benar mengetahui permasalahan, dan informasi yang disampaikan lengkap.
4. Dapat diperbaiki. Upaya untuk memperbaiki kesalahan merupakan salah
satu tujuan penting perlu ditegakkannya keadilan. Oleh karena itu, prosedur yang adil juga mengandung aturan yang bertujuan untuk
memperbaiki kesalahan yang ada ataupun kesalahan yang mungkin akan muncul.
5. Representatif. Prosedur dikatakan adil bila sejak awal ada upaya untuk
melibatkan semua pihak yang bersangkutan. Meskipun keterlibatan yang dimaksudkan dapat disesuaikan dengan sub-sub kelompoknya yang ada,
secara prinsip harus ada penyertaan dari berbagai pihak sehingga akses untuk melakukan kontrol juga terbuka.
6. Etis. Prosedur yang adil harus berdasarkan pada standar etika dan moral.
Dengan demikian, meskipun berbagai hal di atas terperinci, bila subtansinya tidak memenuhi standar etika dan moral tidak bisa
dikatakan adil.
2.1.9 Komitmen Organisasi
Menurut Oktaviani 2012 komitmen organisasi adalah individu yang memiliki keinginan untuk berbuat etis terhadap organisasinya dengan tujuan agar
terciptanya tujuan yang diinginkan tidak lain semata-mata untuk kepentingan organisasi tersebut. Menurut Mathis 2001 komitmen organisasi adalah tingkat
kepercayaan dan penerimaan tenaga kerja terhadap tujuan organisasi dan mempunyai keinginan untuk tetap ada di dalam organisasi tersebut.
Jadi, dapat diambil kesimpulan bahwa komitmen organisasi merupakan sikap mental individu berkaitan dengan tingkat keloyalannya terhadap organisasi
tempat individu tersebut berkerja. Meyer dan Allen 1997 dalam Ihsan dan Iskak 2005 mengemukakan
tiga komponen mengenai komitmen organisasi, yang antara lain adalah: 1.
Komitmen efektif affectiive commitment terjadi apabila karyawan ingin menjadi bagian dari organisasi karena adanya ikatan emosional emotional
attchment atau psikologis terhadap organisasi. 2.
Komitmen kontinu continuance commitment muncul apabila karyawan tetap bertahan pada suatu organisasi karena membutuhkan gaji dan
keuntungan-keuntungan lain, atau karena karyawan tersebut tidak menemukan pekerjaan lain. Dengan kata lain, karyawan tersebut tinggal di
organisasi itu karena dia membutuhkan organisasi tersebut. 3.
Komitmen normatif normative commitment timbul dari nilai-nilai diri karyawan. Karyawan bertahan menjadi anggota suatu organisasi karena
memiliki kesadaran bahwa komitmen terhadap organisasi merupakan hal yang memang seharusnya dilakukan. Jadi, karyawan tersebut tinggal di
organisasi itu karena dia merasa berkewajiban untuk itu.
2.1.10 Budaya Etis Organisasi
Menurut Ivancevich et al., 2006 Budaya organisasi merupakan sebuah konsep yang penting, sebagai perspektif untuk memahami perilaku individu dan
kelompok dalam suatu organisasi. Menurut Schein dalam Ivancevich et al., 2006, definisi budaya organisasi adalah :
Suatu pola dari asumsi dasar yang diciptakan, ditemukan, atau dikembangkan oleh kelompok tertentu saat belajar menghadapi masalah
adaptasi eksternal dan integritas internal yang telah berjalan cukup baik untuk dianggap valid dan oleh karena itu, untuk diajarkan kepada anggota
baru sebagai cara yang benar untuk berpersepsi, berpikir, dan berperasaan sehubungan dengan msalah yang dihadapinya.
