Pemodelan Implementasi Strategi Pengelolaan Sampah Berbasis Masyarakat

134 Tabel 29. Gambaran Umum Strategi Pengembangan Partisipasi Masyarakat dalam Pengelolaan Sampah Permukiman Tipe Permukiman Strategi Pengembangan Infrastruktur Strategi Partisipasi Komunitas Strategi Pengelolaan Kelembagaan Lapisan Atas Fasilitas Pemilahan di TPS Retribusi yang dapat membiayai pemilahan di TPS Lembaga tingkat komunitas untuk mengelola pemilahan di TPS Lapisan Menengah Atas dan Menengah Fasilitas pemilahan pengomposan individualkomunal dan TPS terpisah Pengelolaan sampah mandiri melalui program peduli lingkungan Penguatan kelembagaan lokal sehingga terbentuk forum Lapisan Menengah Bawah dan Bawah Dukungan fasilitas mekanisme aliran sampah pelapakindustri daur ulang pengguna kompos Pendekatan melalui kegiatan ekonomi Income generating Pembentukan dan penguatan KoperasiUKM

5.6. Pemodelan Implementasi Strategi Pengelolaan Sampah Berbasis Masyarakat

Implementasi ketiga strategi akan menghasilkan akselerasi dalam pengembangan partisipasi masyarakat sejalan dengan hasil penelitian yang memperlihatkan bahwa masyarakat mau mengambil peran apabila terdapat kejelasan mekanisme pengelolaan sampah. Pemodelan diperlukan untuk memudahkan melakukan estimasi seberapa besar efektivitas dari upaya peningkatan partisipasi masyarakat terhadap beban sampah yang harus dikelola oleh pemerintah daerah. Model pengelolaan sampah dengan optimalisasi peranserta masyarakat, terdiri atas tiga sub model, yaitu : sub model penduduk, sub model jumlah sampah penduduk dan sub model partisipasi masyarakat. Ketiga sub model dibuat secara parsial berdasarkan persamaan yang sesuai dengan masing-masing sub model tersebut, kemudian diintegrasikan menjadi satu model penurunan jumlah sampah yang dibuang ke TPA melalui partisipasi masyarakat. Model yang dibangun untuk kajian sistem adalah model simbolik 135 model matematika. Pemodelan sistem dilakukan dengan menggunakan bantuan perangkat lunak software Powersim. Model umum jumlah sampah yang dibuang ke TPA dibangun dari 2 persamaan yang dijadikan indikator besar beban sampah, yaitu sampah dari permukiman penduduk yang diperhitungkan sebesar 0.64 kgkapitahari dengan persentase sampah dari rumah tinggal sebesar 52,97, sehingga total fraksinya adalah 0,34 Dinas Kebersihan DKI Jakarta, 2005 dan sampah yang dikelola melalui kegiatan pemilahan dan daur ulang oleh kegiatan rumah tangga. Diagram alir model sampah dan persamaan matematika dari jumlah sampah yang dibuang ke TPA dapat dilihat pada Gambar 40 dan keterangannya sebagai berikut, Lj_Pk_S Lj_Pt_Pdk Lj_Pk_Pdk Lj_Pk_PM Fr_Pk_S Fr_LP Fr_Pt_S Smp_Pdk Fr_Smp_Pdk Lj_Pt_S Jml_Sampah_Dibuang Jml_Pdk Fr_MP Fr_Emg Fr_Ur Kg_PDU_Pm Fr_PDU Lj_Pt_PM Partisipasi_Masyarakat Fr_Pk_PM P_Inf rastruktur Kntrbs_Inf rskktr Fr_P_Inf rsktr P_Klmbgn Kntrbs_Klmbgn Fr_P_Klmbgn Gambar 40. Diagram Alir Pengelolaan Sampah Permukiman Berbasis Masyarakat Persamaan matematika dari model di atas dirumuskan sebagai berikut, Init Jml_Sampah_Dibuang = 2,16 Juta TonTahun yang dikonversi dari besar timbulan sampah 6.000 tonhari pada tahun 2005 Flow Jml_Sampah_Dibuang = -dtLj_Pk_S + dtLj_Pt_S; merupakan jumlah sampah yang harus dikelola oleh pemerintah daerah, yang saat ini sistem pengelolaannya dengan pembuangan ke TPA Init Jml_Pdk = 8,9 Juta Jiwa pada tahun 2005 136 Flow Jml_Pdk = -dtLj_Pk_Pdk + dtLj_Pt_Pdk; Jumlah penduduk merupakan fungsi dari laju pertambahan penduduk dikurangi laju pengurangan penduduk dalam satu satuan waktu Init Partisipasi_Masyarakat = 0,0432 Juta TonTahun; merupakan jumlah sampah yang dikelola oleh masyarakat saat ini tahun 2005 yang dikonversi dari partisipasi masyarakat dalam pemilahan dan daur ulang sampah sebesar 2 Flow Partisipasi_Masyarakat = -dtLj_Pk_PM + dtLj_Pt_PM; tingkat partisipasi masyarakat dalam mengelola sampah merupakan fungsi dari laju penambahan partisipasi masyarakat dikurangi laju pengurangan partisipasi masyarakat dalam satu satuan waktu Aux Lj_Pt_S = Jml_Pdk Fr_Pt_S Aux Lj_Pk_S = Jml_Sampah_Dibuang Partisipasi_Masyarakat Fr_Pk_S Aux Lj_Pt_Pdk = Jml_Pdk Fr_LP + Fr_Ur Aux Lj_Pk_Pdk = Jml_Pdk Fr_MP + Fr_Emg Aux