Analisis Permintaan dan Penawaran Industri Kecap Di Indonesia

(1)

ANALISIS PERMINTAAN DAN PENAWARAN

INDUSTRI KECAP DI INDONESIA

OLEH RINA MARYANI

H14103070

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2007


(2)

Industri kecap merupakan salah satu agroindustri yang penting untuk dikembangkan karena dapat memberikan nilai tambah komoditas kedelai yang mudah rusak, meningkatkan permintaan kedelai yang akhirnya akan meningkatkan pendapatan petani, menyerap tenaga kerja, dan menambah devisa negara melalui pemanfaatan peluang ekspor. Permasalahan yang sering dihadapai oleh industri kecap adalah semakin mahalnya harga bahan baku kedelai dan lamanya proses pembuatan kecap yang dapat berlangsung berbulan-bulan. Hal tersebut membuat sebagian pengusaha mengganti bahan baku kedelai dengan bahan-bahan lain yang lebih murah seperti air yang dicampur dengan perasa dan pewarna kecap. Akibatnya, kualitas kecap cenderung menurun atau encer sedangkan kuantitas produksinya meningkat. Sementara itu, perkembangan industri kecap di Indonesia, tumbuh seiring dengan peningkatan konsumsi kecap dalam masyarakat. Namun untuk memenuhi tingginya kebutuhan masyarakat akan produk kecap, Indonesia masih harus mengimpor sebagian supply kecapnya dari luar negeri. Impor kecap tersebut meningkat pada saat produksi kecap dalam negeri juga meningkat.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perkembangan industri kecap di Indonesia, menganalisis faktor-faktor yang diduga berpengaruh nyata terhadap permintaan dan penawaran kecap di Indonesia, serta mengetahui pengaruh adanya impor dan ekspor kecap terhadap permintaan dan penawaran kecap. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan data sekunder time series mulai tahun 1988 sampai dengan tahun 2004. Data sekunder yang digunakan diperoleh dari Biro Pusat Statistik (BPS). Metode analisis yang digunakan adalah metode Kuadrat terkecil Biasa (Ordinary Least Square/OLS).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perkembangan industri kecap di Indonesia menunjukkan kecenderungan yang meningkat, baik dilihat dari sisi produksi maupun konsumsi. Peningkatan pada produksi kecap tidak terlepas dari permasalahan yang dihadapi yaitu mahalnya harga bahan baku kedelai serta panjang dan rumitnya proses pembuatan kecap yang membuat sebagian pengusaha mengganti bahan baku kedelai dengan bahan-bahan yang lebih murah, seperti beras, jagung, pewarna maupun perasa kecap. Salah satu penyebab mahalnya harga kedelai adalah produksi kedelai dalam negeri, baik kedelai kuning maupun kedelai hitam, yang masih belum mampu memenuhi tingginya kebutuhan industri yang berbahan baku kedelai, termasuk industri kecap. Produksi kedelai hitam, yang merupakan bahan baku kecap, semakin langka karena kurang mendapat perhatian baik dari petani maupun pemerintah.

Peningkatan produksi kecap juga tidak terlepas dari peningkatan konsumsi kecap seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk serta berkembangnya industri pemakai kecap. Namun, karena kecap hanya digunakan sebagai penyedap makanan yang penggunaannya dalam kehidupan sehari-hari tidak terlalu banyak,


(3)

sehingga laju pertumbuhan konsumsi kecap di Indonesia relatif lebih lamban jika dibandingkan dengan pertumbuhan produksinya.

