4. Penolakan Manajemen
Manajemen dapat mengesampingkan kebijakan atau prosedur tertulis untuk tujuan tidak sah seperti keuntungan pribadi atau presentasi mengenai kondisi
keuangan suatu entitas yang dinaikkan atau status ketaatan. 5.
Biaya versus Manfaat Biaya pengendalian intern suatu entitas seharusnya tidak melebihi manfaat
yang diharapkan untuk diperoleh. Karena pengukuran yang tepat baik dari biaya dan manfaat biasanya tidak memungkinkan, manajemen harus membuat estimasi
kuantitatif maupun kualitatif dalam mengevaluasi hubungan biaya dan manfaat
2.1.6 Asimetri Informasi
Menurut Kurniawan 2012 Asimetri informasi adalah suatu kondisi dimana terjadi ketidakseimbangan yang dimiliki oleh agen dan principal yang disebabkan
karena distribusi informasi yang tidak sama antara kedua belah pihak. Menurut Martono dan Agus 2008 dalam Faramita 2011, manajer sebagai pengelola
yang mengatahui informasi perusahaan terkadang tidak memberikan sinyal mengenai kondisi perusahaan yang sesungguhnya kepada pemilik. Sementara
pemilik atau para pemegang saham mempunyai informasi yang lebih sedikit dibandingkan manajer karena tidak mempunyai kontak langsung dengan
perusahaan, sehingga mereka tidak mengetahui peristiwa-peristiwa signifikan yang terjadi. Kondisi seperti inilah yang menyebabkan terjadinya asimetri
informasi, yaitu kondisi dimana salah satu pihak dari suatu transaksi memiliki informasi lebih banyak atau lebih baik dibanding pihak lainnya.
Menurut Scott 2000 dalam Faramita 2011 terdapat dua macam asimetri informasi yaitu :
1. Adverse selection, yaitu bahwa para manajer serta orang-orang dalam
lainnya biasanya mengetahui lebih banyak tentang keadaan perusahaan dibandingkan pihak luar.
2. Moral hazard, yaitu jenis asimetri informasi dimana ada pihak yang
terkait dengan transaksi perusahaan yang dapat mengamati secara langsung berjalannya transaksi tersebut, sedangkan pihak lain tidak
dapat melakukan hal yang sama.
2.1.7 Keadilan Distributif
Secara konseptual keadilan distributif berkaitan dengan distribusi keadaan dan barang yang akan berpengaruh terhadap kesejahteraan individu.
Kesejahteraan yang dimaksud meliputi aspek-aspek fisik, psikologis, ekonomi, dan sosial. Tujuan distribusi ini adalah kesejahteraan sehingga yang
didistribusikan biasanya berhubungan dengan sumber daya, ganjaran atau keuntungan Deutsch, 1998 dalam Supardi, 2008. Selanjutnya menurut Supardi
2008 keadilan distributif merupakan sebuah persepsi tentang nilai-nilai yang diterima oleh pegawai berdasarkan penerimaan suatu keadaan atau barang yang
mampu mempengaruhi individu. Keadilan distributif pada dasarnya dapat tercapai bila penerimaan dan masukan antara dua orang sebanding. Jikalau dari
perbandingan proporsi yang diterima dirinya lebih besar, maka ada kemungkinan bahwa hal itu lebih ditoleransi atau tidak dikatakan tidak adil, dibanding bila
proporsi yang diterimanya lebih rendah dari yang semestinya.
Menurut Faturochman 2002, keadilan distributif terbagi menjadi 3 tingkatan yaitu nilai, perumusan nilai-nilai menjadi peraturan, dan implementasi
pertauran. Tingkat pertama keadilan distributif terletak pada nilai. Pada tingkat nilai keadilan hanya berlaku sesuai dengan nilai yang dianut. Prinsip pemerataan
dapat dikatakan adil karena nilai tersebut di anut. Bagi orang yang tidak menganutnya maka bisa saja mengatakan bahwa nilai tersebut tidak adil. Nilai-
nilai keadilan berubah sesuai dengan tujuan dan kondisi yang ada. Prinsip ini tidak cocok untuk meningkatkan prestasi atau dalam suatu kompetisi.
Tingkatan kedua keadilan distributif terletak pada perumusan nilai-nilai menjadi peraturan. Meskipun suatu prinsip keadilan distributif telah disepakati
sehingga ketidakadilan pada tingkat nilai tidak muncul, belum tentu keadilan distributif tidak dapat ditegakkan. Untuk operasionalisasi prinsip dan nilai yang
dianut perlu dibuat aturan yang tegas dan jelas. Misalnya, untuk mendistribusikan upah buruh, prinsip yang dianutnya adalah besarnya usaha. Agar distribusinya
adil, usaha harus dijelaskan indikatornya. Keadilan pada tingkat ini dapat tercapai bila pihak-pihak di dalamnya sepakat dengan aturan yang jelas itu.
Tingkatan ketiga keadilan distributif terletak pada implementasi peraturan. Untuk menilai distribusi adil atau tidak, dapat dilihat dari tegaknya peraturan yang
diterapkan. Bila peraturan yang disepakati tidak dijalankan sama sekali atau dijalankan sebagian, keadilan distributif tidak tercapai. Ketidakadilan distributif
juga tidak dapat dicapai bila peraturan tidak diterapkan secara konsisten baik antar waktu maupun antar individu.
2.1.8 Keadilan Prosedural