BAB V
ANALISIS PROSES PERUMUSAN KEBIJAKAN
V.1. Prosedur Pelaksanaan Kebijakan Privatisasi BUMN
Pelaksanaan program privatisasi ditentukan oleh beberapa lembaga negara di mana masing-masing lembaga memiliki sudut pandang yang berbeda. Di
Indonesia sendiri, Kementerian Negara BUMN mempunyai pandangan dari sisi ekonomi mikro dan Departemen Keuangan lebih memandangnya dari sisi
ekonomi makro, sedangkan lembaga legislatif menggunakan pandangan ekonomi politik.
Pandangan tersebut menentukan obyektivitas terhadap keputusan privatisasi. Ekonomi mikro bertujuan meningkatkan produktivitas, profitabilitas,
efisiensi, dan pengurangan utang perusahaan BUMN. Privatisasi juga diharapkan dapat meningkatkan Good Corporate Governance GCG, masuknya sumber
keuangan baru ke perusahaan, dan pengembangan pasar. Manfaat alih teknologi dan peningkatan jaringan juga diharapkan dalam privatisasi BUMN yang melalui
proses stategic sales. Dari sisi ekonomi makro, tujuan privatisasi berorientasi pada kepentingan fiskal, yaitu untuk menambah sumber Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara APBN pemerintah, perbaikan iklim investasi, dan pengembangan pasar modal. Obyektivitas ekonomi politik bertujuan melindungi
aset nasional dengan pertimbangan melindungi bidang usaha yang berkaitan dengan nasionalisme, keamanan negara, dan usaha sumber daya alam.
Universitas Sumatera Utara
Prosedur pelaksanaan privatisasi dimulai melalui penyeleksian Persero BUMN yang akan diprivatisasi oleh Menteri BUMN dengan arahan Komite
Privatisasi sesuai dengan syarat dan kriteria yang telah ditentukan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No.19 Tahun 2003 Tentang Badan Usaha Milik
Negara BUMN pasal 79, pasal 80, pasal 81, dan pasal 82 ayat 1. Dimana dalam hal ini Komite Privatisasi dibentuk dengan adanya Keputusan Presiden
No.18 tahun 2006 tentang Komite Privatisasi Perusahaan Perseroan PERSERO. Kemudian, setelah Menteri BUMN mencanangkan program privatisasi
tahunan maka perlu adanya rekomendasi dari Menteri Keuangan sebagaimana diatur dalam pasal 82 ayat 2 yang tertulis sebagaimana berikut: “Terhadap
perusahaan yang telah diseleksi dan memenuhi kriteria yang telah ditentukan, setelah mendapat rekomendasi dari Menteri Keuangan, selanjutnya
disosialisasikan kepada masyarakat serta dikonsultasikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat”. Hal ini juga menunjukkan bahwa dalam proses privatisasi
setelah persero ditentukan dan setelah disosialisasikan, perlu adanya konsultasi dengan DPR untuk menentukan apakah persero tersebut dapat diprivatisasi atau
tidak. Disinilah peranan penting DPR diperlukan dalam usaha memberikan
perlindungan bagi para investor domestik dalam proses pelaksanaan privatisasi, karena pada tingkatan inilah privatisasi BUMN itu dapat dilaksanakan atau tidak.
Kepentingan para investor domestik haruslah turut diperhitungkan oleh DPR, karena dari titik inilah permasalahan menyangkut komposisi pemegang saham
terkait privatisasi persero BUMN oleh pemerintah, investor domestik, dan
Universitas Sumatera Utara
investor asing ditentukan terutama terkait privatisasi BUMN melalui direct placement penunjukan langsung ataupun stategic sales, dimana sampai saat ini
persero BUMN yang diprivatisasi menunjukkan bahwa peran asing lebih besar dibandingkan peran para investor domestik. Jika DPR telah menyetujui privatisasi
persero BUMN dan menempatkan investor domestik sebagai pemegang saham minoritas, maka sebaiknya perlu diberikan jaminan kepastian hukum dan
perlindungan hukum melalui kebijakan-kebijakan maupun melalui aturan-aturan tersendiri yang dapat melindungi kepentingan investor domestik.
