tersebut tidak mencerminkan jumlah perusahaan kecap sebenarnya. Hal ini dikarenakan di Indonesia banyak perusahaan-perusahaan kecap tradisional yang
mungkin belum terdaftar tetapi secara akumulatif jumlah produksinya cukup besar.
4.2.3. Konsumsi Kecap
Proses pembuatan kecap dapat dilakukan melalui tiga cara, yaitu dengan cara fermentasi, hidrolisis asam, dan kombinasi antara keduanya Koswara, 1992.
Dibandingkan dengan kecap yang dibuat dengan cara hidrolisis, kecap yang berasal dari proses fermentasi biasanya mempunyai flavor dan aroma yang lebih
baik. Hal ini diduga merupakan alasan jarangnya ditemukan pembuatan kecap secara hidrolisis asam.
Di Indonesia, pembuatan kecap pada umumnya dilakukan secara fermentasi. Pembuatan kecap secara fermentasi pada prinsipnya adalah dengan
menggunakan jasa mikroorganisme kapang, khamir ragi, dan bakteri untuk mengubah senyawa makromolekul kompleks yang ada dalam kedelai seperti
protein, lemak dan karbohidrat menjadi senyawa yang lebih sederhana, seperti peptida, asam amino, asam lemak dan monosakarida, sehingga zat-zat dalam
kecap menjadi mudah dicerna, diserap, dan dimanfaatkan oleh tubuh Astawan, 2004.
Dilihat dari kandungan gizinya, kecap kedelai ternyata masih memiliki protein dan kadar abu yang cukup tinggi Lampiran 3.. Sementara itu, komposisi
asam amino pada kecap kedelai sebagian besar didukung oleh asam glutamat,
prolin, asam asportat, dan leusin Lampiran 4.. Asam amino mampu mencegah terjadinya sintesa kolestrol yang berlebihan di dalam hati. Sedangkan protein yang
ada di dalam kecap mendorong pengeluaran kolestrol dalam empedu lebih banyak sehingga dikeluarkan dalam usus halus lebih besar. Hal ini menunjukkan bahwa
mengkonsumsi kecap tidak hanya sekedar menikmati rasa asin atau manis, akan tetapi karena kecap kedelai memiliki zat gizi yang lengkap dengan asam
aminonya Santoso, 1994. Sedangkan dari segi gizi, saat ini telah ada upaya-upaya untuk
menambahkan zat gizi tertentu yang bermanfaat bagi kesehatan tubuh, seperti mineral iodium, zat besi, dan vitamin A. Ketiga zat gizi mikro tersebut sangat
berguna bagi kesehatan mengingat masih banyaknya masalah gizi akibat kekurangan zat-zat tersebut. Misalnya gangguan akibat kekurangan iodium
GAKI, anemia gizi akibat defisiensi zat besi, kekurangan vitamin A yang berdampak luas terhadap pemeliharaan sistem penglihatan mencegah masalah
kebutaan, serta peningkatan sistem pertahanan tubuh terhadap serangan berbagai penyakit infeksi Astawan, 2004.
Di Indonesia, saat ini sektor rumah tangga masih merupakan konsumen kecap terbesar dengan segmen pasar kecap mencapai 80 persen. Sedangkan 20
persen sisanya berasal dari segmen institusi seperti hotel, restoran, dan katering, termasuk di dalamnya yaitu sektor food street vendor penjual bakso, mie ayam,
sate, dan lain-lain serta industri mie instan. Kecap untuk keperluan segmen institusi memiliki intensitas pembelian yang cukup tinggi.
Banyaknya jenis dan merek kecap yang beredar di pasaran memberikan banyak pilihan kepada konsumen untuk memilih produk kecap yang disukainya,
termasuk produk kecap impor. Meskipun data riil mengenai konsumsi kecap impor belum ada, namun tendensi penggunaan kecap impor tersebut dapat diamati
melalui semakin banyaknya produk kecap impor di pasaran. Hanya saja saat ini penyebaran produk kecap impor tersebut masih terbatas di pasar swalayan
ataupun super market. Apabila kualitas kecap Indonesia tidak ditingkatkan atau paling tidak dipertahankan, seperti yang sudah dibahas dalam sub-bab 4.2.1.,
maka dikhawatirkan akan melemahkan daya saing kecap Indonesia dalam menghadapi produk impor, terlebih lagi jika perdagangan bebas dunia sudah
diberlakukan.
20000000 40000000
60000000 80000000
100000000 120000000
19 88
19 89
19 90
19 91
19 92
19 93
19 94
19 95
19 96
19 97
19 98
19 99
20 00
20 01
20 02
20 03
20 04
Tahun K
o ns
um s
i k
g
Gambar 4.2. Perkembangan Konsumsi Kecap di Indonesia Tahun 1991-2004
Sumber: BPS, 2004 diolah.
Berdasarkan Gambar 4.2 dapat diketahui bahwa konsumsi kecap pada tahun 1988 sebesar 46,374 juta kg dan terus meningkat hingga tahun 1990
menjadi sebesar 57,057 juta kg. Namun pada tahun-tahun berikutnya konsumsi kecap terus menurun hingga mencapai 36,947 juta kg pada tahun 1993. Belum
diketahui secara pasti penyebab terus menurunnya konsumsi kecap selama periode 1991-1993. Pada tahun 1994 konsumsi kecap terus memperlihatkan
kecenderungan yang meningkat. Hingga tahun 2004 konsumsi kecap mencapai 102,355 juta kg Lampiran 9.. Peningkatan permintaan kecap tersebut diduga
akibat semakin bertambahnya jumlah penduduk, berkembangnya restoran- restoran, pasar swalayan, perubahan pola konsumsi masyarakat serta
berkembangnya industri makanan yang menggunakan kecap sebagai salah satu komponen bumbu, seperti industri mie instan.
-0.4 -0.2
0.2 0.4
0.6 0.8
1 1.2
198 8
19 89
199 199
1 199
2 19
93 19
94 199
5 199
6 199
7 19
98 199
9 200
200 1
200 2
20 03
200 4
Tahun La
ju P e
rt um
bu ha
n
Laju Konsumsi Laju Produksi
Gambar 4.3. Perbandingan Laju Pertumbuhan Konsumsi dan Laju Pertumbuhan Produksi Kecap di Indonesia Tahun 1988-2004
Sumber: BPS, 2004 diolah.
Jika dilihat dari laju pertumbuhan produksinya, tingkat konsumsi kecap di Indonesia menunjukkan pertumbuhan yang relatif lebih lamban, meskipun
cenderung meningkat Lampiran 9.. Hal ini karena kecap digunakan hanya sebagai penyedap makanan, sehingga pemakaian kecap dalam masakan sehari-
hari tidaklah terlalu banyak. Faktor yang dianggap paling utama dalam meningkatkan konsumsi kecap tersebut adalah peningkatan populasi penduduk
Indonesia dan perkembangan industri pemakai kecap, seperti industri mie instan, restoran, pedagang makanan dan sebagainya.
4.2.4. Ekspor dan Impor Kecap