BAB IV DESKRIPTIF PROSES PERUMUSAN
KEBIJAKAN PRIVATISASI BUMN
IV.1. Perumusan Kebijakan sebagai Titik Kritis
Hayes mengemukakan bahwa “Policy formulation is the development of affective and acceptable course of action for addressing what had been placed on
the policy agenda”
62
a Rumusan yang efektif effective formulation; ini berarti bahwa kebijakan
yang diusulkan dinilai sebagai penyelesaian isu kebijakan yang valid, efisien, dan dapat diimplementasikan. Apabila kebijakan dipandang tidak
efektif atau tidak dapat dikerjakan, maka tidak ada alasan yang sah ligitimate untuk diusulkan. Dengan demikian identifikasi alternatif-
alternatif yang efektif merupakan fase analitis dalam perumusan kebijakan. . Pengertian ini menunjukkan bahwa perumusan kebijakan
adalah pengembangan seperangkat tindakan yang efektif dan dapat diterima untuk melaksanakan agenda kebijakan. Lebih lanjut dijelaskan dua aspek penting dalam
perumusan kebijakan tersebut, yaitu:
b Rumusan yang dapat diterima acceptable formulation; berarti bahwa
jenis tindakan yang diusulkan kemungkinan dapat disahkan oleh pengambil kebijakan yang berwenang. Hal ini berarti bahwa usulan
tindakan tersebut harus layak secara politis. Apabila kebijakan
62
http:www.geocities.com-profworkppformulateiron.html
Universitas Sumatera Utara
kemungkinan ditolak oleh badan pengambil keputusan, maka tidak praktis diusulkan. Untuk itu tahapan ini disebut fase politik dari perumusan
kebijakan. Selanjutnya Supandi dan Sanusi mengemukakan bahwa “kebijaksanaan itu
umumnya bersumber kepada perundang-undangan yang kemudian diikuti serangkaian tindakan administrasi seperti peraturan, petunjuk, keputusan anggaran
dan organisasi”
63
Apabila dicermati secara teliti, seluruh rangkaian proses kebijakan diatas menunjukkan bahwa tahap formulasi kebijakan merupakan tahap yang sangat
menentukan karena menyangkut akseptabilitas dan fisibilitas implementasinya, yang berarti pula sangat berpengaruh pada keberhasilan kebijakan secara
keseluruhan. Oleh karena itu, mandasarkan pada pemikiran Nugroho dapat . Sehubungan dengan itu, birokrasi pemerintah bertugas
menjabarkan suatu kebijakan menjadi lebih operasional seperti dalam bentuk program dan perangkat pelaksananya. Berkenaan dengan implementasi kebijakan
tersebut, agar lebih operasional lagi maka program-program yang telah ditetapkan dijabarkan lebih lanjut menjadi proyek dan aktivitas, serta penganggarannya.
Selanjutnya ditetapkan pula petunjuk teknis atau petunjuk pelaksananya yang dijadikan acuan bagi para pelaksana ditingkat lapangan untuk bertindak. Setelah
diterjemahkan sebagai program, proyek dan kegiatan maka selanjutnya diikuti dengan tindakan fisik; sehingga sebagai suatu kebijakan pada akhirnya selalu
menimbulkan konsekuensi hasil, efek atau akibat.
63
Supandi dan Sanusi, A. 1988. Kebijaksanaan dan Keputusan Pendidikan. Jakarta: P2LPTK Ditjen Dikti Depdikbud. h. 17.
Universitas Sumatera Utara
dikatakan bahwa perumusan kebijakan adalah inti dari proses kebijakan
64
Menurut Nugroho, pentingnya perumusan kebijakan karena dalam tahap ini dirumuskan batas-batas kebijakan, baik menyangkut sumberdaya waktu,
kemampuan sumberdaya manusia, kelembagaan, dan dana atau anggaran . Atau
dengan kata lain bahwa tahap perumusan kebijakan merupakan titik kritis critical point dalam proses kebijakan.
65
. Meskipun demikian “sungguhpun telah disahkan, bukan berarti rumusan
kebijaksanaan tersebut telah bebas dari problema”. Menurut Imron, banyak problema ynag muncul terutama disekitar rumusan atau statemen-statemen yang
kurang atau tidak jelas, baik karena pembuat kebijakan kurang menguasai pengetahuan, informasi, atau persoalan konseptual dan substansial; atau sumber
acuan yang berbeda-beda; atau bahkan karena kurangnya atau terlalu banyaknya informasi
66
64
Nugroho, Riant. 2008. Public Policy: Teori Kebijakan-Analisis Kebijakan-Proses Kebijakan, Perumusan, Implementasi, Evaluasi, Revisi, Risk Manajement dalam Kebijakan Publik,
Kebijakan sebagai The Fith Estate, Metode Kebijakan. Jakarta: PT Elex Media Komputindo. h. 355.
65
Nugroho, R. 2008. Ibid., h. 355-359.
66
Imron, A. 1996. Kebijaksanaan Pendidikan di Indonesia: Proses, Produk, dan Masa Depannya. Jakarta: Bumi Aksara. h. 51.
. Dengan demikian tahap perumusan kebijakan yang kritis tersebut diperlukan ketelitian dan ketepatan dalam mengidentifikasi masalah, kejelasan
dalam merumuskan tujuan, dan ketepatan dalam memilih langkah penyelesaiannya. Dari pemikiran tersebut dapat dinyatakan bahwa tahap
perumusan kebijakan menempati posisi strategis dari seluruh rangkaian proses kebijakan.
Universitas Sumatera Utara
IV.2. Lingkungan dan Konteks Kebijakan Privatisasi BUMN