6
dan daur ulang sampah di permukiman. Untuk itu, kajian karakteristik masyarakat dan lingkungan dalam setiap tipe permukiman menjadi penting
untuk menentukan pola partisipasi yang sesuai, sehingga dapat diterima secara sosial social acceptability.
1.2. Tujuan Penelitian
1. Memahami keterkaitan antara karakteristik kawasan permukiman di perkotaan dengan perilaku masyarakat terhadap sampah dan pengelolaan
sampah permukiman 2. Memahami pola-pola partisipasi yang sesuai dengan karakteristik
masyarakat dalam pengelolaan sampah pada masing-masing tipologi permukiman.
3. Merumuskan suatu strategi dan mekanisme perencanaan sosial partisipatif dalam pengelolaan sampah permukiman berbasis masyarakat di Kotamadya
Jakarta Timur.
1.3. Kerangka Pemikiran Konseptual
Penataan model pengelolaan sampah perkotaan secara menyeluruh meliputi upaya meminimumkan model TPA dalam jangka panjang, yang dimulai
dengan mengurangi ketergantungan terhadap TPA. Hal ini disebabkan antara lain karena dalam banyak hal pengelolaan sampah di TPA masih sangat buruk,
mulai dari penanganan air lindi leachate hingga penanganan bau, di samping dampak lingkungan berupa pencemaran dan dampak sosial yang memerlukan
penanganan dengan investasi lebih besar. Masyarakat sesungguhnya dapat dilibatkan dalam pengelolaan sampah mulai dari pemilahan sampah hingga daur
ulang. Keterlibatan masyarakat merupakan salah satu faktor pendukung yang sangat penting dalam penanggulangan persoalan sampah perkotaan. Dengan
kata lain, partisipasi masyarakat merupakan salah satu faktor kunci dalam sistem pengelolaan sampah secara terpadu Kholil, 2004.
Pendekatan pengelolaan sampah secara terpadu yang berbasis pengembangan masyarakat Community Development melalui penerapan
7
konsep 4R yaitu reduce, reuse, recycle dan replace Rusmendro, 2003 atau konsep 3R yaitu reduce, reuse, recycle Bebassari, 2004 sebagai upaya
pengelolaan sampah di perkotaan, khususnya DKI Jakarta, perlu direncanakan dan diwujudkan dengan dukungan seluruh masyarakat kota, dan difasilitasi oleh
pemerintah DKI Jakarta yang bertanggung jawab penuh sebagai pengelola sampah. Sistem pengelolaan sampah yang berbasis pengembangan
masyarakat, antara lain dengan menumbuhkan industri daur ulang dan kegiatan kemitraan dalam pengolahan sampah, merupakan bagian dari kepedulian
pemerintah terhadap upaya peningkatan pendapatan, penyediaan kesempatan kerja, dan antisipasi terhadap kerawanan sosial akibat tekanan ekonomi dan
pengangguran, sekaligus sebagai upaya perbaikan dan peningkatan kualitas
lingkungan.
Di samping melibatkan industri dalam membuat produk yang dapat didaur ulang, pengelolaan sampah kota dengan melibatkan partisipasi masyarakat
menjadi langkah yang sangat penting. Thank et al. 1985 menyatakan bahwa dalam jangka panjang pengelolaan sampah dengan bertumpu pada TPA
memiliki banyak kelemahan Diana, 1992. TPA dengan timbunan sampah sebagai pencemar primernya, juga menimbulkan pencemaran sekunder berupa
pencemaran air oleh lindi leachate, emisi gas metan, amonium, hidrogen sulfida dan karbon dioksida, bau sampah itu sendiri dan bau gas yang
ditimbulkan dari proses dekomposisi, sebagai tempat hama dan vektor, adanya kebisingan dan getaran serta rentan terhadap kebakaran Hadi, 2004. Demikian
pula teknologi insinerasi Tangri, 2003, yang secara umum merupakan sumber dioksin utama, di samping logam berat seperti merkuri Hg, timah Pb,
kadmium Cd, arsen As dan kromium Cr. Selain itu, insinerator juga menghasilkan senyawa–senyawa hidrokarbon-halogen non dioksin, gas-gas
penyebab hujan asam, partikulat-partikulat yang dapat mengganggu fungsi paru- paru dan gas-gas efek rumah kaca, serta senyawa yang belum teridentifikasi
dalam bentuk emisi dan abu di udara Tangri, 2003. Peran masyarakat dalam mengelola sampah harus terus-menerus
ditingkatkan, sebab tanpa melibatkan masyarakat, pengelolaan sampah akan terus membebani pemerintah dan tekanan terhadap lingkungan akan semakin
bertambah. Oleh karena itu, perlu dicari pendekatan sosial yang sesuai dan efektif dalam melibatkan masyarakat secara aktif, di samping upaya memberikan
pemahaman bahwa sebenarnya sampah merupakan sumberdaya yang dapat
8
memberikan nilai ekonomi. Seperti ditengarai oleh Morrisey dan Browne 2004, aspek sosial sebagai salah satu bagian yang harus terintegrasi dalam
penerapan sisitem pengelolaan sampah, sangat jarang dikaji secara mendalam. Sebagian besar model pengelolaan sampah perkotaan di Indonesia hanya
menekankan pada aspek lingkungan dan ekonomi saja, padahal dalam sistem yang terpadu, partisipasi masyarakat merupakan faktor kunci dalam berjalannya
sistem tersebut Kholil, 2004. Di samping itu, perilaku masyarakat sangat berperan dalam berjalannya berbagai sistem pengelolaan sampah berbasis
masyarakat Chu et al., 2004. Menurut Proteous 1977, perilaku masyarakat yang berwujud pada tindakan, merupakan hasil pengambilan keputusan yang
dimotivasi oleh faktor fungsional, faktor struktural dan faktor eksistensial. Faktor fungsional antara lain meliputi sistem nilai, kemampuan fisik dan mental,
sedangkan faktor struktural antara lain meliputi usia, pekerjaan dan penghasilan. Keduanya lebih sering disebut sebagai lingkungan sosial ekonomi. Faktor
eksistensial antara lain meliputi lokasi dan orientasi, dan sering disebut sebagai faktor lingkungan fisik Fithri, 1995.