Lj_Pt_PM = Jml_Sampah_Dibuang Kg_PDU_Pm + P_Infrsktr + P_Klmbgn Aux Lj_Pk_PM = Partisipasi_Masyarakat Fr_Pk_PM Aux Smp_Pdk = Jml_Pdk Fr_Smp_Pdk 3601000 Aux P_Infrsktr = Kntrbs_Infrsktr Fr_P_Infrsktr Aux P_ Klmbgn = Kntrbs_ Klmbgn Fr_P_ Klmbgn Aux Kg_PDU_Pm = Smp_Pdk Fr_PDU Const Fr_Pt_S = 0,05; Fraksi penambahan sampah yang dibuang ke TPAdikelola pemerintah daeerah Const Fr_Pk_S = 0,19 Fraksi pengurangan sampah Const Fr_LP = 0,02 Fraksi kelahiran penduduk Const Fr_Ur = 0,008 Fraksi urbanisasi penduduk Const Fr_MP = 0,01 Fraksi kematian penduduk Const Fr_Emg = 0,004 Fraksi emigrasi penduduk Const Fr_Pk_PM = 0,13 Fraksi pengurangan partisipasi masyarakat Const Fr_Smp_Pdk = 0,34 Fraksi sampah penduduk Const Fr_PDU = 0,1 Fraksi kegiatan pemilahan dan daur ulang sampah Const Kntrbs_Infrsktr = 0,41 Kontribusi infrastruktur Const Fr_P_Infrsktr = 0,2 Fraksi peningkatan infrastruktur Const Kntrbs_ Klmbgn = 0,17 Kontribusi kelembagaan Const Fr_P_Klmbgn = 0,2 Fraksi peningkatan kelembagaan Dari persamaan di atas, maka hasil simulasi menunjukkan bahwa pada tahun 2015 akan tercapai partisipasi masyarakat yang optimal, sehingga jumlah sampah yang dibuang ke TPA menjadi jauh berkurang. Secara umum, hasil simulasi dapat dilihat pada Gambar 41 berikut, 137 Gambar 41. Model Pengurangan Jumlah Sampah yang Dibuang ke TPA melalui Partisipasi Masyarakat

5.6.1. Validasi Model

Validasi model dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui kelayakan suatu model yang dibangun, apakah sudah merupakan perwakilan dari realitas yang dikaji, yang dapat menghasilkan kesimpulan yang meyakinkan. Proses validasi model dilakukan dengan dua tahap pengujian, yaitu 1 uji validitas struktur model dan 2 uji validitas kinerjaoutput model Muhammadi et al., 2001. 1. Uji validitas struktur model Validasi struktur bertujuan untuk melihat sejauh mana kesesuaian struktur model yang dibangun mendekati struktur sistem nyata. Uji ini berkaitan dengan batasan sistem, variabel-variabel pembentuk sistem, dan asumsi yang digunakan dalam sistem. Hal ini dapat dilakukan dengan uji kesesuaian strtuktur dan uji konsistensi struktur. Uji kesesuaian struktur bertujuan untuk memberi keyakinan bahwa struktur model yang dibangun valid secara ilmiah. Struktur model pengurangan jumlah sampah melalui partisipasi masyarakat yang menggambarkan interaksi antara Pengurangan Jumlah Sampah melalui Partisipasi Masyarakat Tahun Ju m la h sa m p ah j ut a t on Jml_Sampah_Dibuang 1 Partisipasi_Masyarakat 2 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 0,5 1,0 1,5 2,0 2,5 1 2 1 2 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 138 komponen jumlah penduduk, jumlah sampah yang dihasilkan dan pengurangan sampah yang dibuang karena tumbuhnya partisipasi masyarakat dalam kegiatan pemilahan dan daur ulang sampah haruslah bersesuaian dengan kondisi sistem nyata. Dengan demikian, hubungan antara peubah populasi penduduk dan beban sampah yang dihasilkan haruslah bersifat positif, demikian juga hubungan antara peubah partisipasi masyarakat dengan beban sampah yang dibuang ke TPA haruslah bersifat negatif. Kedua kondisi tersebut, harus terbukti bersesuaian ketika running dari model tersebut dilakukan. Untuk itu, pengujian dilakukan pada sub model penduduk yang menggambarkan dinamika perkembangan populasi di wilayah DKI Jakarta, sebab data yang cukup lengkap untuk keperluan simulasi terdapat pada tingkat provinsi. Peubah yang terlibat dalam sub model ini adalah jumlah populasi atau jumlah penduduk, pertambahan populasi, pengurangan populasi, kelahiran, kematian, imigrasi atau urbanisasi, emigrasi, fraksi kelahiran, fraksi kematian, fraksi imigrasi, fraksi emigrasi, jumlah sampah yang dibuang penduduk, dan fraksi pembuangan sampah oleh penduduk. Semua peubah berhubungan, baik secara langsung maupun tidak langsung, dan diformulasikan secara numerik seperti persamaan di atas, dengan mengambil dua level dari tiga level yang ada dalam model yang berperan penting dalam struktur model secara keseluruhan, yaitu jumlah penduduk dan jumlah beban sampah. Kemudian model disusun dalam bentuk diagram alir sub model populasi penduduk dengan