Hasil estimasi persamaan permintaan kecap menunjukkan bahwa variabel permintaan kecap tahun sebelumnya dan harga kecap domestik berpengaruh nyata terhadap permintaan kecap, sedangkan variabel harga impor kecap, pendapatan per kapita dan tingkat inflasi tidak berpengaruh nyata. Sementara dari hasil estimasi penawaran kecap diketahui bahwa variabel harga kecap, harga kedelai, upah pekerja, dan tingkat inflasi berpengaruh nyata terhadap penawaran kecap, sedangkan variabel volume ekspor kecap tahun sebelumnya tidak berpengaruh nyata. Berdasarkan hasil estimasi model secara keseluruhan, diketahui bahwa variabel harga impor kecap tidak berpengaruh nyata terhadap permintaan dan volume ekspor kecap tahun sebelumnya tidak berpengaruh nyata terhadap penawaran, namun memiliki pengaruh yang sesuai dengan hipotesis. Hal ini menunjukkan bahwa kedua variabel tersebut dapat mempengaruhi baik permintaan maupun penawaran, akan tetapi terdapat alasan lain yang menyebabkan pengaruh kedua variabel tersebut tidak terlihat atau tidak nyata. Selain itu, terdapat dua variabel dalam persamaan penawaran kecap yang tidak sesuai dengan teori ekonomi/hipotesis, yaitu variabel harga kedelai dan variabel tingkat inflasi yang berpengaruh positif terhadap penawaran kecap.

Saran yang dapat diberikan dalam penelitian ini yaitu pemerintah dapat membentuk program kemitraan empat pilar antara pemerintah-lembaga Litbang-dunia usaha (industri)-petani. Dengan demikian, diharapkan produksi kedelai hitam dapat ditingkatkan yang akhirnya akan meningkatkan kesejahteraan petani di mana hasil panen petani tersebut akan diserap oleh dunia usaha (industri). Hal ini juga dimaksudkan dalam rangka memperkuat ketahanan industri kecap agar tidak mudah terguncang jika terjadi fluktuasi harga bahan baku kedelai. Pemerintah, melalui instansi terkait, sebaiknya lebih memperhatikan lagi proses produksi yang dilakukan produsen kecap. Selain itu, pemerintah juga dapat memberikan sanksi administratif kepada produsen yang terbukti melakukan penyelewengan dalam proses produksi. Dengan demikian, diharapkan para produsen kecap akan lebih memperhatikan proses produksinya dan tidak hanya mementingkan keuntungan semata. Konsumen sebaiknya lebih berhati-hati dalam memilih produk kecap dan jangan hanya tergiur dengan harga yang murah karena harga yang murah belum tentu menjamin bahwa produk tersebut aman untuk dikonsumsi.


(4)

Pamanukan-Subang. Penulis adalah anak tunggal dari pasangan Wihat dan Nemah. Jenjang pendidikan penulis dilalui tanpa hambatan. Penulis menamatkan Sekolah Dasar pada SDN Kubangsari tahun 1997, kemudian penulis melanjutkan ke SLTPN 1 Pamanukan, pada tahun 2000 penulis melanjutkan ke SMUN 1 Pamanukan dan lulus pada tahun 2003.

Pada tahun yang sama penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). IPB menjadi pilihan dengan harapan penulis dapat mengembangkan pola pikir dan memperoleh ilmu yang lebih banyak serta pengetahuan yang lebih luas. Penulis masuk IPB dan terpilih sebagai mahasiswa Program Studi Ilmu Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen.


(5)

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU HASIL KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.

Bogor, Agustus 2007

Rina Maryani H14103070


(6)

Oleh RINA MARYANI

H14103070

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2007


(7)

INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh, Nama Mahasiswa : Rina Maryani

Nomor Registrasi Pokok : H14103070 Program Studi : Ilmu Ekonomi

Judul Skripsi : Analisis Permintaan dan Penawaran Industri Kecap di Indonesia

dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Menyetujui, Dosen Pembimbing,

Prof. Dr. Ir. Bungaran Saragih, M.Ec. NIP. 130 350 045

Mengetahui,

Ketua Departemen Ilmu Ekonomi,

Dr. Ir. Rina Oktaviani, M.S. NIP. 131 846 872 Tanggal Kelulusan:


(8)

rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaiakan penyusunan skripsi ini. Judul skripsi ini adalah “Analisis Permintaan dan Penawaran Industri Kecap di Indonesia”. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu penulis baik pada saat penyusunan skripsi maupun pada saat seminar dan siding hingga skripsi ini diselesaikan. Untuk itu, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Orang tua dan keluarga tercinta atas doa, semangat, dukungan, kesabaran serta pengertiannya yang sangat berarti bagi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

2. Bapak Prof. Dr. Ir Bungaran Saragih, M.Ec, yang telah memberikan bimbingan baik secara teknis maupun teoritis dalam proses pembuatan skripsi ini sehingga dapat diselesaikan dengan baik.

