegara, dan bahkan di anggap sebagai
„wakil Tuhan‟ di muka bumi”. Berbagai pergumulan politik, ideologi, sosial, budaya dan keagamaan sangat dipengaruhi oleh kebijakan sang raja yang
berkuasa. Bangkitnya gerakan-gerakan nasionalis Indonesia dan partai-partai politik
yang menantang pemerintah kolonial Belanda dan raja-raja Jawa yang didukung oleh pemerintah ini, kemajuan-kemajuan alat transportasi, komunikasi, dan
perekonomian yang dengan cepat mempertinggi kesadaran Surakarta atas adanya suatu dunia Internasional yang tentu saja tidak berpusat di Surakarta, apalagi
diwakili oleh sebuah Sumbu Semesta yang tinggal dalam keraton John Pemberton, 2003: 156.
Menjelang pergantian abad ke-20 di negeri Belanda terjadi perubahan politik terhadap Indonesia yaitu menjadi Politik Etis yang digagas oleh van
Deventer. Pemikiran ini berdasarkan bahwa negara Belanda mempunyai hutang budi kepada Indonesia. Politik Etis berakar pada masalah kemanusiaan maupun
pada keuntungan ekonomi. Kecaman-kecaman terhadap pemerintahan bangsa Belanda dilontarkan dalam berbagai pengungkapan. Semakin banyak suara
Belanda yang mendukung pemikiran untuk mengurangi penderitaan rakyat Jawa yang tertindas. Selama zaman liberal 1870-1900 kapitalisme swasta memainkan
pengaruh yang sangat menentukan terhadap kebijakan penjajahan. Industri Belanda mulai melihat Indonesia sebagai pasar yang potensial yang standar
hidupnya perlu ditingkatkan. Oleh karena itu, maka kepentingan-kepentingan perusahaan-perusahaan mendukung keterlibatan penjajah yang semakin intensif
untuk mencapai ketentraman, keadilan, modernitas dam kesejahteraan. Pihak yang beraliran kemanusiaan membenarkan apa yang dipikirkan kalangan pengusah itu
akan menguntungkan, maka lahirlah Politik Etis tersebut M. C Ricklefs, 1991: 227-228.
Politik Etis yang mengandung konsep tentang Hutang Kehomatan yang harus dibayar Belanda kepada jajahannya sebagai pengganti harta kekayaan yang
pernah diambilnya. Efisiensi, kemakmuran, dan ekspansi adalah slogan dari
commit to user 52
politik baru itu yang memerlukan campur tangan yang lebih langsung dan lebih tegas oleh gubernemen dalam masyarakat setempat. Pegawai Belanda seakan-
akan diilhami oleh suatu dorongan misi yang khusus untuk mengangkat orang pribumi, “mengubah” dan “memperbaiki” masyarakat. Di Vorstenlanden para
residen tiba pada suatu pandangan bahwa tugas utamanya adalah untuk menyadarkan pemerintah swapraja bahwa pemerintahannya harus diatur untuk
kepentingan kemakmuran rakyat umumnya, dan bahwa jika mereka yaitu raja-raja “yang memerintah sendiri” ternyata kurang berhasil, maka pemerintah Eropa akan
ikut campur dan melaksanakan apa yang diperlukan George D. Larson, 1990: 27- 28.
Menurut Wertheim yang dikutip Hermanu. J, 2005: 99 mengatakan “Politik Etis pada intinya adalah memperluas dan memperbaiki program-program
yang sudah ada, yaitu: perluasan pendidikan model Barat, irigasi, peningkatan pelayanan kesehatan, dan m
eningkatakan pertumbuhan industrialisasi”. Banyak sekali usaha yang dijalankan dibidang pendidikan, dan hasil-hasilnya sering kali
membuat bangga para pejabat Belanda. Semua pendukung Politik Etis menyetujui ditingkatkannya ditingkatkannya pendidikan bagi rakyat Indonesia M. C
Ricklefs, 1991: 236. Perkembangan abad ke-20 ini ditandai dengan timbulnya berbagai
studi club
perkumpulan untuk
kepentingan belajar
yang membangkitkan rasa kebangsaan Indonesia dan lambat laun menjadi partai-partai
politik yang menumbuhkan keinginan kemerdekaan bagi bangsa Indonesia. Paku Buwono X dapat melihat perubahan dan perkembangan-
perkembangan baru itu dan juga sadar bahwa generasi muda harus harus menjadi orang-orang pintar agar dapat mengimbangi kepintaran orang Belanda hingga
suatu saat dapat melepaskan bangsa Indonesia dari penjajahan Belanda. Paku Buwono X menaruh perhatian besar terhadap pendidikan agama. Pelaksanaan
Politik Etis di Hindia Belanda justru menjadi landasan bagi Sunan untuk melaksanakan politik simbolis dengan mendirikan sekolah khusus untuk
mempelajari agama Islam yang dikalangan rakyat dikenal dengan nama “Mamba’ul Ulum” pada tahun 1905. Madrasah itu dibangun dibagian selatan
halaman masjid besar di Surakarta, seberang jalan dari pasar Klewer sekarang.
