commit to user 61
komunitas itu berhubungan satu dengan yang lainnya. Selain terjadi interaksi secara individual dan kolektif, berlangsung pula interaksi yang dilakukan lewat
organisasi sosial. Keraton Kasunanan Surakarta merupakan merupakan tempat yang subur bagi pertumbuhan organisasi-organisasi sosial politik. Keadaan ini
disebabkan karena Keraton Kasunanan Surakarta sebagai tempat administrasi pemerintahan, maka bagi pengamat politik dan tokoh politik, Surakarta
merupakan kota yang strategis. Untuk mengenyahkan Belanda dari bumi Indonesia, Sunan merangkul
kaum nasionalis, karena merasa jengkel atas campur tangan Belanda dalam pemerintahannya di Surakarta. Kaum nasonalis mendekati keraton untuk dapat
menggaet masa, oleh karena itu memang harus diakui bahwa untuk menarik rakyat menjadi anggota suatu gerakan, rakyat harus diyakinkan dulu bahwa ada
orang dikalangan keraton yang duduk dalam pimpinan organisasi. Memang demikianlah keadaan pada saat itu, kepercayaan masyarakat terhadap keraton,
khususnya keraton Surakarta memang masih sangat kuat. Bahkan sampai di daerah-daerah gubernemen diluar negeri Surakarta dan dimana saja, masyarakat
Jawa masih menganggap bahwa pusat kerajaan ada di keraton Surakarta. Kaum nasionalis dalam gerakannya melawan kekuasaan Belanda, memulai dengan
gerakan-gerakan membangkitkan dan menanam jiwa nasioanl pada rakyat. Ini dapat dilakukan melaui pandidikan atau melalui gerakan kebangsaan, seperti yang
dilakukan Boedi Oetomo atau melalui gerakan perbaikan ekonomi dan sosial seperti yang dilakukan oleh Sarekat Islam R.M Karno, 1990:159.
2. Peran Paku Buwono X Dalam Organisasi Sosial dan Politik
a. Sarekat Islam
1 Latar Belakang Terbentuknya Sarekat Islam
Gerakan Nasional pertama yang muncul di Surakarta adalah Sarekat Islam pada tahu 1912. Gerakan ini langsung disongsong oleh Paku Buwono X tentunya
dengan caranya sendiri. Gerakan organisasi politik di Indonesia yang menonjol sebelum Perang Dunia Kedua dan layak mendapat perhatian adalah Sarekat Islam
SI. organiasasi ini segera mengalami perkembangan yang tiada taranya ketika
commit to user 62
itu. Dari semua gerakan emansipasi Indonesia ketika itu partai inilah yang paling dinamis. Namun, masa perkembangan perkumpulan ini kiranya singkat. Pada
tahun 1915 ia telah melampaui titik puncaknya. Kegairahan massa pengikutnya mengendur. hanya sedikit saja lagi bertambah cabang-cabang baru dan masalah
keuangan mulai tidak teratasi A.P.E Korver, 1985: 1. Pokok utama perlawanan Sarekat Islam ditujukan terhadap setiap bentuk
penindasan dan kesombongan rasial. Berbeda dengan Boedi Oetomo yang merupakan organisasi dari ambtenar-ambtenar pemerintah, maka Sarekat Islam
berhasil sampai pada lapisan bawah masyarakat, yaitu lapisan yang sejak berabad- abad hampir tidak mengalami perubahan dan paling banyak menderita Marwati
Djoened PoesponegoroNugroho Notosusanto, 1993: 183. Organisasi Sarekat Islam ternyata merupakan gerakan massa yang pertama
di Hindia Belanda. Daya dorong bagi terbentuknya organisasi ini lebih bersifat dagang ketimbang agama. Agaknya sebagai reaksi terhadap kegiatan
perekonomian imigran Cina yang berkeembang dengan cepat diseluruh Jawa. Bangsa Cina di Hindia Belanda, dibangkitkan oleh gerakan nasionalisme Cina dan
oleh kejengkelannya melihat bangsa Jepang di Hindia yang mendapat kedudukan lebih tinggi, sejak pergantian abad ini terus menerus melakukan tekanan terhadap
pemerintah. Tuntutan-tuntutan mereka berhasil dengan dihapuskannya sistem pajak-jalan yang berat dan merintangi kegiatan perdagangan mereka.
