berpengaruh terhadap kecenderungan kecurangan fraud. Hal tersebut dapat dibuktikan dari nilai t-statistik sebesar 0,791, nilai tersebut dibawah 1,983
yang merupakan nilai t-statistic sehingga H7 ditolak. Artinya budaya etis organisasi tidak dapat meminimlisir terjadinya kecenderungan kecurangan
fraud. Tabel 4.20 Hasil Rekapitulasi Pengujian Hipotesis
Hipotesis Pernyataan
Hasil H1
Penegakan peraturan berpengaruh negatif terhadap kecenderungan kecurangan fraud.
Hipotesis alternatif diterima
H2 Keefektifan pengendalian internal berpengaruh negatif
terhadap kecenderungan kecurangan fraud. Hipotesis alternatif
diterima H3
Asimetri informasi berpengaruh positif terhadap kecenderungan kecurangan fraud.
Hipotesis alternatif diterima
H4 Keadilan distributif berpengaruh negatif terhadap
kecenderungan kecurangan fraud. Hipotesis alternatif
diterima H5
Keadilan prosedural berpengaruh negatif terhadap kecenderungan kecurangan fraud
Hipotesis alternatif diterima
H6 Komitmen organisasi berpengaruh negatif terhadap
kecenderungan kecurangan fraud Hipotesis alternatif
diterima H7
Budaya etis organisasi berpengaruh negatif terhadap kecenderungan kecurangan fraud
Hipotesis alternatif ditolak
Sumber : Data diolah, 2013
4.6 Pembahasan
Berikut ini merupakan pembahasan yang berkaitan dengan penelitian mengenai kecenderungan kecurangan fraud:
4.6.1 Analisis Deskripsi Variabel Penelitian
Berikut ini merupakan pembahasan mengenai kriteria penilaian untuk masing- masing variabel yang digunakan dalam penelitian.
1. Kecenderungan Kecurangan
Berdasarkan tabel 4.3 dapat diketahui bahwa nilai rata-rata tertinggi ditunjukkan oleh indikator KK3 d
engan persepsi bahwa “Suatu hal yang wajar
bagi instansi saya, apabila untuk tujuan tertentu harga beli peralatanperlengkapan kantor dicatat lebih tinggi”. Dengan demikian, berdasarkan persepsi pegawai
subbag keuangan di Dinas Provinsi DIY, suatu hal yang wajar terjadi apabila pencatatan biaya untuk perolehan peralatanperlengkapan kantor dicatat lebih
besar dari harga semestinya. Hal tersebut merupakan suatu kejadian yang sangat sering dijumpai. Hal tersebut telah menjadi suatu budaya pada suatu instansi dan
pihak lain juga telah memaklumi hal tersebut. Sehingga, pada saat melakukan hal tersebut, pelaku tidak merasa bersalah akan apa yang telah dilakukannya. Dengan
melakukan pencatatan overstatement tersebut, pelaku dapat memperoleh keuntungan berupa selisih dari biaya yang sebenarnya dan biaya yang dibebankan.
Hal tersebut tentu saja akan berpengaruh langsung terhadap laporan keuangan jika jumlah nya material.
2. Penegakan Peraturan
Berdasarkan tabel 4.5 dapat diketahui bahwa nilai rata-rata terendah
ditunjukkan oleh indikator PP2 dengan persepsi bahwa “ Di instansi tempat saya
bekerja, saya merasa para pejabat tanggap dalam penanganan pelanggaran peraturan”. Artinya ketika ditemukan suatu pelanggaran pada instansi tempat
responden bekerja, maka pejabat yang berwewenang kurang tanggap, hal tersebut bisa saja disebabkan oleh pekerjaan dan kesibukan dari para pejabat terkait
sehingga lamban dalam penanganan pelanggaran peraturan. Hal lain yang mungkin juga mempengaruhi lambannya penanganan pelanggaran peraturan
adalah kebijakan yang mengatur mengenai pelanggaran peraturan tersebut. Sehingga, pejabat terkait kurang dapat menggunakan wewenangnya untuk
mengatasi pelanggaran peraturan tersebut. Hal tersebut dapat menimbulkan peluang pegawai untuk melanggar peraturan dikarenakan persepsi dari pegawai
bahwa para pejabat lamban dalam menangani pelanggaran peraturan sehingga tidak terlalu khawatir dengan sanksi yang akan diberikan jika pegawai tersebut
melanggar peraturan.
3. Keefektifan Pengendalian Internal
Berdasarkan tabel 4.7 dapat diketahui bahwa nilai rata-rata terendah ditunjukkan oleh indikator KPI5 dengan persepsi bahwa “Di instansi tempat saya
bekerja, diterapkan peraturan untuk dilakukannya pemantauan dan evaluasi atas aktivitas operasional untuk menilai pelaksanaan pengendalian internal misalnya
derajat keamanan kas, persediaan, dsb” Dengan demikian berdasarkan persepsi responden, belum terdapat peraturan yang berkaitan dengan pemantauan yang
berkaitan dengan kegiatan operasional perusahaan, hal tersebut bisa saja disebabkan oleh kurangnya kebijakan dari pejabat yang berwenang atas hal
tersebut. Instansi lebih menekankan pada pengendalian lainnya. Hal tersebut tentu akan membuka peluang bagi pegawai untuk melakukan hal yang menyimpang
berkaitan dengan kegiatan operasional dikarenakan kurang ketatnya pemantauan atas kegiatan operasional instansi.