commit to user 53
Lulusan madrasah ini dapat diterima menjadi siswa pada Universitas Al Azhar di Kairo, juga ada beberapa Universitas lain diluar negeri yang menerima siswa
lulusan “Mamba’ul Ulum” dengan melalui tambahan kursus pendidikan umum. Di Solo juga terdapat pesantren terkenal yang didirikan oleh Kyai Djamsari di
kampung Djamsaren. Pesantren ini juga tidak hanya dikenal diseluruh Jawa melainkan juga di Pulau-
pulau diluar Jawa, bahkan dikenal di Malaysia” R.M Karno, 1990: 45-46. Selain pondok Pesantren Djamsaren juga ada satu lagi
pondok pesantren yang terkenal di Solo yaitu Pesantren Gebang Tinatar yang diasuh oleh Kyai Hasan Basri Purwadi, dkk, 2009: 58.
Pendirian madrasah Mamba’ul Ulum merupakan kebijakan politik yang
cukup berani, karena dalam Staatsblad van nederlandsch-Indie 1893, No. 125, pasal 5, dikemukakan adanya larangan terhadap pengajaran agama islam di
sekolah-sekolah yang diselenggarakan pemerintah maupun swasta, baik di dalam maupun di luar kelas. Bertumpu pada staatsblad tersebut di atas, muncul
pemikiran-pemikiran dari para elit politik keraton ulama dan pembesar keraton, yaitu:
1 Dengan tidak diajarkannya pelajaran agama Islam di sekolah-sekolah
dapat mempengaruhi akhlak anak-anak pribumi. Pengajaran agama merupakan aspek penting yang diharapkan dapat membangun sikap
akhlakul kharimah yang bermakna bagi kehidupan masa depan. 2
Sejak dua dekade akhir abad ke-19, gerakan zendeling atau pngabar injil meluas di kota-kota Vorstenlanden. Di antara raja-raja
Vorstenlanden terdapat perbedaan dalam menyikapi gerakan zendeling. Sunan Paku Buwono X yang baru saja naik tahta pada tahun
1893 sangat menolak gerakan zendeling. Keinginan pendeta Bakker untuk mendirikan sekolah dan rumah sakit Kristen pada tahun1910, di
ditrict dan onderdistrict Kasunanan, ditolak oleh Sunan. Namun keinginan Pendeta Bakker ditanggapi positif oleh Sri Mangkunegoro,
dan Bakker diijinkan mendirikan sekolah Kristen di kawasan kelurahan Banjarsari, sedangkan rumah sakit diizinkan didirikan di
kawasan Kelurahan jebres MT. Arifin dkk, 2005: 102.
commit to user 54
Penolakan Sunan Paku Buwono X dilandasi pemikiran bahwa: a
Sunan sebagai Sayidin Panotogomo, sehingga tidak mingkin member izin agama lain untuk mendirikan sekolah agama di wilayah
kekuasaannya. b
Gerakan zendeling dapat mendorong dan memicu radikalisme dan fanatisme Islam di Kasunanan Surakarta.
c Hampir disemua kota-kota Vorstenlanden sedang tidak aman, banyak
penggarongan, perampokan, dan pembakaran rumah, yang sudah bersifat endemis, sehingga gerakan zendeling dikhawatirkan dapat
memperkeruh suasana MT. Arifin dkk, 2005: 103. Munculnya berbagai kerusuhan sosial di Vorstenlanden adalah sebagai akibat
meluasnya kemiskinan dan hilangnya keteladanan di Surakarta. Masyarakat maupun bangsawan yang telah jatuh miskin bisa saja
tersulut keinginan untuk bergabung dengan gerombolan perampok atau kecu George D. Larson, 1990: 27-61.