Keberhasilan imigran-imigran Cina ini menimbulkan kekaguman sekaligus kerisauan kalangan penduduk pribumi. Meningkatnya kegiatan perekonomian
Cina itu selanjutnya berakibat persaingan yang semakin menajam antara pengrajin dan pedagang Cina dan bukan Cina, khususnya di daerah Vorstenlanden. Gagasan
mendirikan organisasi untuk mengembangkan perdagangan dikalangan penduduk pribumi semula berasal dari Raden Mas Tirtoadisoerjo, seorang wartawan dan
pengusaha di Bandung. Pada tahun 1909, ia mendirikan Sarekat Dagang Islamiyah di Batavia dan 1911 organisasi kedua, Sarekat Dagang islam di Bogor.
Ia kemudian pindah pindah ke Surakarta mengorganisasi pedagang batik Akira Nagasumi, 1989: 128.
commit to user 63
R.M Tirtoadisuryo, orang Solo yang merantau dan juga redaktur majalah Medan Priyayi. Ia pernah mendirikan Sarekat Dagang Islam di Batavia pada tahun
1909 dan juga di Bogor, dan pada awal 1912 mendirikan Sarekat Dagang Islam di Surakarta. Kedatangan R.M Tirtoadisuryo di Surakarta sebenarnya atas undangan
Haji Samanhudi, seorang pengusaha batik terkemuka di Lawean. Setelah Sarekat Dagang Islam berdiri di Surakarta, R.M Tirtoadisuryo kembali ke Batavia dan
pimpinan Sarekat Islam diserahkan kepada Haji Samanhudi, dan sesuai dengan tujuan organisasi, maka namanya diganti menjadi Sarekat Islam disingkat SI.
Tujuan utama mendirikan Sarekat Islam di Surakarta mula-mula agak kurang jelas. Semula diperkirakan bahwa berdirinya Sarekat Islam karena adanya
perasaan tidak senang dari rakyat atas tindakan-tindakan dari para kerabat keraton yang dianggap mempersulit kehidupan petani dengan macam-macam aturan yang
dianggapnya bersumber pada kebiasaan-kebiasaan keraton yang sudah usang. Tetapi dari bahan-bahan arsip pemerintah negeri Belanda yang berupa kumpulan-
kumpulan laporan dari para residen dan gubernur Surakarta, ternyata tidak ada yang menyinggung mengenai hal itu, sebaliknya dalam laporan-laporan Sarekat
Islam nantinya akan diketahui bahwa tidak hanya keterkaitan saja dari keraton dengan gerakan nasional, tetapi sudah dalam bentuk keterlibatan R.M Karno,
1990: 171-172. Meskipun masih dalam cengkeraman kolonial, pada akhir abad ke-19 dan
awal abad ke- 20, telah muncul “embrional” pengusah-pengusah di Surakarta.
Gejala itu dimulai pada tahun 1840-an, ketika metode membatik yang baru diperkenalkan oleh seorang pedagang batik Semarang ke pengrajin batik Kauman
Surakarta. Metode baru ini menggunakan alat cap yang terbuat dari garis-garis tembaga, sehingga mampu membuat batik dalam jumlah banyak denga tenaga
yang sedikit. Munculnya permintaan dan penawaran yang cepat, telah meningkatkan produksi kain batik dengan berbagi implikasinya. Bagi kalangan
pengusaha batik di Surakarta, kondisi ekonomi itu memunculkan “api semangat islam” yang sempat padam semenjak VOC memporak-porandakan jaringan
perdagangan muslim. Semangat itu lahir kembali dalam gerakan nasionalisme modern Sarekat Dagang islam. Organisasi pedagang dengan fasilitas dari
commit to user 64
Djokomono alias RM. Tirtoadisuryo, pada tanggal 9 November 1911 didirikanlah oleh Wirjowikoro yang kemudian dikenal dengan mana Haji Samanhoedi, yang
dalam perkembangannyaorganisasi itu menjadi Sarekat Islam. Melalui ketokohan HOS. Tjokoaminoto, organisasi ini dianggap berhasil meletakkan fondasi paling
awal pandangan kebangsaan Indonesia M. Hari Mulyadi, dkk 1999 : 37-39. Sarekat Islam mulai tumbuh disebabkan oleh beberapa hal khusus, yaitu:
a Perdagangan bangsa Tionghoa adalah suatu halangan untuk
