Sejarah Singkat Industri Kecap Standardisasi Kecap

IV. PERKEMBANGAN INDUSTRI KECAP DI INDONSIA

4.1. Sejarah Singkat Industri Kecap

Kecap adalah sari kedelai yang telah difermentasikan dengan atau tanpa penambahan gula kelapa dan bumbu. Bahan dasar pembuatan kecap umumnya adalah kedelai atau kedelai hitam. Beberapa peneliti menduga bahwa kecap merupakan bumbu masak tertua yang dikenal oleh manusia. Selain digunakan sebagai flavor enhancer pembangkit selera, diduga kecap juga telah digunakan untuk mencegah kerusakan dan mengawetkan makanan Beuchat, 1984; Nunomura dan Sasaki, 1986 dalam Sumaryanto, 1998. Cara pembuatan kecap diduga berasal dari daratan Cina yang ditemukan lebih dari 3000 tahun yang lalu. Selanjutnya kecap kedelai masuk ke Jepang dan negara lain di Asia, termasuk Indonesia. Di Indonesia sendiri sulit dipastikan kapan pertama kalinya kecap kedelai ini dibuat. Namun, diperkirakan industri kecap di Indonesia telah ada sejak awal tahun 1920 dan pada saat itu hanya terbatas pada industri dengan skala usaha kecil saja. Sejak berdirinya pabrik kecap Cap Kaki Tiga di Mojokerto pada tahun 1922, yang kemudian diikuti oleh kecap Ratu Mojokerto pada tahun 1925 dan kecap Cap Bango pada tahun 1928, industri kecap terus mengalami perkembangan. Sampai saat ini sudah cukup banyak perusahaan kecap yang berkembang di Indonesia, mulai dari perusahaan skala rumah tangga, kecil, menengah hingga perusahaan yang berskala besar. 4.2. Perkembangan Industri Kecap 4.2.1. Produksi Kecap Industri kecap merupakan salah satu industri yang mempunyai kaitan erat dan langsung terhadap komoditas kedelai. Kedelai yang umum digunakan dalam industri kecap adalah kedelai hitam. Namun, sebagian pengusaha ada yang menggunakan kedelai kuning. Secara umum, tidak ada perbedaan komposisi zat gizi di antara keduanya, sehingga hal ini tidak berpengaruh terhadap efektivitas fermentasi. Alasan pengusaha lebih memilih menggunakan kedelai hitam dalam proses produksinya karena kedelai hitam dapat menghasilkan citarasa dan aroma yang lebih baik dibandingkan dengan kedelai kuning. Selain itu, diperoleh kenyataan bahwa koji 1 yang terbuat dari kedelai kuning lebih mudah mengalami pembusukkan. Sebagian besar proses produksi kecap termasuk dalam kategori industri pengolahan kedelai tradisional. Meskipun dikatakan tradisional, bukan berarti bahwa industri yang termasuk dalam golongan ini diolah secara manual. Istilah tradisional di sini digunakan untuk menunjukkan bahwa tipe dan metode pengolahannya sudah dipraktekkan berabad-abad lamanya dan diwariskan secara turun-temurun kepada generasi berikutnya. Di Indonesia, umumnya kecap diproduksi dengan cara fermentasi tradisional dalam skala industri kecil dengan menggunakan peralatan yang sederhana. Seiring dengan semakin berkembangnya teknologi, saat ini telah banyak terdapat industri yang mengolah kecap dalam skala industri besar yang menggunakan peralatan yang modern Anggono, 1993. 