66
yuridis isi perjanjian pada hakekatnya sama yaitu memberikan pinjaman berbentuk uang.
Mengenai pembakuan bentuk draft isi perjanjian kredit, antara bank sendiri belum terdapat kesepakatan. Namun mengenai isi perjanjian kredit seperti
dikemukakan dalam oleh Hasanuddin, pada pokoknya selalu memuat hal-hal berikut:
70
a. Jumlah maksimum kredit yang diberikan oleh bank kepada debiturnya. b. Besarnya bunga kredit dan biaya-biaya lainnya.
c. Jangka waktu pembayaran kredit. d. Ada dua jangka waktu pembayaran yang digunakan, yaitu jangka waktu
angsuran biasanya secara bulanan dan jangka waktu kredit. e. Cara pembayaran kredit.
f. Klausula jatuh tempo
g. Barang jaminan kredit dan kekuasaan yang menyertainya serta persyaratan penilaian jaminan, pembayaran pajak dan asuransi atas barang jaminan.
h. Syarat-syarat lain yang harus dipenuhi oleh debitur, termasuk hak bank untuk melakukan pengawasan dan pembinaan kredit.
i. Biaya akta dan biaya penagihan hutang yang juga harus dibayar debitur
2. Syarat Sahnya Perjanjian
Dalam Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata suatu Perjanjian adalah “suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya
terhadap satu orang lain atau lebih.” Rumusan yang diberikan tersebut hendak memperlihatkan kepada kita semua bahwa suatu perjanjian adalah :
1. Suatu perbuatan. 2. Sekurangnya dua orang.
70
Hasanuddin Rahman, Aspek-aspek Hukum Pemberian Kredit Perbankan di Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1995, hal . 60.
Universitas Sumatera Utara
67
3. Perbuatan tersebut melahirkan perikatan diantara pihak-pihak yang berjanji tersebut.
71
Setelah mengetahui pengertian perjanjian dalam uraian terdahulu, maka satu hal pokok yang harus kita ketahui agar perjanjian itu mempunyai kekuatan mengikat
adalah syarat sahnya perjanjian. Mengenai syarat sahnya perjanjian dapat kita ketemukan dalam Pasal 1320
KUH Perdata, yang menentukan bahwa : Untuk sahnya persetujuan-persetujuan diperlukan empat syarat :
1. sepakat mereka yang mengikatkan dirinya ; 2. kecakapan untuk membuat suatu perikatan ;
3. suatu hal tertentu ; 4. suatu sebab yang halal.
72
Dua syarat yang pertama, dinamakan syarat-syarat subyektif, karena mengenai orang-orangnya atau subyeknya yang mengadakan perjanjian, sedangkan dua syarat
yang terakhir dinamakan syarat-syarat obyektif karena mengenai perjanjiannya sendiri atau obyek dari perbuatan hukum yang dilakukan itu.
Dalam hal ini harus dapat dibedakan antara syarat subyektif dengan syarat obyektif. Dalam hal syarat obyektif, kalau syarat itu tidak terpenuhi, perjanjian itu
batal demi hukum. Artinya : Dari semula tidak pernah dilahirkan suatu perjanjian dan
71
Kartini Muljadi, et.al., Seri Hukum Perikatan Perikatan Yang Lahir dari Perjanjian, Op. Cit., hal. 7.
72
Soedharyo Soimin, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Sinar Grafika, Jakarta, 2008, hal.329.
Universitas Sumatera Utara
68
tidak pernah ada suatu perikatan. Tujuan para pihak yang mengadakan perjanjian tersebut untuk melahirkan suatu perikatan hukum, adalah gagal. Dengan demikian,
maka tiada dasar untuk saling menuntut di depan hakim. Dalam bahasa Inggris dikatakan bahwa perjanjian yang demikian itu null and void.
Untuk mengetahui lebih jauh dari keempat persyaratan tersebut, akan diuraikan satu per satu seperti di bawah ini :
1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya. Dengan hanya disebutkan “sepakat” begitu saja, tanpa dituntut adanya suatu
bentuk formalis tertentu, dapatlah ditarik suatu kesimpulan bahwa dengan telah dicapainya kesepakatan diantara kedua belah pihak tentang hal-hal pokok yang
dimaksudkan dalam perjanjian yang bersangkutan, maka lahirlah perjanjian itu atau mengikatlah perjanjian itu bagi mereka yang membuatnya.
73
Akan tetapi terhadap perjanjian-perjanjian yang menghendaki adanya suatu bentuk atau perbuatan tertentu,
maka sepakat saja belumlah cukup, melainkan harus pula dipenuhi bentuk-bentuk atau perbuatan yang dkehendakinya.
Terhadap perjanjian-perjanjian yang demikian ini adalah merupakan suatu pengecualian. Misalnya perjanjian penitipan,perjanjian pinjam pakai, perjanjian
pinjam meminjam dan lain sebagainya. Menurut Pasal 1694 Perdata, perjanjian penitipan baru terjadi setelah dilakukannya penyerahan barang yang akan dititipkan.
Demikian pula menurut Pasal 1740 dan 1754 KUH Perdata, perjajian pinjam pakai
73
Purwahid Patrik, Asas-asas Itikad Baik dan Kepatutan Dalam Perjanjian, Badan Penerbit UNDIP, Semarang, 1986, hal. 3.
Universitas Sumatera Utara
69
dan pinjam meminjam baru terjadi setelah dilakukannya penyerahan barang yang menjadi objek perjanjiannya. Karena tiga macam perjanjian di atas dalam
menentukan saat lahirnya tidak cukup dengan sepakat saja, tapi harus disertai pula dengan suatu perbuatan nyata, maka perjanjian tersebut dikatakan pula perjanjian rill.