perdagangan Indonesia monopoli bahan-bahan batik ditambah pula dengan tingkah laku sombong bangsa Tionghoa setelah Revolusi di
Tiongkok. b
Kemajuan gerak-langkah penyebaran agama Kristen dan juga ucapan- ucapan yang menghina dalam parlemen negeri Belanda tentang
tipisnya kepercayaan agama bangsa Indonesia. c
Cara adat-lama yang terus dipakai di daerah kerajaan-kerajaan Jawa, makin lama makin dirasakan sebagai penghinaan A.K Pringgodigdo,
1994: 5. Ketika orang-orang Tionghoa mulai membangkitkan kembali kegiatan
dagang mereka setelah dilonggarkan dan kemudian dihapuskannya sistem pas jalan, industri batik di Surakarta yang mengontrol pasar “nasional” menjadi salah
satu lahan utama bagi penanaman modal mereka. Persaingan orang Tionghoa ini sangat dirasakan oleh pengusaha dan pedagang batik pribumi, terlebih lagi karena
bahan-bahan katun dan lainnya yang diimpor oleh firma-firma Eropa dari luar negeri dibawa oleh pedaganpedagang Tionghoa dan Arab. Saat cabang Boedi
Oetomo di Surakarta didirikan, H. Samanhoedi, seorang pedagang batik terkemuka di Lawean, dan H. Bakri dari Kauman diundang untuk bergabung
dengan Boedi Oetomo. Ketika mereka mengusulkan pembentukan pembentukan kopersi Bumiputera, kedua orang ini bergabung dengan Boedi Oetomo di
Surakarta bersama sejumlah teman, saudara, dan pengikut, dan hasilnya adalah peningkatan jumalah anggota Boedi Oetomo di Surakarta sampai 800 orang.
Melihat H. Samanhoedi bergabung dengan Boedi Oetomo dan khawatir bahwa organisasi ini tentunya akan mendirikan toko koperasi sebagai saingan mereka,
commit to user 65
orang-orang Tionghoa menawarkan kepadanya untuk bergabung dengan perkumpulan tolong menolong mereka yaitu Kong Sing. H. Samanhoedi
menerima tawaran ini dan meninggalkan BO lalu bergabung dengan Kong Sing, dan menjadi salah satu komisaris perkumpulan itu. Secara formal Kong Sing
adalah perkumpulan tolong menolong untuk pemakaman, tetapi sesugguhnya itu merupakan sisa jaringan ladang opium yang pernah sangat kuat yang dibangun
atas model serikat rahasia Cina. Tolong menolong tidak hanya terbatas pada pemakaman dan pesta, tetapi jua untuk perdagangan, perkelahian, dan pembalasan
dendam. Setelah H.Samanhoedi dan para pengikutnya bergabung dengan Kong Sing, jumlah anggota Jawa makin membengkak dua kali lipat dibandingkan
dengan jumlah anggota Tionghoa. Bagaimanapun anggota Tionghoa tetap berkuasa, dan ketika berita tentang revolusi Tiongkok mencapai Hindia, mereka
mulai bersikap “arogan” dan memperlakukan anggota Jawa secara kurang layak. Dengan marah, H. Samanhoedi menyuruh bebrapa temannya mendirikan
perkumpulan serupa yang bertujuan saling menolong dan membantu pada saat perkelahian. Perkumpulan itu dinamakan Rekso Roemekso. Ketika H. Samanhoedi
yakin bahwa perkumpulan ini akan berhasil, ia meninggalkan Kong Sing dengan dalih bahwa ia harus pindah ke Surabaya. Sekembalinya dari Surabaya, ia menjadi
ketua Rekso Rumekso, yang disebut orang-orang Tionghoa dengan nama Kong Sing Jawa. Polisi lalu memeriksa apakah Rekso Roemekso telah memakai status
perkumpulan raden Ngabehi Djojomargono, seorang anggota Rekso Roemekso dan saudara jauh patih, meminta bantuan R. Martodharsono, yang pada gilirannya
meminta bantuan kepada Tirtoadisoerjo, Sarekat Dagang Islam saat itu hampir berdiri. Akarnya tentu berasal dari pengusaha dan pedagang batik di Lawean
Takashi Shiraishi, 1997: 52-54. Sarekat Islam tumbuh dan berkembang dari Rekso Roemekso. Organisasi
ini merupakan sebuah perkumpulan tolong-menolong untuk menghadapi para kecu yang membuat daerah Lawean tidak aman, indikasinya karena adanya
