commit to user 57
Dewan kerajaan yang sebagian besar terdiri dari anggota keluarga raja. Bale Agung ini terdiri dari seorang ketua diantara 10 orang yang ditunjuk oleh raja, dua
orang adalah putranya, 5 orang pegawainya dan 3 orang selebihnya semua pegawai Gubernemen berkebangsaan Belanda. G.P.H Hadiwidjojo yang pada
waktu itu anggota Volksraad, terpaksa melepaskan kedudukannya karena ditunjuk oleh Paku Buwono X sebagai ketua Bale Agung yang pertama dan R.T. Mr.
Wironegoro sebagai sekretaris R.M Karno, 1990: 46-49.
c. Politik Ngideri Buwono
Usaha-usaha yang dilakukan oleh Paku Buwono X yang merupakan strateginya yaitu dengan melakukan perjalanan kerja ke berbagai daerah yang
disebut dengan perjalanan incognito atau disebut dengan Ngideri Buwono Kuntowijoyo, 2004: 94. Dalam kajian Islam Ngideri Buwono adalah tindakan
diplomatis untuk menciptakan strategi pergolakan. Dalam Islam, diplomasi adalah Kayfiyah cara untuk disampaikan kepada masyarakat sebagai bagian dari uslub
kifahi strategi pergolakanuntuk menghadapi pemerintah Belanda Muhammad Hawari, 2003: 14-15.
Dalam menjalankan pekerjaan raja, jaman dahulu juga termasuk kewajibannya untuk secara berkala pada malam hari melakukan perjalanan dinas
rahasia mengelilingi kota Raja dan sekitarnya agar dapat menangkap suka duka dan keluhan rakyat. Pekerjaan ini merupakan tugas setiap raja dari keturunan
Mataram. Pada suatu malam dalam melaksanakan kewajibannya tersebut Sri Susuhunan Paku Buwono X dalam kegelapan harus melompati parit dan
tergelincir jatuh di kampug Ngruki, daerah Kedawung Barat. Akibat jatuh itu kaki Sinuhun menjadi cacat, tidak dapat disembuhkan dan tidak begitu kuat jika
dipakai berjalan. Setelah cacat pada kakinya Sri Susuhunan Paku Buwono X merubah taktik, untuk dapat mendapat informasi tentang pendapat rakyat dengan
menyebar pegawai keraton yang buta untuk mendengarkan pendapat rakyat di warung-warung dan di tempat-tempat yang dikunjungi orang banyak, kemudian
mereka menghadap Sinuhun dan mereka bercerita tentang pengalaman mereka tidak dalam bentuk laporan. Dari omongan bebas mereka itu Paku Buwono X
commit to user 58
dapat mengambil gambaran tentang apa yang menjadi pikiran rakyat kecil R.M Karno, 1990: 49.
Proses Ngideri Buwono meliputi perjalanan di berbagai wilayah di Jawa, Sumatera Selatan, Bali, dan Lombok, dengan menggunakan jasa transportasi
kereta api dan kapal laut. Pada awal abad ke-20 ini, pada masa jabatan Residen Vogel, Sunan melakukan perjalanan ke Semarang dengan membawa dua ratus
pengiring. Pada tahun 1916 Sunan merencanakan untuk pergi ke Buitenzorf Bogor untuk menyampaikan ucapan terimakasih kepada Sri Maharatu
Wilhelmina atas pemberian bintang Grootkruis in de Orde van Oranje Nasaau lewat Gubjen De Fock. Dua tahun kemudian pada 1924 sunan melakukan perjalan
ke Malang. Pada 1929 Paku Buwono X dan rombongannya mengunjungi pulau Bali dan pulau Lombok. Di pulau Bali, Paku Buwono X mengunjungi I Gusti
Gede Bagus Jelantik di Karangasem dan Anak Agung I Gusti Gede Taman di Kabupaten Bangli. Selain itu juga berkunjung ke tempat asisiten Residen
Mataram Lombok. Pada tahun 1935 PakuBuwono X berkunjung ke Lampung. Setahun kemudian pada tahun 1936, dengan alasan meninjau Gubernur Surakarta
yang dirawat di rumah sakit di Surabaya, Paku Buwono X bersama rombongan pergi ke Surabaya, kemudian sunan singgah di kabupaten Gresik Darsiti
Soeratman, 2000: 383-385. Banyak kritik dari pejabat Belanda tentang perjalanan Ngideri Buwono
yang dilakukan oleh Sunan ini. Belanda memikirkan masalah uang yang dikeluarkan maupun mengenai efek politik dari invasi ini, karena meskipun Paku
Buwono X dianggap mengadakan perjalanan incognito, ia menonjolkan dirinya sebagai kaisar Jawa George D. Larson, 1990: 222. Semua itu dilakukan oleh
Paku Buwono X dalam rangka membangun kehidupan politik di Surakarta dan nasionalisme Indonesia melawan pejajahan Belanda.
commit to user 59
B. PERAN KERATON DALAM PERGERAKAN KEBANGSAAN
1. Kondisi Politik Surakarta Pada Masa Pemerintahan Paku
Buwono X
Awal abad ke-20 merupakan suatu periode awal bangkitnya pergerakan serta perubahan struktur sosial kemasyarakatan oleh pemerintah kolonial. Kunci
perkembangan pada awal abad ke-20 adalah munculnya ide-ide baru mengenai organisasi dan dikenalnya definisi-definisi baru dan lebih canggih tentang
identitas. Ide baru tentang organisasi meliputi bentuk-bentuk kepemimpinan yang baru, sedangkan definisi yang baru dan lebih canggih mengenai identitas meliputi
analisis yang lebih mendalam tentang lingkungan agama, sosial, politik, dan ekonomi. Pada tahun 1927 telah terbentuk suatu jenis kepemimpinan Indonesia
yang baru dan suatu kesadaran diri yang baru, tetapi dengan pengorbanan yang sangat besar. Para pemimpin yang baru terlibat dalam pertentangan yang sangat
sengit satu sama lain, sedangkan kesadaran diri yang semakin besar telah memecah belah kepemimpinan ini lewat garis-garis agama dan ideologi. Pihak
Belanda mulai menjalankan suatu tingkat penindasan baru sebagai jawaban terhadap perkembangan-perkembangan tersebut. Periode ini tidak menujukkan
pemecahan masalah, tetapi merubah pandangan kepemimpinan Indonesia itu mengenai diri sendiri dan masa depannya M. C Ricklefs, 1991: 247.
Sejak permulaan abad ke-17 sampai abad-20 kerap sekali timbul peperangan dan pemberontakan, yang tidak berhasil karena jeleknya senjata kita
dan baiknya taktik-taktik Belanda mengarang barisan Indonesia. Akan tetapi juga setelah peperangan- peperangan dan pemberontakan-pemberontakan habis, nasib
rakyat yang sangat jelek itu tetap menimbulkan rasa sedih dan sengsara, yang kadang-kadang sebagai keadaan yang menjelma menjadi bermacam-macam aksi
dari rakyat A.K Pringgodigdo, 1994: VII. Pada awal abad ke-20 Surakarta dan Yogyakarta dijadikan sebagai daerah
otonom berdasarkan Undang-Undang Desentralisasi 1903. Vorstenlanden merupakan bagian dari wilayah Hindia Belanda dan pemerintahannya dibagi
dalam dua keresidenan. Tetapi wilayah ini mempunyai status yang khusus,