menggunakan powersim dan hasilnya diperlihatkan pada Gambar 42 berikut, 2,1 2,15 2,2 2,25 2,3 2,35 2,4 2,45 2,5 2,55 8,5 9 9,5 10 10,5 Jumlah Penduduk Juta Jiwa B e ba n S a m pa h J ut a Ton Gambar 42. Hubungan antara Jumlah Penduduk dengan Beban Sampah 139 Pada Gambar 42 terlihat bahwa beban sampah permukimanpenduduk merupakan hasil perkalian antara jumlah penduduk pembuang sampah dengan fraksi beban sampah penduduk satuannya dalam juta ton pertahun. Beban sampah penduduk tersebut akan menambah peningkatan total beban sampah yang masuk ke TPA. Hasil pengujian di atas menunjukkan bahwa model yang dibangun memperlihatkan hasil yang bersesuaian dengan kondisi sistem nyata. Dengan demikian, berdasarkan uji struktur, dapat disimpulkan bahwa model yang dibangun dapat digunakan untuk mewakili mekanisme kerja sistem nyata. 2 Uji validitas kinerjaoutput model Uji validitas kinerja model merupakan pengujian sejauhmana kinerja model yang dibangun output model sesuai dengan kinerja sistem nyata, sehingga memenuhi syarat sebagai model ilmiah yang taat fakta atau diterima secara akademik. Validasi output dapat dilakukan dengan cara membandingkan data hasil keluaran model yang dibangun dengan data empirik. Teknik pengujian validitas kinerja terhadap model yang dibangun salah satunya adalah dengan menggunakan uji Kalman Filter, dengan tingkat kecocokan yang dapat diterima 47,5-52,5. Dalam penelitian ini, pengujian validitas kinerja dilakukan terhadap sub model penduduk yang menjadi sumber sampah dominan yang masuk ke TPA. Hasil simulasi terhadap sub model penduduk menunjukkan adanya kemiripan antara hasil simulasi dengan data empirik. Untuk melihat pola penyimpangan antara data empirik dengan data hasil simulasi, maka digunakan uji Kalman Filter KF. Dengan menggunakan rumus perhitungan KF Lampiran 3 diperoleh nilai kecocokan KF antara data empirik dengan data hasil simulasi adalah 0,5226 52,26. Dengan demikian data-data hasil simulasi sub model penduduk dinilai cukup akurat, mengingat tingkat kecocokan fitting KF antara hasil simulasi dengan data empirik yang diperoleh berada pada batas kecocokan 47,5-52,5. Berdasarkan nilai KF tersebut, maka model dinamik yang dikembangkan dapat dinyatakan valid secara struktur dan dapat diterima secara akademik Muhammadi et al., 2001, seperti diperlihatkan pada Gambar 43 berikut, 140 Empirik 8300000 8400000 8500000 8600000 8700000 8800000 8900000 9000000 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 Tahun J um la h P e nd ud uk Ji w a Simulasi 8800000 8900000 9000000 9100000 9200000 9300000 9400000 9500000 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 Tahun J um la h P e nd ud uk Ji w a Gambar 43. Perbandingan Jumlah Penduduk Hasil Simulasi dengan Data Empirik

5.6.2. Analisis Kecenderungan Sistem

Analisis kecenderungan sistem ditujukan untuk mengeksplorasi perilaku sistem dalam jangka panjang ke depan, melalui simulasi model. Perilaku simulasi ditetapkan selama 15 tahun, dimulai tahun 2005 sampai dengan 2020. Pemilihan kurun waktu tersebut didasarkan pada pemikiran bahwa kurun waktu 15 tahun tersebut merupakan jangka panjang untuk pelaksanaan pengelolaan sampah permukiman di DKI Jakarta. Dalam kurun waktu simulasi tersebut, beberapa peubah disimulasikan untuk kemudian dikaji perkembangannya. Beberapa peubah yang dikaji adalah jumlah penduduk pembuang sampah, beban sampah yang dibuang ke TPA dan beban sampah yang dikelola oleh masyarakat melalui kegiatan pemilahan dan daur ulang sampah. Dinamika peubah sistem tersebut dalam kurun waktu 15 tahun diperlihatkan pada Gambar 44 berikut, 141 Tahu n Be b a n S a m p ah Ju ta T o n Jml_Sampah_Dibuang 1 Partisipas i_Masyarakat 2 2005 2010 2015 2020 0,5 1,0 1,5 2,0 2,5 1 2 1 2 1 2 1 2 Gambar 44. Kecenderungan Jumlah Beban Sampah yang Dibuang ke TPA dan yang Dikelola melalui Partisipasi Masyarakat Hasil simulasi di atas menunjukkan bahwa dengan jumlah penduduk di DKI Jakarta yang akan mencapai 10.960.000 jiwa pada akhir tahun simulasi, maka kondisi tersebut juga diikuti oleh peningkatan jumlah sampah. Jumlah sampah yang dibuang ke TPA pada akhir tahun simulasi atau pada tahun 2020 akan mencapai 