pencurian kain batik yang dijemur di halaman tempat pembuatan batik. Jadi Rekso Roemekso adalah sebuah organisasi ronda yang bertugas mengawasi keamanan
daerah. Selain mengawasi keamanan, anggota Rekso Roemekso harus saling
commit to user 66
membantu pada perkawinan, kelahiran dan kematian. Dengan berdirinya Rekso Roemekso semakin meningkatkan persaingan bahkan mengarah pada permusuhan
dengan organisasi serupa, yaitu Kong Sing milik orang-orang Cina. Di bulan- bulan akhir tahun 1911 dan bulan-bulan awal tahun 1912 timbul perkelahian kecil
di jalan antara orang-orang Jawa dari Rekso Roemekso dengan orang-orang Cina dari Kong Sing. Serangkaian perkelahian jalanan itu mengundang penyelidikan
polisi terhadap status hokum Rekso Roemekso, sebuah penyelidikan yang kemudian mengubah Rekso Roemekso dari sebuah organisasi ronda yang
sederhana menjadi Sarekat Islam SI M. Hari Mulyadi, dkk 1999: 22. Tujuan utama didirikan Sarekat Islam di Surakarta berpangkal dari faktor ekonomi dan
faktor politik agama.
2 Faktor Ekonomi
Faktor yang mendorong berdirinya Sarekat Islam semula bersumber pada saingan antara pedagang Cina dan pedagang batik Jawa yang berkedudukan di
Lawean. Lawean adalah tempat berkumpulnya para pedagang batik Jawa. Dimulainya dengan munculnya kain halus, cambrics cx impor yang menggeser
kain batik lokal. Juga bahan celupan nila digeser dengan bahan sintetis buatan Eropa. Dua jenis barang ini merupakan bahan pokok industri batik yang mulai
dikuasai pedagang-pedagang Cina dalam penguasaan perdagangan dibidang kebutuhan-kebutuhan pokok industri batik ini, yang kemudian muncul sebagai
Sarekat Islam R.M Karno, 1990: 172. Konflik antara etnis Jawa dan Cina ini dilatarbelakangi oleh motif sosial
dan ekonomi. Ketegangan ini berpangkal dari persaingan antara saudagar Jawa dengan pedagang Cina, semula dibidang industri batik. Penggantian kain lokal
dengan bahan impor yang dibeli pengusaha batik melalui broker pedagang perantara Cina mengakibatkan seluruh perusahaan harus membeli kain dari
pedagang Cina. Disamping itu. Sejak abad ke-20 bahan celupan kimia mulai menggantikan nila. Bahan celupan ini harus didatangkan dengan cara impor dan
distribusinya ditangani oleh para pedagang Cina. Etnis Cina semakin lama menjadi semakin kuat posisinya untuk menguasai bahan baku industri batik,
commit to user 67
sehingga dapat mengendalikan barang-barang impor yang sangat diperlukan bagi indutri batik. Untuk melawan dominasi pedagang Cina maka pengusaha batik
Jawa di kota Surakarta mendirikan Sarekat Islam SI pada tahun 1912 M. Hari Mulyadi, dkk 1999 : 565-566.
Berdirinya Sarekat Islam SI lebih tepat bila dikatakan sebagai reaksi terhadap pemerintah Kolonial yang melindungi kepentingan ekonominya sendiri.
Sarekat Islam SI dibentuk dan merupakan wadah solidaritas untuk menghadapi pengusaha asing dan Cina M. Hari Mulyadi, dkk 1999: 23. Tentang tepatnya
pembentukan SI tidak terdapat kepastian. Organisasi ini didirikan pada akhir tahun 1911 atau awal tahun 1912 di Surakarta. Secara umum diterima bahwa
gerakan ini dibentuk H. Samanhoedi, seorang pengusaha batik yang mampu di Kampung Lawean di Solo. Kerajinan batik Surakarta berada dalam tangan
pengusaha-pengusaha Jawa, Arab, dan Cina. Jumlah pengusaha Jawa merupakan mayoritas. Tenaga kerja di semua perusahaan adalah orang Jawa. Di Lawean di
samping usaha-usaha kecil terdapat beberapa perusahaan besar dengan ratusan buruh. H. Samanhoedi tergolong pemilik usaha yang besar. Di Lawean usahanya
terutama ditujukan pada produksi besar-besaran barang yang murah A.P.E Korver, 1985: 11-12.