Dalam suatu sistem kehidupan kolektif, terdapat beragam kepentingan dan pemahaman. Keberagaman tersebut pada akhirnya akan melahirkan sistem
nilai yang beragam, sehingga satu sudut pandang atau satu sistem nilai saja yang digunakan untuk menerjemahkan kepentingan publik tidak akan cukup
untuk menjawab persoalan publik yang berkembang. Atas dasar tersebut, maka sudut pandang pemerintah saja dianggap tidak cukup untuk menerjemahkan
proses pembangunan suatu negara dimana masyarakat juga berada di dalamnya. Pelibatan pengikutsertaan publik dalam proses penentuan
kebijakan dianggap sebagai salah satu cara yang efektif untuk menampung dan mengakomodasi berbagai kepentingan yang beragam. Dengan kata lain, upaya
pengikutsertaan publik yang terwujud melalui perencanaan partisipatif, dapat membawa keuntungan substantif dimana keputusan publik yang diambil akan
lebih efektif di samping akan memberi rasa kepuasan dan dukungan publik yang cukup kuat terhadap suatu proses pembangunan. Oleh karena itu, partisipasi
publik tidak sekedar bersifat prosedural, tetapi juga substantif. Partisipasi tersebut tidak terbatas pada konteks pengambilan keputusan yang spesifik,
tetapi juga menjangkau “partisipasi kognitif” yang menjadi landasan dalam pengambilan keputusan Soetarto, 2003. Partisipasi kognitif merupakan bentuk
9
partisipasi yang utuh, meliputi persepsi dan sikap yang menjadi landasan dalam berperilaku dan pengambilan keputusan untuk berpartisipasi.
Perilaku dan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah tidak terlepas dari pengaruh faktor lingkungan. La Barre 1954 menyebutkan bahwa
teori evolusi biologi telah bergeser menjadi evolusi teknologi, sehingga proses evolusi itu sendiri telah berjalan dengan kecepatan yang tidak terbatas.
Akibatnya, manusia tidak hanya menciptakan teknologi dan kebudayaan sebagai perantara antara dirinya dengan makhluk lain dan lingkungan fisiknya,
tetapi juga mengubah dan menciptakan lingkungan fisik menjadi suatu lingkungan budaya. Hal ini dipertegas oleh Hall 1966 yang mengkaji hubungan
antara kebudayaan dan penataan ruang dengan menyatakan bahwa manusia dan lingkungan sama-sama berpartisipasi dalam membentuk satu sama lain
Suparlan, 2004. Teori tersebut diperkuat oleh Castells, seorang pakar Geografi-Sosiologi yang secara eksplisit menegaskan bahwa ruang bukan
hanya cerminan dari masyarakat, tetapi merupakan bagian dari masyarakat itu sendiri Castells, 1997 2007.
