Kondisi Politik Surakarta Pada Masa Pemerintahan Paku

commit to user 59

B. PERAN KERATON DALAM PERGERAKAN KEBANGSAAN

1. Kondisi Politik Surakarta Pada Masa Pemerintahan Paku

Buwono X Awal abad ke-20 merupakan suatu periode awal bangkitnya pergerakan serta perubahan struktur sosial kemasyarakatan oleh pemerintah kolonial. Kunci perkembangan pada awal abad ke-20 adalah munculnya ide-ide baru mengenai organisasi dan dikenalnya definisi-definisi baru dan lebih canggih tentang identitas. Ide baru tentang organisasi meliputi bentuk-bentuk kepemimpinan yang baru, sedangkan definisi yang baru dan lebih canggih mengenai identitas meliputi analisis yang lebih mendalam tentang lingkungan agama, sosial, politik, dan ekonomi. Pada tahun 1927 telah terbentuk suatu jenis kepemimpinan Indonesia yang baru dan suatu kesadaran diri yang baru, tetapi dengan pengorbanan yang sangat besar. Para pemimpin yang baru terlibat dalam pertentangan yang sangat sengit satu sama lain, sedangkan kesadaran diri yang semakin besar telah memecah belah kepemimpinan ini lewat garis-garis agama dan ideologi. Pihak Belanda mulai menjalankan suatu tingkat penindasan baru sebagai jawaban terhadap perkembangan-perkembangan tersebut. Periode ini tidak menujukkan pemecahan masalah, tetapi merubah pandangan kepemimpinan Indonesia itu mengenai diri sendiri dan masa depannya M. C Ricklefs, 1991: 247. Sejak permulaan abad ke-17 sampai abad-20 kerap sekali timbul peperangan dan pemberontakan, yang tidak berhasil karena jeleknya senjata kita dan baiknya taktik-taktik Belanda mengarang barisan Indonesia. Akan tetapi juga setelah peperangan- peperangan dan pemberontakan-pemberontakan habis, nasib rakyat yang sangat jelek itu tetap menimbulkan rasa sedih dan sengsara, yang kadang-kadang sebagai keadaan yang menjelma menjadi bermacam-macam aksi dari rakyat A.K Pringgodigdo, 1994: VII. Pada awal abad ke-20 Surakarta dan Yogyakarta dijadikan sebagai daerah otonom berdasarkan Undang-Undang Desentralisasi 1903. Vorstenlanden merupakan bagian dari wilayah Hindia Belanda dan pemerintahannya dibagi dalam dua keresidenan. Tetapi wilayah ini mempunyai status yang khusus, commit to user 60 walaupun agak mendua, sebab dua keresidenan ini terdiri dari dua kerajaan swapraja yang nominal. Kerajaan semi-otonom ini adalah suatu proses penguasaan dari imperium Mataram yang pernah berkuasa pada abad ke-17 dan awal abad ke-18 George D. Larson, 1990: 1. Timbulnya dinamika politik lokal di Surakarta tidak bisa dilepaskan dari peranan Keraton Surakarta, Khususnya pada masa Sunan Paku Buwono X. Namun perjuangan kemerdekaan bukanlah peristiwa sesaat yang tidak terkait dengan peristiwa sebelumnya. Sebagai sebuah negara yang berdaulat, pemerintah Hindia-Belanda tentu sangat memperhitungkan kekuatan politik keraton di mata rakyat. Daerah Surakarta menjadi salah satu pusat tumbuhnya organisasi- organisasi sosial politik yang diantaranya yaitu Sarekat Islam dan Boedi Oetomo. Berdirinya Boedi Oetomo pada tahun 1908 dan Sarekat Islam pada tahun 1912di Indonesia pada awal abad ke-20 merupakan pengaruh adanya revolusi di negara- negara maju. Kota Surakarta seakan-akan menjadi tempat yang sangat berpengaruh dan menjadi pusat kebudayaan bagi masyarakat Jawa, yaitu Keraton Kasunanan Surakarta dan Istana Mangkunegaran. Di Yogyakarta terdapat Keraton Kasultanan dan Istana Pakualaman. Pengaruh kekuatan dari kedua kota tersebut dalam peregerakan nasional sangat menonjol, bahkan menjadi pusat pergerakan. Sunan Paku Buwono X telah mendorong masyarakat Jawa memasuki zaman baru. Masuknya zaman modernisasi yang berhembus dari bumi Eropa, dimanfaatkan oleh Sunan untuk meningkatkan kesejahteraannya, dengan melakukan modernisasi di sebagian tanah Jawa yang dinaunginya., dengan Surakarta sebagai ibukotanya. Dukungannya terhadap gerakan kaum republik semakin lama semakin membuahkan hasil. Putra-putri dan para bangsawan keraton disekolahknnya ke berbagai belahan dunia, telah menjadi kader-kader perjuangan yang tangguh. Sunan sangat banyak sekali memberikan dorongan dan fasilitas untuk belajar dan melakukan gerakan perjuangan, meskipun seolah-olah tidak dikoordinasi oleh keraton Purwadi, dkk , 2009: 16-20. Keraton adalah komunitas yang mempunyai kebudayaan sendiri. Di dalam komunitas itu terjadi interaksi, baik secara individual maupun kolektif. Anggota commit to user 61 komunitas itu berhubungan satu dengan yang lainnya. Selain terjadi interaksi secara individual dan kolektif, berlangsung pula interaksi yang dilakukan lewat organisasi sosial. Keraton Kasunanan Surakarta merupakan merupakan tempat yang subur bagi pertumbuhan organisasi-organisasi sosial politik. Keadaan ini disebabkan karena Keraton Kasunanan Surakarta sebagai tempat administrasi pemerintahan, maka bagi pengamat politik dan tokoh politik, Surakarta merupakan kota yang strategis. Untuk mengenyahkan Belanda dari bumi Indonesia, Sunan merangkul kaum nasionalis, karena merasa jengkel atas campur tangan Belanda dalam pemerintahannya di Surakarta. Kaum nasonalis mendekati keraton untuk dapat menggaet masa, oleh karena itu memang harus diakui bahwa untuk menarik rakyat menjadi anggota suatu gerakan, rakyat harus diyakinkan dulu bahwa ada orang dikalangan keraton yang duduk dalam pimpinan organisasi. Memang demikianlah keadaan pada saat itu, kepercayaan masyarakat terhadap keraton, khususnya keraton Surakarta memang masih sangat kuat. Bahkan sampai di daerah-daerah gubernemen diluar negeri Surakarta dan dimana saja, masyarakat Jawa masih menganggap bahwa pusat kerajaan ada di keraton Surakarta. Kaum nasionalis dalam gerakannya melawan kekuasaan Belanda, memulai dengan gerakan-gerakan membangkitkan dan menanam jiwa nasioanl pada rakyat. Ini dapat dilakukan melaui pandidikan atau melalui gerakan kebangsaan, seperti yang dilakukan Boedi Oetomo atau melalui gerakan perbaikan ekonomi dan sosial seperti yang dilakukan oleh Sarekat Islam R.M Karno, 1990:159.

2. Peran Paku Buwono X Dalam Organisasi Sosial dan Politik