1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kecurangan atau fraud merupakan suatu kesalahan yang dilakukan secara sengaja. Dalam lingkup akuntansi, konsep kecurangan atau fraud merupakan
penyimpangan dari prosedur akuntansi yang seharusnya diterapkan dalam suatu entitas. Penyimpangan tersebut akan berdampak pada laporan keuangan yang
disajikan oleh perusahaan. Statement of Auditing Standart dalam Norbarani 2012 mendefinisikan fraud sebagai tindakan kesengajaan untuk menghasilkan
salah saji material dalam laporan keuangan yang merupakan subyek audit. Salah saji material dalam laporan keuangan akan menyesatkan stakeholder atau
pengguna laporan keuangan karena informasi yang ada dalam laporan keuangan tersebut tidak mencerminkan kondisi perusahaan yang sebenarnya.
Jenis laporan keuangan yang disajikan dalam entitas pemerintahan sedikit berbeda dengan laporan keuangan yang disajikan dalam entitas swasta. Dalam
instansi pemerintah laporan keuangan yang disajikan antara lain adalah laporan realisasi anggaran, neraca, laporan arus kas dan catatan atas laporan keuangan.
Menurut Standar Akuntansi Pemerintahan PP No 24 tahun 2005,2005 laporan keuangan disusun untuk menyediakan informasi yang relevan mengenai posisi
keuangan dan seluruh transaksi yang dilakukan oleh suatu entitas pelaporan. Laporan keuangan terutama digunakan untuk membandingkan realisasi
pendapatan, belanja, transfer dan pembiayaan dengan anggaran yang telah
ditetapkan, menilai kondisi keuangan, mengevaluasi efektivitas dan efisiensi suatu entitas pelaporan dan membantu menentukan ketaatannya terhadap peraturan
perundang-undangan Santoso Pambeleum, 2008. Secara umum, tujuan dan fungsi laporan keuangan sektor publik antara lain adalah kepatuhan dan
pengelolaan compliance and stewardship, akuntabilitas dan pelaporan retrospektif accountibility and restrosprective reporting, perencanaan dan
informasi otorisasi planning and authorization information, kelangsungan organisasi viability, hubungan masyarakat public relation dan sumber fakta
dan gambaran source of fact and figures Mardiasmo, 2004. Dalam lingkup entitas pemerintahan, laporan keuangan merupakan alat
komunikasi dengan masyarakat. Masyarakat dapat mengetahui kinerja pemerintah melalui laporan keuangan dengan membandingkan anggaran yang telah
ditetapkan dengan realisasinya. Masyarakat atau pihak yang berkepentingan lainnya juga dapat menilai tingkat efisiensi dan efektifitas pengelolaan sumber
daya. Selain sebagai alat komunikasi kepada publik, laporan keuangan juga
merupakan bentuk akuntabilitas kepada publik mengenai kinerja dari entitas publik. Pertanggungjawaban kepada publik harus dilakukan secara transparan.
Jika dalam laporan keuangan mengandung fraud, maka pemerintah di nilai tidak memenuhi fungsi utamanya berkaitan dengan kepentingan publik.
Laporan keuangan dalam entitas pemerintahan sangat erat hubungannya dengan kepentingan publik. Untuk itu, seharusnya laporan keuangan disajikan
secara wajar dan tidak mengandung unsur kecurangan atau fraud. Kecurangan
atau fraud bisa saja dilakukan oleh manajer sampai pegawai. Jenis fraud yang paling sering terjadi dalam entitas pemerintahan adalah korupsi Sukanto,2007.