1,24 juta ton pertahun, sedangkan jumlah sampah yang dikelola oleh masyarakat melalui kegiatan pemilahan dan daur ulang sampah akan mencapai 2,22 juta ton pertahun. Apabila pemerintah masih menggunakan TPA dalam sistem pengelolaan sampah, maka beban TPA telah berkurang hampir setengahnya dibandingkan dengan beban pada tahun 2005. Di samping itu, melalui pemilahan sampah, maka alternatif pengolahan sampah lainnya, seperti menjadi sumber energi listrik, akan semakin terbuka sebab sampah yang telah dipilah akan meningkatkan efisiensi pengolahan. Peran masyarakat dalam mengelola sampah permukiman pada akhir tahun simulasi telah mencapai tingkat optimal, sehingga beban sampah yang dapat dikelola oleh masyarakat sebesar 2,22 juta ton pertahun pada akhir tahun simulasi setara dengan 64,2 dari total beban sampah yang dihasilkan. Hal tersebut berarti pemerintah daerah hanya mengelola sebesar 35,8 saja dari total beban sampah, seperti diperlihatkan pada Tabel 30 berikut, 142 Tabel 30. Kecenderungan Pertumbuhan Penduduk dan Peningkatan Beban Sampah di DKI Jakarta 2005-2020 Tahun Jumlah Penduduk Juta Jiwa Jumlah Sampah yang Dibuang ke TPA Juta TonTahun Jumlah Sampah yang Dikelola Masyarakat Juta TonTahun 2005 8,90 2,16 0,0432 2006 9,02 2,59 0,50 2007 9,15 2,79 0,99 2008 9,28 2,72 1,47 2009 9,41 2,43 1,87 2010 9,54 2,03 2,16 2011 9,67 1,68 2,33 2012 9,81 1,42 2,40 2013 9,95 1,26 2,41 2014 10,09 1,18 2,38 2015 10,23 1,15 2,34 2016 10,37 1,15 2,30 2017 10,52 1,17 2,26 2018 10,66 1,19 2,24 2019 10,81 1,22 2,23 2020 10,96 1,24 2,22 Model di atas secara umum menunjukkan bahwa terjadi keseimbangan pada batas tertentu, sehingga kurva pertumbuhan penduduk berbentuk pertumbuhan tipe kuadratik yang kemudian menuju pada batas tertentu asimptotik atau kurva pertumbuhan tipe s. Hal tersebut sesuai dengan asumsi bahwa pertumbuhan penduduk di DKI Jakarta akan mencapai titik jenuh, sehingga model perkembangan penduduknya adalah Saturation Model. Pengujian statistik terhadap pola perkembangan penduduk di DKI Jakarta selama kurun waktu 1961-2005 menunjukkan bahwa kecenderungan pola pertumbuhan penduduk DKI Jakarta adalah kurva kuadratik nilai signifikan = 0,000 dan kurva s nilai signifikan = 0,001, sebab kedua kurva tersebut memiliki nilai signifikan yang lebih kecil dari α 0,05, seperti diperlihatkan pada Gambar 45 berikut, 143 Jumlah Penduduk DKI Jakarta Tahun 11 10 9 8 7 6 Jum lah Pendud uk J ut a Ji w a 10 9 8 7 6 5 4 3 2 Keterangan Observed Curve S Curve Jumlah Penduduk DKI Jakarta Tahun 11 10 9 8 7 6 Ju m la h Pe nd ud uk J u ta J iw a 10 9 8 7 6 5 4 3 2 Observed Curve Quadratic Curve Gambar 45. Kecenderungan Pola Pertumbuhan Penduduk DKI Jakarta

5.6.3. Analisis Sensitivitas Model

Sensitivitas model adalah respon model terhadap suatu stimulus, yang ditunjukkan dengan perubahan perilaku dan atau kinerja model. Stimulus atau perlakuan tersebut merupakan uji sensitivitas yang digunakan untuk menganalisis efek intervensi terhadap model. Pada model pengelolaan sampah permukiman berbasis masyarakat, intervensi yang dicobakan adalah intervensi struktural melalui fungsi STEP. Fungsi STEP adalah salah satu fungsi yang dapat dilakukan dalam intervensi struktural pada pemodelan, disamping fungsi IF, PULSE, RAMP atau fungsi lainnya Muhammadi et al., 2001. Fungsi STEP dilakukan dengan cara menaikkan atau menurunkan suatu variabel dimulai pada satu waktu tertentu untuk melihat kecenderungan kinerja model. Pada model ini, hal tersebut dilakukan dengan cara menaikkan sebesar 50 kegiatan pemilahan dan daur ulang sampah di permukiman yang dimulai pada Tahun 2015, ternyata memberikan pengaruh nyata terhadap beban sampah yang dibuang ke TPA dan yang dikelola oleh masyarakat. Intervensi tersebut perlu dilakukan melihat kecenderungan penurunan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah dan untuk meningkatkan persentase sampah yang terkelola melalui partisipasi masyarakat. Intervensi tersebut dapat dilakukan antara lain dengan memberikan insentif dan disinsentif, baik berupa penghargaan maupun penurunan retribusi dan atau pajak, atau bentuk-bentuk lainnya yang dapat memacu partisipasi masyarakat. Berdasarkan