1 Koji adalah kedelai yang sudah difermentasi dengan kapang jamur, biasanya jenis aspergillus, yaitu berupa rebusan kedelai yang sudah ditumbuhi jamur. Fermentasi tersebut berlangsung secara spontan antara tiga sampai tujuh hari. Produksi kecap di Indonesia sangat tergantung dari keberadaan bahan baku kedelai. Apabila kedelai sebagai bahan baku mudah didapatkan atau jumlahnya tersedia sesuai dengan kebutuhan, maka akan memperlancar proses produksi yang dilakukan. Biro Pusat Statistik BPS tidak membedakan produksi kedelai hitam Glycin soja dan kedelai kuning Glycin max, sehingga data mengenai perbedaan produksi kedua jenis kedelai tersebut tidak diketahui. Berdasarkan data BPS 2005, diketahui bahwa pada tahun 1990 supply kedelai masih mencapai 1,487 juta ton dan mencapai puncak pada tahun 1992 yaitu sebanyak 1,869 juta ton Lampiran 1.. Namun, pada tahun-tahun berikutnya produksi kedelai terus menurun akibat adanya penurunan pada luas panen kedelai. Padahal kebutuhan kedelai sebagai bahan baku industri terus meningkat. Oleh karena itu, untuk menutupi kekurangan kebutuhan kedelai tersebut pemerintah melakukan impor kedelai. Namun, hal ini mengakibatkan ketergantungan yang serius terhadap kedelai impor, yang akhirnya menurunkan minat petani untuk menanam kedelai. Tingginya impor kedelai di Indonesia terjadi karena kebutuhan Indonesia yang tinggi akan kedelai kuning. Kedelai kuning sebenarnya bukan tanaman asli daerah tropis, sehingga hasilnya selalu lebih rendah daripada di Jepang atau Tiongkok yang merupakan daerah asli tanaman tersebut. Pemuliaan serta domestikasi 2 yang dilakukan belum sepenuhnya berhasil mengubah sifat 2 Domestikasi merupakan pengadopsian yang dilakukan manusia terhadap tumbuhan dan hewan dari alam liar ke dalam kehidupan sehari-hari manusia, seperti seleksi, pemuliaan, serta perubahan perilaku atau sifat dari organisme yang menjadi objeknya. fotosensitif 3 kedelai kuning. Di sisi lain, kedelai hitam yang tidak fotosensitif kurang mendapat perhatian dalam pemuliaan meskipun dari segi adaptasi lebih sesuai bagi Indonesia Wikipedia, 2007. Hal ini menyebabkan semakin langkanya kedelai hitam, sementara produksi kedelai kuning sendiri masih belum mampu memenuhi kebutuhan dalam negeri akibat lemahnya daya saing petani dalam menghadapi kedelai impor. Kondisi ini mengakibatkan harga kedelai dalam negeri selalu lebih mahal dari kedelai impor. Meskipun pada umumnya kedelai yang digunakan pada industri kecap adalah kedelai lokal, namun sebagian pengusaha ada juga yang menggunakan kedelai impor. Penggunaan kedelai impor secara kotinyu pada industri kecap dilakukan sejak tahun 1997 dengan proporsi penggunaan kedelai impor yang tidak pernah lebih dari 30 persen dari total penggunaan kedelainya Lampiran 2.. Pada prinsipnya proses pembuatan kecap merupakan fermentasi protein dan karbohidrat menjadi komponen yang lebih sederhana, sehingga menghasilkan aroma dan rasa yang khas. Komponen tersebut adalah protein larut air, asam amino, oligosacharida dan asam laktat. Pemecahan protein ini dilakukan oleh enzim yang dikeluarkan oleh kapang yang terdapat dalam starter yang ditambahkan. Seluruh proses pembuatan kecap dapat berlangsung antara tujuh sampai 10 bulan, tergantung dari kondisi fermentasi dan jenis bahan bakunya. Kecap ini biasanya lebih mahal, karena disamping bahan bakunya cukup mahal juga karena proses pembuatannya yang berlangsung berbulan-bulan. 