65
sejalan dengan komposisi mata pencaharian warga yang dominan di Kelurahan Cibubur. Perbandingan jenis mata pencaharian warga pada tiga Kelurahan
dapat dilihat pada Tabel 16 berikut, Tabel 16. Jenis Mata Pencaharian Warga di Kelurahan Pondok Kelapa, Kramat
Jati dan Cibubur
No. Mata Pencaharian
Jumlah Jiwa Kelurahan
Pondok Kelapa Kelurahan
Kramat Jati Kelurahan
Cibubur
1. 2.
3. 4.
5. 6.
7. 8.
9.
10. Petani
Nelayan Buruh
Pedagang Karyawan Swasta
PNS ABRI
Pensiunan Swasta lainnya
Lain-lain -
- 356
8.738 -
17.736 -
3.884 -
17.311 -
- 1.200
1.350 3.600
1.055
335 685
250 650
- -
20 75
519 719
467 112
142 96
Total Jumlah 48.025
9.125 2.150
Sumber : Monografi Kelurahan Pondok Kelapa, Kelurahan Kramat Jati dan Kelurahan Cibubur, 2006
4.4. Pengelolaan Sampah Permukiman di Wilayah Jakarta Timur
Umumnya timbulan sampah dari areal permukiman merupakan sampah- sampah yang berasal dari halaman rumah, dapur dan hasil sampah dari aktivitas
rumah tangga lainnya seperti sisa pengolahan makanan, bekas pembungkus, sampah bekas alat rumah tangga, sampah daun dan tanaman lainnya, kulit
buah dan kaleng bekas kemasan bahan makanan. Pengelolaan sampah di permukiman dimulai dari pemilahan dan pewadahan di tingkat rumah tangga.
Pada tahap tersebut hanya sebagian kecil saja yang telah melakukan pemilahan 2,35 yang menunjukkan bahwa sosialisasi konsep pemilahan dan daur ulang
sampah masih sangat kurang, di samping infrastruktur yang tidak mendukung masyarakat untuk melakukan pemilahan. Meskipun terdapat kegiatan
penyuluhan bagi masyarakat secara berkala, tetapi belum mampu menggerakkan masyarakat untuk berpartisipasi secara langsung dalam
pengelolaan sampah.
66
Pembakaran sampah baik di lingkungan rumah tinggalnya maupun di pinggir luar wilayah permukimannya ternyata masih banyak dilakukan. Kondisi
tersebut terutama terjadi di wilayah yang tidak ada atau cukup jauh dari TPS, tidak ada sistem pengangkutan yang dikelola oleh RTRW dan masih ada lahan
kosong untuk membakar sampah, yang umumnya berada pada permukiman lapisan menengah bawah. Selain itu, fenomena NIMBY Not In My Back Yard
sangat terasa yang secara umum ditunjukkan dengan kurangnya kepedulian dan respon masyarakat terhadap kebersihan lingkungan di luar pagar
rumahnya. Hal tersebut terjadi karena pandangan masyarakat bahwa di luar lingkungan rumah merupakan tanggungjawab pemerintah. Meskipun anggapan
tersebut benar, tetapi kepedulian dan partisipasi masyarakat tetap diperlukan dan menjadi salah satu faktor kunci dalam implementasi kebijakan persampahan
di masa yang akan datang. Sampah domestik di DKI Jakarta seluruhnya dikelola oleh Dinas
Kebersihan, dengan bantuan masyarakat dalam pengumpulan di tingkat RTRW. Meskipun terdapat Perda yang mengatur retribusi sampah, tetapi kenyataan di
lapangan menunjukkan bahwa pembiayaan pengumpulan sampah dikelola oleh RTRW. Secara garis besar, diagram alir pengelolaan sampah permukiman di
Jakarta Timur, dapat dilihat pada Gambar 8 berikut,
Gambar 8. Perjalanan Sampah Permukiman di Jakarta Timur TPS = Tempat Pengumpulan Sementara; TPA = Tempat Pembuangan Akhir
Rumah Tinggal
TPS TPA
Pengumpulan oleh petugas
Pembuangan langsung oleh warga ke TPS
Pembakaran sampah langsung oleh warga
Pembuangan sampah ke badan air dan lahan
kosong oleh warga
67
Saat ini tempat penyimpananpewadahan disediakan masing-masing rumah. Umumya tempat pewadahan sampah berupa tong sampah, bak sampah
atau kantong plastik. Banyak sekali ditemukan masyarakat memiliki pewadahan berupa bak sampah permanen yang ditempatkan di atas saluran drainase. Bak
sampah permanen sangat tidak higienis bagi petugas sampah, sebab sebagian besar tidak didesain dengan baik. Oleh karena itu, dari aspek lingkungan jenis