hasil simulasi model terlihat bahwa kegiatan 144 pemilahan dan daur ulang sampah oleh masyarakat di permukiman merupakan variabel dominan yang dapat mengurangi beban sampah yang dibuang ke TPA, seperti diperlihatkan hasil simulasi dengan intervensi pada Gambar 46 berikut, Tahu n B e ba n S a m pah J ut a T o n Jml_Sampah_Dibuang 1 Partisipas i_Masyarakat 2 2005 2010 2015 2020 1 2 3 1 2 1 2 1 2 1 2 Gambar 46. Perubahan Beban Sampah dengan Intervensi Struktural 5.7. Mekanisme Perencanaan Sosial Partisipatif dalam Pengelolaan Sampah Permukiman berbasis Masyarakat Pemerintah tingkat provinsi sebagai penanggung jawab dalam pengelolaan sampah permukiman berbasis masyarakat, perlu menyusun kebijakan yang akan menjadi payung bagi peraturan yang lebih teknis di bawahnya. Kebijakan tersebut harus mampu mengakomodasikan karakteristik lokal sesuai dengan keragaman dalam tipologinya, baik tipologi permukiman, maupun tipologi partisipasi. Selanjutnya strategi dapat disusun berdasarkan tipologi yang ada dan dalam pelaksanaannya, berbagai masukan atau umpan balik perlu terus dilakukan untuk makin mempercepat aksesibilitas program oleh masyarakat. Keterlibatan masyarakat dalam pengambilan keputusan permasalahan lingkungan sejak lama disepakati sebagai suatu faktor yang penting dalam memberikan kontribusi bagi kelayakan dan efektivitas suatu program lingkungan. Pendekatan yang umum dikembangkan untuk memfasilitasi partisipasi masyarakat dalam inisiatif pengelolaan lingkungan adalah pembentukan komite pengarah steering committee yang umumnya merupakan perwakilan seluruh pemangku kepentingan stakeholders. Dalam 145 hal ini, Komisi Pengelola Sampah NasionalDaerah seperti yang tercantum dalam RUU Pengelolaan Sampah merupakan salah satu bentuk dari komite pengarah. Secara umum, arahan tersebut dapat dilihat pada Gambar 47 berikut, Gambar 47. Arah Program Pengelolaan Sampah Permukiman berbasis Masyarakat di DKI Jakarta Pendekatan lainnya adalah melalui pembentukan kelompok-kelompok topik topic groups yang mewakili aktivitas tertentu. Selanjutnya melalui masukan tertulis dan diskusi terarah juga dapat dijaring bagaimana melakukan pendekatan untuk melibatkan masyarakat secara proaktif dalam banyak inisiatif pengelolaan lingkungan Edwards et al., 1997. Pengelolaan lingkungan melalui pendekatan yang berasal dari bawah bottom-up approaches yang terus menguat, pada akhirnya akan memberi proporsi yang berarti dalam proses pengambilan keputusan, sehingga efektivitas suatu program dapat dicapai. Penguatan kelembagaan dalam masyarakat perlu dilakukan secara berkelanjutan dan dalam kerangka yang semakin melebar dengan terbentuknya forum antar organisasi atau kelembagaan yang ada dalam masyarakat, sehingga posisi tawar program dan lembaga tersebut akan semakin meningkat KPMNT, 2003. Secara umum, kerangka penguatan kelembagaan dalam masyarakat tersebut dapat dilihat pada Gambar 48 berikut, Kebijakan Pengelolaan Sampah Permukiman berbasis Masyarakat di DKI Jakarta KEBIJAKAN ”PAYUNG” Pilihan Program Pengelolaan Sampah Permukiman berbasis Masyarakat sesuai dengan Karakteristik Lokal STRATEGI Perbedaan Tipe Partisipasi sesuai dengan Tipologi Permukiman KARAKTERISTIK LOKAL Persepsi Para Pemangku Kepentingan UMPAN BALIK 146 Gambar 48. Kerangka Penguatan Kelembagaan Lokal dalam Pengelolaan Sampah Permukiman Dari gambar di atas tampak bahwa penguatan kelembagaan lokal diperlukan untuk memperluas jaringan dan kerjasama antar lembaga dan komunitas yang melakukan pengelolaan sampah dengan berbasis partisipasi masyarakat. Pembentukan forum antar lembaga atau organisasi dalam masyarakat dapat menjadi motivasi dan sumber informasi, sehingga posisi tawar masyarakat sebagai pengelola sampah akan meningkat, antara lain dalam pengembangan program sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan efisiensi kegiatan daur ulang sampah yang dilakukan oleh masyarakat. Selama ini, peranserta masyarakat dalam pengelolaan sampah hanya dilihat dalam konteks yang sempit, antara lain cukup dengan membayar retribusi dalam jumlah tertentu, maka sampai di situ saja perannya dan selanjutnya menjadi tugas pemerintah. Dengan