Meningkatnya kegiatan perekonomian Cina berakibat pada persaingan yang semakin menajam antara Cina dan Pribumi khususnya di Vorstelanden.
Dengan dikuasainya perdagangan dan pemasaran menengah oleh orang-orang Cina, maka mereka dapat mempermainkan para konsumen yang kebanyakan
terdiri atas orang-orang pribumi. Di Surakarta, orang Cina mulai dibenci oleh orang Jawa karena sikap
mereka berubah sesudah Revousi Tiongkok bulan Oktober 1911 dan berdirinya republik dalam Februari 1912. Banyak diantara orang Cina setempat bersikap
angkuh terhadap orang Jawa. Dan beberapa diantara mereka sangat tidak bijaksana denagan membual bahwa republik baru itu akan segera mengusir orang
Belanda dari Jawa dan kemudian mereka orang Cina akan menjadi penguasa yang baru. Surakarta dengan cepata menjadi kancah serentetan pemboikotan,
commit to user 68
pemogokan, perkelahian jalanan dan kerusuhan anti Cina George D. Larson, 1990: 60.
3 Faktor Agama
Dengan terbentuknya Sarekat Islam yang berbasis agama Islam yang sangat kuat, Belanda mulai merasa takut akan timbulnya pemberontakan orang-
orang Islam fanatik. Oleh karena itu, Belanda segera mengambil sikap dengan cara Kristenisasi masyarakat pribumi yang diharapakan dapat menyelesaikan
masalah tersebut. Peranan Paku Buwono X sebagai kepala agama Islam di Surakarta
merupakan suatu peranan yang membuat hubungannya dengan Sarekat Islam sebagai sesuatu yang wajar. Hubungan demikian diperkuat lagi dengan
perlawanan terhadap kegiatan para penginjil Kristen. Ia masih dianggap sebagai Raja tradisional yang sah dimata penduduk Jawa di seluruh Jawa Tengah, dan tak
kurang pentingnya, Paku Buwono X adalah Kepala Agama Islam Panotogomo George D. Larson, 1990: 50.
Hal ini terlihat dari keputusan Gubernur Djendral Idenburg, yang memberi izin kepada suatu kelompok penginjil untuk membuka cabangnya di Surakarta.
Sinuhun juga mempunyai pikiran yang sama dengan para pedagang Lawean, maka penginjil akan tanah untuk mendirikan rumah sakit ditolak, tetapi akhirnya
rumah sakit itu berdiri mendapatkan tanah dari istana Mangkunegaran dan berdirilah rumah sakit Jebres. Dengan diizinkannya sebuah penginjil beroperasi di
Surakarta merupakan termasuk taktik Belanda menerapkan Politik Verdeel En Heers, lebih-lebih jika diperhatikan, izin itu datangnya langsung dari Gubernur
Jendral sendiri. Jadi orang Jawa akan dipecah lagi dari segi agama, Sinuhun mencium akal busuk dari Belanda ini, maka Paku Buwono X mencegahnya
dengan menolak memberi tanah untuk mendirikan Rumah Sakit. Segi baiknya masalah ini adalah, dengan masuknya penginjil ke Surakarta sebaliknya malah
merangsang timbulnya kesadaran nasional, nasionalisme Jawa dikalangan masyarakat R.M Karno, 1990: 172-173.
