Melihat (Ru` yat) Allah

2. Melihat (Ru` yat) Allah

Masalah kalam yang j uga t idak luput dari pembahasan adalah masalah melihat Allah ( ﷲا ﺔؤر ). Masalah ini j uga merupakan salah sat u

t ema kalam yang menj adi pembicaraan di kalangan mut akal l imîn (para t eolog Islam) dari berbagai aliran, t erut ama oleh Mu` t azilah, Asy` ariyyah dan Mat uridiyyah, yang j uga t elah melahirkan pendapat saling berbeda bahkan bert ent angan persoalan pokok dalam diskusi kalam t ent ang masalah ini adalah apakah Allah dapat dilihat dengan mat a kepala di akhirat nant i?

Aliran t eologi dalam Islam, kecuali golongan Musyabbihah at au Muj assimah, sepakat mengat akan bahwa Al lah swt . Maha Gaib dan t idak berj isim. Tet api, ket ika menj awab apakah orang-orang beriman dapat melihat -Nya (ru` yat ullah) di akhirat nant i, aliran-aliran t eologi t ersebut berbeda pendapat . Perbedaan t ersebut t erj adi karena perbedaan persepsi dalam memahami maksud dari ayat -ayat al-Qur` an yang mengesankan saling bert ent angan t ent ang hal it u, diant aranya adalah: surat al-An` ãm [ 6] : 103, al-A` rãf [ 7] : 143, al-Qiyãmah [ 75] : 22-23 dan surat Yünus [10] : 26.

a. Surat al-An` ãm [6]:103 menj elaskan:

uqŁdur ª »|` / F{$# m 2˝

Ł? w uqŁdur ( t »|` / F{$# 8˝

¨ ˛ 6s ł : $ # #

Ket ika menafsirkan surat al-An` ãm [ 6] : 103 di at as, Muhammad Quraish Shihab menj elaskan bahwa ayat ini merupakan kelanj ut an dari sifat -sif at Allah yang dij elaskan oleh ayat -ayat lalu sekaligus berf ungsi meluruskan anggapan keliru kaum musyrikin, yang boleh j adi lahir dari pernyat aan bahwa Allah wakil t erhadap segala sesuat u. Kaum musyrikin dengan kebodohan mereka boleh j adi menduga bahwa karena Dia adalah

wakil maka t ent u saj a Dia dapat t erj angkau at au t erlihat . 92 Oleh karena it u, lanj ut Muhammad Quraish Shihab, angapan ini dibant ah oleh ayat di at as

dengan menyat akan bahwa Dia, yakni Allah t idak dapat dij angkau dalam bent uk apa pun oleh pengel ihat an mat a, sedang apa yang kamu persekut ukan dengan-Nya dapat dij angkau oleh pandangan mat a, sepert i Isa as. at au berhala-berhala bahkan j in menurut kepercayaan kamu wahai kaum musyrikin sedang Dia yakni Allah dapat menj angkau, yakni menget ahui dan melihat segal a pengel ihat an dan Dial ah Yang Maha Tersembunyi sehinga t idak dapat dilihat Lagi Maha Menget ahui sehingga dapat melihat segala sesuat u. 93

Kat a ( كر ﺪﺗ ) t udriku at au yudriku t erambil dari kat a ( كرد ) daraka

yang hakikat nya adalah mencapai apa yang diharapkan. Ia dipahami dalam kait annya dengan makhluk sebagai t erj angkaunya dengan indera sesuat u

yang inderawi dan dengan akal sesuat u yang ma’ kul. 94 Dengan demikian, menurut ayat ini manusia t idak dapat menj angkau hakikat Dzat Allah dan

sifat -Nya dengan pandangan mat a at au panca indera t idak j uga dengan akal.

91 Dia t idak dapat dicapai oleh penglihat an mat a, sedang Dia dapat melihat segala

yang kelihat an; dan Dialah yang Maha Halus lagi Maha menget ahui. (QS. al-An` ãm [ 6] :103

92 Muhammad Quraish Shihab, Taf sir al-Mishbãh, vol. 4, h. 224. 93 Muhammad Quraish Shihab, Taf sir al-Mishbãh, vol. 4, h. 224. 94 Muhammad Quraish Shihab, Taf sir al-Mishbãh, vol. 4, h. 225.

Dalam penj elasan selanj ut nya, Muhammad Quraish mengat akan bahwa ayat di at as menggunakan kat a yang sama - yudriku- unt uk Allah dan unt uk makhluk. Persaman kat a it u oleh sement ara pakar bahasa dipahami semat a-mat a unt uk penyesuaian kebahasaan dengan kat a sebelumnya yang j uga menggunakan kat a yang sama, t et api hakikat maknanya j auh berbeda.

Buat Allah kat a t ersebut dipahami dalam art i menj angkau dan menguasai. 95 Kat a ( ر ﺎﺼﺑﻻا ) al -abéar adalah bent uk j amak dari kat a ( ﺮﺼﺑ ) baéar

yait u pot ensi yang t erdapat dalam mat a, yakni kornea mat a berupa selaput bening yang memasukan cahaya ke dalam mat a sehingga bola mat a dapat

melihat . Pada hakikat nya yang melihat bukannya bola mat a, t et api sesuat u yang t erdapat di bola mat a it u.

Pada penaf siran ayat di at as Muhammad Quraish Shihab memberikan kondensasi (penekanan) dengan berpendapat bahwa Allah t idak dapat

dij angkau oleh pot ensi pengelihat an makhluk, sedang Dia dapat menj angkau, yakni melihat dan menguasai segala apa yang dapat t erlihat . 96

Oleh sebab it u, lanj ut Muhammad Quraish Shihab, ket idakmampuan makhluk melihat Allah dengan mat a kepal a disebabkan oleh kelemahan pot ensi

Muhammad Quraish menganalogikan hal ini dengan kelelawar yang pot ensi mat anya lebih lemah dari manusia, t idak dapat melihat sesuat u di siang hari, sebaliknya ada binat ang –sepert i burung raj awali- yang pot ensi mat anya lebih kuat dari manusia j ust ru dapat melihat dari j arak j auh dimana pot ensi mat a manusia t idak dapat menj angkaunya. Di sisi lain perlu diingat bahwa sesuat u t dak dapat dilihat bukan karena dia t idak ada, t et api boleh j adi karena ia t erlalu kecil dan halus sehingga t ersembunyi, at au karena ia t erlalu besar, t erang

penglihat an

dan j elas. 97

95 Muhammad Quraish Shihab, Taf sir al-Mishbãh, vol. 4, h. 225. 96 Muhammad Quraish Shihab, Taf sir al-Mishbãh, vol. 4, h. 225. 97 Muhammad Quraish Shihab, Taf sir al-Mishbãh, vol. 4, h. 225.

Muhammad Quraish lebih menguat kan argument asinya di at as dengan menyat akan bahwa: Allah t idak dapat dij angkau oleh pot ensi penglihat an makhluk

disebabkan karena makhluk adalah wuj ud yang f ana lagi t erbat as. Bagaimana mungkin sesuat u yang f ana dapat menj angkau yang kekal lagi t idak t erbat as? Jika makhluk dapat menj angkau-Nya, maka yang t idak t erbat as (Allah) menj adi t erbat as, dan ini adalah sesuat u yang must ahil. Karena kemampuan mat a manusia, indera dan akalnya dianugerahkan Allah sesuai dengan fungsi yang dikehendaki-Nya unt uk diemban manusia dalam kehidupan dunia ini, yait u menj adi khalif ah, memakmurkan bumi sert a menj angkau bukt i-bukt i kehadiran Ilahi di alam raya ini bukan unt uk menj angkau hakikat Ilahi

yang Maha Kuasa lagi Kekal it u.

Di samping it u Muhammad Quraish Shihab menj elaskan apa sebabnya mereka menunt ut unt uk melihat dan menj angkau Allah swt . Bukankah

dalam kehidupan ini sekian banyak hal yang diakui wuj udnya t idak t erj angkau oleh manusia. Jangankan manusia abad VII Masehi sewakt u al - Qur` an pert ama kali berint eraksi dengan manusia, manusia abad ini pun mengakui wuj ud sesuat u yang mereka t idak pernah lihat . Adakah yang pernah melihat at om? Adakah yang pernah melihat j iwa? Ilmuwan t idak boleh mengat asnamakan ilmu unt uk menolak realit a yang t idak mereka lihat dengan mat a kepala, karena wilayah ilmu yang mereka kenal t erbat as hanya pada wilayah empiris. 99 Bahkan pada hakikat nya alangkah banyak konsep

abst rak yang mereka gunakan yang j ust ru t idak ada dalam dunia mat eri, sepert i misalnya j enis berat , at au akar-akar dalam mat emat ika dan alangkah banyaknya pula hal-hal yang t erlihat pot ensinya namun t idak dapat dij angkau hakikat nya sepert i cahaya.

Menurut Quraish Shihab, ayat di at as menyat akan bahwa Allah menj angkau semua pengl ihat an, bukannya menyat akan semua yang

98 Muhammad Quraish Shihab, Taf sir al-Mishbãh, vol. 4, h. 226. 99 Muhammad Quraish Shihab, Taf sir al-Mishbãh, vol. 4, h. 226.

berpot ensi unt uk dil ihat . Ini unt uk membedakan j angkauan penglihat an-Nya dengan penglihat an makhluk. Apa yang dij angkau oleh makhluk melalui kornea mat anya t erbat as pada hal-hal yang bersif at lahiriah, kat akanlah: warna, bent uk, panj ang dan pendek, besar at au kecil, j auh dekat , bergerak at au diam, t et api apa yang Allah j angkau melebihi semua it u. Dia menj angkau segala sesuat u, lahir dan bat in, t iada sesuat upun t ersembunyi

bagi-Nya. 100 Kemudian Muhammad Quraish Shihab menj el askan bahwa kat a ( ﻒ ﻄﻟ

) l aëîf , t erambil dari akar kat a ( ), l aëaf a. Menurut pakar bahasa kat a

yang hurufnya t erdiri dari l am, t ha, dan f a mengandung makna l embut , hal us at au kecil . Dari makna ini kemudian lahir makna ket ersembunyian dan ket el it ian. 101 Lebih lanj ut Muhammad Quraish Shihab mengat akan, bahwa pakar bahasa al-Zaj j ã dalam bukunya Taf sir al -Asma al -Husna menyat akan bahwa seorang yang berbadan kecil dinamai l aëîf , j uga dapat berart i penipu, at au yang mencapai t uj uannyan dengan cara yang sangat t ersembunyi dan t ak t erduga. Sedang bila kat a ini dikait kan dengan penget ahuan, maka maknanya adalah sangat dalam kecerdasannya dan

sangat cermat dalam menemukan sesuat u. 102 Muhammad Quraish Shihab j uga memberikan komplemen t erhadap

penj elasannya di at as dengan menyat akan bahwa kat a al - l aëîf dit emukan dalam al-Qur` an sebanyak t uj uh kali, lima di ant aranya disebut bergandengan dengan sif at Khabîr. Dua ayat secara t egas menyebut sifat ini

100 Muhammad Quraish Shihab, Taf sir al-Mishbãh, vol. 4, h. 226. 101 Muhammad Quraish Shihab, Taf sir al-Mishbãh, vol. 4, h. 227. 102 Muhammad Quraish Shihab, Taf sir al-Mishbãh, vol. 4, h. 227.

t ercurah kepada hamba-hamba-Nya, yakni surat al-Syürã [ 42] : 19 103 dan surat Yüsuf [ 12] : 100 104 .