demikian, partisipasi masyarakat “terbatas” pada implementasi kebijakan pemerintah, sehingga masyarakat tidak dikembangkan potensinya untuk berkreasi dan harus menerima keputusan yang sudah diambil “pihak luar”. Akhirnya, partisipasi menjadi bentuk yang pasif dan tidak memiliki “kesadaran kritis” serta tidak dapat menjangkau partisipasi kognitif. Kondisi ini tentu saja tidak menjadi permasalahan yang berarti apabila pemerintah mampu mengatasi permasalahan sampah dari hulu ke hilir, tetapi yang terjadi saat ini merupakan kebalikannya. Kecenderungan di berbagai kota di dunia pun beban sampah semakin meningkat dan memerlukan upaya yang besar apabila pemerintah ingin mengatasinya sendiri. Oleh sebab itu, partisipasi Kelompok Masyarakat Lembaga di Tingkat Komunitas RW Kepeloporan lokal Forum antar Lembaga Lembaga lain Komunitas lain Kepeloporan lokal 147 masyarakat merupakan salah satu jalan keluar yang dapat diandalkan dalam jangka panjang serta mengurangi secara optimal beban pencemaran lingkungan. Keterlibatan masyarakat dan pemberdayaan masyarakat merupakan bagian dari asas kota berkelanjutan sebagaimana dideklarasikan dalam Asas Melbourne tentang Kota Berkelanjutan Mei 2002 dan Indonesia menandatangani deklarasi tersebut Kuswartojo, 2006. Sejalan dengan pendapat Cohen dan Uphoff 1977, keterlibatan masyarakat perlu diupayakan mulai dari tahap pengambilan keputusan, implementasi program, monitoring dan evaluasi program dan menikmati manfaat programparticipation in benefits Ndraha, 1990. Dengan demikian, akan tumbuh kesadaran kritis dalam memahami permasalahan dan berupaya mencari jalan keluar yang dapat dipakai untuk mengatasi masalah tersebut. Pada permukiman lapisan menengah dan lapisan atas, perencanaan partisipatif dalam pengelolaan sampah dapat menumbuhkan rasa tanggung jawab dalam upaya mengatasi permasalahan sampah sekaligus menjaga kualitas lingkungan. Pada permukiman lapisan bawah, dengan partisipasi juga membantu mereka untuk melihat realitas sosial ekonomi yang mengelilinginya, sehingga kemampuan masyarakat untuk mewujudkan dan mempengaruhi arah serta pelaksanaan suatu program dilakukan dengan mengandalkan kekuatan yang dimilikinya. Kegiatan ekonomi dari pengelolaan sampah adalah alternatif yang sudah ada di depan mata untuk dikerjakan dalam upaya meningkatkan kualitas hidup dan kesejahteraan mereka. Dengan demikian, pemberdayaan empowerment merupakan tema sentral atau jiwa partisipasi yang sifatnya aktif dan kreatif. Meskipun demikian, perlu dorongan dan dukungan yang kuat dari pemerintah dan swasta sebagai agen peubah, melalui kebijakan dan program yang mampu menumbuhkan minat untuk menjadikan sampah sebagai sumber kegiatan ekonomi. Success story 7 merupakan salah satu upaya dalam menumbuhkan minat tersebut. Di samping itu, tersedianya rantai pemasaran, teknologi pemanfaatan sampah in-situ maupun industri daur ulang, dapat mempercepat tumbuhnya kegiatan ekonomi tersebut Susanto, 2006. 7 Berdasarkan wawancara tanggal 29 Juli 2006, di Jakarta cukup banyak success story dalam pengelolaan sampah, mulai dari Masturo Bayu di Kelurahan Kapuk, Cengkareng yang mengumpulkan dan memilah sampah hanya dari 150 KK atau setengah RT di permukiman padat dan kumuh, tetapi dari penjualan hasil pemilahan tersebut dia mampu memperoleh pendapatan Rp. 1.200.000,-bulan, sampai para pelapak yang omzetnya ratusan juta perhari, belum termasuk industri daur ulang. 148 Konsep pemberdayaan empowerment yang pertama kali dikemukakan oleh Friedmann 1992, memberikan tekanan pada otonomi dalam pengambilan keputusan dari suatu kelompok masyarakat yang berlandaskan pada sumberdaya individu, bersifat langsung melalui partisipasi, demokratis dan merupakan suatu pembelajaran sosial, sehingga fokus dari pemberdayaan adalah lokalitas. Salah satu kegagalan pembangunan yang bersifat positivistik di masa lalu adalah bahwa realitas dianggap tunggal dan seragam, sehingga nilai lokal diabaikan. Dialektika yang melibatkan semua unsur dalam masyarakat telah memberikan ruang bagi munculnya alternatif-alternatif konsep baru. Oleh sebab itu, konsep pemberdayaan merupakan hasil kerja proses dialektika