commit to user 69
4 Pasang Surut Sarekat Islam
Munculnya organisasi kebangsaan di daerah Surakarta dan Yogyakarta, yang juga dinamakan daerah Vorstenlanden, bukan hal mengherankan. Sekalipun
wilayah kerajaan ini kurang maju dalam pemanfaatan teknologi dibanding dengan wilayah gubernemen, namun secara cultural daerah kerajaan ini sangat besar
potensinya. Bagi rakyat daerah kerajaan, maupun bagi penduduk di tanah gubernemen di pulau Jawa, Paku Buwono X diakui sebagai tokoh yang
menempati kedudukan sentral dari kewibawaan dan kekuasaan nasonalisme Jawa yang sedang tumbuh, tumpuan harapan untuk menegakkan kembali kerajaan
Jawa. Jadi sejalan dengan pemikiran Paku Buwono X. Sementara itu pada tanggal 10 September 1912 muncul tokoh nasionalis baru di Surakarta, HOS
Tjokroaminoto, seorang penguasa dari Surabaya, bertindak atas namanya sendiri maupun sebagi wakil dari Surabaya. Gerakan Sarekat Islam mulai meluas ke
daerah lain di pulau Jawa. Pada bulan September, berdasarkan akta notaris ditetapkan anggaran dasar
baru SI oleh Tjokroaminoto, serta dimajukannya permohonan resmi untuk mendapatkan pengakuan badan hukum bagi perkumpulan baru ini murah A.P.E
Korver, 1985: 22. Menurut akta baru ini, Tujuan Sarekat Islam adalah: 1 memajukan semangat perdagangan dikalangan penduduk bumiputera; 2
membantu anggota-anggota yang dalam kesulitan yang bukan karena kesalahan sendiri; 3 memajukan perkembangan spiritual dan minat dibidang dikalangan
orang Indonesia, dan dengan berbuat demikian akan meningkatkan standar hidup meraka; d menentang salah paham tentang Islam dan memajukan kehidupan
beragama dikalangan orang Indonesia yang sesuai dengan hukum-hukum dan kebiasaan agama tersebut Robert van Niel, 1984: 128.
Pada kongres pertamanya yang diadakan pada tanggal 26 Januari 1913 di Surabaya, kongres dihadiri oleh 8000 sampai 10.000 peserta dari seluruh anggota
yang berjumlah 80.000 orang, 64.000 berasal dari Surakarta. Kongres kedua diadakan pada tanggal 23 Maret 1913 di Surakarta bertempat di Taman Sriwedari.
Pada kongres ini diputuskan untuk membentuk badan baru yang dinamakan Central Sarekat Islam CSI dibawah komite pusat. Komite pusat membawahi 3
commit to user 70
departemen yang masing-masing mempunyai pengurus pusat dan berkedudukan di Surabaya, Surakarta, dan Batavia. Tiga departemen lama untuk Jawa Timur,
Jawa Tengah, dan Jawa Barat dihapus, dan untuk gantinya adalah Central Sarekat Islam ini. Sekitar tahun 1916 cabang Sarekat Islam sudah berjumlah 180 dan
anggotanya 700.000 orang R.M Karno, 1990: 173-174. Pada awal berdirinya Sarekat Islam, dari pimpinan yang terdiri dari 11
orang dan 4 orang diantaranya adalah pegawai Kasunanan. Bahkan pada kongres kedua yang diadakan pada tanggal 23 Maret 1913 di Surakarta, Sarekat Islam
menawarkan kapada RM. Woerjaningrat kemenakan dan bahkan menantu Sinuhun untuk duduk dalam pimpinan Sarekat Islam, RM. Woerjaningrat sendiri
adalah bupati nayoko keraton Surakarta. Van Wijk tiba-tiba mendengar bahwa pangeran Hangabehi, salah seorang putra Sinuhun diangkat menjadi pelindung
Sarekat Islam. Oleh residen Van Wijk, pangeran Hangabehi diminta untuk meletakkan jabatannya sebagai pelindung, bahkan untuk menjaga agar tidak
timbul hal-hal yang tidak diinginkan Pangeran Hangabehi disingkirkan ke negeri Belanda dengan alasan belajar.
