Kelas Atas High Income : Kelas Menengah Medium Income : Kelas Rendah Low Income :

43 Tabel 5. Faktor Analisis dalam Penentuan Tipologi Permukiman Faktor Analisis Jenis Data Sumber Data 1. Luas Bangunan Poligon SIG 2. Infrastruktur pengelolaan sampah permukiman Atribut SIG, Dinas Kebersihan DKI Jakarta 3. Keteraturan Kawasan dan Kepadatan ruang : - Keteraturan Kawasan - Rasio Kepadatan Penduduk terhadap Luas Ruang - Rasio Luas bangunan terhadap Luas Ruang Atribut dan poligon SIG, BPS DKI Jakarta, Data Potensi Kelurahan 4. Partisipasi : - Tingkat Retribusi Sampah - Tipe Partisipasi Masyarakat Atribut Data Potensi Kelurahan, Data Primer

3.3.2. Luas Bangunan

Penentuan klasifikasi dalam luas bangunan dilakukan berdasarkan tipe permukiman yang merujuk pada Final Report Japan International Cooperation Agency JICA dan Upah Minimum Pekerja berdasarkan Indikator Tingkat Hidup Pekerja tahun 2000-2002 Dinas Kebersihan DKI Jakarta, 2005 sebagai berikut,

a. Kelas Atas High Income :

• Luas rumah ± halaman rata-rata 250 m 2 • Pemakaian listrik besar 4.400 watt • Susunan perumahan tertata rapi • Mempunyai halaman.

b. Kelas Menengah Medium Income :

• Luas rumah ± 80-250 m 2 • Pemakaian listrik sedang 1.300-4.400 watt • Rumah tertata baik • Mempunyai halaman.

c. Kelas Rendah Low Income :

• Luas rumah rata-rata 80 m 2 • Pemakaian listrik kecil 1.300 watt • Letak rumah tidak beraturan • Tidak mempunyai halaman tidak jelas batasnya. Dari rujukan tersebut, kemudian disusun klasifikasi tipologi permukiman berdasarkan luas bangunan, dengan membagi dua setiap strata dalam 44 klasifikasi tersebut seperti diperlihatkan pada Tabel 6. Dengan menggunakan data spasial dan software ArcGIS 9.1, maka proses klasifikasi permukiman berdasarkan luas bangunan dilakukan dengan menggolongkan query data luas bangunan berdasarkan penggolongan tersebut. Tabel 6. Klasifikasi Permukiman berdasarkan Luas Bangunan di DKI Jakarta Klasifikasi Luas Bangunan Skor • Kawasan non permukiman • Kawasan permukiman dengan luas bangunan x 40 m 2 • Kawasan permukiman dengan luas bangunan 40 ≤ x 80 m 2 • Kawasan permukiman dengan luas bangunan 80 ≤ x 165 m 2 • Kawasan permukiman dengan luas bangunan 165 ≤ x 250 m 2 • Kawasan permukiman dengan luas bangunan 250 ≤ x 300 m 2 • Kawasan permukiman dengan luas bangunan x ≥ 300 m 2 1 2 3 4 5 6

3.3.3. Infrastruktur Pengelolaan Sampah Permukiman

Penentuan klasifikasi infrastruktur pengelolaan sampah permukiman dilakukan berdasarkan data jenis fasilitas yang ada dengan karakteristik pelayanan tertentu. TPATPST tidak termasuk dalam jenis infrastruktur yang menjadi fasilitas di lokasi permukiman, sebab keduanya merupakan fasilitas pengelolaan sampah yang digunakan untuk seluruh wilayah di DKI Jakarta. Sistem pengangkutan sampah dan tingkat pelayanan pemerintah daerah melalui Dinas Kebersihan menjadi faktor lain yang menentukan klasifikasi tersebut. Secara umum, klasifikasi infrastruktur pengelolaan sampah permukiman diperlihatkan pada Tabel 7. Tabel 7. Klasifikasi Infrastruktur Pengelolaan Sampah Permukiman Infrastruktur Pengelolaan Sampah Skor Tidak terdapat TPSdibuang sendiridibakar 1 Terdapat TPS dengan kapasitas rendah-sedang dan frekuensi pengambilan belum memadaitidak tentu 2 Terdapat TPS dengan kapasitas sedang-tinggi dan frekuensi pengambilan sampah 2 hari sekali 3 Terdapat TPS dengan kapasitas tinggi dan frekuensi pengambilan sampah setiap hari 4 45