pada tataran ideologis, yaitu antara konsep top-down dengan bottom-up, dan pada tataran praksis yang merupakan pertarungan antar otonomi Sastrosasmita, 1998. Dari uraian di atas, terlihat bahwa pengelolaan sampah berbasis masyarakat perlu memberikan perhatian yang lebih pada peningkatan kualitas dan sumberdaya manusia, proses-proses demokratisasi dan pembelajaran sosial, partisipasi serta tidak melakukan generalisasi dan mengedepankan nilai- nilai lokal. Hal tersebut pada hakikatnya merupakan tujuan yang lebih lanjut dari pembangunan sebagaimana yang dikemukakan oleh Sen 1999. Oleh sebab itu, kebijakan pemerintah berada pada tataran normatif, yang mendukung peran masyarakat dan pemangku kepentingan lainnya secara optimal. Bentuk kebijakan tersebut dapat berupa insentifdisinsentif, administratif, transparansi informasi dan regulasi lainnya. Partisipasi adalah proses aktif, yang inisiatifnya diambil oleh warga komunitas sendiri, dibimbing oleh cara berfikir mereka sendiri, dengan menggunakan sarana dan proses lembaga dan mekanisme dimana mereka dapat menegaskan kontrol secara efektif. Oleh sebab itu, strategi pengelolaan kelembagaan menjadi penting sebab titik tolak partisipasi adalah memutuskan, bertindak, kemudian merefleksikan tindakan tersebut dalam suatu kelembagaan yang mewakili seluruh pemangku kepentingan. Secara garis besar, mekanisme perencanaan sosial partisipatif dalam pengelolaan sampah permukiman berbasis masyarakat dapat dilihat pada Gambar 49 berikut, Instrumen: regulasi, administratif, insentifdisinsentif, sosilisasi transparansi informasi Gambar 49. Mekanisme Perencanaan Sosial Pengelolaan Sampah Permukiman berbasis Masyarakat Ke bij a k a n Pe n ge lola a n Ke le m ba ga a n Pa r t isipa si Kom u n it a s Partisipasi Masyarakat sesuai dengan Tipologi Permukiman Pemilahan Sampah Permukiman Interaksi Kebijakan Strategi Goal Pe n ge m ba n ga n I n fr a st r uk t ur Implementasi Anorganik Organik Biogas Energi Listrik Kompos Penghijauan Pertanian Perkotaan Industri Daur Ulang Produk Daur Ulang TPA Sisa 149 Dari Gambar 48 terlihat bahwa perencanaan sosial yang diimplementasikan oleh pemerintah daerah melalui kebijakan dalam mewujudkan pengelolaan sampah terpadu dengan berbasis pada partisipasi masyarakat, memerlukan umpan balik yang terus-menerus, baik dari masyarakat maupun pemangku kepentingan lainnya yang terlibat dalam pengelolaan sampah di DKI Jakarta. Proses tersebut memerlukan forum antar pemangku kepentingan yang bersifat cair dan tidak kaku. Hal tersebut dilakukan untuk menghindari forum terjebak dalam formalitas yang akhirnya hanya menghasilkan kebuntuan dan rutinitas, padahal forum dituntut untuk memberi masukan yang kreatif dan mengembangkan ide-ide baru untuk melakukan intervensi agar terjadi akselerasi dalam mewujudkan partisipasi masyarakat. Adanya forum tersebut merupakan salah satu mekanisme perencanaan partisipatif yang penting untuk menampung dan mengembangkan berbagai bentuk partisipasi dari para pemangku kepentingan. Forum dapat memberikan ruang untuk : 1. Mewadahi berbagai kepentingan interest, baik masyarakat dari berbagai lapisan, maupun pemerintah daerah, pihak swasta, perguruan tinggi, dan pemangku kepentingan lainnya. 2. Menciptakan struktur peluang untuk berpartisipasi, yaitu melalui kelembagaan institusionalisasi, baik kelembagaan yang bersifat sosial maupun kelembagaan yang berorientasi pada keuntungan profit oriented 3. Mengembangkan kepemimpinan leadership dalam berbagai lapisan permukiman. Umumnya pada permukiman lapisan menengah sampai lapisan atas, kepemimpinan lebih bersifat demokratis, sedangkan pada permukiman lapisan bawah, cenderung diperlukan kepemimpinan yang lebih otoriter sebab pada permukiman lapisan bawah, sumberdaya relatif terbatas yang menyebabkan kepedulian masyarakat kurang terhadap kesehatan dan kenyamanan lingkungan. Implementasi kebijakan dan strategi pengelolaan sampah permukiman berbasis masyarakat merupakan upaya optimalisasi peran pemerintah daerah dalam mengelola sampah. Dalam implementasinya, aspek pembiayaan merupakan salah satu faktor penting yang memerlukan inovasi. Dalam lima tahun ke