didalam perumusan suatu kebijakan, dan sejauh mana kebijakan yang ditetapkan dapat memberikan manfaat yang optimal bagi sebagian besar masyarakat.
Dengan memperhatikan uraian pemikiran diatas maka dapat dikemukakan bahwasanya peserta atau aktor kebijakan privatisasi BUMN terdiri dari para
pemangku kepentingan atau stakeholder BUMN. Para pemangku kepentingan BUMN dapat bersal dari unsur birokrasi pemerintahan legislatif dan eksekutif
maupun dari unsur masyarakat seperti dunia usaha atau industri dan organisasi masyarakat yang bergerak dalam bidang BUMN. Berbagai aktor tersebut dapat
berperan serta dalam tahapan perumusan kebijakan maupun pada tahap implementasi, serta tahap monitoring dan evaluasi kebijakan.
IV.4. Model Rasional Proses Perumusan Kebijakan Privatisasi BUMN
Menurut Moekijat, model adalah sebagai suatu penyederhanaan dari dunia nyata, yang terdiri atas faktor-faktor yang berhubungan dengan masalah dan
hubungan-hubungan yang penting diantara faktor-faktor tersebut
72
. Adapun Soeharto menyatakan bahwa model adalah peyederhanaan dari realitas yang
diwakili
73
72
Moekjat. 1995. Analisis Kebijaksanaan Publik. Bandung: Mandar Maju. h. 58.
73
Soeharto, E. 2005. Analisis Kebijaksanaan Publik. Bandung: Alfabeta. h. 69.
. Berdasarkan berbagai pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa model adalah gambaran yang dilakukan secara sistematis untuk menjelaskan
hubungan antar faktor atau variabel yang menggambarkan suatu fenomena atau realitas. Dengan demikian, melalui penggambaran dalam sebuah model, suatu
fenomena kebijakan dapat lebih mudah dipahami dan diprediksi berbagai konsekuensinya.
Universitas Sumatera Utara
Model kebijakan sangat berguna bahkan diperlukan, sebagaimana yang diuraikan oleh Dunn bahwa manfaat dan kebutuhan terhadap model kebijakan
antara lain untuk menyederhanakan sistem permasalahan dengan mengurangi kompleksitasnya sehingga lebih mudah ditangani, membantu membedakan
karakteristik-karakteristik yang esensial dari yang non-esensial tentang suatu situasi problematik, menjelaskan hubungan antara faktor-faktor atau variabel-
variabel yang penting, dan membantu menjelaskan dan meramalkan berbagai konsekuensi dari pilihan-pilihan kebijakan.
Pada umumnya suatu kebijakan merupakan hasil dari serangkaian langkah-langkah yang logis. Dalam hal ini, proses perumusan kebijakan berjalan
melalui tahapan-tahapan kegiatan yang sistematis dan logis atau rasional. Menurut Parsons, pengambilan keputusan rasional dominan dalam proses perumusan
kebijakan
74
Model rasional mengedepankan gagasan bahwa proses formulasi kebijakan haruslah didasarkan pada keputusan yang sudah diperhitungkan
rasionalitasnya. Rasionalitas yang diambil pada umumnya berdasarkan perbandingan antara pengorbanan cost dan hasil atau keuntungan yang dicapai
. Pendapat yang sama dikemukakan oleh Tilaar dan Nugroho yakni “tidak dipungkiri, teori rasionalisme adalah teori yang paling banyak diikuti
dalam praktik formulasi kebijakan publik diseluruh dunia”. Berdasarkan pemikiran tersebut, penulis tertarik untuk mengkaji lebih jauh tentang model
rasional proses perumusan kebijakan privatisasi, baik secara teoritik dan implementasinya didalam proses perumusan kebijakan privatisasi BUMN.
74
Parsons, W. 2005.op. cit., h. 79.
Universitas Sumatera Utara
benefit. Oleh karena itu, model ini lebih menekankan pada aspek efisiensi atau aspek ekonomis. Model ideal proses perumusan kebijakan ini banyak diikuti oleh
para pengambil kebijakan karena jaminan efisiensi dan efektifitasnya, terutama sehubungan dengan ketersediaan sumber daya terbatas.