3. Bapak Nunung Nuryartono, Ph.D sebagai penguji utama dalam sidang skripsi. Semua saran dan kritikan dari beliau sangat berharga dalam penyempurnaan skripsi ini.

4. Bapak Syamsul Hidayat Pasaribu, S.E, M.Si sebagai penguji komisi pendidikan. Terima kasih atas semua saran mengenai perbaikan tata cara penulisan skripsi dan metode analisis yang sesuai dalam skripsi ini. Meskipun demikian, segala kesalahan yang terjadi dalam penelitian ini, sepenuhnya merupakan tanggung jawab penulis.

5. Teman-teman Ilmu Ekonomi, Tika, Hany, Dewi, Imas, Diyan, Pritta, Erni, Mega, Andin, Halida, Asih, Tyas dan semua teman IE angkatan 40 yang tidak bisa disebutkan satu per satu. Terima kasih atas persahabatan yang kalian berikan dan kebersamaan yang tidak terlupakan selama empat tahun. Bantuan


(9)

dan masukan-masukan dari kalian sangat membantu dalam penyusunan skripsi ini.

6. Teman-teman Wisma MOBster, Luluk, Likah, Uut ,Riri, Dian (B-face) serta semua penghuni MOBster lainnya. Terima kasih atas nasihat, saran, serta dukungan semangat yang telah diberikan sehingga penulis mempunyai keyakinan untuk menyelesaikan skripsi ini.

7. Staf-staf departemen Ilmu Ekonomi yang telah memberikan pelayanan dalam persiapan seminar dan sidang.

8. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini. Tanpa kalian skripsi ini tidak akan terselesaikan dengan baik. Semoga Allah SWT. membalas kebaikan kalian semua.

Semoga karya kecil ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pihak lain yang membutuhkan.

Bogor, Agustus 2007

Rina Maryani H14103070


(10)

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 4

1.3. Tujuan ... 5

1.4. Kegunaan ... 6

1.5. Ruang Lingkup ... 6

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN ... 7

2.1. Tinjauan Teori ... 7

2.1.1. Definisi Kecap ... 7

2.1.2. Teori Permintaan dan Penawaran ... 8

2.1.3. Teori Perdagangan Internasional ... 12

2.2. Penelitian Terdahulu ... 15

2.2.1. Penelitian Terdahulu Mengenai Kecap ... 15

2.2.2. Penelitian Terdahulu Mengenai Permintaan dan Penawaran ... 16

2.3. Kerangka Pemikiran ... 18

2.3.1. Fungsi Permintaan ... 18

2.3.2. Fungsi Penawaran ... 20

2.3.4. Kerangka Pemikiran Konseptual ... 21

2.4. Hipotesis ... 23

III. METODE PENELITIAN ... 25

3.1. Jenis dan Sumber Data ... 25

3.2. Metode Pengolahan dan Analisis Data ... 25

3.3. Model dan Definisi Operasional Peubah ... 26

3.3.1. Uji Kriteria Ekonomi dan Statistik ... 28


(11)

ANALISIS PERMINTAAN DAN PENAWARAN

INDUSTRI KECAP DI INDONESIA

OLEH RINA MARYANI

H14103070

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2007


(12)