Menurut Robbin 1996 dalam Ikhsan dan Ishak 2005, budaya organisasi adalah suatu persepsi bersama yang dianut oleh anggota-anggota organisasi itu,
sehingga persepsi tersebut menjadi suatu sistem dan makna bersama di antara para anggotanya. Perilaku etis harus menjadi budaya dalam organisasi yang berarti
harus merupakan perilaku sehari-hari semua anggota organisasi baik dalam sikap, tingkah laku anggota maupun dalam keputusan manajemenorganisasi. Menurut
Schein 1992 dalam Zulkarnain 2013 budaya organisasi adalah pola dasar yang diterima oleh organisasi untuk bertindak dan memecahkan masalah, membentuk
karyawan yang mampu beradaptasi dengan lingkungan dan mempersatukan anggota-anggota organisasi.
Berdasarkan definisi mengenai budaya organisasi, dapat diambil kesimpulan bahwa budaya organisasi adalah suatu pola yang dianut bersama dalam suatu
organisasi yang tidak tertulis agar dapat dipatuhi oleh semua orang yang terlibat dalam organisasi tersebut.
Robert Kreitner dan Angelo Kinichi 2000 dalam Riyanto 2009 menyarankan tindakan-tindakan beikut ini untuk mengembangkan iklim etika
dalam organisasi: a.
Bertingkah laku etis Manajer hendaknya berlaku etis, karena manajer merupakan model
peran yang jelas.
b. Penyaringan karyawan yang potensial
Untuk mengembangkan perilaku etis harus dilakukan sejak awal yaitu sejak seleksi karyawan dilakukan. Penyaringan yang lebih teliti
di bidang ini dapat menyaring mereka untuk tidak berbuat kesalahan di kemudian hari. Mengembangkan kode etik yang lebih berarti.
Kode etik dapat menghasilkan dampak yang positif bila mereka memenuhi empat kriteria :
Kode etik harus mencakup atau berlaku kepada setiap
karyawan
Kode etik sungguh-sungguh didukung oleh top manajemen
Kode etik harus mengacu kepada praktik spesifik
Mereka karyawan hendaknya didorong dengan penghargaan atas prestasinya dan hukuman yang berat bagi
ketidakpatuhan. c.
Menyediakan pelatihan etika Para karyawan dapat dilatih untuk mengidentifikasikan dan
berhadapan dengan isu etis selama masa orientasi dan melalui sesi seminar dan pelatihan menggunakan video.
d. Meningkatkan perilaku etis
Perilaku etis harus didukung, dibiasakan, diulangi kembali, sedangkan perilaku yang tidak etis harus diberikan hukuman
sementara perilaku etis hendaknya dihargai.
e. Membentuk posisi, unit, dan mekanisme struktural lain yang
menggunakan etika. Etika harus menjadi kegiatan sehari-hari, bukan kegiatan yang sekali dilakukan kemudian disimpan dan dilupakan.
2.2 Review Penelitian Sebelumnya
Beberapa penelitian mengenai
faktor-faktor yang
mempengaruhi kecenderungan kecurangan akuntansi telah dilakukan. Penelitian yang dilakukan
oleh Cieslewiscz 2012 menunjukkan bahwa faktor-faktor dalam masyarakat antara lain tradisi, agama, budaya, norma-norma sosial dan kondisi sosial
penegakan hukum, iklim politik, dan kondisi sosial ekonomi berpengaruh terhadap kecurangan atau fraud. Persamaan penelitian ini dengan penelitian
Cieslewiscz 2012 adalah pengukuran variabel menggunakan persepsi. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian Cieslewiscz 2012 adalah pada model penelitian.
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif sementara penelitian yang dilakukan Cieslewiscz merupakan penelitian kualitatif.
Lou et al 2009 melakukan penelitian untuk menguji faktor yang berpengaruh terhadap kemungkinan kecurangan. Variabel yang digunakan
merupakan proksi dari faktor-faktor yang mempengaruhi fraud berdasarkan teori fraud triangle yaitu pressure, opportunity, dan rationalization. Pressure
diproksikan dengan tekanan keuangan dari perusahaan dan tekanan keuangan dari direktur atau supervisor dari perusahaan. Opportunity diproksikan dengan jumlah
transaksi yang kompleks dalam perusahaan dan pengendalian internal perusahaan. Rationalization diproksikan dengan integritas manajemen dan hubungan dengan
auditor. Di samping itu penelitian tersebut juga menggunakan variabel kontrol