Dalam kongres yang diadakan di Surakarta pada tanggal 2 Maret 1913 dipilih kepengurusan yang terdiri dari Haji Samanhudi sebagai ketua, sedangkan
HOS Tjokroaminoto sebagai wakil ketua dan sebagai pengurus pusat untuk Jawa Tengah dipilih RMA. Poesponingrat, putra dari salah satu penasehat terpercaya
Paku Buwono X yang bernama RT. Wiriodingrat, Poespodiningrat pada saat itu jabatannya sebagai bupati Nayoko di Kasunanan, dan terkenal semangat islamnya
yang kuat dan bersikap antipasti terhadap Belanda dan orang-orang Eropa. Haji Samanhudi sebenarnya termasuk pandai, kerjanya efektif, tetapi sebagai pimpinan
organisasi besar tidak memiliki kemampun berorganisasi, tidak pandai pidato. Jadi untuk memimpin suatu organisasi masa yang sedang mananjak, agal diluar
kemampuannya. Lain dengan HOS. Tjikroaminoto, seorang bekas wedana Madiun adalah seorang politikus sejati, pandai berorganisasi dan mahir berpidato,
memliki kharisma sebagai pemimpin. Sejak kongres kedua, Tjokroaminoto sebenarnya sudah berminat menggantikan Haji Samanhudi sebagai ketua Central
Komite. Untuk itu dia berusah menarik perhatian para anggota dengan cara
commit to user 71
menggugah kembali kepercayaan psiko-religius tradisional yang dimiliki orang Jawa, denga cara membangkitkan kembali semangat nasionalisme dari masa
dinasti Majapahit yang silam, nasionalisme dari emporium pra Mataram yang berpusat di Jawa Timur. Kata-katanya serta pandangannya ini emninggalkan
kesan yang mendalam pada rakyat, sehingga membangkitkan semangat yang meluap-luap. Dalam kongres lokal yang diadakan di Yogyakarta pada bulan April
1914, HOS. Tjokroaminoto terpilih sebagai ketua Central Komite Sarekat Islam menggantikan Haji Samanhudi, sedangkan Haji Samanhudi sendiri tetap duduk
sebagai ketua cabang Sarekat Islam Surakarta. Pimpinan Sarekat Islam selanjutnya berpindah ke Surabaya R.M Karno, 1990:171-176.
5 Dukungan Terhadap Sarekat Islam
Kerjasama antara Sarekat Islam dan istana Paku Buwono X yang secara tepat digambarkan sebagai suatu hubungan yang sangat dekat, paling tidak telah
dimulai sejak September 1912 ketika dari pimpinan Sarekat Islam yang terdiri dari sebelas orang ada empat pegawai Susuhunan. Puncaknya tercapai setahun
kemudian pada kongres Sarekat Islam yang kedua tanggal 23 Maret yang diselenggarakan di Surakarta di Sriwedari, taman hiburan dan pusat pertemuan
yang termasuk dalam wilayah Susuhunan George D. Larson, 1990: 66. Sarekat Islam ini benar-benar gerakan massa. Macam-macam cerita
beredar mengenai Sarekat Islam dalam kaitannya dengan keraton Surakarta, dengan Paku Buwono X baik yang berasal dari laporan-laporan residen maupun
bupati pesisiran. Laporan yang masuk dari para pegawai gubernemen seluruh Jawa dan Madura bahwa hubungan Sarekat Islam dengan keraton menyebabkan
penduduk mulai gelisah dibawah pemerintah Belanda, ini menyebabkan kerisauan para bupati. Residen Madiun beranggapan bahwa perlu diberi perhatian serius
terhadap desas-desus yang santer di daerahnya, bahwa Paku Buwono X adalah anggota Sarekat Islam. Di daerah Surakarta orang beranggapan bahwa Sarekat
Islam didirikan oleh perintah Paku Buwono X. Berdirinya Sarekat Islam SI lebih tepat bila dikatakan sebagai reaksi
terhadap pemerintah Kolonial yang melindungi kepentingan ekonominya sendiri.
commit to user 72
Sarekat Islam SI dibentuk dan merupakan wadah solidaritas untuk menghadapi pengusaha asing dan Cina. Sarekat Islam SI sendiri juga mendapat dukungan
dari Sunan Pakubuwono X sehingga sempat tersiar sebutan “SI-nya Sunan” karena beberpa orang elit istana ada yang menjadi anggota SI antara lain adalah
Wuryaningrat anggota kehormatan. Selain itu, beberapa hari sebelum kongres SI ke-3 yang berlangsung pada bulan Maret 1913, seorang menantu Sunan, pangeran
Hangabehi diangkat sebagai anggota kehormatan dan pelindung SI. Semenjak itu SI meluas bukan hanya terbatas pada kalangan bangsawan tetapi juga sudah
sampai pada rakyat kebanyakan. Pada tahun 1913, anggota SI cabang Surakarta berjumlah 35.000 orang M. Hari Mulyadi, dkk 1999 : 24.