Berdasarkan survey dari transparency.org, Indonesia merupakan negara terkorup se-Asia Pasifik. Tidak hanya itu, Indonesia juga merupakan negara
terkorup no. 5 se-dunia satu level di bawah Kamerun. Indonesian Corruption Watch ICW mengumumkan, dari 14 lembaga negara paling korupsi, urutan
pertama diduduki Pemerintah Kabupaten Pemkab dengan jumlah 246 kasus .peringkat kedua diduduki kelembagaan dalam naungan Pemerintah Kota
Pemkot yang memiliki 56 kasus disusul pada peringkat ketiga, yakni seluruh lembaga di Pemerintah Provinsi Pemprov dengan jumlah 23 kasus. Urutan
keempat diduduki Badan Usaha Milik Negara BUMN yang mencapai 18 kasus korupsi. Menurut Koordinator Divisi Investigasi ICW, Sunaryanto, walaupun
jumlah korupsi di BUMN relatif lebih kecil dibanding Pemkot dan Pemprov, namun potensi merugikan negaranya di posisi kedua setelah Pemkab, yakni
mencapai Rp 249,4 miliar, baru diikuti Pemprov yang mencapai Rp 88,1 miliar. KPU KPUD merupakan lembaga terkorup kelima, 14 kasus dengan nilai
kerugian negara Rp 26 miliar. Sementara lembaga terkorup keenam Kementrian dengan 13 kasus dengan kerugian negara Rp 56 miliar. Sedangkan untuk kasus
ketujuh hingga keempatbelas, masing-masing BUMD dengan 12 kasus dengan nilai kerugian negara Rp 69 miliar, DPRDDPR 10 kasus, Rp 8 miliar, Badan 8
kasus, Rp 15 miliar, Perguruan Tinggi 7 kasus, Rp 12 miliar, Pengadilan 4 kasus, Rp 2 miliar, Kejaksaan 4 kasus, Rp 0,8 miliar, Ormas atau LSM 2
kasus, Rp 24 miliar,dan Bank Indonesia 1 kasus gatra.news6 Februari 2012.
Berdasarkan data Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran Fitra Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan provinsi paling bersih dari
korupsi nomor 2 setelah Bangka Belitung dengan nilai korupsi sebesar Rp 4 miliar, nilai yang relatif kecil dibanding dengan Provinsi DKI Jakarta yang
merupakan provinsi terkorup se-Indonesia dengan nilai korupsi sebesar Rp 721 miliar. Selain itu, berdasarkan laporan audit BPK, Provinsi DIY selalu
mendapatkan opini wajar tanpa pengecualian sejak tahun 2010 sampai sekarang detiknews.com.
Berdasarkan data dari infokorupsi.com terdapat beberapa kasus korupsi yang terjadi di Yogyakarta yang menunjukkan nilai yang sangat berlawanan
dengan data yang diungkap Fitra. Kasus tersebut antara lain kasus yang terjadi di Provinsi DIY sendiri, Bantul, Sleman, Gunungkidul, dan Kulonprogo. Kasus yang
terjadi di Provinsi DIY antara lain kasus korupsi dana rekonstruksi pasca gempa senilai Rp 6,4 miliar dan yang terbaru kasus bus trans jogja yang ditaksir
merugikan negara senilai Rp 12,5 miliar . Kasus yang terjadi di Bantul antara lain kasus pengadaan buku ajar senilai Rp 250 juta, kasus pembelian Bantul radio
senilai 1,7 miliar dan kasus penjualan tanah kas Desa Bangunharjo senilai Rp 8 miliar. Kasus korupsi yang terjadi di Sleman adalah kasus korupsi hibah KONI
Sleman senilai Rp 1 miliar dan korupsi buku ajar senilai Rp 12,1 miliar. Kasus korupsi yang terjadi di Kulonprogo adalah kasus korupsi APBD senilai Rp 12,1
miliar. Sementara kasus korupsi yang terjadi di Gunungkidul adalah kasus korupsi dana tunjangan anggota DPR dan kasus duplikasi anggaran asuransi PNS masing-
masing sebesar Rp 2,8 miliar dan Rp 1,7 miliar.