pewadah tersebut tidak dianjurkan. Pola pewadahan juga memberikan andil yang besar bagi kelancaran pengumpulan sampah. Sampah dalam bak
permanen akan menambah pekerjaan dan waktu bagi petugas pengangkut sampah. Kebanyakan sampah basah yang dibuang ke tempat pewadahan
sudah dimasukkan ke dalam kantong plastik yang tertutupterikat terlebih dahulu, untuk mengurangi berkembang biaknya lalat. Namun seringkali ada
keluhan dari masyarakat bahwa sampah yang sudah terbungkus rapi dalam kantong plastik tersebut menjadi berantakan karena diacak-acak oleh pemulung
yang masuk ke dalam lingkungan perumahan. Hal tersebut dapat dihindari melalui pemilahan sampah di tingkat rumah tangga dan bekerjasama dengan
pemulung seperti yang diterapkan di Banjarsari-Cilandak Barat dan Rawajati- Pancoran di Jakarta Selatan. Di seluruh wilayah DKI Jakarta, masih sangat
jarang masyarakat yang mau melakukan pemilahan dengan berbagai alasan. Sebagai suatu studi kasus, Kampung Banjarsari-Cilandak Barat dan
Rawajati-Pancoran di Jakarta Selatan dapat dijadikan gambaran proses menumbuhkan patisipasi masyarakat dalam pemilahan dan daur ulang sampah
permukiman. Sebagian besar warga Banjarsari-Cilandak Barat di wilayah Jakarta Selatan telah memiliki kesadaran tinggi untuk memilah sampah organik
dan sampah anorganik, tetapi proses tersebut telah berlangsung selama lebih dari 15 tahun. Sampah organik yang berasal dari dapur atau pekarangan diolah
menjadi kompos. Produk komposnya digunakan sebagai media tanam. Sampah kertas juga mulai dimanfaatkan untuk didaur ulang menjadi art paper oleh
karang taruna. Kotak bekas dan plastik bekas wadah minuman dimanfaatkan sebagai pot pembibitan tanaman obat dan bunga. Sementara itu, sebagian
sampah yang tidak terolah dibuang ke dalam tempat sampah yang berada di depan rumah masing-masing. Di Kampung Banjarsari, partisipasi masyarakat
dalam pengelolaan sampah melalui pemilahan sampah dan pengomposan dalam skala individu, telah mampu mengurangi volume sampah di TPS berkisar
antara 40-50 persen. Sampah organik dibuat kompos di pot-pot sekitar rumah
68
dengan cara mencacahnya terlebih dahulu, sedangkan sampah anorganik dikumpulkan di tong sampah yang telah disediakan untuk didaur ulang atau
dimanfaatkan oleh pemulung Kholil, 2004. Pengurangan volume sampah karena partisipasi masyarakat dalam memilah dan melakukan pengomposan
sampah organik di Banjarsari dapat dilihat pada Tabel 17 berikut, Tabel 17. Beban Sampah dari Banjarsari dan Pejaten Timur sebagai Lokasi
Kontrol Wardhani, 2004
Komponen Sampah
Persentase Sampah
DKI Jakarta
Beban Sampah dari Banjarsari
1
Permukiman Pejaten Timur
2
Organik 65 32,5
65 Non-Organik :
- Dapat didaur ulang
23 8 8 - Sisa
12 12
12 Jumlah 100
52,5 85
Keterangan :
1
Pengomposan sampah organik dan daur ulang sampah non-
organik oleh pemulung
2
Tanpa pengomposan sampah organik tetapi dilakukan daur
ulang sampah non-organik oleh pemulung
Kasus di Kampung Rawajati-Pancoran merupakan contoh pendekatan yang intensif yang berhasil dilakukan oleh block leader, dalam hal ini jajaran
pengurus RW, sehingga dalam waktu yang relatif singkat dapat mewujudkan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah permukiman. Kampung
Rawajati-Pancoran di wilayah Jakarta Selatan merupakan gabungan antara komplek perumahan Zeni AD dengan perkampungan biasa. Pada tahun 2002
mereka belajar dari Kampung Banjarsari bagaimana mengelola sampah permukimannya, dan dengan motivasi yang kuat dari jajaran pengurus RW 03
dan dukungan warganya, maka hanya dalam waktu dua tahun, kampung tersebut telah berhasil mengelola sampah melalui pengomposan dan daur
ulang. Pada tahun tersebut, Kampung Rawajati meraih juara nasional kedua dan terus menjadi percontohan sampai saat ini.