Pada ayat lain yait u surat al-An` am [ 6] : 103, dapat dilihat Muhammad Quraish Shihab menambahkan penj elasannya dengan menyat akan: dari sini agaknya sement ara ulama berpendapat bahwa al - l aëîf , berart i bahwa Dia yang melimpahkan karunia kepada hamba-hamba-Nya secara t ersembunyi dan t ert ut up, t anpa mereka ket ahui, sert a mencipt akan unt uk mereka sebab-sebab kebahagiaan yang mereka t idak duga. 105 Makna ini – unt uk ayat

yang sedang dit afsirkan – walau ada ulama yang memahami demikian,

namun hemat penulis kurang t epat , karena kont eks ayat ini adalah penj elasan t ent ang penyucian Allah dari persamaanu-Nya dengan makhluk sert a uraian ket idakmampuan indera dan akal manusia unt uk menj angkau Zat dan sifat -Nya at as dasar it ulah kat a al - l aëîf di sini lebih baik dipahami dalam Maha Tersembunyi. Allah swt . Maha Tersembunyi, yakni t idak dapat

dilihat , paling t idak dalam kehidupan dunia ini. 106 Dalam kehidupan di dunia ini semua aliran kalam sepakat bahwa

Tuhan memang t idak dapat dilihat . Dari penj elasan Muhammad Quraish Shihab di at as bahwa Allah swt . Maha Tersembunyi, yakni t idak dapat dilihat , paling t idak dalam kehidupan dunia ini. Karena it u, Muhammad Quraish Shihab cenderung merobohkan seluruh argumennya t ent ang ket idak mungkinan melihat Tuhan, j ika hal it u dit erapkan ke dalam kont eks kehidupan di akhirat .

Penaf siran yang t elah dikemukakan Muhammad Quraish Shihab t ersebut sej alan dengan pendirian Asy'ariyyah. Menurut aliran ini, bahwa

103 “ Sesungguhnya Allah Laëîf t erhadap hamba-hamba-Nya, Dia memberi rezeki siapa yang dikehendaki-Nya, dan Dia Maha Kuat lagi Maha Mulia. (QS. al-Syürã [ 42]: 19).

104 “ Sesungguhnya Tuhanku Laëîf t erhadap apa yang Dia kehendaki” (QS. Yusuf [ 12]: 100).

105 Muhammad Quraish Shihab, Taf sir al-Mishbãh, vol. 4, h. 227. 106 Muhammad Quraish Shihab, Taf sir al-Mishbãh, vol. 4, h. 227.

Allah akan dapat dilihat oleh manusia dengan mat a kepala di akhirat nant i, karena set iap yang berwuj ud dapat dilihat . Allah mempunyai wuj ud, maka

Allah dapat dilihat . 107 Dari segi akal, menurut mereka t idak ada halangan bagi kemungkinan manusia unt uk dapat melihat Allah nant i di akhirat ,

karena yang demikian it u t idaklah akan membawa kepada keyakinan bahwa Allah akan menj adi baru at au serupa dengan yang baru. 108

Dalam penafsirkan surat al-An’ ãm [ 6] : 103, dipahami oleh Asy’ ari bahwa: Tuhan t idak dapat dilihat oleh manusia baik oleh orang yang beriman at aupun orang yang kafir di dunia. Sedangkan unt uk di akhirat ,

Asy’ ariyah j uga berpendapat hanya orang-orang yang beriman yang dapat melihat Allah dengan mat a kepala. 109

Hal ini sej alan dengan pendapat dari golongan Mat uridiyah Samarkand. 110 Karena Abu Manéür al-Mãt urîdi menyat akan bahwa melihat

Allah adalah merupakan hal yang benar, t et api t idak bisa dij elaskan bagaimana caranya, 111 karena hal it u merupakan bagian dari sit uasi hari

kiamat yang cara dan keadaannya hanya diket ahui oleh Allah sendiri. 112 Al- Mat uridi menaf sirkan ayat di at as bahwa bila Tuhan t idak dapat dilihat ,

maka penaf siran al -idrãk di sini t idak ada maknanya. Oleh karena it u, Tuhan dapat dilihat dengan mat a. 113

Begit u j uga dengan pendapat dari golongan Mãt urîdiyah Bukhara, yang sama-sama menyat akan bahwa Allah akan dapat dilihat kelak di

107 Abu Èasan ` Ali Ibn Ismã’ îl al-Asy` ãri, al -Ibãnat an Uéül al -Diyãnah, (Beirut : Makt abat Dãr al-Bayãn, 1999), cet . ke-4, h. 66.

108 Abu al-Èasan ` Ali Ibn Ismã’ îl al-Asy` ãri, Kit ab al -Luma` f i al -Radd ` al a ahl al - zaig wa al -Bida` , (Beirut : Dar al-Kut ub al-Islamiyyah, 2000), cet 1, h. 32-33.

109 Abu al-Èasan al-Asy’ ari, al -Ibãnah ‘ an Uéül al-Diyãnah, h. 63

110 Abu Manéür Muèammad Ibn Muèammad Ibn Maèmüd al-Mãt urîdî, Kit ãb al - Tauèîd, (Ed), Fat èullah Khalif , (Ist ambul: al-Makt abat al-Islãmiyah, 1979), h. 77

111 Abu Manéür Muèammad Ibn Muèammad Ibn Maèmüd al-Mãt urîdî, Kit ãb al -Tauèîd,

h. 77.

112 Muèammad Abu Zahrah, Tarîkh al -Maíãhib al -Isl ãmiyyah, vol. I, h. 208. 113 Abu Manéür Muèammad Ibn Muèammad Ibn Maèmüd al-Mãt urîdî, Kit ãb al -

Tauèîd, h. 77 Tauèîd, h. 77

Namun, int erpret asi Muhammad Quraish Shihab di at as berbeda bahkan bert ent angan dengan golongan Mu` t azilah yang menyat akan bahwa Allah t idak akan dapat dilihat dengan kasat mat a kelak di akhirat . Pendapat ini merupakan implikasi logis dari pandangan mereka yang menet apkan bahwa Allah bersif at immat eri. Oleh karena it u, Allah bagi mereka t idak mungkin menj adi obyek t anggapan inderawi karena Dia t idak menempat i ruang. 115 Seandainya Allah dapat dilihat di akhirat dengan mat a kepala, Dia

akan dapat pula dilihat di dunia ini. Tet api kenyat aannya, orang t idak pernah melihat -Nya. 116

Dalam memahami ayat di at as, Abdul Jabbãr berpendapat bahwa: must ahil Allah Maha Gaib dan immat eri it u dapat dilihat dengan mat a

kepala. Sebab, unt uk dapat dilihat , Allah harus berj isim, sedangkan Dia t idak berj isim. 117 Abdul Jabbãr menambahkan, seandainya Allah dapat

dilihat di akhirat dengan mat a kepala, Dia akan dapat pula dilihat di dunia ini. Unt uk kat a al -idrãk (menget ahui) menurut nya, j ika digandengkan dengan kat a al -baéar (penglihat an) art inya menj adi: al -ru’ yah bi al -abéãr (melihat dengan mat a). Jadi, dengan ayat ini Allah menegaskan bahwa Dia t idak dapat dilihat . Kat a al -idrãk yang digandengkan dengan al -abéar harus diart ikan dengan ru` yah, karena orang yang melihat sesuat u sama dengan

orang menget ahuinya ( 118 al -mudr ik).

b. Surat al-A’ rãf [7]: 143 menj elaskan:

114 Harun Nasut ion, Teol ogi Isl am, h. 140. 115 Al-Qaçî Abdul Jabbãr, Syarè al -Uéül al -Khamsah, (Kairo: Makt abat Wahbah,

1996) cet . Ke-3, h. 249. 116 Al-Qaçî Abdul Jabbãr, Syarè al -Uéül al -Khamsah, h. 253.

117 Al-Qaçî Abdul Jabbãr, Syarè al -Uéül al -Khamsah, h. 233. Lihat j uga Al-Qaçî Abdul Jabbãr, al -Mughnî Fi Abwãb al -Tauhîd wa al -` Adl, (Maéri: al-Dãr al-Misriyyah li al-

Ta` lîf wa al-Tarj amah 1965), Jilid 4, h. 115. 118 Al-Qaçî Abdul Jabbãr, Syarè al -Uéül al -Khamsah, h. 233.

4 y qªB u ! %y ‘ $ £ J s9 u r …myJfl=x. ur $ u Z ˇ F » s) ˇJˇ9 ˛T˝

r& b>u

t A$ s% …m / u ˝_1t s? ‘ s9 t A$ s% 4 ł s9 ˛ ) Rr& n<˛) R$# ˙ ‘ ¯ 3 » s9 u r § s) t G $# ¨ b ˛ * sø ¨ @t 6y f ł 9 $ #

q | ¡ sø … m t R $ x 6t B …m / u

4 ˝_1t s? t$

4 '?pgrB $ £ J n = sø §yzur $y2y

…ª & s# y Ł y _ ¨ @t 7 y f ø= ˇ 9 s- $ sør & ! $ £ J n = sø 4 $Z)ˇŁ|„ 4 y

qªB

ł s9 ˛ ) M 6Ł ? oY»ys6

t A$ s% tߡZˇBsJł9$# ª A¤ r r & O$ t R r & u r

Menurut Muhammad Quraish Shihab ket ika menafsirkan ayat di at as, ia menulis:

Set elah menj elaskan j anj i Allah, ayat ini menguraikan sebagian dari apa yang t erj adi ket ika it u, yakni dan t at kal a Musa dat ang unt uk bermunaj at dengan Kami unt uk wakt u, yakni pada wakt u t el ah Kami t ent ukan dan Tuhannya t el ah berf irman langsung kepadanya, dia yakni Nabi Musa as. berkat a t anpa menggunakan kat a panggilan “ wahai” sebagaimana layaknya orang yang dekat kepada Allah swt : Tuhanku, nampakkanl ah diri-Mu Yang Maha Suci, kepadaku agar aku dapat dengan pot ensi yang engkau anugerahkan kepadaku mel ihat kepada-Mu. Dia, yakni Allah berf irman: Engkau wahai Musa sekal i - kal i t idak akan sanggup mel ihat -Ku, sebagaimana yang engkau mohonkan, t api unt uk membukt ikan ket idakmampuanmu l ihat l ah ke gunung it u, yakni ke sat u bukit yang ket ika it u dilihat oleh Nabi Musa as. maka j ika ia t et ap di t empat nya sebagaimana yang engaku lihat sekarang niscaya engkau akan dapat mel ihat -Ku. Maka t at kal a Tuhannya bert aj al l i, yakni menampakkan apa yang hendak dinampakkan-Nya ke gunung it u, di j adikannya gunung it u hancur l ul uh dan ket ika it u j uga Musa pun j at uh pingsan melihat perist iwa yang sangat dahsyat dan mengagumkan it u. Maka set el ah dia sadar

119 Dan t at kala Musa dat ang unt uk (munaj at dengan Kami) pada wakt u yang t elah Kami t ent ukan dan Tuhan t elah berf irman (langsung) kepadanya, berkat alah Musa: "Ya

Tuhanku, nampakkanlah (diri Engkau) kepadaku agar aku dapat melihat kepada Engkau". Tuhan berf irman: "Kamu sekali-kali t idak sanggup melihat -Ku, t api lihat lah ke bukit it u, Maka j ika ia t et ap di t empat nya (sebagai sediakala) niscaya kamu dapat melihat -Ku". t at kala Tuhannya Menampakkan diri kepada gunung it u, dij adikannya gunung it u hancur luluh dan Musa pun j at uh pingsan. Maka set elah Musa sadar kembali, Dia berkat a: "Maha suci Engkau, aku bert aubat kepada Engkau dan aku orang yang pert ama-t ama beriman". (Q. S. al-A’ rãf [ 7]: 143) Tuhanku, nampakkanlah (diri Engkau) kepadaku agar aku dapat melihat kepada Engkau". Tuhan berf irman: "Kamu sekali-kali t idak sanggup melihat -Ku, t api lihat lah ke bukit it u, Maka j ika ia t et ap di t empat nya (sebagai sediakala) niscaya kamu dapat melihat -Ku". t at kala Tuhannya Menampakkan diri kepada gunung it u, dij adikannya gunung it u hancur luluh dan Musa pun j at uh pingsan. Maka set elah Musa sadar kembali, Dia berkat a: "Maha suci Engkau, aku bert aubat kepada Engkau dan aku orang yang pert ama-t ama beriman". (Q. S. al-A’ rãf [ 7]: 143)

kebenaran, bukan sepert i orang-orang yang ragu unt uk melangkah. 120

Berkenaan dengan ayat t ersebut , Muhammad Quraish Shihab mengat akan bahwa ayat ini menguraikan kej adian ket ika it u, yakni ket ika Nabi Musa mendapat anugerah mendengar kalam Ilahi, t imbul hasrat beliau unt uk memperoleh yang lebih dari it u, yakni mel ihat -Nya. Tent u nabi Musa as. ket ika bermohon it u menyadari bahwa dia t idak dapat melihat Allah dengan mat a kepala lagi t erang-t erangan sebagaimana permint aan sebagian umat nya yang menegaskan bahwa mereka t idak akan beriman sebelum melihat Tuhan dengan “ t erang-t erangan” yakni dengan mat a kepala (Q. S.