Di dalam kurikulum Mamba’ul Ulum dapat ditafsirkan adanya upaya
memadukan antara pengetahuan agama dan pengetahuan umum. Menurut Taufik Abdul
lah yang dikutip Hermanu. J 2005: 106 mengatakan “Penambahan pelajaran bahasa, berhitung, dan ilmu kodrat ilmu pengetahuan alam
menunjukkan adanya perbedaan dengan pendidikan di pondok pesantern yang mengutamakan mempelajari kitab-kitab agama Islam serta intensifikasi ritual
peribadatan”. Dengan demikian dapar dikatakan bahwa Madrasah Mamba’ul Ulum adalah bentuk transisional menuju pendidikan Islam modern.
Sementara itu, di kampung dan di desa didalam wilayah Kasunanan Surakarta pada 1914 didirikan sekolah-sekolah dasar bagi rakyat dan bagi para
sentana didirikan sekolah Kasatrian semacam Hollands Inlandsche School Sekolah bagi orang Indonesia asli yang diberi bahasa Belanda didalam
Baluwarti, Sekolah Parmadi Siwi Taman kanak-kanak bagi putra-putri dan cucu raja dan sekolah “Parmadi Putri” setaraf HIS khusus bagi wanita, anak, cucu dan
sentana. Sebelum Parmadi Putri dibuka, para putri raja mendapat pendidikan dalam bahasa Belanda, masak memasak makanan Barat dan kerajian tangan
commit to user 55
misalnya merajut, menyulam, merenda dan sebagainya oleh wanita-wanita Belanda yang datang pada hari-hari tertentu di Keraton untuk memberi les R.M
Karno, 1990: 45. Pengurusan sekolah “Pamardi Siwi”, ”Pamardi Putri” dan “Kasatrian”
dilakukan oleh G.P.H Kusumobroto atas perintah Paku Buwono X, karena dibiayai dengan uang dari kas keraton. Sedangkan sekolah-sekolah dasar untuk
umumyamg tersebar diseluruh Kasunanan Surakarta, termasuk juga sekolah “Mamba’ul Ulum” dibiayai dengan uang kas negara Kasunanan Rijkskas di
kantor Kepatihan. G.P.H Kusumobroto juga mendapat tugas untuk mengurus bersekolahnya para putar raja dan beberapa keponakan serta cucu pria yang
dibiayai oleh Paku Buwono X. Dari uang pribadi Paku Buwono X membentuk dana “beasiswa“ bagi anak-anak pandai dari para abdi dalem pegawai
Kasunanan yang kurang mampu. G.P.H Hadiwidjojo lah yang mengurusi masalah beasiswa itu. Menurut beliau yang berhasil menggunakan dengan baik
beasiswa itu ialah 1. Prof. Dr. Mr. Soepomo penyusun UUD 1945, Menteri Kehakiman, 2. Mr. Soesanto Tirtoprodjo Gubernur Nusa Tenggara di Bali,
Menteri Kehakiman, 3. Prof. Dr. Mr. Wirjono Prodjodikoro Ketua Mahkamah Agung, Menteri Koordinator Kompartimen Hukum dan Dalam Negeri, 4. Prof.
Dr. Mr. Notonagoro penjabar Pancasila dan Guru Besar Universitas Gajah Mada, 5. Dr. Radjiman Widiodiningrat ketua BPUPKI, 6. Domo Pranoto
Mayor Jendral Polisi, Anggota DPR, dan lain-lainnya R.M Karno, 1990: 46. Para putra raja tidak dimasukkan ke sekolah Kasatriaan atau HIS umum,
melainkan ke Europesche Lagere School Sekolah dasar untuk orang barat dengan bahasa Belanda dan mereka dipondokkan pada kluarga Eropa, selanjutnya ke
MULO SMP ke AMS SMA atau HBS 5 tahun di Semarang atau Bandung, baru ke Perguruan Tinggi baik di Indonesia maupun di negeri Belanda Darsiti
Soeratman, 2000: 369-370. Untuk keperluan tenaga pertanian dan perkebunan, maka Paku Buwono X merasa perlu diadakan sebuah sekolah yang mengajarkan
kepada sisiwanya tentang pertanian dan perkebunan. Ide ini disambut masyarakat dengan antusias. Untuk pertama kalinya didirikanlah sekolah pertanian dan
commit to user 56
perkebunan ini di Tegalgondo, Delanggu pada tahun 1929 Purwadi, dkk, 2009: 59.
b. Usaha-Usaha Dalam Bidang Politik