4. Asimetri Informasi
Berdasarkan tabel 4.9 dapat diketahui bahwa rata-rata tertinggi ditunjukkan oleh indikator AI4 dan AI5 dengan persepsi bahwa “Hanya pihak internal instansi
yang mengerti lika- liku pembuatan laporan keuangan” dan “ Hanya pihak internal
instansi yang mengetahui isi dan angka yang sebenarnya dari laporan keuangan
yang disusun”. Berarti, kesenjangan informasi antara pihak pengelola dan pihak pemakai berkaitan dengan pembuatan laporan keuangan instansi publik tersebut
cukup tinggi, dikarenakan kurangnya transparansi atau keterbukaan antara pihak pengelola keuangan dan pihak masyarakat. Hal tersebut juga bisa disebabkan oleh
kurangnya akses dari masyarakat untuk mendapatkan informasi tersebut. Di samping itu, tidak semua masyarakat mengerti mengenai pembuatan laporan
keuangan, sehingga cenderung tidak peduli terhadap hal tersebut.
5. Keadilan Distributif
Berdasarkan tabel 4.11 dapat diketahui bahwa nilai rata-rata terendah ditunjukkan oleh indikator KD3 dengan persepsi bahwa “Gaji dan kompensasi
lain yang saya terima di tempat kerja menggambarkan apa yang saya berikan kepada tempat kerja saya”. Dengan demikian, menurut persepsi responden gaji
dan kompensasi yang diterima tidak menggambarkan apa yang diberikan terhadap instansi. Hal tersebut disebabkan oleh kompleks nya pekerjaan yang harus
dilakukan oleh pegawai subbag keuangan Dinas Provinsi DIY karena harus menangani semua SKPD baik Kabupaten dan Kota sehingga cakupan pekerjaan
sangat luas dan pertanggungjawaban langsung kepada gubernur sehingga pekerjaan yang dilakukan harus sangat teliti sementara gaji yang diperoleh sama
saja dengan orang yang bekerja pada Dinas Kabupaten atau Kota yang cakupan pekerjaannya relatif tidak se kompleks pegawai yang bekerja pada Dinas Provinsi.
Sehingga, responden mempersepsikan bahwa gaji atau kompensasi yang diperoleh tidak menggambarkan apa yang diberikan terhadap instansi karena gaji yang
diterima semua sama berdasarkan pangkat dan masa kerja.
6. Keadilan Prosedural
Berdasarkan tabel 4.13 dapat diketahui bahwa nilai rata-rata terendah ditunjukkan oleh indikator KP6 dengan persepsi bahwa “Prosedur penggajian dan
pemberian kompensasi lain di tempat saya bekerja memungkinkan saya memberi masukan dan koreksi”. Menurut persepsi responden, semua kebijakan yang
berkaitan dengan kebijakan prosedur penggajian dan pemberian kompensasi murni dilakukan oleh pejabat yang memiliki wewenang tinggi saja, sementara
pegawai tidak diberi kesempatan untuk menentukan kebijakan mengenai prosedur tersebut. Atau dengan kata lain, penentuan mengenai penetapan prosedur
pemberian gaji atau kompensasi lain menggunakan sistem topdown. Pihak bawahan hanya dapat mematuhi apa yang telah ditetapkan oleh pihak yang
memiliki wewenang yang lebih tinggi.
7. Komitmen Organisasi
Berdasarkan tabel 4.15 dapat diketahui bahwa rata-rata terendah ditunjukkan oleh indikator KO7 dengan persepsi bahwa “Saya lebih memilih untuk bergabung
dengan instansi ini sebagai tempat saya beke rja daripada instansi lain”. Hal ini
menunjukkan bahwa sebenarnya responden lebih tertarik untuk bergabung dengan instansi lain, hal ini dapat disebabkan oleh ketidakpuasan yang dirasakan oleh
responden terhadap perlakuan yang diterima berkaitan dengan pekerjaannya di instansi tersebut. Pegawai berasumsi bahwa pekerjaannya adalah untuk
kepentingannya sendiri sehingga ketika pegawai tersebut merasa tidak nyaman, pegawai tersebut dapat dengan mudah untuk memutuskan untuk berpindah
instansi. Menurut Mowday 1982 dalam Sopiah 2008 komitmen organisasional
merupakan dimensi perilaku penting yang dapat digunakan untuk menilai kecenderungan karyawan untuk bertahan sebagai anggota organisasi. Pegawai
yang lebh memilih untuk bergabung dengan instansi lain, berarti komitmen terhadap organisasi nya rendah.
8. Budaya Etis Organisasi
Berdasarkan tabel 4.17 dapat diketahui bahwa rata-rata terendah ditunjukkan oleh indikator BEO5 dengan persepsi bahwa “Di instansi tempat saya bekerja
lingkup pemeriksaan yang dilakukan inspektorat meliputi masalah perlindungan etika”. Pada instansi tempat responden bekerja, masalah perlindungan etika
kurang menjadi prioritas utama sehingga pegawai mempersepsikan bahwa masalah perlindungan etika dalam lingkup pemeriksaan yang dilakukan oleh
inspektorat kurang di blow up. Dalam melakukan pemeriksaan berkaitan dengan pengawasan yang dilakukan oleh inspektorat, hal yang utama adalah menilai
efektifitas dan efisiensi kegiatan operasional organisasi sehingga tujuan dari organisasi dapat tercapai. Masalah etika merupakan problem yang lebih mengarah
kepada hal yang bersifat psikologis. Sehingga seharusnya hal tersebut sudah tertanam dalam diri masing-masing pegawai.
4.6.2 Pembahasan Hasil Pengujian Hipotesis