al-Baqarah [ 2] : 55). 121 Yang beliau harapkan adalah “ melihat -Nya” dengan sat u cara melalui pot ensi yang Allah anugerahkan kepadanya, sekaligus

sesuai dengan keagungan sert a kesucian Al lah swt . walau bukan dengan t erang-t erangan, at au bukan l angsung dengan pandangan mat a. 122

Muhammad Quraish Shihab memberikan penj elasan pada kat a ( ﻲﻧرأ ), arinî at au nampakkkanl ah kepadaku, pada ucapan Nabi Musa as.( ﻚﻟإ ﺮﻈﻧأ ﻲﻧرأ ) Ar inî anzur il aik/ nampakkanl ah (dir i-Mu) kepadaku agar aku dapat mel ihat -Mu bukan berart i penampakan yang berbent uk j asmani di sat u t empat t ert ent u, dengan menggunakan pandangan mat a, karena sepert i dikemukakan sebelum ini bahwa past i nabi agung it u, t ermasuk mahluk yang paling memahami bahwa Allah bukanlah j asmani, t idak disent uh oleh wakt u

120 Muhammad Quraish Shihab, Taf sir al -Mishbãh, vol. 5, h. 238. 121 Ket erangan yang serupa dapat pula dit emui di surat al-Baqarah [ 2] : 55. 122 Muhammad Quraish Shihab, Taf sir al -Mishbãh, vol. 5, h. 238.

dan t empat , t idak ada j uga yang serupa dengan-Nya, kendat i dalam khayal. 123 Lebih lanj ut Muhammad Quraish Shihab menj elaskan, bahwa kat a

“ nampakkan” yang beliau maksud past ilah bukan yang demikian it u, dan memang kat a yang beliau gunakan dan diabadikan oleh ayat ini digunakan oleh al-Quran dan bahasa Arab dalam banyak pengert ian 124 .

Jika Anda berkat a: “ Saya melihat Anda senang pada si A” , maka maknanya adalah ant ara lain adalah bahwa saya melihat dari sikap dan keadaan anda yang menj adikan saya berkesimpulan bahwa Anda senang padanya. Jika Anda berkat a: “ Saya melihat dia mampu” , maka ini t idak

berkait an dengan pandangan mat a, t et api penget ahuan dalam kenyat aan yang mengant ar kepada kesimpulan it u. Makna perlu digarisbawahi dalam memahami permohonan Nabi Musa as.

Menurut Muhammad Quraish Shihab, pendapat di at as benar, karena it u boleh j adi maksud Nabi Musa as. it u adalah melihat Allah dengan nalarnya. Bet apapun dan penampakan apapun yang beliau maksudkan, namun yang j elas adalah permohonan t ersebut t idak diperkenankan Allah swt . 125

Menurut Muhammad Quraish Shihab selanj ut nya, pengert ian yang t elah dikemukakannya it u senada dengan surat al-Syürã [ 42] : 11 126 :

uqŁdur ( x« ˇm˛= Wˇ J x . } §ł s9 : ىرﻮﺸﻟا ) ˙˚˚¨ ¯`t7ł9$# ˇJ¡¡9$# ( 11 Dengan membaca dan menyadari makna ayat ini, luluh semua

gambaran yang dapat dij angkau oleh indera dan imaj inasi manusia t ent ang

123 Muhammad Quraish Shihab, Taf sir al -Mishbãh, vol. 5, h. 238. 124 Muhammad Quraish Shihab, Taf sir al -Mishbãh, vol. 5, h. 238. 125 Muhammad Quraish Shihab, Taf sir al -Mishbãh, vol. 5, h. 238. 126 “ Tidak ada yang serupa dengan-Nya dan Dia Maha Mendengar lagi Maha

Melihat ” (QS. al-Syürã [ 42]: 11

Zat Yang Maha Sempurna. Ini karena manusia sangat lemah, kemampuan inderanya sangat t erbat as. 127

Dalam uraian selanj ut nya, Muhammad Quraish Shihab mengat akan bahwa: Mat a makhl uk bukan saj a t idak dapat melihat dengan mat a kepalanya sesuat u yang sangat kecil dan hal us, t et api yang sangat j elaspun t erkadang t idak dapat dilihat nya. Kelelawar t idak mampu melihat di siang hari karena t erangnya cahaya mat ahari, ia baru bisa melihat pada saat malam hari pada saat remang-remang. Manusiapun serupa, t idak mampu menat ap mat ahari, apalagi unt uk menat ap Pencipt a mat ahari, bahkan

Pencipt a seluruh cahaya yang t erang benderang di j agad raya ini. 128

Muhammad Quraish Shihab menyert akan enunsiasi al-Ghazali yang menyat akan bahwa: Manusia pun t idak dapat melihat dalam art i

menj angkau hakikat Alah dalam nalarnya. Ket uhanan adalah sesuat u yang hanya dimiliki Allah, t idak dapat t ergambar dalam benak sesuat u yang mengenalnya kecuali Allah/ yang sama dengan-Nya, dan karena t idak ada yang sama dengan-Nya, maka t idak ada yang mengenalnya kecuali Allah. 129

Kemudian Muhammad Quraish Shihab mengut ip pendapat seorang ulama besar dan filosof muslim Abdul Karim al-Khat ib menyangkut hal ini. Dalam bukunya “ Qadiyyah al -Ul ühiyyah baina Fal saf ah wa al -Dîn” dia menulis:

Yang melihat / mengenal Tuhan, pada hakikat nya hanya melihat -Nya melalui wuj ud yang t erhampar di bumi, set a yang t erbent ang di langit . Yang demikian it u adalah penglihat an t idak langsung, it u pun memerlukan pandangan hat i yang t aj am, akal yang cerdas dan kalbu yang bersih. Mampukah Anda dengan membaca kumpulan syair seorang penyair, at au mendengar gubahan seorang komposer, dengan melihat lukisan pelukis at au pahat an pemahat ; mampukah Anda

127 Muhammad Quraish Shihab, Taf sir al -Mishbãh, vol. 5, h. 239. 128 Muhammad Quraish Shihab, Taf sir al -Mishbãh, vol. 5, h. 239. 129 Muhammad Quraish Shihab, Taf sir al -Mishbãh, vol. 5, h. 239.

dengan melihat hasil karya seni mereka mengenal mereka, t anpa melihat mereka secara langsung? Memang Anda bisa mengenal selayang pandang t ent ang mereka, bahkan boleh j adi melalui imaj inasi, Anda dapat membayangkannya sesuai kemampuan Anda membaca karya seni. Namun Anda sendiri pada akhirnya akan sadar bahwa gambaran yang dilukiskan oleh imaj inasi Anda menyangkut para seniman it u, bersifat pribadi dan merupakan ekpresi dari perasaan Anda sendiri. Demikian j uga yang dialami orang lain yang berhubungan dengan para seniman it u, masing-masing memiliki pandangan pribadi yang berbeda dengan yang lain. Kalaupun ada yang sama, maka persamaan it u dalam bent uk gambaran umum menyangkut kekaguman dalam berbagai t ingkat . Kalau demikian it u adanya dalalm memandang seniman melal ui karya-karya mereka,

maka bagaimana dengan Tuhan, sedang Anda adalah set et es dari cipt aan-Nya. 130

Ali bin Abi Thalib ra. Pernah dit anya oleh sahabat nya Zi` lib al- Yamani: “ Amirul Mukminin, apakah engkau pernah melihat Tuhan-Mu?”

“ Bagaimana aku menyembah apa yang t idak kulihat ?” j awab beliau. “ Bagaimana engkau melihat -Nya?” t anya Zi` lib. “ Dia t idak dapat dilihat dengan pangangan mat a, t et api dij angkau

oleh akal dengan hakikat keimanan.” Yang beliau maksud dengan akal di sini adalah akal dalam pengert ian gabungan ant ara daya kalbu dan daya nalar yang menghasilkan “ ikat an” yang menghalangi manusia melakukan hal -hal negat if . Ungkapan beliau ini it u menunj ukkan bahwa j angkauan it u bukan j angkauan nalar secara langsung, t et api j angkauan nalar dan kalbu berdasar keimanan t ent ang sesuat u yang t idak dapat t erj angkau. Jawaban ini serupa dengan j awaban

Abu Bakar al -Siddiq ra: ( كاردإ كارد ﻻا ﻦﻋ ﺰﺠﻌﻟا ) “ Ket idakmampuan mengenal- Nya adalah pengenalan” . 131 Muhammad Quraish Shihab lebih menegaskan lagi penj elasannya dengan mengupas makna dari kat a ( ﻰﻠﺠﺗ ) t aj al l a, menurut Muhammad

130 Muhammad Quraish Shihab, Taf sir al -Mishbãh, vol. 5, h. 240. 131 Muhammad Quraish Shihab, Taf sir al -Mishbãh, vol. 5, h. 241.

Quraish Shihab : kat a ( ﻰﻠﺠﺗ ) t aj al l a mengandung makna menampakkan sesuat u dengan

menj auhkan

menghalangi ket idaknampakkannya. Yang dimaksud oleh ayat ini adalah menyingkirkan sebab-sebab yang menghal angi nabi Musa melihat sesuat u yang secara normal dan sesuai pot ensinya t idak dapat dilihat nya. Allah melakukan hal t ersebut dahulu ke gunung, yang dari segi j asmaniyah j auh lebih t egar dari manusia, agar nabi Musa as. Lebih yakin bahwa ia benar-benar t idak akan mampu. Tet api perlu diingat bahwa t aj alli Allah it u belum lagi mencampai puncaknya.

fakt or-f akt or

yang

dapat

Ket ika Rasulullah saw. membaca firman-Nya ( ﻞ ﺒﺠﻠﻟ ّﺑ ر ﻰﻠﺠﺗ ﺎ ّﻤ ﻠ ﻓ )

f al ammã t aj al l a rabbuhu l il j abal i beliau mendekat kan ibu j ari beliau ke uj ung j ari kelingkingnya unt uk menj el askan bet apa kecil dan sedikit t aj alli it u. (HR. al-Tirmizi dan lain-lain melalui Anas bin Malik) Yakni bahwa penampakkan it u masih sangat sedikit , dan masih t erlalu banyak fakt or dalam diri makhluk yang menghalangi kemampuan mereka unt uk mel ihat . 132

Di sisi lain perlu diingat , bahwa dalam perist iwa di at as, Allah t idak bert aj alli kepada nabi Musa, t et api kepada gunung, dan karena it u Nabi Musa bukan j at uh pingsan karena t aj alli Tuhan t et api karena melihat gunung yang merupakan makhluk Ilahi yang t egar it u hancur lebur saat mengalami t aj alli. Dalam art i mel ihat obj ek t aj al l i (gunung) saj a beliau sudah t idak mampu, apalagi mengalaminya sendiri. 133

Surat al-A` rãf [ 7] : ayat 143 dipahami oleh Muhammad Quraish Shihab dalam kont eks kehidupan di dunia, bukan di akhirat . Nabi Musa as. (t ermasuk manusia lain) t idak akan dapat melihat Tuhan dengan mat a kepala di dunia ini, baik sekarang maupun di masa yang akan dat ang, sebab mereka t idak mempunyai kemampuan unt uk it u. Unt uk membukt ikan ket idakmampuan Musa as. it u. Tuhan menyuruh Nabi Musa memperhat ikan gunung. Kalau gunung t ersebut masih t et ap dit empat nya berart i Nabi Musa akan bisa melihat Tuhan. Tat kala Tuhan menampakkan diri-Nya pada

132 Muhammad Quraish Shihab, Taf sir al -Mishbãh, vol. 5, h. 241. 133 Muhammad Quraish Shihab, Taf sir al -Mishbãh, vol. 5, h. 242.

gunung t ersebut , t ernyat a gunung it u hancur luluh. Kalau gunung yang begit u kuat dan kokoh t idak mampu menerima t aj al l i (penampakkan diri) Tuhan, t ent u manusia yang lemah ini lebih t idak mampu lagi. Keduanya sama-sama mat eri alam yang akan hancur.