depan, dapat terjadi perubahan yang signifikan dalam konteks CDM Clean Development Mechanism, sehingga terjadi peningkatan minat komunitas bisnis untuk mengolah sampah. Di samping itu, biaya tipping fee di TPA pun 150 15111111 akan semakin meningkat mengikuti standar internasional. Saat ini biaya tipping fee Rp. 50.000,- sampai Rp. 65.000,-ton sampah, sedangkan International selling price tipping fee sebesar USD 25.00 Wirahadikusumah, 2006. Kondisi tersebut dapat menciptakan iklim investasi yang baik dalam pengolahan sampah, tetapi untuk mendukung tumbuh suburnya industri pengolahan dan daur ulang sampah, pemerintah perlu mewujudkan pemilahan sampah dari sumbernya. Dalam Rencana Tindak Tahun 2006-2015, dianggarkan kegiatan pemberdayaan masyarakat dan stakeholders sebesar Rp. 3,5 Milyar setiap tahunnya Dinas Kebersihan DKI Jakarta, 2005. Anggaran tersebut dapat difokuskan pada upaya peningkatan partisipasi masyarakat dalam pemilahan dan daur ulang sampah. Di samping itu, dengan adanya pelimpahan kewenangan dalam pengelolaan sampah kepada kelurahan, maka penyusunan program dapat dilakukan secara partisipatif dengan dikoordinasikan oleh Dewan Kelurahan. Meskipun demikian, kerangka program-program tersebut perlu mengikuti Masterplan DKI Jakarta. Saat ini, anggaran kebersihan dari Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang dikelola oleh kelurahan, penggunaannya kurang efektif. Hal tersebut antara lain karena tidak memiliki perencanaan yang menuju pada sasaran yang sama, sehingga program kebersihan sangat bervariasi dan efektivitasnya rendah, padahal anggarannya dapat mencapai lebih dari Rp. 300 juta pertahun untuk setiap kelurahan. Masterplan sistem pengelolaan sampah merupakan suatu keharusan sebagai dasar kebijakan yang akan diimplementasikan oleh pemerintah daerah. Meskipun demikian, adanya mekanisme perencanaan yang partisipatif merupakan upaya lain yang ditujukan untuk menumbuhkan gerakan sosial social movement dalam pengembangan partisipasi masyarakat, sehingga terjaga keberlanjutan sustainability lingkungan dan keberlanjutan dari pengelolaan sampah itu sendiri. 151

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

1. Kawasan permukiman dalam kaitannya dengan pengelolaan sampah permukiman berbasis masyarakat, memiliki beberapa golongan dengan karakteristik tertentu, yang membentuk lima tipologi permukiman dalam pengelolaan sampah, yaitu permukiman lapisan bawah, menengah bawah, menengah, menengah atas dan atas. Setiap tipe permukiman memiliki karakteristik tertentu dalam tipe pengelolaan sampah dan infrastrukturnya, serta karakteristik fisik lainnya seperti keteraturan kawasan, kepadatan ruang dan luas bangunan. Keseluruhan karakteristik tersebut membentuk suatu kesatuan tipe pengelolaan sampah dalam permukiman. Kondisi tersebut dapat menjadi titik tolak dalam menentukan pola partisipasi dengan pendekatan yang sesuai. 2. Pola-pola partisipasi dan potensi partisipasi dalam masyarakat di kawasan permukiman memberikan karakteristik tertentu yang membentuk tipologi partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah berdasarkan tipe keterlibatan masyarakat dan tipe pelancaran pengaruhnya. Tipe partisipasi yang dominan adalah kalkulatif-remuneratif, kalkulatif-normatif dan moral- remuneratif. 3. Pada permukiman lapisan bawah dan menengah bawah, interaksi sosial relatif tinggi tetapi sumberdaya terbatas dan tidak ada otoritas, sehingga pola partisipasi yang sesuai adalah melalui pendekatan kalkulatif- remuneratif tetapi dengan titik masuk menjadikan kegiatan pengelolaan sampah sebagai kegiatan ekonomi dalam kerangka pengembangan masyarakat. 4. Pada permukiman lapisan menengah dan menengah atas, pendekatan yang tepat adalah kalkulatif-remuneratif sampai moral-remuneratif dengan menitik-beratkan pada tipe keterlibatan secara moral, sebab pada dasarnya mereka telah memiliki wawasan dan persepsi yang cukup, tetapi dengan tipe pelancaran pengaruh remuneratif melalui tawaran fasilitas tertentu dari pemerintah. 5. Pada permukiman lapisan atas, interaksi sosial relatif rendah tetapi tingkat kesadaran dan sumberdaya relatif tinggi, sehingga pendekatan moral-