Berdasarkan kasus-kasus di atas, total semua kasus korupsi yang terjadi di Yogyakarta adalah senilai Rp 58,55 miliar. Belum lagi, menurut infokorupsi.com
ada beberapa kasus dugaan korupsi yang belum dilimpahkan ke PN. Contoh kasus dugaan korupsi adalah kasus markup dana perjalanan dinas dan kasus halte bus
transjogja. Secara
skematis Association
of Certified
Examiners ACFE
menggambarkan occupational fraud dalam bentuk fraud tree. Pohon ini menggambarkan cabang-cabang dari fraud dalam hubungan kerja, beserta ranting
dan anak rantingnya. Occupational fraud tree ini mempunyai 3 cabang utama yakni Asset Misappropriation Penyalahgunaan Aset, fraudulent statement
Kecurangan Laporan Keuangan , dan Corruption Korupsi . Asset Misappropriation meliputi penyalahgunaan atau pencurian asset atau
harta perusahaan atau pihak lain. Asset misappropriation merupakan bentuk fraud yang paling mudah dideteksi karena sifatnya yang tangible atau dapat diukur atau
dihitung defined value. Fraud jenis ini juga merupakan jenis fraud yang frekuensi terjadinya paling sering dan biasanya dilakukan oleh pegawai yang
kurang memiliki pengaruh atau wewenang dalam organisasi. Fraudulent statement meliputi tindakan yang dilakukan oleh pejabat atau eksekutif suatu
perusahaan atau instansi pemerintah untuk menutupi kondisi keuangan yang sebenarnya dengan melakukan rekayasa keuangan financial engineering dalam
penyajian laporan keuangannya untuk memperoleh keuntungan atau mungkin dapat dianalogikan dengan istilah window dressing. Corruption Korupsi
merupakan jenis fraud yang paling sulit dideteksi karena menyangkut kerja sama
dengan pihak lain seperti suap dan korupsi, di mana hal ini merupakan jenis yang terbanyak yang terjadi di negara-negara berkembang yang penegakan hukumnya
lemah dan masih kurang kesadaran akan tata kelola yang baik sehingga faktor integritasnya masih dipertanyakan Christofel, 2010.
Korupsi merupakan jenis fraud yang sering dilakukan oleh seseorang dengan jabatan atau wewenang yang tinggi pada suatu perusahaan. Frekuensi
fraud jenis ini lebih jarang dibandingkan dengan asset missapropriation akan tetapi lebih merugikan perusahaan dikarenakan nominalnya yang relatif lebih
tinggi. Menurut Goolsarran 2006 dalam Kurniawan 2009, korupsi menyebabkan sejumlah dampak terhadap perekonomian dimana: 1 barang dan
jasa menjadi lebih banyak memakan biaya sehingga merugikan kualitas dan standar hidup masyarakat; 2 perdagangan yang terdistorsi karena preferensi
lebih diberikan kepada barang dan jasa yang dapat menawarkan tingkat penyuapan yang tinggi; 3 akumulasi tingkat hutang publik jangka panjang yang
tinggi akibat dari kecenderungan pemerintahan yang korup untuk memakai dana pinjaman luar negeri dalam membiayai proyek-proyek yang padat modal; serta 4
terjadinya missalokasi sumberdaya yang langka dan tidak diperhatikannya sejumlah daerah yang membutuhkan prioritas pembangunan akibat pejabat yang
korup lebih mementingkan daerah lain yang dapat menghasilkan lebih banyak keuntungan pribadi untuk dirinya.
Motivasi seseorang melakukan kecurangan atau fraud relatif bermacam- macam. Salah satu teori yang menjelaskan tentang motivasi seseorang melakukan
fraud adalah Fraud Triangle Theory. Fraud triangle terdiri atas tiga komponen
yaitu opportunity kesempatan, pressure tekanan, dan rationalization rasionalisasi.
Kesempatan atau
opportunity merupakan
suatu kondisi
yang memungkinkan seseorang bisa melakukan kecurangan. Kondisi tersebut
sebenarnya dapat dikendalikan oleh perusahaan. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya kondisi tersebut dalam lingkup entitas pemerintahan
antara lain penegakan peraturan, keefektifan sistem pengendalian internal, dan asimetri informasi.