Selanj ut nya Muhammad Quraish Shihab menegaskan bahwa: yang past i, t idak seorangpun – paling t idak di dunia ini – yang pernah melihat Allah swt . “ Siapa yang berkat a bahwa Nabi Muhammad saw. melihat

Tuhannya, maka ia t elah berbohong” . Begit u ucap Aisyah ra. 134 Dari penaf siran Muhammad Quraish Shihab t erhapat surat al-A’ rãf

[ 7] : 143 di at as dapat diket ahui bahwa manusia t idak dapat melihat Tuhan, dia menggarisbawahi dengan menyisipkan kembali ket erangan “ paling t idak di dunia ini” . Dengan menyisipkan ket erangan “ paling t idak di dunia ini” , Muhammad Quraish Shihab merunt uhkan argumen-argumen sebelumnya t ent ang ket idakmungkinan manusia melihat Tuhan, j ika hal it u dit erapkan ke dalam kont eks kehidupan di akhirat .

Penaf siran yang t elah dikemukakan Muhammad Quraish Shihab t ersebut ,

Asy` ariyyah. Asy` ari mengemukakan argumennya, ant ara lain, bahwa segala yang mauj ud past i dapat dilihat . Allah adalah mauj ud dan, oleh karena it u, t idak must ahil Allah memperlihat kan diri-Nya kepada kit a. Lebih l anj ut Asy` ari menyat akan, Allah dapat melihat segala sesuat u dan melihat diri-Nya. Karena Ia dapat melihat diri-Nya, maka Ia past i dapat pula memperlihat kan

t idak berbeda

dengan golongan

diri-Nya kepada kit a. 135 Asy` ari mengat akan bahwa ayat di at as menj elaskan, t idak mungkin

Nabi Musa memint a sesuat u yang must ahil . 136 Dengan penj elasannya ini, Asy` ari ingin menj elaskan bahwa melihat Allah adalah suat u hal yang

134 Muhammad Quraish Shihab, Taf sir al -Mishbãh, vol. 5, h. 239. 135 Abu Èasan ` Ali Ibn Ismã’ îl al-Asy` ãri, al -Ibãnat 'an Uéül al -Diyãnah, h. 66. 136 Abu Èasan ` Ali Ibn Ismã’ îl al-Asy` ãri, al -Ibãnat 'an Uéül al -Diyãnah, h. 61.

mungkin. Kalau melihat Allah it u suat u hal yang must ahil, maka t idak mungkin Nabi Musa t idak t ahu dan memint a hal t ersebut .

Di pihak lain, Mat uridiyyah Samarkand sependapat dengan Asy'ariyyah. Abu Manéür al-Mãt urîdi mengat akan bahwa Tuhan dapat dilihat karena bila Tuhan t idak dapat dilihat , t ent ulah permint aan Musa unt uk melihat t uhan it u suat u perbuat an orang bodoh. Padahal Musa bukanlah seorang yang bodoh, sebab beliau adalah pengemban risalah dan penerima wahyu dari Allah. 137

Penaf siran yang t elah dikemukakan oleh kalangan Asy'ariyyah dan

Mat uridiyyah t ersebut dit olak oleh Mu’ t azilah. Menurut mereka, bahwa permint aan melihat Tuhan sebenarnya bukan dat ang dari Nabi Musa, t et api dari para pengikut nya yang belum j uga mau percaya 138 .

Tuhan menyuruh Nabi Musa as. memandang kepada gunung. Kalau gunung masih t et ap di t empat nya dan t idak bergerak berart i Musa akan dapat melihat Tuhan. Tet api t ernyat a gunung t ersebut t idak t et ap di t empat nya, bahkan menj adi hancur dan Musa sendiri j at uh pingsan. Ini menj unj ukkan bahwa Tuhan must ahil dapat dilihat , sebagimana must ahilnya berhimpun gerak dan diam gunung pada sat u masa di sat u t empat . 139 Makna

l an t arãnî menurut Abdul Jabbãr berart i selamanya Tuhan t idak bisa dilihat . Karena hurup l an disini l it a’ bid (selamanya). Ini meunj ukkan, bahwa Tuhan

must ahil dapat dilihat 140 .

c. Dalam surat Yünus [10]: 26 Allah berfirman:

(#qªZ|¡ mr& t ß ˇ %' # ˇ j 9 *

wu r ( oy $t ˛

ur 4 o_

¡ tł:$#

137 Abu Manéür al-Mãt urîdî, al -Tauèîd, h. 78 138 Al-Qaçî Abdul Jabbãr , Syarè al -Uéül al -Khamsah, h. 262. 139 Al-Qaçî Abdul Jabbãr, Syarè al -Uéül al -Khamsah, h. 265. 140 Al-Qaçî Abdul Jabbãr , Syarè al -Uéül al -Khamsah, h. 264.

wu r t I s% Ngydqª_ªr ,yd t =»ptı r& y 7 ˝ · fl » s9 ’ r Ø & 4 ’'!ˇ $pk ˇø NŁ d ( ˇp¤Ypgł:$# 141 ( 26 : ﺲﻧﻮ ) ˙¸ˇ¨ tbr $˛#»yz

Berkenaan dengan ayat ini, Quraish Shihab mengat akan bahwa ayat yang lalu (QS. Yünus [ 10] : 25), menj elaskan bahwa Allah swt . mengaj ak

manusia menuj u dãr al -sal ãm, dan sebelumnya t elah diuraikan t ent ang adanya orang-orang yang membangkang, maka di sini dij elaskan ganj aran masing-masing, yakni bagi orang-orang yang berbuat amal-amal baik dalam

kehidupan dunia ini. ada sesuat u yait u ganj aran yang t erbaik, yakni surga disert ai dengan t ambahan yang amat besar melebihi surga it u.

Selanj ut nya Muhammad Quraish Shihab menj elaskan kat a ziyãdah dalam Q. S. Yünus [ 10] : 26, dipahami oleh Quraish Shihab dalam t iga pengert ian (menggabung pendapat -pendapat ulama):

Pert ama, pandangan ke waj ah Al l ah swt . berdasar dengan hadis yang menyat akan bahwa Nabi saw. bersabda, “ Apabila penghuni surga t elah masuk ke surga, Allah Yang Maha Suci berf irman, ‘ Apakah kamu menginginkan sesuat u yang Kut ambahkan unt uk kamu?’ Mereka menj awab: ‘ Bukankah Engkau t elah menj adikan waj ah kami berseri- seri? Bukankah Engkau t elah memasukkan kami ke surga dan menyelamat kan kami dari neraka?’ Lalu dibukalah “ t a` bir” sehingga t idak ada sat u anugerah pun yang lebih menyenangkan mereka daripada “ memandang” kepada Tuhan mereka Azza wa Jal l a Yang Maha Mulia lagi Maha Agung” (HR. Imam Muslim melalui Shuhaib).

Kedua, kat a ziyãdah dalam art i ridha Il ahi, dengan meruj uk kepada

f irman-Nya QS. al-Taubah [ 9] : 72 142 :

141 Bagi orang-orang yang berbuat baik, ada pahala yang t erbaik (surga) dan t ambahannya. dan muka mereka t idak dit ut upi debu hit am dan t idak (pula)

kehinaan. mereka It ulah penghuni syurga, mereka kekal di dalamnya. (Q. S. Yünus [ 10]: 26).

Allah menj anj ikan kepada orang-orang mukmin, lelaki dan perempuan, (akan mendapat ) surga yang dibawahnya mengalir sungai-sungai, kekal mereka di dalamnya, dan (mendapat ) t empat -t empat yang bagus di surga 'Adn. dan keridhaan Allah adalah lebih besar; it u adalah keberunt ungan yang besar. (Q.S. al-Taubah [ 9]: 72).

œˇZˇBsJł9$# “!$# y tªur łgrB ;M»¤Zy_ ˇM»oYˇBsJł9$#ur ª »yg RF{$# $ y g ˇ Gł t r B ‘ˇB

z‘¯3»|¡tBur $pk

ˇø tߡ$˛#»yz

4 5b tª ˇM»¤Zy_ ˛ß Z p t 6˝ h s

4 t9 2r& «!$# ˘ˇiB b”uq ˚˝ ur ª qx

ł9$# uqŁd y7ˇ9”s

˙ —¸ ¨ Oˇ

yŁł9$#

Yakni ridha Allah swt . lebih besar dari surga yang dilukiskan ini. Ket iga, kat a ziyãdah dalam art i penambahan dan pel igat gandaan ganj aran

kebaikan. Agaknya menggabung pendapat -pendapat di at as lebih bij aksana, apalagi semua dapat dicakup oleh kat a 143 ziyadah.

Ket ika menafsirkan surat Yünus [ 10] : 26 it u, Muhammad Quraish Shihab t idak menj elaskan apakah firman Allah it u dapat dij adikan argumen t ent ang adanya at au t idak adanya kemungkinan orang beriman melihat Allah di akhirat nant i sepert i yang dikemukakan oleh para t eolog Islam dari aliran Mu` t azilah, Asy'ariyyah, Mat uridiyyah Samarkand dan Mat uridiyyah Bukhara. Misalnya ayat ini dipahami oleh Asy'ari bahwa orang mukmin akan mendapat t ambahan nikmat di akhirat , yait u melihat Tuhan yang

merupakan puncak nikmat di dalam surga. 144 Sement ara Zamahsyar i mewakili dari golongan Mu` t azilah menaf sirkan kat a ziyãdah dengan

t ambahan karunia dari Allah. 145 Abu Manéür al-Mãt urîdi sependapat dengan Asy'ariyyah, bahwa yang dimaksud dengan ziyãdah adalah melihat waj ah

Allah swt . sebagaimana yang t elah dij elaskan oleh Rasulullah saw. 146

d. Di dalam surat al-Qiyãmah [75]: 22-23 menyatakan:

143 Muhammad Quraish Shihab, Taf sir al -Mishbãh, vol. 6, h. 62. 144 Abu Èasan ` Ali Ibn Ismã’ îl al-Asy` ãri, al -Ibãnat 'an Uéül al -Diyãnah, h. 63. 145 Zamahsari, Taf sîr al-Kasysyãf , h. 330. 146 Abu Manéür al-Mãt urîdî, Kit ãb al-Tauèîd, h. 79.

nqª_ªr : ﺔﻣ ﺎﻘﻟا ) ˙¸

˙¸¸¨ ou ¯ $flR 7 ˝·tBqt

¨ ot ˇ

$tR $ p k ˝ h 5u

4 n<˛) 147 ( 23 - 22

Ket ika menafsirkan ayat di at as, Muhammad Quraish Shihab menj elaskan set elah ayat yang mengecam orang-orang yang meninggalkan amalan-amalan yang mengant ar kepada kebahagian ukhrawi, ayat di at as menj elaskan bahwa: ada waj ah-waj ah pada hari akhirat it u yang berseri- seri, yakni waj ah orang-orang yang t idak lengah akan kehidupan akhirat dan mempersiapkan diri menghadapinya. Kepada Tuhannya saj a yakni Tuhan

148 pemilik waj ah-waj ah it u, mereka melihat . Dalam uraian selanj ut nya, Muhammad Quraish Shihab mengat akan

bahwa didahulukannya kalimat ( ﺎ ّﺑ ر ﻰﻟإ ) il ã rabbihã / kepada Tuhannya, bert uj uan membat asi penglihat an it u hanya kepada Allah. Seakan-akan mat a mereka t idak melihat lagi kepada selain-Nya. Apa yang dilihat nya dari

aneka keindahan, dianggap bagaikan mereka t idak melihat nya. 149 Dari penaf siran Muhammad Quraish Shihab di at as, dapat

mengindikasikan bahwa Quraish Shihab sependapat dengan pemahaman Asy'ariyyah, Mat uridiyyah Samarkand dan Mat uridiyyah Bukhara yang menyat akan bahwa kelak di akhirat Allah swt dapat dilihat dengan mat a kepala.