Disamping itu, prinsip-prinsip mengenai good corporate governance seperti fairness, transparency, accountability dan responsibility yang diatur dalam
Undang-Undang No.19 Tahun 2003 Tentang Badan Usaha Milik Negara BUMN pasal 75 yang menyangkut pelaksanaan privatisasi haruslah dilaksanakan dengan
baik. Dalam hal ini, Undang-Undang No.19 Tahun 2003 Tentang Badan Usaha Milik Negara BUMN memiliki peranan penting sebagai pedoman dan acuan
serta landasan hukum proses pelaksanaan privatisasi BUMN di Indonesia. Pelaksanaan privatisasi Persero BUMN bertujuan untuk meningkatkan kinerja dan
nilai tambah perusahaan dan meningkatkan peran serta masyarakat dalam pemilikan saham persero. Akan tetapi, proses privatisasi BUMN ini memiliki
beberapa masalah, terutama terkait dengan besarnya peranan investor asing dalam penguasaan saham BUMN sedangkan peranan investor domestik tersisihkan.
Dalam Peraturan Pemerintah No.33 Tahun 2005 tentang Tata Cara Privatisasi Perusahaan Perseroan PERSERO sebenarnya sudah diatur mengenai
tata cara pelaksanaan privatisasi serta badan atau lembaga yang terkait dalam
Universitas Sumatera Utara
proses pelaksanaan privatisasi. Melalui prosedur pelaksanaan privatisasi BUMN ini, dapat dimaksimalkan peranan investor domestik agar dapat sejajar atau setara
dengan para investor asing sehingga terwujud suatu keadilan. Jika melihat dari proses privatisasi PT Prusahaan Gas Negara, PT Bank
Negara Indonesia, PT Jasa Marga, PT Wijaya Karya, dan PT Bank Tabungan Negara, maka prosedur pelaksanaan privatisasi BUMN-BUMN tersebut telah
sesuai dengan undang-undang dan peraturan yang ada. Namun, dalam proses perumusannya, banyak masalah-masalah yang terjadi, diantaranya lamanya proses
perumusan kebijakan privatisasi BUMN yang dalam temuan peneliti bisa berlangsung antara 1-2 tahun lamanya seperti yang terjadi pada proses privatisasi
PT Perusahaan Gas Negara. Dimana saat itu proses privatisasi PT Perusahaan Gas Negara tersebut belangsung dari tahun 2003 sampai tahun 2006. Hal tersebut
dapat terjadi dikarenakan ditengah proses privatisasi BUMN tersebut sering terjadi pergantian Direksi BUMN dan juga Menteri Negara BUMN.
Sementara itu proses privatisasi PT Bank Negara Indonesia, PT Jasa Marga, PT Wijaya Karya, dan PT Bank Tabungan Negara seharusnya dapat
berjalan dengan ancar dan tidak memakan waktu yang lama. Hal tersebut dikarenakan dalam Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara
MenPAN Nomor: Per04M.PAN42007 telah diatur proses perumusan kebijakan publik yang sejalan dengan model rasional yang dikembangkan oleh
Thomas R.Dye yang menyatakan bahwa seluruh proses perumusan kebijakan publik tersebut ditentukan selesai dalam waktu 6 bulan. Namun, dalam
kenyataannya proses perumusan keempat BUMN tersebut memakan waktu lebih
Universitas Sumatera Utara
dari enam bulan. Dan hal tersebut menyebabkan proses perumusan privatisasi keempat BUMN itu tidak berjalan optimal yang mengakibatkan pendapatan
negara dari privatisasi BUMN-BUMN tersebut tidak dapat dimaksimalkan.
V.2. Peran Aktor Kebijakan dalam Proses Perumusan Kebijakan