2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan Siapa-siapa sajakah yang termasuk kategori orang-orang yang tidak cakap,
dapat kita lihat dalam Pasal 1330 KUH Perdata. Pasal mana menentukan bahwa “Tak cakap untuk membuat persetujuan-persetujuan adalah” :
a. Orang-orang yang belum dewasa; b. mereka yang ditaruh di bawah pengampuan;
c. Orang-orang perempuan, dalam hal-hal yang ditetapkan oleh undang-undang,
dan pada umumnya semua orang kepada siapa undang-undang telah melarang membuat persetujuan-persetujuan tertentu.
3. Suatu hal tertentu Suatu hal tertentu yang dimaksudkan dalam persyaratan ketiga ini adalah
obyek dari pada perjanjian. Obyek perjanjian tersebut haruslah merupakan barang- barang yang dapat diperdagangkan. Barang-barang yang dipergunakan untuk
kepentingan umum, seperti jalan umum, pelabuhan umum, gedung-gedung umum dan lain sebagainya tidaklah dapat dijadikan obyek suatu perjanjian.
4. Suatu sebab yang halal Pengertian sebab dalam persyaratan keempat ini adalah berbeda dengan
pengertian sebab dalam ilmu alam. Dalam ajaran causaliteit, sebab diartikan sebagai suatu hal yang menimbulkan akibat. Tanpa adanya sebab tidak mungkin timbul
akibat. Berbeda halnya dengan pengertian sebab dalam persyaratan keempat tersebut,
Universitas Sumatera Utara
70
di mana pengertian sebab di sini diartikan sebagai isi atau tujuan dari pada perjanjian. Termasuk dalam pengertian sebab yang tidak halal adalah sebab yang palsu dan
sebab yang terlarang. Dalam hukum perjanjian terdapat beberapa asas penting yang perlu diketahui,
antara lain : 1 Asas Kebebasan Berkontrak.
Pasal 1320 angka 4 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata memberikan hak kepada para pihak yang membuat dan mengadakan perjanjian
diperbolehkan untuk menyusun dan membuat kesepakatan apa saja dengan siapa saja, selama dan sepanjang tidak bertentangan dengan
undang-undang, kesusilaan dan ketertiban umum. Sebagaimana diatur dalam Pasal 1337 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
2 Asas Konsensualisme. Adalah suatu perjanjian cukup ada kata sepakat dari mereka yang
membuat perjanjian itu tanpa diikuti dengan perbuatan hukum lain kecuali perjanjian yang bersifat formal.
74
Dengan sistem terbuka yang dianut Buku Ke-III Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, hukum perjanjian memberikan kesempatan seluas-
luasnya kepada para pihak untuk membuat perjanjian yang akan mengikat mereka sebagai undang-undang, selama dan sepanjang dapat dicapai
74
A. Qiram Syamsudin Meliala, Pokok-pokok Hukum Perjanjian Beserta Perkembangannya, Liberty, Yogyakarta, 1985, hal. 20.
Universitas Sumatera Utara
71
kesepakatan oleh para pihak dan dilaksanakan dengan itikad baik, sebagaimana diatur dalam Pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata. Walaupun demikian, untuk menjaga kepentingan debitur yang berkewajiban untuk memenuhi prestasi maka diadakanlah bentuk-bentuk
formalitas atau dipersyaratkan adanya suatu tindakan tertentu. Ketentuan mengenai ini dapat ditemui dalam rumusan pasal 1320 Kitab Undang-
Undang Hukum Perdata. 3 Asas itikad baik
Bahwa orang yang akan membuat perjanjian harus dilakukan dengan itikad baik. Itikad baik dalam pengertian subyektif dapat diartikan sebagai
kejujuran seseorang yaitu apa yang terletak pada seseorang pada waktu diadakan perbuatan hukum. Sedangkan itikad baik dalam pengertian
obyektif adalah bahwa pelaksanaan suatu perjanjian hukum harus didasarkan pada norma kepatuhan atau apa-apa yang dirasa sesuai dengan
dengan yang patut dalam masyarakat. 4 Asas Pacta Sun Servanda
Merupakan asas dalam perjanjian yang berhubungan dengan mengikatnya suatu perjanjian. Perjanjian yang dibuat secara sah oleh para pihak
mengikat mereka yang membuatnya dan perjanjian tersebut berlaku seperti undang-undang. Dengan demikian para pihak tidak mendapat
kerugian karena perbuatan mereka dan juga tidak mendapat keuntungan
Universitas Sumatera Utara
72
darinya, kecuali kalau perjanjian perjanjian tersebut dimaksudkan untuk pihak ketiga. Maksud dari asas ini dalam perjanjian tidak lain untuk
mendapatkan kepastian hukum bagi para pihak yang telah membuat perjanjian itu.
5 Asas berlakunya suatu perjanjian Pada dasarnya semua
perjanjian itu
berlaku bagi mereka
yang membuatnya tak ada pengaruhnya bagi pihak ketiga, kecuali yang telah
diatur dalam undang-undang, misalnya perjanjian untuk pihak ketiga.
75
Asas berlakunya suatu perjanjian diatur dalam Pasal 1315 KUH Perdata yang berbunyi :
“Pada umumnya tidak seorang pun dapat mengikatkan diri atas nama sendiri atau meminta ditetapkannya suatu perjanjian dari pada untuk
dirinya sendiri”.
3. Bentuk dan Fungsi Perjanjian Kredit