Karena menurut ulama beraliran Ahl al-Sunnah (Asy'ariyyah dan Mat uridiyyah), kat a ( ة ﺮﻇﺎﻧ ) nãìirah dipahami dalam art i mel ihat dengan mat a kepal a, walau dalam kont eks ayat ini banyak di ant ara mereka menggaris bawahi bahwa mel ihat yang dimaksud it u adalah dengan pandangan khusus. Mereka berargumen dengan sebuah hadis sahih dari kit ab hadis Imam Bukhari melalui j alur Jarir Ibn 'Abdillah yang meriwayat kan

147 Waj ah-waj ah pada hari it u berseri-seri. Kepada Tuhannya (meraka) melihat . (QS. al-Qiyãmah [ 75]: 22-23)

148 Muhammad Quraish Shihab, Taf sir al -Mishbãh, vol. 14, h. 637. 149 Muhammad Quraish Shihab, Taf sir al -Mishbãh, vol. 14, h. 637.

bahwa: suat u ket ika Nabi saw duduk bersama-sama sahabat pada saat bulan sedang purnama lalu bersabda: "Sesungguhnya kamu akan melihat Tuhan kamu sebagaimana kamu melihat bul an purnama ini". Hadis ini j uga

banyak diriwayat kan oleh periwayat lain. 150 Hal ini senada dengan kaum Asy` ariyyah berpendapat bahwa Allah

akan dapat dilihat oleh manusia dengan mat a kepala di akhirat nant i karena set iap yang berwuj ud dapat dilihat , Allah mempunyai wuj ud, maka Allah

dapat dilihat . 151 Dari segi akal, menurut Asy` ariyyah, t idak ada halangan bagi kemungkinan manusia unt uk melihat Allah nant i di akhirat , karena yang

demikian it u t idaklah akan membawa kepada keyakinan bahwa Allah akan menj adi baru at au serupa dengan yang baru. 152

Menurut Asy` ari dalam bahasa arab laf al al -naìr yang merupakan asal dari laf al naìir ah it u bisa berart i i` t ibãr (pelaj aran), int i ìãr (menunggu),

t a` at t af (melihat dengan iba), ru` yah (melihat ). Melihat Allah yang dinyat akan dengan kat a naìirah, dalam ayat di at as, maksudnya benar-

benar melihat dengan mat a kepala, bukan dengan makna yang lain. 153

Kat a nãìirah dalam ayat ini t ak bisa berart i t af kîr (memikirkan) dan i` t ibãr (pelaj aran), karena must ahil di akhirat nant i dij adikan i` t ibar mengingat akhirat bukan t empat unt uk mengambil i` t ibãr. Juga t idak bisa berart i melihat dengan rasa iba, karena t idak mungkin makhluk melihat Khaliknya dengan rasa iba. Juga kat a naìar t idak dapat diberi makna int iìãr

(menunggu), karena pekerj aan menunggu t idak ada di surga. 154 Kemudian Asy` ari menambahkan, dikat akan demikian, karena menunggu adalah

pekerj aan yang menimbulkan rasa cemas dan gelisah pada orang yang

150 Muhammad Quraish Shihab, Taf sir al -Mishbãh, vol. 14, h. 637. 151 Abu Èasan ` Ali Ibn Ismã’ îl al-Asy` ãri, al -Ibãnat 'an Uéül al -Diyãnah, (Beirut :

Makt abat Dãr al-Bayãn, 1999), cet . ke-4, h. 66. 152 Abu Èasan ` Ali Ibn Ismã’ îl al-Asy` ãri, al -Luma` h. 32-33.

153 Abu Èasan ` Ali Ibn Ismã’ îl al-Asy` ãri, al -Ibãnat 'an Uéül al -Diyãnah, h. 58. 154 Abu Èasan ` Ali Ibn Ismã’ îl al-Asy` ãri , al-Ibãnat 'an Uéül al -Diyãnah, h. 59-60.

melakukannya, padahal keadaan para penghuni surga j auh dari rasa cemas dan gelisah. Sebaliknya, keadaan mereka selalu dipenuhi kesenangan dan kegembiraan. Bahkan, set iap kali muncul keinginan pada mereka unt uk menikmat i sesuat u, keinginan it u segera t erpenuhi, t anpa harus menunggunya t erlebih dahulu. Dengan demikian, kat a nazhirah pada ayat di at as hanya bisa diart ikan dengan melihat . Apalagi kat a Nãìirah it u dikait kan dengan kat a “ wuj üh” maka maknanya adalah melihat dengan dua mat a

yang t erlet ak pada waj ah. 155 Abdul Jabbãr menolak argument asi al-Asy` ari yang menyat akan

bahwa perbuat an menunggu adalah perbuat an yang mencemaskan. Kat a Abdul Jabbãr, t idak semua yang dikat akan menunggu it u mencemaskan. Kalau yang dit unggu adalah sesuat u yang t idak past i, apalagi yang t idak disukai, memang orang yang menunggunya akan merasa cemas. Tet api, kalau yang dit unggu it u adalah sesuat u yang past i disenangi, orang yang

menunggunya akan merasa senang. 156 At au dengan kat a lain, begit u j uga perasaan yang akan dialami oleh para penghuni surga di akhirat nant i ket ika

mereka menunggu nikmat yang akan dianugerahkan Allah kepada mereka. Bahkan, perasaan mereka j auh melebihi kesenangan yang pernah dirasakan

sewakt u mereka masih di dunia. 157 Mat uridiyyah Bukhara j uga sependapat dengan Asy` ariyyah bahwa

Allah dapat dilihat dengan kasat mat a di akhirat nant i. 158 Harun Nasut ion mengut ip dari al-Bazdawi bahwa Allah dapat dilihat , walaupun t idak

mempunyai bent uk, t idak mengambil t empat dan t ak t erbat as. 159 Mat uridiyyah Samarkand sependapat dengan Asy` ariyyah dan

155 Abu Èasan ` Ali Ibn Ismã’ îl al-Asy` ãri , al-Ibãnat 'an Uéül al -Diyãnah, h. 59-60. 156 Al-Qãçi ‘ Abdul Jabbãr, Syarè al -Uéül al -Khamsah, h. 245. 157 Al-Qãçi ‘ Abdul Jabbãr, Syarè al -Uéül al -Khamsah, h. 245. 158 Abdul Aziz Dahlan, Teol ogi Isl am dan Akidah dalam Isl am, (Padang: IAIN IB

PRESS, 2001), h. 136.

159 Harun Nasut ion, Teol ogi Isl am, h. 140.

Mat uridiyyah Bukhara dalam hal Allah dapat dilihat dengan kasat mat a di akhirat . Abu Manéür al-Mãt urîdi menyat akan bahwa melihat Allah it u merupakan hal yang benar, t et api t idak bisa dij elaskan bagaimana

caranya, 160 karena hal it u merupakan bagian dari sit uasi hari kiamat yang cara dan keadaannya hanya diket ahui oleh Al lah sendiri. 161

Ayat 22-23 surat al-Qiyãmah dipahami oleh al-Mãt urîdi, bahwa waj ah-waj ah bukan menunggu, t et api melihat dengan mat a kepala kepada Allah. Pendapat it u berdasarkan argumen-argumen berikut :

a. Akhirat bukanlah wakt u menunggu. Wakt u menunggu adalah di dunia, t empat t erj adi dan adanya perist iwa.

b. Akhirat t empat unt uk menerima balasan.

c. Huruf j ar il a bila dihubungkan dengan kat a al -naìr bukan art inya menunggu, t et api melihat at au memandang.

d. Melihat kepada yang indah merupakan kenikmat an yang besar, t et api j ika hanya menunggu bukan merupakan nikmat yang besar. Oleh karena it u, art i ayat t ersebut mest ilah melihat Allah dengan mat a kepala sendiri. 162

Namun demikian, pendapat Muhammad Quraish ini berbeda dengan pendapat dari aliran Mu't azilah, karena ayat ini diart ikan oleh mereka

dengan menunggu at au menant i rahmat dan nikmat Allah. 163 Menurut aliran ini, Allah swt . t idak dapat dilihat baik di dunia maupun di akhirat . Karena

kat a naìirah t idak dapat disinonimkan dengan al -ru` yah (melihat ) sebab orang-orang Arab t idak menggunakan lafal it u dengan art i melihat , t et api

160 Abu Manéür Muèammad Ibn Muèammad Ibn Maèmüd al-Mãt urîdî, Kit ãb al-Tauèîd, h. 77. Lihat j uga Abdul Aziz Dahlan, Teologi Islam dan Akidah dalam Isl am, (Padang: IAIN IB

PRESS, 2001), h. 133.

Muèammad Abu Zahrah, Tãri kh al -Maìãhib al -Isl ãmiyyah, vol. I, h. 208. 162 Abu Manéür Muèammad Ibn Muèammad Ibn Maèmüd al-Mãt urîdî, Kit ãb al-Tauèîd, h.

79. 163 Al-Qãçi ‘ Abdul Jabbãr, Syarè al -Uéül al -Khamsah, h. 244.

dengan art i yang lain. Misalnya, هرأ ﻢﻠﻓ ل ﻼﻟا ت ﺮﻈﻧ (aku menunggu / menant i bulan, t et api t idak melihat nya). Di samping it u, mereka j uga t elah menggunakan kat a ru` yah unt uk art i kesudahan dari al -naìr (memandang).

Misalnya, mereka mengat akan, “ ﺖأر ﻰﺘﺣ ت ﺮﻈﻧ “ yang berart i aku memandang hingga aku melihat . Kalau al -naìr dan al -ru` yah it u sinonim dan sama-sama berart i melihat , t ent u art i ucapan mereka it u menj adi “ aku melihat hingga aku melihat ” . Kalimat yang sepert i it u bukanlah kalimat yang efekt if, melainkan kalimah mubazir karena apa yang t elah disebut kan

sebelumnya, disebut kan lagi dalam kalimat yang sama. 164

3. Kalam Allah (Al-Qur` an) Pembicaraan para t eolog Islam di sekit ar persoalan kalam Allah at au

al-Qur` an t elah melahirkan beberapa pendapat . Kaum Asy'ariyyah berpendapat bahwa al-Qur` an it u qadim, bert olak dari pemikiran bahwa al- Qur` an it u adalah kalam Allah. Oleh karena kalam Allah merupakan sifat - Nya, sement ara sifat -Nya qadim, maka al-Qur` an mest ilah qadim, t idak dicipt akan. Asy'ari sendiri berpegang t eguh pada pernyat aan bahwa al- Qur` an bukan makhluk. Sebab, segala sesuat u, menurut nya, baru t ercipt a set elah Allah berf irman kun (j adilah), maka segala sesuat u it u t erj adi ( f ayakun). Kalau al-Qur` an it u makhluk, maka ia j uga menj adi obyek f irman Allah 165 kun f ayakün.

Ayat -ayat al-Qur` an yang diruj uk oleh al-Asy'ari unt uk mendukung pendapat nya bahwa al -Qur` an adalah qadim dan bukan makhluk ant ara lain surat surat al-A` rãf [ 7] : 54, al-Naèl [ 16] : 40, al-Kahfi [ 18] : 109 dan al- Raèmãn [ 55] : 1-3: 166

164 Al-Qãçi ‘ Abdul Jabbãr , Syarè al -Uéül al -Khamsah, h. 242-243. 165 Abu Èasan ` Ali Ibn Ismã’ îl al-Asy` ãri, al -Ibãnat 'an Uéül al -Diyãnah, h. 73. lihat

j uga Al-Qadhi Abdul Jabbãr, Syarè al -Uéül al -Khamsah, h. 531. 166 Abu Èasan ` Ali Ibn Ismã’ îl al-Asy` ãri, al -Ibãnat 'an Uéül al -Diyãnah, h. 72-77.