3 Fotosensitif merupakan kepekaan tanaman terhadap cahaya. Kedelai adalah tanaman berhari pendek, sehingga tanaman kedelai tidak akan berbunga jika lama penyinaran melampaui batas kritis. Hal ini akan berakibat pada hasil produksi kedelai. Proses pembuatan kecap yang begitu panjang, rumit, dan disertai mahalnya harga bahan baku dalam proses produksi tersebut merupakan alasan bagi pengusaha untuk melakukan rekayasa-rekayasa yang kurang baik. Misalnya dengan menambah perasa kecap, menambah bahan pewarna, meskipun sebenarnya proses fermentasinya belum tuntas atau seringkali bahan baku yang seharusnya kedelai digantikan dengan bahan-bahan lain yang lebih murah, misalnya jagung atau beras. Kekurangan protein kedelai tersebut digantikan dengan bahan-bahan lain seperti tulang, kepala atau kulit binatang Didinkaem, 2007. Di samping itu, ada pula perusahaan yang memangkas jalur fermentasi, sehingga kecap yang dihasilkan tidak lebih dari sirup gula rasa kecap. Dampaknya nilai nutrisi yang dihasilkan sangat kecil bahkan tidak ada LIPI, 2006. Berdasarkan penelitian Afifa 2006, kondisi seperti ini akan menyebabkan menurunnya kualitas kecap yang dihasilkan atau kecap menjadi encer sedangkan kuantitas produksinya terus meningkat. 20000000 40000000 60000000 80000000 100000000 120000000 140000000 160000000 180000000 198 8 19 89 19 90 19 91 199 2 199 3 199 4 19 95 19 96 19 97 199 8 199 9 200 20 01 20 02 20 03 200 4 Tahun P rod uk s i k g Gambar 4.1. Perkembangan Produksi Kecap di Indonesia Tahun 1990-2004 Sumber: BPS, 2004 diolah. Gambar 4.1 menjelaskan bahwa data perkembangan produksi kecap di Indonesia menunjukkan perubahan yang berfluktuasi dari tahun ke tahun. Namun, cenderung meningkat sejalan dengan peningkatan kebutuhan masyarakat akan produk tersebut. Pada tahun 1988 produksi kecap Indonesia sebesar 12,713 juta kg dan meningkat pada tahun berikutnya. Kemudian turun kembali pada tahun 1993 menjadi sebesar 13,398 juta kg. Selama periode 1994-2001 produksi kecap terus meningkat. Peningkatan produksi yang cukup drastis terjadi pada tahun 2001 yaitu sebesar 158,871 juta kg atau meningkat sebesar 82,64 persen dari tahun sebelumnya, yaitu sebesar 86,984 juta kg pada tahun 2000. Peningkatan produksi yang cukup tinggi pada tahun 2000 diduga sebagai akibat dari semakin banyaknya investor yang masuk dalam industri kecap, khususnya investor asing, hingga tahun 2004 produksi kecap Indonesia mencapai 120,058 juta ton Lampiran 9.. Penggantian penggunaan jenis bahan baku pada industri kecap lebih banyak dipengaruhi oleh sisi supply bahan bakunya. Penyebab utamanya adalah kurang diminatinya budidaya kedelai hitam oleh petani serta belum berkembangnya varietas-varietas baru yang diminati oleh petani kedelai yang sesuai dengan penggunaannya pada industri kecap serta mampu mensubstitusi kedelai impor.