Tipe permukiman yang menggambarkan kondisi lingkungan fisik beserta infrastruktur pengelolaan sampah, sangat berkaitan erat dengan perilaku dan
pola partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah permukiman. Hal tersebut sejalan dengan teori Castells di atas dan teori tersebut mampu
menjelaskan perubahan perilaku masyarakat terhadap sampah dalam ruang dan waktu yang berbeda. Penelitian Bebassari 1996 juga memperlihatkan perilaku
yang sama di kalangan menengah bawah rumah susun Klender Jakarta Timur yang membuang sampah dengan rapi di tempat pemilahan dan penampungan
sampah ketika pemerintah daerah memelihara dan membersihkan fasilitas tersebut dengan baik. Lima tahun kemudian, ketika program uji coba tersebut
selesai dan perhatian pemerintah daerah berkurang, maka sampah kembali tidak dipilah dan berceceran pada saat dibuang di tempat penampungan
tersebut. Untuk itu, penentuan pola partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah dapat dilakukan melalui pendekatan karakteristik perilaku masyarakat
dalam suatu komunitas yang dikaji berdasarkan tipologi kawasan permukiman. Selanjutnya, perlu dirumuskan mekanisme perencanaan partisipatif yang sesuai
dengan karakteristik masyarakat dalam setiap tipologi kawasan permukiman yang berbeda. Melalui pola partisipasi yang tepat, upaya pengelolaan sampah
10
berbasis masyarakat diharapkan dapat diwujudkan dalam waktu yang relatif singkat serta akan menjadi solusi efektif dan aman bagi lingkungan.
Program pengelolaan sampah permukiman berbasis masyarakat yang sesuai dengan karakteristik permukiman dan masyarakatnya, diharapkan
mampu menumbuhkan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah. Program tersebut tidak lagi hanya bertumpu pada top-down planning, tetapi juga
melalui mekanisme partisipatif, sehingga lebih bersifat bottom-up planning dengan sebesar-besarnya mengikutsertakan tokoh masyarakat sebagai agent of
change. Hal tersebut menjadi pertimbangan utama bedasarkan pengalaman proyek-proyek percontohan dengan karakteristik top-down planning yang tidak
berjalan, sebab mengabaikan pentingnya tumbuh dan berkembangnya partisipasi masyarakat untuk mencapai keberhasilan program Kholil, 2004;
Wardhani, 2004. Di samping itu, persoalan persepsi, sikap, dan perilaku masyarakat DKI Jakarta terhadap sampah dan pengelolaannya perlu menjadi
salah satu aspek yang dipertimbangkan dalam perumusan perencanaan sosial pengelolaan sampah permukiman berbasis masyarakat di DKI Jakarta.
Penerapan mekanisme partisipatif dalam pengelolaan sampah permukiman sejalan dengan rencana pengelolaan sampah DKI Jakarta sepuluh tahun ke
depan, yang menitikberatkan pada industri daur ulang dan pengolahan sampah. Pengelolaan sampah tidak lagi terpusat pada satu lokasi, tetapi tersebar di
beberapa kawasan, dengan perbedaan jenis industri daur ulang sesuai dengan potensi masing-masing kawasan.
Dari uraian di atas tampak bahwa pendekatan pengelolaan sampah yang bersifat top-down cenderung menyebabkan kegagalan dalam implementasi
pengelolaan sampah secara terpadu. Kegagalan tersebut sebagian besar terjadi akibat rendahnya partisipasi masyarakat dalam kegiatan pengelolaan sampah di
sumbernya, yang mengakibatkan efisiensi dan efektivitas proses lanjutannya menjadi rendah. Oleh sebab itu, pendekatan dialektika diperlukan untuk
memunculkan konsep pengelolaan sampah yang lebih partisipatif dengan memasukkan potensi masyarakat, nilai-nilai demokratis dan pembelajaran
sosial. Konsep tersebut diharapkan dapat tercermin dari perencanaan sosial dalam pengelolaan sampah berbasis masyarakat dengan penyusunan strategi
dan mekanisme yang lebih partisipatif. Secara garis besar, kerangka pemikiran konseptual dalam penelitian ini diperlihatkan pada Gambar 1.
11
Gambar 1. Kerangka Pemikiran Konseptual Model Partisipatif Pengelolaan Sampah Permukiman di Kotamadya Jakarta Timur
• Pendidikan
• Pendapatan • Pengetahuan
• Aksesibilitas terhadap informasi
• Pengalaman
Persepsi
terhadap sampah Pengelolaan
Sampah
Partisipasi Masyarakat
Faktor Fisik : - Luas Bangunan
- Infrastruktur Pengelolaan Sampah
- Keteraturan Kawasan dan Kepadatan Ruang
Faktor Sosial Ekonomi : - Tingkat Retribusi Sampah
- Pola Partisipasi dalam Pengelolaan Sampah
Sistem Pengelolaan Sampah Permukiman
Berbasis Masyarakat
Mekanisme Perencanaan
Partisipatif
Tipologi Permukiman di
Perkotaan • Norma
Keyakinan • Status Peranan
Sosial
Pola Partisipasi Masyarakat
Sikap
terhadap sampah Pengelolaan
Sampah
Perilaku Tindakan
Masyarakat Sampah Permukiman di DKI
Jakarta
Penurunan Ketergantungan pada TPATPST
Penumbuhan Industri Daur Ulang
TPATPST
Konflik
Transportasi
Timbulan
Sampah
Jumlah Penduduk
Lingkungan Sosial:
- Tipe Permukiman - Kasus dampak
Pencemaran oleh
sampah
12
1.4. Perumusan Masalah