3 DF { $ # u r , ø= s ł : $ # ª & s! wr & 3 167 ( 54 : فا ﺮﻋﻻا ) ˙˛˝¨

!#s˛) >

y·ˇ9 $uZ 9 q s% $yJflR˛) ‘ . … m s9 t Aq )flR br& m»tR

u r&

( 40 : ﻞﺤﻨﻟا ) ˙˝ ¨ ªbq 3u sø ª st 7 ł 9 $ # t b %x . q'9 @Ł %

˛n1u ˇ M » y J ˛ = s3 ˇ j 9 #Y #y ˇB

br& @ 7 s% ª

st 6ł 9 $ # y ˇ u Z s9

q s9 u r ˛n1u

M»yJ˛=x. y x Z s? #Y y tB ˇ&˛# Wˇ J ˛ / $uZ ¥¯_

( 109 : ﻒﻜﻟا ) ˙˚ ¨ z Nfl = t ˙˚¨ ‘»oHq§9$#

Yn=y{ ˙¸¨ tb#u

( 3 - 1 : ﻦﻤﺣﺮﻟا ) ˙ ¨ z ‘ » | ¡ SM } $ #

Menurut al-Asy'ari surat al-A` rãf [ 7] : 54 di at as, apa saj a yang Dia cipt akan, t ermasuk dalam wewenang pencipt aan-Nya, sebab sebuah kalimat yang laf aznya ` am (umum), maka makna hakikat nya j uga ` am. Kit a t idak boleh melenyapkan makna hakikinya t anpa argumen. Oleh karena Allah swt . berf irman: “ Hanya bagi Allah hak memerint ah” , maka hal it u t elah mencakup seluruh makhluk, sedangkan dalam f irman-Nya: “ Dan memerint ah” , Dia menyebut kan hal yang bukan makhluk. Hal ini

menunj ukkan bahwa perint ah Allah it u bukan makhluk. 171 Allah berf irman dalam surat al-Baqarah [ 2] : 98:

tª t b %x . ‘tB ˇ&˛#

! #xr

ur ˇ m ˇ Gx 6˝ · fl » n = t B u r

¨ @8 s3 ˇBur @˛

9¯_ur

167 Ingat lah, mencipt akan dan memerint ah hanyalah hak Allah. (Q. S. al-A` rãf [ 7]: 54).

168 Sesungguhnya perkat aan Kami t erhadap sesuat u apabila Kami menghendakinya, Kami hanya mengat akan kepadanya: Kun (j adilah), maka j adilah ia. (Q. S. al-Naèl [ 16]: 40)

Kat akanlah: Sekiranya laut an menj adi t int a unt uk (menulis) kalimat -kalimat Tuhanku, sungguh habislah laut an it u sebelum habis (dit ulis) kalimat -kalimat Tuhanku, meskipun Kami dat angkan t ambahan sebanyak it u (pula)". (Q.S. al-Kahf i [ 18] : 109).

Tuhan Yang Maha pemurah,Yang t elah mengaj arkan al-Quran. Dia mencipt akan manusia. (Q.S. al-Raèmãn [ 55]: 1-3).

Abu Èasan ` Ali Ibn Ismã’ îl al-Asy` ãrî, al -Ibãnat 'an Uéül al -Diyãnah, h. 92.

172 Barang siapa yang menj adi musuh Allah, malaikat -malaikat -Nya, rasul-rasul-Nya,

Berbeda dengan ayat sebelumnya, dal am ayat ini t erdapat pengkhususan. Pada ayat ini Allah menyebut kan diri-Nya, para malaikat - Nya, kemudian secara khusus menyebut kan Jibril dan Mikail, padahal

keduanya adalah malaikat . Sement ara, dalam firman-Nya: “ Hanya bagi Allah hak mencipt akan dan memerint ah” t idak t erdapat

t akhsis (pengkhususan). Maka, ayat t ersebut mencakup seluruh makhluk (cipt aan- Nya). Posisi “ al -amru” (memerint ah) berbeda dengan “ al -khal qu” (mencipt akan). Amrul l ah (perint ah Allah) adalah kalam-Nya. Hal ini mengant arkan pada kesimpulan bahwa kalam Allah bukan makhluk. Hal ini

j uga diisyarat kan dalam surat al-Rüm [ 30] : 4:

. ‘ˇBur ª @ 6s% ‘ˇB ª łBF{$# ‹! 3

( 4 : مو ﺮﻟا ) ˙˝¨ 4 Łt/

Maksud ayat ini adalah “ sebelum Dia mencipt akan makhluk dan sesudahnya” . Ayat ini menunj ukkan bahwa “ al -amru” bukan makhluk. Lebih j elasnya dalam surat al-A’ rãf [ 7] : 54 di at as kat a al -khal q (mencipt a) dan al -amru (memerint ah) dipisah dengan wau ` at haf (penghubung) yang berant i dan. Pemisahan kedua kat a it u memberikan pengerit an kepada kit a bahwa mencipt a dan memerint ah it u t idak sama. Dengan demikian, perint ah, f irman at au kalam Allah bukan makhluk. 174

Kemudian al-Asy'ari menj elaskan surat al-Naèl [ 16]: 40 bahwa Allah t elah mencipt akan sesuat u dengan firman-Nya “ kun” (j adilah). Jika kalam Allah it u makhluk, kat a kun t ent u baru, sebab kat a t ersebut t idak akan t erwuj ud kalau t idak didahul ui oleh kat a kun yang lain. Kat a kun yang lain pun t idak akan t erwuj ud, kecuali j ika didahului oleh kat a kun yang lain lagi. Begit ulah set erusnya, t anpa hent i-hent inya. Dengan demikian, kat a-kat a kun yang t asal sul (berant ai, t anpa kesudahan) akan t erj adi. Oleh karena

Jibril dan Mikail. (QS. al-Baqarah [ 2] : 98)

Bagi Allah-lah urusan sebelum dan sesudah. (Q.S. al-Rüm [ 30]: 4).

174 Abu Èasan ` Ali Ibn Ismã’ îl al-Asy` ãrî, al -Ibãnat 'an Uéül al -Diyãnah, h. 72.

kat a-kat a kun yang t erus menerus it u must ahil t erj adi, berart i kalam Allah it u bukan makhluk. 175 Di samping it u, kat a al-Asy'ari kalau al-Qur` an it u

dikat akan makhluk, asma (nama-nama) Allah yang t erdapat didalamnya j uga makhluk. Kalau nama-nama Allah makhluk, sifat kemahaesaan-Nya j uga makhluk. Padahal, yang demikian it u must ahil t erj adi. 176

Ayat 109 surat al-Kahfi dipahami oleh al-Asy'ari bahwa sekalipun semua laut an dij adikan t int a unt uk menuliskan kalimat -kalimat Allah, niscaya semua air laut t ersebut akan habis, sement ara kalimat Allah t idak akan habis t ert ulis, sebagaimana t idak habis-habisnya ilmu Allah. Karena

bila kalimat -kalimat Allah it u habis dit ulis berart i kal am Al l ah akan habis, Allah akan diam, dan ini adalah must ahil. 177

Selanj ut nya, al-Asy'ari mengat akan bahwa surat al-Raèmãn [ 55] : 1-3 di at as memberikan pengert ian kepada kit a bahwa 'al l ama (mengaj arkan)

dan khal aqa (mencipt akan) t idak sama. Dengan demikian, al-Qur` an it u bukan makhluk sebab j ika makhluk, f irman Allah t ersebut t idak lagi, “ al - Raèmãn ` al l ama al -Qur ` ãn wa khal aqa al -insãn” , t et api, “ al -Raèmãn

khal aqa al -Qur ` ãn wa khal aqa al -insãn” . 178 Kaum Mat uridiyyah Bukhara dan Mat uridiyyah Samarkand sependapat

dengan Asy'ariyyah bahwa kalam Allah bukan makhluk. Mereka berpendapat demikian karena kalam adalah sifat yang ada pada zat Allah dan dengan sifat it ulah Allah berbicara sesuai dengan kehendak dan kekuasaan-Nya. Oleh karena sifat yang ada pada zat Allah it u bukan makhluk, kalam Allah

it upun bukan makhluk yang t erpisah dari zat -Nya. 179 Kalam Allah, menurut Mat uridiyyah Samarkand adalah makna yang

175 Abu Èasan ` Ali Ibn Ismã’ îl al-Asy` ãrî, al -Ibãnat 'an Uéül al-Diyãnah, h. 73-74. 176 Abu Èasan ` Ali Ibn Ismã’ îl al-Asy` ãrî, al -Ibãnat 'an Uéül al-Diyãnah, h. 86. 177 Abu Èasan ` Ali Ibn Ismã’ îl al-Asy` ãrî, al -Ibãnat 'an Uéül al-Diyãnah, h. 86. 178 Abu Èasan ` Ali Ibn Ismã’ îl al-Asy` ãrî, al -Ibãnat 'an Uéül al-Diyãnah , h. 85. 179 Al-Thiyyib bin ` Umar al-Jakni, Al -Aqîdah al -Salãf iyyah wa Radd ` al a al -

Munhari f în minhã, (Beirut : al-Makt ab al-Islãmi, 1999), h. 98.

berdiri di at as zat Allah, kalam merupakan salah sat u sifat yang menyat u dengan zat -Nya, ia kekal bersama kekal-Nya zat yang Maha Tinggi, t idak

t ersusun dari huruf-huruf dan kalimat -kalimat . 180 Karena huruf dan kalimat adalah dicipt akan dan t idak berdiri sendiri di at as zat Tuhan yang waj ib

wuj ud. Sedangkan al-Qur` an yang t erdiri dari huruf-huruf dan kalimat - kalimat yang bisa dibaca adalah baru dan sebagai t anda at as makna abst rak yang qadim t ersebut .

Menurut Mat uridiyyah Bukhara, sebagaiman yang dij elaskan oleh al- Bazdawi, kalam Allah (al-Qur` an) adalah sesuat u yang berdiri sendiri di

at as zat -Nya, sedangkan yang t ersusun dalam bent uk huruf, kalimat dan surat bukanlah kalam Allah secara hakiki, t et api dinamakan al-Qur` an at au kit abullah. Adapun penamaannya dengan kalam Allah adalah dalam art i kiasan, karena ia sebagai t anda at as adanya kalam naf si. 181 Jadi al-Bazdawi lebih cenderung menggunakan ist ilah kalam Allah pada makna abst rak yang berdiri at as zat Allah yang t idak berhuruf dan bersuara, sedangkan kalam yang t erdiri dari huruf dan suara yang bisa dibaca dinamakannya al-Qur` an at au kit abullah.

Sedangkan aliran Mu` t azilah mengat akan bahwa kalam Allah bukanlah sifat t et api perbuat an Tuhan. Dengan demikian al-Qur` an bukanlah bersif at kekal, t et api bersif at baru dan dicipt akan Tuhan. Al- Qur` an j uga t ersusun dari bagian-bagian berupa huruf-huruf , kat a-kat a, ayat -ayat dan surat -surat , huruf yang sat u mendahului yang lain, ayat yang sat u mendahului ayat yang lain dan surat yang sat u mendahului yang lain. Sepert i huruf hamzah dalam kalimat al-hamdulillah, mendahului huruf lam dan huruf lam mendahul ui huruf ha. Adanya pada sesuat u, sifat t erdahulu

Muèammad Abu Zahrah , Maíahib al -Isl ãmiyyah, (Maéri: Mat ba` at al- Namüíaj iyyah, t . t h), vol 1. h. 207. 181 Abu Yusr Muèammad Al-Bazdawi, Kit ãb Ushüluddin, (Ed.) Hasn Pet er Linss,

(Qãhirah: Isa al-Bãbi al-Èalabi, 1963), h. 61.

dan sifat dat ang kemudian, membuat sesuat u it u t idak bersifat qadim, yait u t ak bermula, karena qadim t ak didahului oleh apapun. 182 Unt uk memperkuat

pendapat nya t ersebut , Mu` t azilah j uga meruj uk kepada beberapa ayat , yait u surat al-Hij r [ 15] : 9, Hüd [11]: 1, al-Zumar [ 39] : 23:

t ł. ˇ e %! $ # $uZł9¤ tR ‘ ł t wU $flR˛) : ﺮﺠﺤﻟا ) ˙

¨ tbq

»ptm: … m s9 $flR˛)ur

( 9 MyJ¯3mØ& º = » t Gˇ . 4 !9# ‘ˇB Mn=¯_`Łø §NŁ O …m G» t #u

( 1 : د ﻮª ) ˙˚¨ A ˛7yz AO ¯ 3 y m b $'!

ˇ] ˇ ptł:$# z‘|¡ mr& t A¤ tR “!$# u ˛ T $ sW¤ B $ Y g ˛ 6» t – t F B $ Y 6» t Gˇ .

Adapun dalam memberikan int erpret asi pada surat al-Èij r [ 15]: 9, menurut Abdul Jabbãr ayat ini menunj ukkan deklarasi Allah, bahwa Allah- lah yang menurunkan al-Qur` an. Menurunkan berart i memindahkan dari sat u t empat ket empat yang lain yang lebih rendah. Oleh karena set iap yang berpindah-pindah it u baru, berart i al-Qur` an j uga adalah baru at au makhluk. Apa lagi ayat ini dilanj ut kan dengan pernyat aan Tuhan wa i nnã l ahu l ahãf iìün (dan sesungguhnya Kami benar-benar baginya adalah para Pemelihara), berart i al-Qur` an it u baru. Sebab bila al-Qur` an it u qadim

t ent ulah kit ab suci it u t idak memerlukan pemeliharaan. 186 Pada surat Hüd [ 11] : 1, Allah menj elaskan bahwa al-Qur` an it u t erdiri dari ayat -ayat yang

t ersusun dengan rapi. Oleh karena set iap yang berbagi dan t ersusun rapi it u

182 Al-Qãçi ‘ Abdul Jabbãr, Syarè al -Uéül al -Khamsah, h. 531. 183 Sesungguhnya Kami yang menurunkan al-Dzikr, dan sesungguhnya Kami benar-

benar baginya adalah para Pemelihara (QS. al-Hij r [15]: 9).