Di Jakarta Timur belum ada percontohan kegiatan pemilahan dan daur ulang yang sudah terkoordinasi dan berjalan sampai tingkat RW. Sampai saat
ini, kegiatan pengumpulan sampah dilakukan oleh petugas kebersihan atau
69
usaha swadaya masyarakat yang dikoordinasikan oleh RTRW di masing- masing wilayah dengan waktu pengambilan setiap hari atau dua hari sekali,
tergantung waktu yang telah ditentukan sebelumnya. Namun ada juga lokasi yang waktu pengambilan sampahnya tidak ditentukan dan umumnya dilakukan
seminggu sekali. Kegiatan pengumpulan dilakukan dengan menggunakan gerobak sampah ke Tempat Penampungan Sementara TPS yang telah
dibangun oleh Dinas Kebersihan Provinsi DKI Jakarta dan pada beberapa lokasi, dibangun TPS secara swadaya, contohnya di RW 04 Kelurahan Kramat
Jati. Setengah dari seluruh kecamatan yang ada di wilayah Jakarta Timur
memiliki daya tampung TPS yang kurang dibandingkan dengan besar timbulan sampah yang dihasilkan kecamatan tersebut perharinya, bahkan di Kecamatan
Jatinegara TPS-nya hanya memiliki daya tampung 30 persen, tapi sebaliknya di Kecamatan Pasar Rebo dan Kecamatan Makasar daya tampung TPS-nya
sangat besar yakni kelebihan sekitar 35 persen dari besar timbulan sampah di kecamatan tersebut. Secara keseluruhan, dengan jumlah dan daya tampung
TPS yang kurang, sangat memungkinkan timbulnya tempat pembuangan sampah liar, baik di selokan, sungai, danau, pinggir rel kereta api, lahan kosong,
maupun di tempat lainnya. Umumnya TPS berupa bak terbuka sangat tidak higienis bagi lingkungan,
sampah banyak tercecer di luar bak dan banyak mengundang vektor penyakit. Selain itu, TPS jenis tersebut juga tidak higienis bagi petugas sampah dan juga
menambah pekerjaan dan waktu bagi petugas sampah untuk mengangkatnya ke truk sampah. Masih kurangnya kesadaran masyarakat untuk membuang
sampah pada tempatnya serta tidak dipenuhinya jadwal pembuangan yang ditentukan, merupakan kendala dalam pengelolaan persampahan DKI Jakarta
saat ini. Dengan adanya peningkatan jumlah depo sampah, keluhan masyarakat dalam membuang sampah berkurang dan dengan adanya kontainer,
pengangkutan sampah akan lebih efektif. Dalam pengangkutan sampah dari TPS ke TPA, terdapat beberapa faktor
yang menjadi kendala yang terjadi saat ini, antara lain sebagai berikut, • TPS-TPS yang berada di daerah sempit dengan mobilitas penduduk cukup
padat akan mempengaruhi kelancaran pengangkutan sampah. • Umumnya truk sampah yang ada belum dilengkapi dengan penampung lindi,
sehingga kemungkinan lindi tercecer di sepanjang jalan sangat besar. Hal
70
tersebut menimbulkan pencemaran udara bau dan mengotori badan jalan, sehingga sangat mengganggu dari segi estetika serta pada akhirnya dapat
masuk ke badan air dan lapisan air tanah. • Pengangkutan sampah masih kurang efisien karena terjadi antrian truk selama
lebih kurang dua jam, baik di TPA Bantargebang maupun Stasiun Peralihan Antara SPA Sunter dan Cakung. Jumlah ritasi truk yang masuk ke TPA
Bantargebang dari seluruh wilayah di DKI Jakarta rata - rata per hari
±
600 rit. Sampah domestik di DKI Jakarta seluruhnya dikelola oleh Dinas
Kebersihan, dengan bantuan masyarakat dalam pengumpulan di tingkat RTRW. Meskipun terdapat Perda yang mengatur retribusi sampah, yaitu Perda nomor
31999, tetapi kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa pembiayaan pengumpulan sampah dikelola oleh RTRW. Hal tersebut terjadi karena biaya
pengumpulan sampah dari rumah ke rumah dilakukan secara mandiri, dan untuk kegiatan tersebut masyarakat membayar retribusi sampah. Kegiatan
pengangkutan sampah dari TPS ke TPA dilakukan oleh Dinas Kebersihan Provinsi DKI Jakarta, dan masyarakat melalui pengurus RW umumnya hanya
memberikan tips kepada petugas kebersihan yang mengangkut sampah dengan truk.
