kebijakan, proses atau perilaku dalam pengambilan keputusan organizational behavior, dan keputusan kebijakan.
IV.3. Aktor Kebijakan Privatisasi BUMN
Suatu kebijakan melibatkan berbagai pihak, baik pada saat perumusan, implementasi, monitoring, dan evaluasi, maupun saat terminasi kebijakan. Pihak-
pihak yang berperan dalam proses kebijakan tersebut dikenal sebagai aktor kebijakan, peserta kebijakan atau partisipan kebijakan. Supandi dan Sanusi
mengemukakan bahwa peran serta berbagai pihak dalam proses kebijakan dapat dilakukan baik secara formal maupun informal berdasarkan keharusan hukum
maupun secara pribadi
70
Penjelasan diatas menunjukkan bahwa rangkaian proses perumusan kebijakan dijadikan dasar untuk mengidentifikasi aktor kebijakan. Sehubungan
dengan itu aktor kebijakan privatisasi BUMN dapat dipilah berdasarkan peran, fungsi dan tanggung jawabnya didalam rangkaian proses kebijakan mulai dari
perumusan kebijakan sampai dengan implementasinya. Selain itu disebutkan pula bahwa keterlibatan aktor-aktor tersebut dapat dikarenakan sebagai konsekuensi
. Berdasarkan hal tersebut, lebih lanjut dikemukakan bahwa peserta kebijakan pada umumnya terdiri dari pembuat kebijakan, pelaksana
formal struktural dari tingkat nasional sampai ketingkat lokal, perantara penengah, dan kelompok kepentingan. Dalam uraiannya, Supandi dan Sanusi
menjelaskan bahwa peserta ini berperan banyak dalam merumuskan kebijakan, dan juga berpengaruh dalam pelaksanaannya melalui monitoring, intervening, dan
tuntutan.
70
Supandi dan Sanusi, A. op. cit., h. 36-37.
Universitas Sumatera Utara
dari peraturan perundangan yang berlaku, yang memberikan peran, fungsi dan tanggung jawab kepada aktor tersebut ; atau dapat pula berdasarkan inisiatif
sendiri. Untuk itulah cara peran serta aktor kebijakan tersebut dapat dilakukan secara formal atau informal.
Pengelompokan aktor kebijakan juga disampaikan oleh Imron yang mengemukakan bahwa aktor-aktor perumusan kebijakan dapat digolongkan
menjadi aktor utama dan aktor non-utama
71
Apabila dicermati, pemikiran tersebut tampak lebih cenderung menjadikan kedudukan formal dalam struktur birokrasi pemerintahan sebagai dasar untuk
mengelompokkan aktor kebijakan. Pemikiran ini tentu dapat diperdebatkan, karena kelompok kepentingan atau organisasi massa sebagai aktor non-utama
dapat pula mendesak untuk menetapkan atau mengubah kebijakan sesuai dengan kepentingan kelompoknya. Dengan demikian yang perlu diperhatikan adalah
sejauh mana para aktor tersebut menjalankan peran dan tanggung jawabnya . Aktor utama lazim disebut sebagai
aktor resmi dan aktor struktural karena berada dalam lingkungan internal organisasi pemerintahan. Aktor non-utama disebut juga aktor tidak resmi atau
aktor non-struktural. Aktor utama sebagai aktor yang resmi memiliki kewenangan menetapkan sebuah kebijakan, mempunyai legalitas untuk melaksanakan
kebijakan, dan pada umumnya menduduki jabatan pemerintah. Aktor kebijakan ini terdiri dari, antara lain: legislatif, eksekutif, dan administrator dari tingkat
kementrian. Adapun aktor non-formal antara lain: partai politik, interest group, dan organisasi kemasyarakatan lainnya.
71
Imron, A. op. cit., h. 38-45.
Universitas Sumatera Utara
didalam perumusan suatu kebijakan, dan sejauh mana kebijakan yang ditetapkan dapat memberikan manfaat yang optimal bagi sebagian besar masyarakat.
Dengan memperhatikan uraian pemikiran diatas maka dapat dikemukakan bahwasanya peserta atau aktor kebijakan privatisasi BUMN terdiri dari para
pemangku kepentingan atau stakeholder BUMN. Para pemangku kepentingan BUMN dapat bersal dari unsur birokrasi pemerintahan legislatif dan eksekutif
maupun dari unsur masyarakat seperti dunia usaha atau industri dan organisasi masyarakat yang bergerak dalam bidang BUMN. Berbagai aktor tersebut dapat
berperan serta dalam tahapan perumusan kebijakan maupun pada tahap implementasi, serta tahap monitoring dan evaluasi kebijakan.
IV.4. Model Rasional Proses Perumusan Kebijakan Privatisasi BUMN