IV.2. Lingkungan dan Konteks Kebijakan Privatisasi BUMN
Kebijakan privatisasi BUMN ditetapkan dan berlaku dalam suatu lingkungan, dan oleh karena itu, kebijakan privatisasi mempunyai pengaruh
terhadap lingkungan tersebut dan juga sekaligus dipengaruhi oleh lingkungan yang bersangkutan. Pengaruh tersebut dapat secara langsung atau tidak langsung,
dapat pula secara jelas atau laten potensial. Sehubungan dengan itu suatu kebijakan privatisasi pada dasarnya tidak dapat dilepaskan dari konteks
lingkungannya. Perumusan kebijakan itu tidak berlangsung dalam suatu ruang hampa,
tetapi dikembangkan di dalam konteks seperangkat nilai, tekanan-tekanan dan kendala-kendala, serta dalam perangkat struktural tertentu. Hal ini berarti sebagai
salah satu tahap yang krusial dalam proses kebijakan, perumusan atau formulasi kebijakan privatisasi BUMN juga tidak dapat dipisahkan dari sistem politik dan
lingkungannya; dan pada akhirnya kebijakan privatisasi BUMN tersebut mempengaruhi kelompok sasaran sebagai bagian dari lingkungan itu.
Hubungan resiprokal atau dialektikal antara sistem politik, lingkungan dan sistem kebijakan ini digambarkan oleh Dunn sebagai hubungan dinamis dari tiga
elemen sistem kebijkan seperti Gambar 4.1 berikut ini
67
.
67
Dunn, W. 2003. Pengantar Analisis Kebijakan Publik. Yogyakarta: Gadjah Mada Univesity Press. h. 110.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 4.1 Tiga elemen sistem kebijakan
kriminalitas analisis kebijakan
penegakan hukum inflasi
kelompok warga negara ekonomi penganguran
serikat pekerja kesejahteraan
diskriminasi partai
personil gelandangan
instansi perkotaan
Sumber: Dunn, 2003
Gambar itu menunjukkan bahwa suatu sistem kebijakan, atau keseluruhan pola kelembagaan dimana suatu kebijakan ditetapkan, melibatkan interlasi antar
tiga elemen, yakni kebijakan publik public policies, para pemangku kepentingan kebijakan policy stakeholders, dan lingkungan kebijakan policy environments.
Kebijakan publik sebagai rangkaian berbagai pilihan temasuk keputusan untuk tidak bertindak ditetapkan oleh para pejabat danlembaga-lembaga pemerintah,
dirumuskan berdasrkan isu-isu dalam berbagi bidang seperti pertahanan, energi, ekonomi, kesehatan pendidikan atau kesejahteraan.
Para pemangku kepentingan sering kali menanggapi dengan cara-cara yang berbeda-beda terhadap informasi yang sama tentang suatu lingkungan
kebijakan. Dalam hal ini diperlukan pemicu untuk menjadikan suatu keprihatinan
Universitas Sumatera Utara
atau permasalahan publik sebagai agenda kebijakan. Menurut Cobb dan Elder, isu-isu yang berkembang, yang oleh suatu komunitas atau kelompok kepentingan
dirasakan dan dianggap pantas untuk mendapat perhatian dan termasuk dalam yuridiksi yang sah dalam otoritas pemerintah berarti menjadi agenda sistemik
68
. Selanjutnya jika isu tersebut secara eksplisit muncul menjadi perhatian dari
otoritas pengambil keputusan maka isu kebijakan tersebut menjadi agenda institusional. Lebih lanjut Cobb dan Elder menjelaskan bahwa dinamika perluasan
isu tersebut pada umunya mengikuti prinsip-prinsip sebagai berikut
69
a Semakin mendua suatu isu didefinisikan, semakin besar kemungkinannya
untuk mencapai publik yang lebih luas tingkat spesifitas; :
b Definisi isu yang semakin signifikan secara sosial akan semakin besar
kemungkinannya berkembang menjadi perhatian publik yang lebih luas lingkup signifikansi;
c Jika isu didefinisikan sebagai isu yang memiliki relevansi jangka panjang,
semakin besar peluangnya akan terungkap ke audien yang lebih luas relevansi temporal;
d Semakin non-teknis isu itu didefinisikan, semakin besar kemungkinannya
akan sampai ke publik yang lebih luas tingkat kompleksitas; dan e
Semakin banyak isu didefinisikan sebagi isu yang memiliki sedikit preseden precedent, semakin besar peluang isu itu akan sampai ke
populasi yang lebih besar preseden kategoris.
68
Parsons, W. 2005. Public Policy: Pengantar Teori dan Praktik Analisis Kebijakan. Jakarta: Kencana. h. 130.
69
Parsons, W. 2005. Ibid., h. 130-131.
Universitas Sumatera Utara
Lebih lanjut dijelaskan bahwa siapa yang terlibat menyangkut para pelaku didalam organisasi dan diluar organisasi seperti para pembuat keputusan legislatif,
interest group, kelompok yang mendapat keuntungan dan kelompok yang dirugikan. Selanjutnya yang dimaksud dengan konteks peraturan adalah
menyangkut pemahaman bahwa kebijakan tidak dilakukan dalam situasi yang kosong. Sebelum kebijakan dilakukan, telah ada berbagai rencana aturan yang
mungkin menghambat atau memberikan kemudahan terhadap pelaksanaan kebijakan tersebut. Adapun badan yang melaksanakan kebijakan adalah unit-unit
organisasi atau lembaga yang melaksanakan suatu kebijakan yang ditengarai banyak badan yang tidak mampu melaksanakan kebijakan yang telah diputuskan,
karena timbulnya gejala pertambahan besar suatu lembaga dan menurunnya kemampuan.
Berdasarkan berbagi pemikiran diatas maka dapat disimpulkan bahwa pada hakikatnya proses pengambilan kebijakan privatisasi BUMN, termasuk
tahap perumusan atau formulasi kebijakan, tidak dapat dilepaskan dari pengaruh lingkungan dan sistem politik yang berlaku. Sehubungan dengan itu suatu
kebijakan pada dasarnya dirumuskan untuk menanggapi dan sekaligus dibatasi oleh lingkungannya sebagi konteks kebijakan. Perumusan kebijakan privatisasi
BUMN tersebut dilakukan oleh aktor-aktor kebijakan yang menduduki posisi dalam struktur pemerintahan dan lembaga-lembaga negara politik, serta
organisasi kemasyarakatan, melalui proses interaksi yang intensif sehingga melahirkan keputusan kebijakan. Dengan demikian suatu proses formulasi
kebijakan melibatkan komponen-komponen : aktor-aktor atau institusi-institusi
Universitas Sumatera Utara
kebijakan, proses atau perilaku dalam pengambilan keputusan organizational behavior, dan keputusan kebijakan.
IV.3. Aktor Kebijakan Privatisasi BUMN