4.2.2. Produsen Kecap

Industri kecap merupakan salah satu industri yang dapat dijalankan dengan berbagai metode pengolahan baik secara tradisional maupun dengan menggunakan teknologi yang modern. Secara umum, kecap dapat diproduksi dalam skala usaha kecil atau menengah bahkan rumah tangga. Perusahaan kecap tersebar hampir di seluruh wilayah di Indonesia, baik di perkotaan maupun di pedesaan, dengan skala usaha yang beragam mulai dari skala home industry hingga perusahaan dengan skala modal besar. Produsen di sektor industri kecap dapat dibedakan menjadi empat macam. Pertama, grup bisnis besar berskala nasional dan multinasional. Kedua, perusahaan besar nasional. Ketiga, perusahaan besar berskala regional di kota atau prorinsi tertentu. Keempat, perusahaan rumah tangga yang penyebarannya di wilayah yang lebih sempit lagi Anonim, 2007. Berdasarkan data Capricorn Indonesia Consult CIC tahun 2000 dalam Morina 2004, hingga tahun 2000 terdapat sekitar 339 pabrik kecap dan diperkirakan jumlahnya akan terus meningkat. Total kapasitas produksi pada tahun yang sama mencapai lebih dari 200 juta liter. Namun, jika dilihat dari struktur industrinya maka sebagian besar perusahaan kecap tersebut masih berskala industri kecil, 116 pabrik diantaranya merupakan pabrik kecap dengan kategori sedang dan besar. Pulau Jawa merupakan sentra industri kecap dengan jumlah pabrik pengolahan kecap sebanyak 278 buah, akan tetapi jika dilihat dari kapasitas produksinya maka kapasitas produksi kecap terbesar terdapat di Jawa Barat Lampiran 5.. Jumlah perusahaan pada industri kecap terus berfluktuasi dari tahun ke tahun Lampiran 6.. Pada tahun 1996 terdapat 101 perusahaan, yang terdiri dari 12 perusahaan besar dan 89 perusahaan sedang. Kemudian menurun pada tahun 1997 hingga tahun 1999 akibat adanya krisis ekonomi. Perusahaan kecap kembali meningkat pada tahun 2000 menjadi 91 perusahaan. Hingga tahun 2004 jumlah perusahaan kecap di Indonesia mencapai 94 perusahaan, dengan 81 perusahaan berskala sedang dan 13 perusahaan berskala besar. Namun, jumlah perusahaan tersebut tidak mencerminkan jumlah perusahaan kecap sebenarnya. Hal ini dikarenakan di Indonesia banyak perusahaan-perusahaan kecap tradisional yang mungkin belum terdaftar tetapi secara akumulatif jumlah produksinya cukup besar.