Komposisi sampah di DKI Jakarta sebagian besar merupakan bahan organik, baru kemudian sampah yang berupa kertas, plastik, logam, kain, dan
lain-lain, tetapi perubahan komposisinya setiap lima tahun terus bergeser dan menunjukkan peningkatan persentase sampah plastik dan kertas yang cukup
signifikan, yaitu dari 7,86 sampah plastik pada tahun 1995 menjadi 11,08 pada tahun 2000 dan pada tahun 2005 telah mencapai 13,25. Untuk sampah
kertas, peningkatannya lebih tinggi dibandingkan dengan sampah plastik, yaitu sebesar 10,18 pada tahun 1995 dan 10,11 pada tahun 2000, tetapi
kemudian naik menjadi 20,57 pada tahun 2005. Hal tersebut memperlihatkan bahwa sampah plastik dan kertas memiliki potensi sebagai bahan baku industri
daur ulang plastik dan kertas, sehingga prospek industri daur ulang sangat besar di masa yang akan datang. Kondisi tersebut berimplikasi pada makin
berkurangnya komposisi sampah organik sejalan dengan perubahan pola konsumsi masyarakat. Di sisi lain, sampah anorganik menjadi semakin besar
dan kompleks, seperti terlihat pada Gambar 9.
71
Bahan Organik Plastik
Kertas Kain
Metal logam Gelas kaca
Lain-lain Bahan
Organik 55,37
Kertas 20,37
Plastik 13,25
Gambar 9. Potensi Pengomposan Bahan Organik, Daur Ulang Plastik dan Kertas di DKI Jakarta 2005
Pengembangan usaha pengomposan sampah organik dan industri daur ulang sampah merupakan upaya strategis yang dapat secara signifikan
menurunkan volume sampah yang dibuang ke TPA. Upaya tersebut dilakukan dalam skala kawasan yang dimaksudkan untuk memudahkan distribusi dan
penyerapan hasil pemilahan sampah yang dilakukan oleh masyarakat. Saat ini, di DKI Jakarta rata-rata terdapat 2-3 pelapak setiap kecamatan. Untuk itu,
pengembangan mendasar yang paling diperlukan adalah penataan pemulung sehingga lebih terorganisasi dan dapat menjangkau seluruh wilayah
permukiman. Adanya jaringan pemulung dapat membantu pemerintah daerah dalam menyusun mekanisme aliran daur ulang sampah dan mendukung
munculnya usaha-usaha lapakpengumpul sampah serta industri daur ulang sampah.
Keberhasilan program daur ulang sampah tidak terlepas dari komitmen pemerintah, sebab ketika hanya mengandalkan inisiatif dari masyarakat,
ternyata kegiatannya cenderung bersifat sporadis yang terlihat dari perkembangan jumlah wilayah, baik RT maupun RW, yang telah melakukan
pemilahan dan daur ulang sampah. Saat ini melalui program Jakarta Green and Clean, jumlah RT yang dibina baru mencapai 264 RT, padahal di DKI Jakarta
terdapat 260 kelurahan dan pada setiap kelurahan terdapat lebih dari 100 RT. Kondisi tersebut tidak dapat dengan cepat mewujudkan terjadinya efek mozaik
yang semakin meluas dan menutup seluruh wilayah, sehingga keberhasilan
Potensi Pengomposan Bahan Organik dan Daur Ulang Sampah PlastikKertas
72
program pengelolaan sampah berbasis masyarakat dapat tercapai. Untuk itu, pemerintah perlu membuat kebijakan yang progresif, tidak lagi bersifat
konvensional dalam kerangka perubahan paradigma pengelolaan sampah. Partisipasi masyarakat di bagian hulu dari seluruh kebijakan pengelolaan
sampah, perlu dipacu dan didukung penuh, sehingga industri daur ulang di bagian hilir dapat berjalan secara efisien.
V. HASIL DAN PEMBAHASAN