Dalam rangka mengendalikan perilaku anggota organisasi agar proses operasional organisasi berjalan secara efektif dan efisien, dibuatlah peraturan
organisasi. Peraturan tersebut harus dipatuhi oleh semua pegawai. Biasanya, pegawai yang melakukan pelanggaran terhadap peraturan tersebut akan dikenai
sanksi, tujuannya agar di masa mendatang pelanggaran tersebut tidak terjadi lagi, baik oleh pegawai yang melakukan pelanggaran sebelumnya maupun pegawai
yang belum pernah melakukan pelanggaran. Salah satu contoh pelanggaran tersebut adalah kecurangan. Jika dalam organisasi penegakan peraturan atas
pelanggaran dinilai baik, maka perilaku menyimpang seperti kecurangan yang mungkin terjadi dalam organisasi dapat diminimalkan.
Kecurangan akan dilakukan jika ada kesempatan dimana seseorang harus memiliki akses terhadap aset atau memiliki wewenang untuk mengatur prosedur
pengendalian yang memperkenankan dilakukannya skema kecurangan. Jabatan, tanggung jawab, maupun otorisasi memberikan peluang untuk terlaksananya
kecurangan Suprajadi, 2009. Untuk meminimalisir peluang atau kesempatan
seseorang untuk melakukan kecurangan maka diperlukan pengendalian internal yang efektif.
Asimetri informasi merupakan keadaan dimana pihak dalam perusahaan mengetahui informasi yang lebih baik dibanding pihak luar perusahaan
stakeholder.Jika terjadi kesenjangan informasi antara pihak pengguna dan pihak pengelola, maka akan membuka peluang bagi pihak pengelola dana untuk
melakukan kecurangan. Jadi dalam penelitian ini, opportunity dalam teori fraud triangle diproksikan dengan persepsi mengenai penegakan peraturan , keefektifan
pengendalian internal, dan asimetri informasi. Menurut Salam 2005 dalam Kurniawati 2012, tekanan pressure yaitu
insentif yang mendorong orang melakukan kecurangan karena tuntutan gaya hidup, ketidakberdayaan dalam soal keuangan, perilaku gambling, mencoba-coba
untuk mengalahkan sistem dan ketidakpuasan kerja. Tekanan merupakan faktor yang berasal dari kondisi individu yang menyebabkan seseorang melakukan
kecurangan. Tekanan dari dalam diri seseorang tersebut dapat dipengaruhi oleh lingkungan tempat bekerja. Salah satu, faktor lingkungan yang dapat
menyebabkan tekanan pada seorang pegawai adalah mengenai keadilan organisasional dalam perusahaan. Keadilan tersebut berkaitan dengan bagaimana
seseorang mendapatkan reward berupa gaji atau kompensasi lain atas pekerjaan nya keadilan distributif dan bagaimana prosedur berkaitan dengan reward yang
tersebut keadilan prosedural. Jika seorang pegawai merasakan ketidakadilan dalam dirinya, akan membuat pegawai tersebut cenderung merasa tidak puas
bahkan merasa tertekan. Jika hal tersebut terjadi, pagawai tersebut akan
melakukan sesuatu agar dirinya puas, seperti dengan cara melakukan kecurangan. Jadi, dalam penelitian ini tekanan atau pressure diproksikan dengan persepsi
mengenai persepsi mengenai keadilan prosedural dan keadilan distributif. Menurut Skousen 2009 dalam Norbarani 2012 rasionalisasi adalah
komponen penting dalam banyak kecurangan, rasionalisasi menyebabkan pelaku kecurangan mencari pembenaran atas perbuatannya. Rasionalisasi merupakan
bagian dari fraud triangle yang paling sulit diukur. Budaya organisasi dan komitmen organisasi merupakan faktor yang diduga dijadikan alasan pembenaran
mengapa pegawai melakukan kecurangan. Robbins Judge 2007 dalam Kurniawan 2011 mendefinisikan
komitmen sebagai suatu keadaan dimana seorang individu memihak organisasi serta tujuan-tujuan dan keinginannya untuk mempertahankan keanggotaannya
dalam organisasi. Semakin tinggi komitmen pegawai terhadap organisasi, pegawai tersebut cenderung tidak akan melakukan hal-hal yang bisa saja menghambat
tercapainya tujuan organisasi. Sebaliknya, jika pegawai memiliki komitmen yang rendah terhadap organisasinya, maka pegawai cenderung akan melakukan hal-hal
yang menghambat tercapainya tujuan organisasi demi tujuan pribadinya sendiri. Salah satu contoh tindakan tersebut adalah kecurangan. Pegawai tersebut akan
merasionalisasi tindakannya dikarenakan pegawai tersebut tidak memiliki penerimaan yang baik atas nilai-nilai dan tujuan organisasi.