4.2.3. Konsumsi Kecap

Proses pembuatan kecap dapat dilakukan melalui tiga cara, yaitu dengan cara fermentasi, hidrolisis asam, dan kombinasi antara keduanya Koswara, 1992. Dibandingkan dengan kecap yang dibuat dengan cara hidrolisis, kecap yang berasal dari proses fermentasi biasanya mempunyai flavor dan aroma yang lebih baik. Hal ini diduga merupakan alasan jarangnya ditemukan pembuatan kecap secara hidrolisis asam. Di Indonesia, pembuatan kecap pada umumnya dilakukan secara fermentasi. Pembuatan kecap secara fermentasi pada prinsipnya adalah dengan menggunakan jasa mikroorganisme kapang, khamir ragi, dan bakteri untuk mengubah senyawa makromolekul kompleks yang ada dalam kedelai seperti protein, lemak dan karbohidrat menjadi senyawa yang lebih sederhana, seperti peptida, asam amino, asam lemak dan monosakarida, sehingga zat-zat dalam kecap menjadi mudah dicerna, diserap, dan dimanfaatkan oleh tubuh Astawan, 2004. Dilihat dari kandungan gizinya, kecap kedelai ternyata masih memiliki protein dan kadar abu yang cukup tinggi Lampiran 3.. Sementara itu, komposisi asam amino pada kecap kedelai sebagian besar didukung oleh asam glutamat, prolin, asam asportat, dan leusin Lampiran 4.. Asam amino mampu mencegah terjadinya sintesa kolestrol yang berlebihan di dalam hati. Sedangkan protein yang ada di dalam kecap mendorong pengeluaran kolestrol dalam empedu lebih banyak sehingga dikeluarkan dalam usus halus lebih besar. Hal ini menunjukkan bahwa mengkonsumsi kecap tidak hanya sekedar menikmati rasa asin atau manis, akan tetapi karena kecap kedelai memiliki zat gizi yang lengkap dengan asam aminonya Santoso, 1994. Sedangkan dari segi gizi, saat ini telah ada upaya-upaya untuk menambahkan zat gizi tertentu yang bermanfaat bagi kesehatan tubuh, seperti mineral iodium, zat besi, dan vitamin A. Ketiga zat gizi mikro tersebut sangat berguna bagi kesehatan mengingat masih banyaknya masalah gizi akibat kekurangan zat-zat tersebut. Misalnya gangguan akibat kekurangan iodium GAKI, anemia gizi akibat defisiensi zat besi, kekurangan vitamin A yang berdampak luas terhadap pemeliharaan sistem penglihatan mencegah masalah kebutaan, serta peningkatan sistem pertahanan tubuh terhadap serangan berbagai penyakit infeksi Astawan, 2004. Di Indonesia, saat ini sektor rumah tangga masih merupakan konsumen kecap terbesar dengan segmen pasar kecap mencapai 80 persen. Sedangkan 20 persen sisanya berasal dari segmen institusi seperti hotel, restoran, dan katering, termasuk di dalamnya yaitu sektor food street vendor penjual bakso, mie ayam, sate, dan lain-lain serta industri mie instan. Kecap untuk keperluan segmen institusi memiliki intensitas pembelian yang cukup tinggi. Banyaknya jenis dan merek kecap yang beredar di pasaran memberikan banyak pilihan kepada konsumen untuk memilih produk kecap yang disukainya, termasuk produk kecap impor. Meskipun data riil mengenai konsumsi kecap impor belum ada, namun tendensi penggunaan kecap impor tersebut dapat diamati melalui semakin banyaknya produk kecap impor di pasaran. Hanya saja saat ini penyebaran produk kecap impor tersebut masih terbatas di pasar swalayan ataupun super market. Apabila kualitas kecap Indonesia tidak ditingkatkan atau paling tidak dipertahankan, seperti yang sudah dibahas dalam sub-bab 4.2.1., maka dikhawatirkan akan melemahkan daya saing kecap Indonesia dalam menghadapi produk impor, terlebih lagi jika perdagangan bebas dunia sudah diberlakukan. 20000000 40000000 60000000 80000000 100000000 120000000 19 88 19 89 19 90 19 91 19 92 19 93 19 94 19 95 19 96 19 97 19 98 19 99 20 00 20 01 20 02 20 03 20 04 Tahun K o ns um s i k g Gambar 4.2. Perkembangan Konsumsi Kecap di Indonesia Tahun 1991-2004 Sumber: BPS, 2004 diolah. Berdasarkan Gambar 4.2 dapat diketahui bahwa konsumsi kecap pada tahun 1988 sebesar 46,374 juta kg dan terus meningkat hingga tahun 1990 menjadi sebesar 57,057 juta kg. Namun pada tahun-tahun berikutnya konsumsi kecap terus menurun hingga mencapai 36,947 juta kg pada tahun 1993. Belum diketahui secara pasti penyebab terus menurunnya konsumsi kecap selama periode 1991-1993. Pada tahun 1994 konsumsi kecap terus memperlihatkan kecenderungan yang meningkat. Hingga tahun 2004 konsumsi kecap mencapai 102,355 juta kg Lampiran 9.. Peningkatan permintaan kecap tersebut diduga akibat semakin bertambahnya jumlah penduduk, berkembangnya restoran- restoran, pasar swalayan, perubahan pola konsumsi masyarakat serta berkembangnya industri makanan yang menggunakan kecap sebagai salah satu komponen bumbu, seperti industri mie instan. -0.4 -0.2 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 198 8 19 89 199 199 1 199 2 19 93 19 94 199 5 199 6 199 7 19 98 199 9 200 200 1 200 2 20 03 200 4 Tahun La ju P e rt um bu ha n Laju Konsumsi Laju Produksi Gambar 4.3. Perbandingan Laju Pertumbuhan Konsumsi dan Laju Pertumbuhan Produksi Kecap di Indonesia Tahun 1988-2004 Sumber: BPS, 2004 diolah. Jika dilihat dari laju pertumbuhan produksinya, tingkat konsumsi kecap di Indonesia menunjukkan pertumbuhan yang relatif lebih lamban, meskipun cenderung meningkat Lampiran 9.. Hal ini karena kecap digunakan hanya sebagai penyedap makanan, sehingga pemakaian kecap dalam masakan sehari- hari tidaklah terlalu banyak. Faktor yang dianggap paling utama dalam meningkatkan konsumsi kecap tersebut adalah peningkatan populasi penduduk Indonesia dan perkembangan industri pemakai kecap, seperti industri mie instan, restoran, pedagang makanan dan sebagainya.