Tahap-tahap perumusan kebijakan dapat kita lihat dalam model rasional yang dikembangkan Thomas R. Dye, yang dipersentasikan dalam Gambar 4. 2
pada halaman berikut.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 4.2 Model Rasional Perumusan Kebijakan
INPUT
All resources needed for all data needed for pure
pure rationality process rationality process
OUTPUT
Pure-rationality Policy policies
Sumber: Dye Nugroho, 2008:369 1. Establishement of
complete set of operational goals with
weights 2. Establishement of
complete inventory of other values and of
resources with weights 3. Preparation complete
set of alternative policies
4. Calculation of complete set of prediction of
benefit and cost
5. Calculation of net expectation for each
alternative
6. Comparison of net expectations and
identification of alternative with highest
net expectation
Universitas Sumatera Utara
Apabila dikaji secara seksama, tampak bahwa proses perumusan kebijakan tersebut berlangsung secara internal dalam suatu institusi pembuat kebijakan,
sehingga prosesnya berlangsung seperti dalam sistem tertutup, tanpa melibatkan aktor-aktor kebijakan dari luar institusi yang bersangkutan dan pengaruh
lingkungannya. Padahal bagaimanapun suatu kebijakan publik berarti menyangkut orang banyak, maka dari itu pada umumnya proses perumusan kebijakan publik
juga melibatkan aktor-aktor diluar institusi tersebut, dan mendapat pengaruh dari lingkungannya, khususnya pengaruh sistem politik yang berlaku dalam
lingkungan institusi tersebut. Proses perumusan kebijakan yang melibatkan aktor internal dan eksternal
dari suatu institusi, serta pengaruh dan keterlibatan perangkat sistem politik, dapat dilihat pada Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara
MenPAN Nomor: Per04M.PAN42007 tanggal 16 April 2007
75
. Dalam peraturan tersebut diatur proses formulasi kebijakan publik yang sejalan dengan
model rasional sebagaimana Gambar 4.3 berikut ini.
75
Nugroho, R. op. cit., h. 609-634.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 4.3 Proses Formulasi Kebijakan Publik
Sumber: PerMENPAN Nomor: Per04M.PAN42007
Gambar mekanisme proses perumusan kebijakan publik tersebut menunjukkan bahwa meskipun sebagai produk hukum dari birokrat, namun sangat
jelas bahwa tahapan-tahapan perumusan kebijakan itu memiliki dasar teoritis yang kuat. Proses perumusan kebijakan publik tersebut menggambarkan tahap-tahap
yang logis atau runtut mulai dari isu kebijakan yang merupakan masalah bersama atau tujuan bersama, dilanjutkan dengan persiapan yang dilakukan pemerintah
dengan membentuk tim perumus kebijakan. Tim perumus kebijakan ini bertugas menyusun naskah akademik dan rancangan kebijakan dalam tahap pra kebijakan.
Tahap selanjutnya adalah proses publik dengan melakukan diskusi publik yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan sehingga diperoleh kritik, saran,
Naskah akademik
Diskusi publik
Forum II: pemerintah
Forum I: pakar
Forum III: pemanfaat utama
Forum IV: umumpublik
Draf-1 kebijakan
publik Diskusi
kelompok focusFGD
Draft-2 final kebijakan
publik Keputusan
eksekutif Proses
legislasi Masalah
bersama Tujuan
bersama Pemerintah
menangkapnya dan membentuk
tim perumus kebijakan
Draft-0 kebijakan
publik Isu kebijakan
persiapan Pra kebijakan
Proses publik Perumusan kebijakan
Penetapan kebijakan
Universitas Sumatera Utara
atau masukan untuk menyempurnakan naskah akademik dan draft kebijakan. Hasil proses publik tersebut diolah dalam tahap perumusan kebijakan sehingga
menghasilkan rancangan kebijakan yang siap dibahas dalam proses legislasi yang melibatkan pemerintah dan lembaga legislatif. Setelah kedua lembaga tersebut
sepakat maka dilakukan penetapan kebijakan sehingga sah untuk diundangkan dan diberlakukan secara resmi. Tahapan-tahapan tersebut menunjukkan bahwa
dalam proses perumusan kebijakan publik terjadi proses-proses politik dan administrasi.