Menurut Robbins 2006 budaya organisasi adalah sistem makna bersama yang dianut oleh anggota-anggota yang membedakan organisasi itu dari organisasi
yang lain. Untuk meningkatkan kepuasan kerja dan kinerja karyawan diperlukan
budaya organisasi yang kuat. Budaya organisasi yang kuat akan memicu karyawan untuk berfikir, berperilaku dan bersikap sesuai dengan nilai-nilai
organisasi. Sehingga, semakin kuat budaya etis organisasi, semakin sedikit kecurangan yang mungkin akan dilakukan oleh karyawan. Jadi, dalam penelitian
ini, rasionalisasi rationalization diproksikan dengan persepsi mengenai komitmen organisasi dan budaya etis organisasi.
Beberapa penelitian menunjukkan faktor-faktor yang mempengaruhi kecenderungan kecurangan fraud. Penelitian Wilopo 2006 menunjukkan
bahwa pengendalian intern, ketaatan aturan akuntansi, asimetri informasi akuntansi dan moralitas manajemen berpengaruh terhadap perilaku tidak etis dan
kecenderungan kecurangan akuntansi, sementara kesesuaian kompensasi tidak berpengaruh terhadap perilaku tidak etis dan kecenderungan kecurangan
akuntansi, dan perilaku tidak etis berpengaruh terhadap kecenderungan kecurangan akuntansi. Pristiyanti 2012 melakukan penelitian pada pemerintah
kota dan kabupaten Semarang. Hasilnya menunjukkan bahwa keadilan distributif dan keadilan prosedural tidak berpengaruh terhadap kecurangan, sementara sistem
pengendalian internal, kepatuhan pengendalian internal,budaya etis organisasi,dan komitmen organisasi berpengaruh terhadap kecurangan. Penelitian Kusumastuti
2012 menunjukkan bahwa keefektifan pengendalian internal, kesesuaian kompensasi, dan asimetri informasi tidak berpengaruh terhadap kecenderungan
kecurangan akuntansi. Obyek dari penelitian ini adalah Dinas Provinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta. Alasan penelitian dilakukan di Yogyakarta dikarenakan banyaknya
isu mengenai dugaan korupsi yang kasusnya sampai sekarang masih mengambang. Selain itu, menurut survey ICW pemerintah provinsi menempati
posisi ketiga kategori lembaga negara terkorup se-Indonesia. Selan itu, penelitian dilakukan pada Dinas Provinsi dikarenakan penelitian sebelumnya sudah
dilakukan pada Pemerintah Kabupaten dan Pemerintah Kota sehingga penelitian ini dapat dibandingkan dengan penelitian sebelumnya dengan obyek yang
berbeda. Berdasarkan penelitian yang sudah ada mengenai kecurangan dan isu-isu mengenai korupsi pada entitas pemerintahan, maka peneliti bermaksud melakukan
penelitian dengan judul “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kecenderungan Kecurangan Fraud
: Persepsi Pegawai Dinas Povinsi DIY”
1.2 Rumusan masalah