Alif laam raa, (inilah) suat u kit ab yang ayat -ayat -Nya disusun dengan rapi sert a dij elaskan secara t erperinci, yang dit urunkan dari sisi (Allah) yang Maha Bij aksana lagi Maha t ahu (QS. Hüd [ 11]: 1).

Allah t elah menurunkan perkat aan yang paling baik (yait u) al-Quran yang serupa (mut u ayat -ayat nya) lagi berulang-ulang (QS. al-Zumar [ 39]: 23)

Al-Qãçi ‘ Abdul Jabbãr , Syarè al -Uéül al -Khamsah, h. 532. Lihat j uga Muèammad Yüsuf Müsã, al -Qur` an wa al -Fal saf ah, (Kairo: Dar al-Maarif , 1996), h. 90.

bahwa al-Qur` an merupakan sebaik-baik berit a, dan j uga dikat akan sebagai kit ab yang t ert ulis, serupa sebagiannya dengan sebagian yang lain dari segi i` j ãz dan dal ãl ahnya, sert a diulang-ulang. Sifat -sif at t ersebut merupakan sifat baru t idak bersifat kekal. 188

Ayat - ayat yang dij adikan dasar oleh aliran Asy` ariyyah dan Mu` t azilah dalam mempert ahankan pendapat mereka, t ernyat a t idak dipahami oleh Muhammad Quraish Shihab sebagaimana yang dipahami

mereka. Ayat 54 surat al-A’ rãf yang dij adikan dasar oleh Asy` ari bahwa “ hanya bagi Al l ah hak memerint ah” , maka hal it u t elah mencakup seluruh makhluk, sedangkan dalam f irman-Nya: “ dan memerint ah” , Dia menyebut kan hal yang bukan makhluk. Hal ini menunj ukkan bahwa perint ah Allah it u bukan makhluk. Ini mengandung art i bahwa perint ah Tuhan bukanlah cipt aan Tuhan, dan karena bukan cipt aan berart i al-Qur` an qadim (kekal), t idak dij elaskan oleh Muhammad Quraish Shihab sepert i it u.

Menurut Muhammad Quraish Shihab surat al-A’ rãf [ 7] : 54: و ﻖﻠﺨﻟا ﻻأ ﻟ ﷲ ﺮﻣﻻا (Ingat lah! Mencipt akan dan memerint ah hanyalah hak Allah) di at as menj elaskan bahwa Allah yang menundukkan semua isi alam raya unt uk

dimanfaat kan

manusia yang menundukkannya, dan dengan demikian, manusia t idak boleh merasa angkuh t erhadap alam, t et api hendaknya bersahabat dengannya sambil mensyukuri Allah dengan j alan mengikut i semua t unt unan-Nya, baik yang berkait an dengan alam raya, maupun diri manusia sendiri. Karena it u, Islam t idak mengenal ist ilah penundukan alam, apalagi ist ilah t ersebut memberi

187 Al-Qãçi ‘ Abdul Jabbãr , Syarè al -Uéül al -Khamsah, h. 532. 188 Al-Qãçi ‘ Abdul Jabbãr , Syarè al -Uéül al -Khamsah, h. 532.

kesan permusuhan dan penindasan. 189 Set elah it u M. Quraish Shihab t idak lagi menganalisis pemisahan kat a al -khal qu dan al -amru dengan hurup wau,

baik sepert i yang dilakukan oleh al-Asy'ariyyah maupun Mu` t azilah. Selanj ut nya surat al-Naèl [ 16] : 40 yang dij adikan argumen oleh Asy` ari bahwa al-Qur` an adalah qadîm (kekal), sebab segala sesuat u t ercipt a dengan kat a “ kun” . Kalau kalam Allah t idak qadim t ent u kat a “ kun” ini memerlukan kat a “ kun” yang lain. Begit ulah set erusnya sehingga t erj adi rent et an kat a “ kun” t anpa hent i-hent inya. Dengan demikian, kat a- kat a kun yang t asal sul (berant ai, t anpa kesudahan) akan t erj adi. Oleh

karena kat a-kat a kun yang t erus menerus it u must ahil t erj adi, berart i kalam Allah it u bukan makhluk.

Ayat ini t idak j uga dipahami oleh Muhammad Quraish Shihab sepert i it u. Menurut Muhammad Quraish Shihab maksud ayat ini adalah bahwa

kuasa Allah dan bet apa mudahnya kebangkit an set elah kemat ian dan lain- lain yang dikehendaki-Nya t erlaksana. Bet apa t idak, padahal sesungguhnya perkat aan Kami t erhadap sesuat u apabil a Kami menghendakinya, Kami

hanya mengat akan kepadanya: Kun (j adilah), maka j adil ah ia. 190 Muhammad Quraish Shihab menj elaskan, kat a ( ﻦﻛ ) kun / j adil ah

dalam ayat ini digunakan unt uk menggambarkan bet apa mudah Allah swt . mencipt akan dan mewuj udkan sesuat u dan bet apa cepat t ercipt anya sesuat u bila Dia kehendaki. Cepat dan mudahnya it u, diibarat kan dengan mengucapkannya, karena Dia t idak memerlukan suat u apa pun unt uk

mewuj udkan apa yang dikehendaki-Nya. 191 Lebih lanj ut Muhammad Quraish Shihab menj elaskan, bahwa kat a kun hanya melukiskan kepada manusia

bet apa Allah t idak membut uhkan sesuat u unt uk mewuj udkan kehendak-Nya dan bet apa cepat sesuat u dapat Dia wuj udkan, sama bahkan lebih cepat –

189 Muhammad Quraish Shihab, Taf sir al -Mishbãh, vol. 5, h. 121. 190 Muhammad Quraish Shihab, Taf sir al -Mishbãh, vol. 7, h. 228. 191 Muhammad Quraish Shihab, Taf sir al -Mishbãh, vol. 7, h. 228.

j ika Dia menghendaki – dari masa yang digunakan manusia mengucapkan kat a 192 kun.

Surat al-Kahf i [ 18] : 109 yang j uga dij adikan dalil oleh Asy` ariyyah unt uk menunj ukkan al-Qur` an qadîm, j uga t idak dipahami oleh Muhammad Quraish Shihab sepert i it u. Tet api dalam penj elasannya t erhadap surat al- Kahfi [ 18] : 109, Muhammad Quraish Shihab mengat akan bahwa set elah selesainya j awaban semua pert anyaan yang diaj ukan kaum musyrikin, maka boleh j adi ada yang berkat a, “ Mengapa t erdapat sekian hal yang t idak diuraikan-Nya?” 193 Oleh sebab it u, lanj ut Muhammad Quraish Shihab, ayat

ini menj awab bahwa j awaban yang diberikan hanyalah yang dapat menj adi pelaj aran buat manusia. Kalau segala sesuat u – yang kecil dan besat – akan dikemukakan, maka it u akan sangat panj ang dan t idak sesuai dengan kemaslahat an manusia. Bet apa t idak akan panj ang, padahal ilmu Allah meliput i segala sesuat u, kecil dan besar, lahir dan bat in. Kat akanl ah wahai Nabi Muhammad kepada kaum musyrikin it u, “ Kal au sekiranya air l aut menj adi t int a unt uk menulis kal imat -kal imat Tuhanku, maka aku bersumpah sungguh habisl ah l aut it u sebel um habis dit ulis kal imat -kal imat Tuhanku, meskipun Kami dat angkan t ambahan sebanyak it u pul a laut unt uk

menulisnya, kalimat -kalimat it u pun t idak akan habis” . 194 Ayat 1-3 surat al-Raèmãn yang j uga dij adikan dalil oleh Asy` ariyyah

unt uk menunj ukkan al-Qur` an adalah qadim, j uga t idak j uga dipahami oleh Muhammad Quraish Shihab sepert i it u. Tet api Muhammad Quraish Shihab mengat akan bahwa set elah menyebut rahmat -Nya secara umum, disebut kan rahmat dan nikmat -Nya dari sifat -Nya kepada hamba-hamba-Nya agar

192 Muhammad Quraish Shihab, Taf sir al -Mishbãh, vol. 7, h. 228. 193 Muhammad Quraish Shihab, Taf sir al -Mishbãh, vol. 8, h. 140. 194 Muhammad Quraish Shihab, Taf sir al -Mishbãh, vol. 8, h. 140.

mereka meneladani-Nya dengan mengat akan: Dial ah yang t el ah mengaj arkan al -Qur ` an kepada siapa saj a yang Dia kehendaki. 195

Selanj ut nya Muhammad Quraish Shihab menj elaskan bahwa obj ek dari kat a ( ﻢّ ﻠﻋ ) ' al l ama pada surat al-Raèmãn t ersebut bisa j adi bukan hanya manusia semat a, menurut nya, pat ron kat a ( ﻢ ّﻠ ﻋ )` al l ama/ mengaj arkan memerlukan dua obj ek. Ada yang mengat akan bahwa obj eknya adalah kat a ( ن ﺎﺴﻧ ﻻا ) al -insãn/ manusia yang diisyarat kan oleh ayat berikut . Ëabãt habã` i menambahkan bahwa j in j uga t ermasuk, karena surat ini dit uj ukan kepada manusia dan j in. 196 Oleh sebab it ulah, demikian Muhammad Quraish Shihab,

bisa saj a obj eknya mencakup selain kedua j enis t ersebut . Malaikat Jibril yang menerima dari Allah wahyu-wahyu al-Qur` an unt uk disampaikan kepada Rasul saw. , t ermasuk j uga yang diaj ar-Nya, karena bagaimana mungkin malaikat it u dapat menyampaikan – bahkan mengaj arkannya kepada Nabi Muhammad saw. 197 sebagaimana dinyat akan dalam Q. S. an- Naj m [ 53] : 5. 198

Bagaimana mungkin malaikat Jibril mampu mengaj arkan f irman Allah it u kepada Nabi Muhammad saw. kalau malaikat it u sendiri t idak memperoleh pengaj aran dari Allah swt . Di sisi lain, t idak disebut kannya obj ek kedua dari kat a t ersebut , mengisyarat kan bahwa ia bersifat umum

dan mencakup segala sesuat u yang dapat dij angkau oleh pengaj aran-Nya. 199 Al-Qur` an adalah firman-f irman Allah yang disampaikan oleh

malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad saw. dengan laf al dan maknanya yang beribadah siapa yang membacanya, dan menj adi bukt i kebenaran mukj izat Nabi Muhammad saw. Kat a ( نأ ﺮﻘﻟا ) al -Qur ` an dapat dipahami

195 Muhammad Quraish Shihab, Taf sir al -Mishbãh, vol. 13, h. 493. 196 Muhammad Quraish Shihab, Taf sir al -Mishbãh, vol. 13, h. 494. 197 Muhammad Quraish Shihab, Taf sir al -Mishbãh, vol. 13, h. 494. 198

(Yang diaj arkan kepadanya oleh (Jibril) yang sangat kuat ) .