4.2.4. Ekspor dan Impor Kecap

Kecap yang diproduksi di Indonesia, selain untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri juga untuk diekspor ke luar negeri. Meskipun jumlah ekspor tersebut relatif masih sedikit, tidak lebih dari lima persen dari total produksi kecap, namun hal ini menunjukkan bahwa produk kecap Indonesia telah diterima oleh masyarakat internasional dan dapat bersaing di pasar internasional. Berdasarkan data Food and Agriculture Organization FAO tahun 2007, posisi Indonesia sebagai eksportir kecap pada tahun 2004 telah mencapai peringkat kesembilan di dunia Lampiran 8.. Keadaan ini merupakan jalan untuk melakukan ekspor kecap dalam jumlah yang lebih besar lagi. Namun demikian, tingkat pemenuhan kebutuhan produk kecap dari impor juga masih cukup tinggi. Hal ini dapat terlihat dari semakin banyaknya produk kecap impor yang masuk ke pasar Indonesia. 1000000 2000000 3000000 4000000 5000000 6000000 7000000 8000000 198 8 19 89 19 90 199 1 19 92 19 93 19 94 19 95 19 96 19 97 19 98 19 99 20 00 20 01 20 02 20 03 20 04 Tahun Q u a n ti ty k g Ekspor Impor Gambar 4.4. Perkembangan Ekspor dan Impor Kecap di Indonesia Tahun 1988 2004 Sumber: BPS, 2004 diolah. Berdasarkan grafik pada Gambar 4.3 dapat diketahui bahwa pada awal tahun 1990-an neraca ekspor-impor kecap Indonesia selalu defisit Lampiran 9.. Hal ini dikarenakan pada saat itu perusahaan-perusahaan pada industri kecap mayoritas adalah perusahaan home industry maupun perusahaan berskala kecil dan hanya sedikit perusahaan yang berskala besar. Terbatasnya modal yang dimiliki mengakibatkan produk yang dihasilkan juga terbatas, yang akhirnya ekspor pun terbatas karena sebagian besar produksi yang ada digunakan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri dan kekurangannya ditutupi oleh impor. Setelah tahun 1992, baik ekspor maupun impor kecap Indonesia terus mengalami peningkatan. Peningkatan ekspor yang cukup berarti pada industri kecap diduga akibat adanya peran serta para investor Lampiran 7., khususnya investor asing, di bidang industri kecap, sehingga produk yang tadinya tidak bisa menembus pasar ekspor dapat bersaing di pasar internasional. Jenis kecap yang menjadi andalan ekspor Indonesia adalah jenis kecap manis yang sudah diekspor ke berbagai negara diantaranya Australia, Uni Emirat Arab, Fiji, Suriname, Singapura, Hongkong, Kuwait, Brunei Darussalam, Taiwan, Jepang, Selandia Baru, Belanda, dan Kaledonia Baru BPS, 2004. Sementara itu, peningkatan pada impor kecap diduga akibat semakin banyaknya restoran-restoran yang menyajikan makanan khas suatu negara serta adanya preferensi sebagian konsumen yang lebih memilih kecap impor daripada kecap lokal. Berbeda dengan ekspor, jenis kecap yang menjadi andalan impor Indonesia adalah jenis kecap asin yang antara lain diimpor dari negara Singapura, Cina, Thailand, Jepang, dan Malaysia BPS, 2004. Tidak adanya tata niaga yang mengatur baik ekspor maupun impor kecap membuat perusahaan mana pun bebas untuk melakukan kegiatan ekspor dan impor kecap. Hal ini merupakan salah satu penyebab yang mendorong peningkatan baik ekspor maupun impor kecap. 4.3. Kebijakan Pemerintah 4.3.1. Kebijakan Investasi Sesuai dengan paket kebijaksanaan pemerintah tentang investasi yang tertuang dalam Keputusan Presiden Republik Indonesia Keppres RI No.1 Tahun 1995 pada bulan Mei PakMei 1995, disebutkan bahwa investasi dalam industri kecap masih diperuntukkan bagi industri kecil. Akan tetapi agar industri kecil tersebut dapat berkembang, pemerintah memberi kesempatan untuk bekerja sama dengan perusahaan besar atau menengah. Disamping itu, industri kecap juga tidak termasuk ke dalam Daftar Negatif Investasi DNI sebagaimana yang tertuang dalam Keppres RI No. 96 Tahun 2000, sehingga industri kecap terbuka untuk investasi baik dari dalam maupun luar negeri.