3.3.4. Keteraturan Kawasan dan Kepadatan Ruang

Keteraturan kawasan disusun klasifikasinya berdasarkan aspek tata ruang, yang meliputi penilaian infrastruktur jalan utama dan jalan dalam lokasi permukiman, serta keteraturan penataan bangunan. Kepadatan ruang dilihat dua aspek, yaitu kepadatan penduduk dalam suatu wilayah jiwaha dan ketersediaan fasilitas pendukung permukiman, seperti ruang terbuka hijau, fasilitas sosial dan fasilitas umum. Tingkat kepadatan tinggi ditandai dengan jumlah penduduk lebih dari 600 jiwaha, tingkat kepadatan sedang 200-400 jiwaha dan tingkat kepadatan rendah dengan jumlah penduduk kurang dari 200 jiwaha Apsari, 2005. Selanjutnya, klasifikasi dari seluruh aspek tersebut ditentukan sebagai berikut, Tabel 8. Klasifikasi Keteraturan Kawasan dan Kepadatan Ruang Permukiman Aspek Klasifikasi Skor Rasio Luas BangunanRuang P1 1:1 ≤ x 1:2 1 1:2 ≤ x 1:3 2 1:3 ≤ x 1:4 3 1:4 ≤ x 1:5 4 Rasio Penduduk Ruang P2 x ≥ 600 jiwaha 1 400 ≤ x 600 jiwaha 2 200 ≤ x 400 jiwaha 3 x 200 jiwaha 4 Keteraturan Kawasan K Tidak teratur dan lebar jalan lingkungan 1.5m 1 Tidak teratur dan lebar jalan lingkungan 2 sd 5m 2 Teratur dan lebar jalan lingkungan 2 sd 5m 3 Teratur dan lebar jalan lingkungan 5 sd 7m 4 Teratur dan lebar jalan lingkungan 7m 5 Tertata baik dengan lebar jalan 7m dan ruang terbuka hijau yang memadai 6

3.3.5. Aspek Partisipasi dalam Pengelolaan Sampah

Aspek partisipasi yang dinilai memberikan pengaruh yang signifikan pada perilaku dan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah permukiman, antara lain adalah tingkat pendapatan dari Kepala Keluarga KK yang direpresentasikan dengan besarnya pembayaran iuran retribusi untuk 46 pengelolaan sampah di lingkungannya masing-masing. Tingkat retribusi juga menggambarkan partisipasi remuneratif masyarakat dalam pengelolaan sampah. Dengan data yang berasal dari data primer yang berasal dari wawancara dengan informan, yaitu petugas kelurahan dan pengurus RTRW, kemudian disusun kisaran rank dari tingkat retribusi sampah serta pola partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah saat ini dan diberi bobot. Klasifikasi berdasarkan tingkat retribusi dilakukan dengan terlebih dahulu melaksanakan penelitian pendahuluan di beberapa RW yang cukup mewakili permukiman dengan tingkat pendapatan rendah, sedang dan tinggi. Dari hasil survei tersebut kemudian dibuat klasifikasi iuran atau retribusi sampah seperti diperlihatkan pada Tabel 9 berikut, Tabel 9. Klasifikasi Tingkat Retribusi Sampah di Kawasan Permukiman Tingkat Retribusi Sampah Skor Tidak ditentukansukarela 1 Rp 1.000 ≤ x Rp 10.000 2 Rp 10.000 ≤ x Rp 15.000 3 Rp 15.000 ≤ x Rp 25.000 4 ≥ Rp. 25.000 5 Pola partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah di kawasan permukiman yang berjalan saat ini dapat diklasifikasikan ke dalam beberapa kategori berdasarkan tingkat keterlibatan dan koordinasi dalam sistem pengelolaan tersebut, seperti diperlihatkan pada Tabel 10 berikut, Tabel 10. Klasifikasi Tipe Partisipasi Masyarakat di Kawasan Permukiman Tipe Partisipasi Masyarakat dalam Pengelolaan Sampah Skor Partisipasi terbatas 1 Tidak ada koordinator 2 Ada koordinator tetapi belum efektif 3 Terkoordinasimudah digerakkan 4 Ada percontohan pengomposanpemilahan 5 Penentuan bobot dan nilai dari setiap faktor analisis tersebut weighting dilakukan melalui teknik AHP dengan tiga orang pakar dari kalangan akademisi, yaitu pakar geografi dan kajian perkotaan, pakar Antropologi dan pakar Planologi Perkotaan dan Lingkungan. Setelah dilakukan pembobotan faktor analisis, kemudian dikalikan dengan nilai setiap faktor tersebut di masing-masing 47 lokasi. Secara garis besar, proses penentuan tipologi permukiman dan pola partisipasi masyarakat diperlihatkan pada Gambar 5. Gambar 5. Rancangan Operasi Analisis Tipologi Permukiman di DKI Jakarta Data Spasial Luas Bangunan Data Spasial Infrastruktur Pengelolaan Sampah Data Spasial dan Atribut Keteraturan Kawasan Data Atribut Pola Partisipasi Seleksi Seleksi Seleksi Seleksi Tipologi Permukiman Scoring Model Matematika dan Penentuan Kisaran Union Overlay 01 Scoring Scoring Scoring Overlay 02 Overlay 03 Seleksi Union Union Data Spasial dan Atribut Kepadatan Ruang Seleksi Scoring Union Overlay 04 48 Proses tersebut di atas merupakan proses overlay dengan metode union atau penggabungan yang dilakukan secara berjenjang atau bertahap dan hasil akhirnya adalah setiap lokasi memiliki nilai tertentu berdasarkan faktor analisis dalam tipologi tersebut. Setelah proses overlay, dapat dilakukan penggolongan yang lebih sederhana dengan menggabungkan nilai-nilai di atas dalam kisaran tertentu. Proses tersebut dilakukan dengan merujuk pada hasil penelitian kualitatif, sehingga aspek sosial pada masing-masing tipologi permukiman dijadikan masukan dan terjadi pemahaman yang baik tentang kondisi di lapangan. 3.4. Kajian Persepsi, Sikap, Perilaku dan Partisipasi Masyarakat 3.4.1. Penelitian Kuantitatif