Seorang bekas anggota Sarekat Islam yang diperiksa mengatakan bahwa Sarekat Islam didirikan untuk membentuk pemerintahan baru yang akan
melancarkan perang mengusir Belanda dan Cina dari Jawa. Seorang bekas anggota pengurus Sarekat Islam di Surabaya mengatakan bahwa Sarekat Islam
bertujuan merebut tanah Jawa dari tangan Belanda lewat revolusi dan akan menyerahkannya kembali kepada Paku Buwono X. Asisten residen di Nganjuk
melaporkan bahwa anggota Sarekat Islam baru, sesudah diambil sumpahnya secara resmi, selalu diingatkan: “Jangan lupa bahwa di pulau Jawa hanya ada satu
Ratu yang dapat memerintah secara adil”. Bupati Demak sangat tidak setuju
bahwa pemerintah Hindia Belandamengesahkan anggaran dasar Central Comite Islam yang berkedudukan di Surakarta, karena dianggap bahwa Surakarta sebagai
kota tradisional Jawa, masih memiliki pengaruh besar yang tidak dikehendaki bagi rakyat yang kurang pendidikan.
Di Batavia seorang asisiten residen melaporkan bahwa para anggota Sarekat Islam dilarang menghormati pemerintah Hindia Belanda. Jika terjadi
sesuatu ada seseorang yang akan menolongnya, siapa itu orangnya tidak diberitahu. Residen Batavia juga menerima laporan tentang banyaknya desas-
desus mengenai Sarekat Islam yang akan mengadakan pemberontakan yang didukung oleh Paku Buwono X. Kabar angin itu tidak hanya beredar diantara
orang-orang Eropa yang kurang pendidikan tetapi juga dikalangan yang terpelajar. Belanda masih menyangsikan kebenaran berita-berita ini, karena tidak cocok
commit to user 73
dengan kepribadian dan penampilan Paku Buwono X yang diperlihatkan selama ini. Oleh karena itu didalam laporan-laporan gubernur Surakarta dikatakan tidak
ada tanda-tanda yang mencurigakan pada diri Paku Buwono X. Jika dipikir dalam-dalam, adanya Sarekat Islam sebenarnya sangat membantu kedudukan
Paku Buwono X. Perhatian jutaan penduduk Jawa tertuju pada Surakarta, tertuju kepada Paku Buwono X lewat gerakan nasional ini. Keraton Surakarta tetap
dianggap sebagai pembawa panji gerakan nasional yang mana sangat memeprtinggi kedudukan Paku Buwono X.
Suara-suara tentang hubungan Sarekat Islam dengan Keraton Surakarta akhirnya juga sampai telinga residen Surakarta Van Wijk. Karena itu Van Wijk
mendesak agar Paku Buwono X mengurangi keterlibatannya dengan Sarekat Islam. Dan atas anjuran Van Wijk, Gubernur Jendral juga melarang Paku Buwono
X mengadakan perjalanan keluar Vorstenlanden, karena dianggap bahwa perjalanan-perjalanan Paku Buwono X inilah yang membuat gerakan Sarekat
Islam meluap-luap. Sementara itu bersama dengan larangan bagi Sinuhun untuk mengadakan perjalanan keliling, ternyata didalam pimipinan Sarekat Islam
sendiri, timbul keretakan yang mengakibatkan agak mundurnya Keraton Surakarta dengan Sarekat Islam. Ada insiden-insiden kecil di Surakarta. Sri Mangkunegara
yang takut melihat tambah besarnya keanggotaan Sarekat Islam yang pro Kasunanan, mencoba mendirikan Sarekat Islam tandingan yang diberi nama
Darmo Hatmoko. Tetapi Darmo Hatmoko ini tidak dapat berkembang karena terkenal atas sifat kekerasannya R.M Karno, 1990: 175-176.
Keterlibatan Paku Buwono X dengan organisasi nasional pertama yang ada di Surakarta ini merupakan suatu hal yang sangat besar dan dampaknya pun
dapat dirasakan secar meluas baik di Surakarta sendiri maupun daerah-daerah disekitarnya. Figur Sinuhun masih merupakan daya tarik bagi masyarakat.
b. Boedi Oetomo