Berdasarkan gambaran dan penjelasan tentang proses perumusan kebijakan tersebut dalam kajian ini dapat dikemukakan secara ringkas tentang
langkah-langkah dalam model rasional proses perumusan kebijakan privatisasi BUMN sebagai berikut:
1. Menetapkan isu kebijakan. Pada langkah ini pemerintah atau instansi yang
bertanggungjawab dalam bidang BUMN menetapkan suatu isu menjadi isu kebijakan privatisasi BUMN. Isu kebijakan adalah masalah danatau
kebutuhan masyarakat danatau negara, yang sudah dan sedang muncul, atau berpotensi besar akan muncul dimasa depan, yang bersifat mendasar,
mempunyai cakupan dan dampak yang luas sehingga memerlukan pengaturan dari pemerintah. Pemerintah dapat menyerap isu-isu privatisasi
BUMN dari aspirasi masyarakat danatau kelompok kepentingan secara langsung atau melalui forum tertentu.
2. Pemerintah membentuk tim penyusun kebijakan yang bersifat adhoc
untuk tujuan tertentu, terdiri dari birokrat dan pakar. Anggota tim ini
Universitas Sumatera Utara
pada umumnya terdiri dari personil yang menguasai permasalahan BUMN yang bersangkutan, dan menguasai ketentuan peraturan perundang-
undangan. 3.
Tahap pra kebijakan, tim perumus menyusun naskah akademik dan draft-0 kebijakan. Naskah kebijakan berisi landasan-landasan filosofis, teoritis
dan metodologis dari kebijakan yang akan dikembangkan. Adapun draft-0 kebijakan dapat disusun dalam bentuk kebijakan maupun peraturan yang
lain dibawah undang-undang, atau bentuk lain yang berisi pengaturan privatisasi BUMN.
4. Tahap proses publik, yakni pengkajian draft-0 kebijakan pada forum
publik. Forum I terdiri dari para pakar untuk melakukan verifikasi secara akademis dan kebenaran ilmiahnya. Forum II melibatkan instansi
pemerintah diluar instansi yang menyusun kebijakan tersebut. Forum III melibatkan para pihak yang terkait langsung da,am kebijakan atau
kelompok sasaran. Adapun pada forum IV, diskusi dengan seluruh pihak yang terkait secara luas, mencakup pakar, tokoh masyarakat, lembaga
swadaya masyarakat dan asosiasi yang terkait. Tujuan forum ini untuk membangun pemahaman publik terhadap rencana pengambilan kebijakan,
dan mendapat masukan atau kritik dari publik. 5.
Tahap perumusan kebijakan yakni penyusunan kebijakan berdasarkan materi dan dari hasil diskusi publik. Tim perumus bertugas menyusun
pasal-pasal kebijakan sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku, dan hasilnya disebut draft-1. Draft-1 ini selanjutnya didiskusikan dan
Universitas Sumatera Utara
diverifikasi dalam diskusi kelompok terfokus focus group discussion atau FGD, yang melibatkan pejabatinstansidinas terkait, pakar kebijakan
dan pakar substansi atau permasalahan yang akan diatur. Informasi yang dihasilkan dari FGD ini merupakan materi untuk menyempurnakan
kebijakan menjadi draft-2 yang bersifat final. 6.
Tahap penetapan kebijakan, yakni draft final disahkan oleh pejabat publik yang bersangkutan. Apabila diperlukan, kebijakan tersebut dimintakan
persetujuan dari lembaga legislatif, sesuai dengan kedudukan kebijakan tersebut dalam tata urut peraturan perundangan yang berlaku.
Dalam PermenPAN di atas, seluruh formulasi kebijakan ini ditentukan selesai dalam waktu enam bulan. Dengan demikian tenggat waktu tersebut dapat
dijadikan sebagai acuan untuk menilai suatu produk kebijakan. Oleh karena itu, sudah seharusnya jajaran pengambil kebijakan privatisasi BUMN mematuhi
ketentuan mekanisme proses rasional perumusan kebijakan tersebut, termasuk tenggang waktu yang telah ditetapkan.
IV.5. Permasalahan dalam Perumusan Kebijakan Privatisasi BUMN