3 uq )ł9$#

x ' … m u H' > t ª

199 Muhammad Quraish Shihab, Taf sir al -Mishbãh, vol. 13, h. 494.

sebagai keseluruhan ayat -ayat nya yang enam ribu lebih it u, dan dapat j uga digunakan unt uk menunj uk walau sat u ayat saj a at au bagian dari sat u

ayat . 200 Allah al-Raèmãn yang mengaj arkan al-Qur` an it u Dial ah yang mencipt akan manusia makhluk yang paling membut uhkan t unt unan-Nya,

sekaligus yang paling berpot ensi memanfaat kan t unt unan it u dan mengaj arnya ekpresi yakni kemampuan menj elaskan apa yang ada dalam benaknya, dengan berbagai cara ut amanya adalah bercakap dengan baik

dan benar. 201 Muhammad Quraish Shihab menambahkan penj elasannya di at as

dengan art ikulasi yang logis dan sangat gamblang, menurut nya: Kit a t idak perlu menyat akan bahwa pengaj aran Allah melalui ilham-

Nya it u adalah pengaj aran bahasa. Ia adalah pencipt aan pot ensi pada diri manusia dengan j alan menj adikannya t idak dapat hidup sendiri,

at au dengan kat a lain mencipt akannya sebagai makhluk sosial. It ulah yang mendorong manusia unt uk saling berhubungan, dan ini pada gilirannya melahirkan aneka suara yang disepakat i bersama maknanya oleh sat u komunit as, dan aneka suara it ulah yang merupakan bahasa mereka. Memang kat a ( ﻢّ ﻠﻋ ) 'al l ama / mengaj ar t idak selalu dalam bent uk mendikt ekan sesuat u at au menyampaikan suat u kat a j uga ide, t et api dapat j uga dalam art i mengasah pot ensi yang dimiliki pesert a didik sehingga pada akhirnya pot ensi it u t erasah dan dapat

melahirkan aneka penget ahuan. 202

Sebaliknya, ayat -ayat al-Qur` an yang dij adikan oleh Mu` t azilah unt uk mendukung pendapat mereka bahwa al-Qur` an it u makhluk (dicipt akan) bert olak dari pandangan bahwa al-Qur` an t ersusun dari kat a-kat a. Sebagai susunan kat a-kat a ia adalah dicipt akan dan t idak kekal. Juga t idak dipahami oleh Muhammad Quraish Shihab sebagaimana yang dipahami oleh mereka.

Sebagaimana sikapnya dalam menanggapi ayat -ayat yang t elah dij adikan dasar argumen Asy'ariyyah, Muhammad Quraish Shihab j uga t idak

200 Muhammad Quraish Shihab, Taf sir al -Mishbãh, vol. 13, h. 496. 201 Muhammad Quraish Shihab, Taf sir al -Mishbãh, vol. 13, h. 496. 202 Muhammad Quraish Shihab, Taf sir al -Mishbãh, vol. 13, h. 496.

pernah menyebut ayat -ayat yang menj adi dasar argumen Mu` t azilah menj adi argumennya unt uk membukt ikan bahwa al-Qur` an it u makhluk.

Surat al-Èij r [ 15] : 9 yang dipahami oleh Mu` t azilah bahwa al-Qur` an dipelihara oleh Tuhan, set iap yang memerlukan pemeliharaan berart i baru, bukan qadim. Ayat di at as t idak dij elaskan oleh Muhammad Quraish Shihab sepert i it u, t et api sebagai bant ahan at as ucapan orang-orang kafir yang meragukan sumber dat angnya al-Qur` an. Karena it u ia dikuat kan dengan kat a sesungguhnya dengan menggunakan kat a Kami, yakni Allah swt . yang memerint ahkan malaikat Jibril as. Sehingga dengan demikian Kami

menurunkan al -Íikr , yakni al-Qur` an yang kamu ragukan it u, dan sesungguhnya Kami j uga bersama semua kaum muslimin benar-benar baginya, yakni bagi al-Qur` an adal ah yang akan menj adi para Pemel ihara ot ent isit as dan kekekalannya. 203

Ayat ini dapat merupakan dorongan kepada orang-orang kaf ir unt uk mempercayai al-Qur` an sekaligus memut us harapan mereka unt uk dapat mempert ahankan keyakinan sesat mereka. Bet apa t idak, al-Qur` an dan nilai-nilainya t idak akan punah t et api akan bert ahan. It u berart i bahwa kepercayaan yang bert ent angann dengannya, pada akhirnya – cepat at au lambat - past i akan dikalahkan oleh aj aran al-Qur` an. Dengan demikian, t idak ada gunanya mereka memeranginya dan t idak berguna pula

mempert ahankan kesesat an mereka. 204 Kemudian Muhammad Quraish Shihab menambahkan bahwa bent uk

j amak yang digunakan ayat ini yang menunj uk Allah swt . , baik pada kat a ( ﺎ ﻨ ﻟ ّﺰ ﻧ ﻦﺤﻧ ) naènu nazzal nã/ Kami menurunkan maupun dalam hal pemel iharaan al-Qur` an, mengisyarat kan adanya ket erlibat an selain Allah

203 Muhammad Quraish Shihab, Taf sir al -Mishbãh, vol. 7, h. 95. 204 Muhammad Quraish Shihab, Taf sir al -Mishbãh, vol. 7, h. 95.

swt ., yakni malaikat Jibril as. , dalam menurunkannya dan kaum muslimin dalam pemeliharaannya. 205

Kaum muslimin j uga ikut memelihara ot ent ist as al-Qur` an dengan banyak cara. Baik dengan menghaf alnya, menulis dan membukukannya, merekamnya dalam berbagai alat sepert i piringan hit am, kaset , CD dan lain- lain. Ini di samping memelihara makna-makna yang dikandungnya. Karena it u bila ada yang salah dalam menafsirkan maknanya – kesalahan yang t idak dapat dit oleransi – at au keliru dalam membacanya, maka akan t ampil sekian banyak orang yang meluruskan kesalahan dan kekeliruan it u. Apa yang

dilakukan manusia it u, t idak t erlepas dari t aufik dan bant uan Allah swt . guna pemeliharaan kit ab suci umat Islam it u.

Sej ak dahulu hingga kini-bahkan anak-anak sebelum dewasa-t elah mampu menghapal keseluruhan ayat -ayat al -Qur` an, bahkan sekian banyak

di ant ara mereka yang menghapalnya adalah orang-orang yang t idak memahami art inya. Bahkan t idak j arang mereka yang berhasil meraih j uara dalam musabaqah-musabaqah t ilawat il Qur` an pada t ingkat int ernasional adalah pemuda-pemuda yang bahasa ibunya bukan bahasa al-Qur` an .

Selanj ut nya Muhammad Quraish Shihab menulis: Dari hari ke hari bert ambah j elas bukt i-bukt i kebenaran j anj i

t ersebut , berkat kemaj uan ilmu penget ahuan dan t eknologi yang digunakan dalam pemeliharaannya. Dahulu ket ika t urunnya ayat ini, pernyat aan t ersebut baru merupakan j anj i sebagaiman dipahami dari bent uk kat a ( ن ﻮﻈﻓﺎﺤﻟ ) l aèãf iìün, t et api kini set elah berlal u lebih dari seribu lima rat us t ahun, j anj i it u t elah menj adi kenyat aan walaupun sekian banyak upaya yang dilakukan oleh musuh-musuh Islam unt uk mengubah at au menghapusnya, dan walaupun upaya t ersebut dilaksanakan pada masa-masa umat Islam dalam keadaan lemah dan dij aj ah. Orang-orang Yahudi yang memiliki pengalaman dan keahlian dalam mengubah dan memalsukan kit ab suci, kendat i berhasil memalsukan ribuan hadis-hadis Nabi Muhammad saw., sert a memut arbalikkan sej arah Islam, t et api sedikit pun mereka t idak

205 Muhammad Quraish Shihab, Taf sir al -Mishbãh, vol. 7, h. 95.

berhasil melakukan perubahan t erhadap al-Qur` an. Ini semua adalah bukt i kebenaran j anj i Allh swt . it u. 206

Surat Hüd [ 11] : 1 yang j uga dij adikan dalil ol eh Mu` t azilah bahwa al- Qur` an it u baru, karena keadaan al-Qur` an yang t ersusun dari hurup-hurup sert a t erkumpul dalam t ulisan t idak bisa dikat akan qadîm. Tidak pula dipahami oleh Muhammad Quraish Shihab, f irman-Nya: Al if , Lãm, Rã. Inilah yang t erdiri dari huruf-huruf semacam huruf-huruf it u, yang menghasilkan suat u kit ab yang agung t unt unannya dan yang ayat -ayat nya disusun dengan rapi oleh Allah swt . sendiri t anpa campur t angan makhluk, kemudian

set elah keist imewaannya yang demikian agung dalam kedudukannya sebagai sat u kit ab yang ut uh, 207 lebih lanj ut Muhammad Quraish Shihab

mengat akan, bahwa ia bert ambah ist imewa lagi karena ayat -ayat nya dij el askan secara t erperinci j uga oleh Allah swt . dan oleh Rasul-Nya yang

sej ak semula dit urunkan dari sisi Allah yang Maha Bij aksana l agi Maha Tahu kepadamu, wahai Muhammad. 208

Muhammad Quraish Shihab t idak menyebut ayat ini yang dij adikan dalil oleh Mu` t azilah menj adi argumennya unt uk membukt ikan bahwa al- Qur` an it u makhluk. Ayat 23 surat al-Zumar menurut pemahaman Mu` t azilah menunj ukkan sif at -sif at al-Qur` an yang baru t idak kekal, t idak pula dipahami oleh Muhammad Quraish Shihab sepert i it u. Ayat di at as menurut Muhammad Quraish Shihab menj elaskan t ent ang al-Qur` an sert a dampaknya t erhadap mereka yang t erbuka hat inya.

Selanj ut nya Muhammad Quraish Shihab menambahkan bahwa: Al l ah t el ah menurunkan secara bert ahap sedikit demi sedikit perkat aan yang pal ing baik yait u f irman-f irman-Nya yang t erhimpun dalam kit ab agung yakhi al-Qur` an yang serupa mut u ayat -ayat nya. Kesemuanya mencapai

206 Muhammad Quraish Shihab, Taf sir al -Mishbãh, vol. 7, h. 97. 207 Muhammad Quraish Shihab, Taf sir al -Mishbãh, vol. 6, h. 181. 208 Muhammad Quraish Shihab, Taf sir al -Mishbãh, vol. 6, h. 181.

puncak kesempurnaan l agi berul ang-ul ang sert a beraneka ragam ket erangan-ket erangan yang dipaparkannya. 209 At au dengan kat a lain,

kendat i ia berulang-ulang, namun ia t idak j uga membosankan pendengar dan pembacanya dan dampak yang dihasilkannya pun t idak lunt ur.

Kemudian Muhammad Quraish Shihab menambahkan bahwa kat a ( ﺎﺑﺎﺸﺘﻣ ) mut asyãbihan t erambil dari kat a ( ﺒﺷ ) syabiha yang bermakna serupa. Bila ada sesuat u yang serupa dengan yang lain, maka ia mut asyãbih.

Yang dimaksud di sini adalah keserupaan dalam mut unya, sehingga sangat sulit membedakannya. Adapun kat a (

) maêãniya adalah bent uk j amak

dari kat a ( ﺔﻨﺜﻣ ) maêniyah at au ( ﻲ ّﻨ ﺜ ﻣ ) muêannã yang t erambil dari kat a ( ﻦﻨﺛا ) iênain yakni dua. Dengan demikian kat a t ersebut berart i dua-dua at au

berganda. Maksudnya adalah berulang-ulang. 210 Ayat di at as menggunakan bent uk t unggal ket ika berbicara t ent ang ( ﺎﺑﺎﺘﻛ ) kit ãban. Ini waj ar karena memang al-Qur` an hanya sat u. Tet api ket ika berbicara t ent ang pengulangannya, ia menggunakan bent uk j amak. Ini menunj ukkan bahwa yang dimaksud adalah perincian ayat -ayat kit ab it u.

Dengan demikian, penggunaan bent uk j amak menj adi sangat t epat pula. 211 Penaf siran Muhammad Quraish Shihab t ersebut sama sekali t idak

menyinggung persoalan al-Qur` an it u baru sebagaimana dipahami kaum Mu` t azilah.

Demikianlah pemikiran Muhammad Quraish Shihab t ent ang kalam Tuhan dalam t afsirnya al-Misbah. Dari seluruh penj abaran masalah kalam Tuhan yang t elah dit ulis oleh Muhammad Quraish Shihab di at as, t erlihat bahwa Muhammad Quraish Shihab t idak berpihak pada salah sat u golongan. Ini dapat diket ahui dari penj elasannya ket ika menafsirkan ayat -ayat yang dij adikan dasar oleh set iap aliran sepert i yang t elah dikut ip sebelumnya.

209 Muhammad Quraish Shihab, Taf sir al -Mishbãh, vol. 12, h. 217. 210 Muhammad Quraish Shihab, Taf sir al -Mishbãh, vol. 12, h. 218. 211 Muhammad Quraish Shihab, Taf sir al -Mishbãh, vol. 12, h. 218.