4.3.2. Kebijakan Tarif Impor

Pada tahun 2000, industri kecap di Indonesia mendapat dukungan dari pemerintah untuk tumbuh dan berkembang. Sebelum diberlakukannya perdagangan bebas, di mana Indonesia akan lebih terbuka terhadap produk-produk impor, pemerintah menerapkan pajak impor sebesar lima persen dan Pajak Pertambahan Nilai PPN sebesar 10 persen. Penerapan pajak impor dan PPN tidak hanya diberlakukan untuk kecap manis tetapi juga untuk jenis-jenis kecap lainnya. Perlindungan dari pemerintah terhadap industri kecap lebih dikarenakan produsen kecap dalam negeri masih merupakan produsen dengan skala industri kecil. Sedangkan untuk mencegah banyaknya kecap dari luar negeri yang masuk ke Indonesia, pemerintah memberlakukan bea masuk impor yang cukup tinggi. Sementara itu, untuk pelaksanaan impor sendiri tidak ada tata niaga yang mengaturnya, sehingga setiap perusahaan dapat melakukan impor kecap. Tabel 4.1. Tarif Impor Kecap di Indonesia tahun 1993 dan 2003 1993 2003 Jenis Produk Tarif Impor Tarif PPN Tarif Impor Tarif PPN Kecap manis 30 10 5 10 Kecap asin 30 10 5 10 Kecap lainnya 30 10 5 10 Sumber: Tarif Bea Masuk, 2003. Namun jika dibandingkan dengan tahun 1993, dimana tarif impor yang diberlakukan adalah sebesar 30 persen, maka tarif impor pada tahun 2003 jauh lebih kecil yaitu sebesar lima persen. Hal ini berarti produk dalam negeri menjadi semakin bersaing dengan produk yang berasal dari luar negeri. Sedangkan PPN tidak mengalami perubahan dari tahun 1993 yaitu sebesar 10 persen.

4.3.3. Kebijakan Mengenai Bahan Baku

Sebagai salah satu industri yang berbahan baku utama kedelai, maka kegiatan ekonomi pada industri kecap dipengaruhi oleh berbagai kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan komoditi kedelai. Kebijakan pemerintah berubah setelah tahun 1998, melalui Keppres No. 19 Tahun 1998 pemerintah menghapus monopoli impor kedelai oleh BULOG yang mulai berlaku sejak 1 Januari 1998. Penghapusan monopoli tersebut sangat berpengaruh terhadap distribusi kedelai dalam negeri. Kedelai impor yang awalnya dimonopoli oleh BULOG sekarang dilepas ke pasar, sehingga para importir bebas melakukan impor kedelai dengan menggunakan lisensi impor dan bebas pula menyalurkannya kepada para pengguna kedelai.

4.4. Standardisasi Kecap

Untuk menjaga keseragaman mutu dan kualitas produk maka Departemen Perindustrian mengeluarkan spesifikasi persyaratan mutu kecap kedelai melalui Standar Nasional Indonesia SNI 01-3543-1994. Standardisasi ini berlaku untuk kecap kedelai dengan jenis produk kecap manis dan kecap asin tanpa membedakan ukuran kemasan maupun mereknya. Standar ini tidak hanya diberlakukan untuk komoditi kecap yang diekspor ataupun diimpor, tetapi juga diberlakukan terhadap kecap yang di pasarkan di Indonesia. Standar mutu ini hanya membatasi syarat minimal yang harus dipenuhi. Hal ini disebabkan oleh karakteristik mutu kecap yang diperjualbelikan di pasaran dalam negeri maupun pasaran internasional pada kenyataannya sangat bervariasi, misalnya karena perbedaan teknologi pengolahan yang digunakan. Secara rinci mengenai spesifikasi persyaratan mutu kecap kedelai dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 4.2. Spesifikasi Persyaratan Mutu Kecap Kedelai SNI 01-3543-1994 Persyaratan No. Uraian Satuan Manis Asin 1. Keadaan : - Bau - Rasa - - Normal, khas Normal, khas Normal, khas Normal, khas 2. Protein N x 6.25 , bb Min. 2.5 Min. 4.0 3. Padatan terlarut , bb Min. 10 Min. 10 4. NaCl garam , bb Min. 30 Min. 5 5. Total gula dihitung sebagai sakarosa , bb Min. 40 6. Bahan tambahan makanan : 1. Pengawet - Benzoat - Metil Benzoat para hidroksi benzoat - Propil para hidroksi benzoat 2. Pewarna tambahan Mgkg Mgkg Mgkg Maks. 600 Maks. 250 Maks. 250 Sesuai SNI 01- 0222-1995 Maks. 600 Maks. 250 Maks. 250 Sesuai SNI 01- 0222-1995 7. Cemaran logam : - Pb - Cu - Zn - Sn - Raksa Hg Mgkg Mgkg Mgkg Mgkg Mgkg Maks. 1.0 Maks. 30.0 Maks. 40.0 Maks. 40.0 Maks. 0.5 Maks. 1.0 Maks. 30.0 Maks. 40.0 Maks. 40.0 Maks. 0.5 8. Arsen Mgkg Maks. 0.5 Maks. 0.5 9. Cemaran mikroba : - Angka Lempeng Total - Bakteri colifurm - E. Coli - Kapang Kolonigr APMgr APMgr Kolonigr Maks. 10 5 Maks. 10 2 3 Maks. 50 Maks. 10 5 Maks. 10 2 3 Maks. 50 Sumber: bkpjatim, 2007. Disamping itu, untuk mendapatkan kecap dengan kualitas yang baik dan sesuai dengan kriteria di atas, maka diperlukan syarat mutu biji kedelai yang akan digunakan. Berdasarkan syarat pokok mutu kedelai, tingkat mutu kedelai dapat dikategorikan menjadi tiga, yaitu mutu I, mutu II, dan mutu III Tabel 4.3. Tabel 4.3. Kriteria Penentuan Kualitas Kedelai No Kriteria Mutu I Mutu II Mutu III 1 Kadar air maksimum bb 13 14 16 2 Kotoran maksimum bobot 1 2 5 3 Butir rusak bobot 2 3 5 4 Butir keriput bobot 5 8 5 Butir belah bobot 1 3 5 6 Butir warna lain bobot 5 10 Sumber: SK Mentan No. 501KptsTP. 83081984 dalam Santoso, 1994. Keterangan: ƒ Kadar air adalah jumlah kandungan air di dalam biji kedelai yang dinyatakan dalam persentase basis basah bb. ƒ Kotoran adalah benda-benda bukan kedelai seperti batu, tanah, pasir, batang, tangkai, kulit polong dan biji lain. ƒ Butir rusak adalah biji kedelai atau sebagian biji kedelai yang rusak karena faktor-faktor biologik, fisik, mekanik dan proses kimia seperti berkecambah, kutuan, berjamur, busuk, warna, bau, rasa dan bentuk. ƒ Butir keriput adalah biji kedelai yang berubah bentuk menjadi keriput, berasal dari biji muda atau karena pertumbuhannya tidak sempurna. ƒ Butir belah adalah biji kedelai tidak rusak, tetapi kulit biji terkelupas dan keping-kepingnya terlepas. ƒ Butir warna lain adalah butir kedelai yang mempunyai kulit biji berwarna lain dari kedelai normal, misalnya kedelai hitam terdapat kedelai kuning, hijau, dan coklat.

V. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN DAN PENAWARAN KECAP

5.1. Hasil Estimasi Parameter Model 5.1.1. Uji F Uji F bertujuan untuk mengetahui bahwa variabel-variabel eksogen secara bersama-sama mampu menjelaskan variabel endogen di dalam model dan untuk mengetahui bahwa model penduga yang diajukan sudah layak untuk menduga parameter yang ada dalam fungsi. Berdasarkan hasil estimasi uji F pada program Eviews versi 4.1 dapat diketahui bahwa pada persamaan permintaan kecap nilai F- hitung sebesar 20,052 dengan nilai probabilitas sebesar 0,000 Lampiran 10. yang nyata pada taraf 10 persen. Sedangkan pada persamaan penawaran kecap, nilai F- hitung sebesar 19,269 dengan nilai probabilitas sebesar 0,003 Lampiran 12. dan nyata pada taraf 10 persen. Hal ini menunjukkan bahwa secara bersama-sama, minimal ada satu variabel bebas dalam model berpengaruh nyata terhadap variabel terikat. Berdasarkan hasil yang diperoleh maka model persamaan permintaan dan penawaran kecap layak untuk digunakan pada pembahasan selanjutnya.

5.1.2. Uji Autokorelasi

Pengujian ada tidaknya masalah autokorelasi dapat dilakukan dengan menggunakan uji Breusch Godfrey Serial Corelation LM Test yang sudah tersedia dalam program Eviews versi 4.1. Ketika dilakukan pengujian, penulis menambahkan variabel AR5 pada persamaan penawaran. Hal ini dilakukan