Industri kecap merupakan salah satu agroindustri yang penting untuk dikembangkan karena dapat memberikan nilai tambah komoditas kedelai yang mudah rusak, meningkatkan permintaan kedelai yang akhirnya akan meningkatkan pendapatan petani, menyerap tenaga kerja, dan menambah devisa negara melalui pemanfaatan peluang ekspor. Permasalahan yang sering dihadapai oleh industri kecap adalah semakin mahalnya harga bahan baku kedelai dan lamanya proses pembuatan kecap yang dapat berlangsung berbulan-bulan. Hal tersebut membuat sebagian pengusaha mengganti bahan baku kedelai dengan bahan-bahan lain yang lebih murah seperti air yang dicampur dengan perasa dan pewarna kecap. Akibatnya, kualitas kecap cenderung menurun atau encer sedangkan kuantitas produksinya meningkat. Sementara itu, perkembangan industri kecap di Indonesia, tumbuh seiring dengan peningkatan konsumsi kecap dalam masyarakat. Namun untuk memenuhi tingginya kebutuhan masyarakat akan produk kecap, Indonesia masih harus mengimpor sebagian supply kecapnya dari luar negeri. Impor kecap tersebut meningkat pada saat produksi kecap dalam negeri juga meningkat.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perkembangan industri kecap di Indonesia, menganalisis faktor-faktor yang diduga berpengaruh nyata terhadap permintaan dan penawaran kecap di Indonesia, serta mengetahui pengaruh adanya impor dan ekspor kecap terhadap permintaan dan penawaran kecap. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan data sekunder time series mulai tahun 1988 sampai dengan tahun 2004. Data sekunder yang digunakan diperoleh dari Biro Pusat Statistik (BPS). Metode analisis yang digunakan adalah metode Kuadrat terkecil Biasa (Ordinary Least Square/OLS).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perkembangan industri kecap di Indonesia menunjukkan kecenderungan yang meningkat, baik dilihat dari sisi produksi maupun konsumsi. Peningkatan pada produksi kecap tidak terlepas dari permasalahan yang dihadapi yaitu mahalnya harga bahan baku kedelai serta panjang dan rumitnya proses pembuatan kecap yang membuat sebagian pengusaha mengganti bahan baku kedelai dengan bahan-bahan yang lebih murah, seperti beras, jagung, pewarna maupun perasa kecap. Salah satu penyebab mahalnya harga kedelai adalah produksi kedelai dalam negeri, baik kedelai kuning maupun kedelai hitam, yang masih belum mampu memenuhi tingginya kebutuhan industri yang berbahan baku kedelai, termasuk industri kecap. Produksi kedelai hitam, yang merupakan bahan baku kecap, semakin langka karena kurang mendapat perhatian baik dari petani maupun pemerintah.

Peningkatan produksi kecap juga tidak terlepas dari peningkatan konsumsi kecap seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk serta berkembangnya industri pemakai kecap. Namun, karena kecap hanya digunakan sebagai penyedap makanan yang penggunaannya dalam kehidupan sehari-hari tidak terlalu banyak,


(13)

sehingga laju pertumbuhan konsumsi kecap di Indonesia relatif lebih lamban jika dibandingkan dengan pertumbuhan produksinya.

Hasil estimasi persamaan permintaan kecap menunjukkan bahwa variabel permintaan kecap tahun sebelumnya dan harga kecap domestik berpengaruh nyata terhadap permintaan kecap, sedangkan variabel harga impor kecap, pendapatan per kapita dan tingkat inflasi tidak berpengaruh nyata. Sementara dari hasil estimasi penawaran kecap diketahui bahwa variabel harga kecap, harga kedelai, upah pekerja, dan tingkat inflasi berpengaruh nyata terhadap penawaran kecap, sedangkan variabel volume ekspor kecap tahun sebelumnya tidak berpengaruh nyata. Berdasarkan hasil estimasi model secara keseluruhan, diketahui bahwa variabel harga impor kecap tidak berpengaruh nyata terhadap permintaan dan volume ekspor kecap tahun sebelumnya tidak berpengaruh nyata terhadap penawaran, namun memiliki pengaruh yang sesuai dengan hipotesis. Hal ini menunjukkan bahwa kedua variabel tersebut dapat mempengaruhi baik permintaan maupun penawaran, akan tetapi terdapat alasan lain yang menyebabkan pengaruh kedua variabel tersebut tidak terlihat atau tidak nyata. Selain itu, terdapat dua variabel dalam persamaan penawaran kecap yang tidak sesuai dengan teori ekonomi/hipotesis, yaitu variabel harga kedelai dan variabel tingkat inflasi yang berpengaruh positif terhadap penawaran kecap.

Saran yang dapat diberikan dalam penelitian ini yaitu pemerintah dapat membentuk program kemitraan empat pilar antara pemerintah-lembaga Litbang-dunia usaha (industri)-petani. Dengan demikian, diharapkan produksi kedelai hitam dapat ditingkatkan yang akhirnya akan meningkatkan kesejahteraan petani di mana hasil panen petani tersebut akan diserap oleh dunia usaha (industri). Hal ini juga dimaksudkan dalam rangka memperkuat ketahanan industri kecap agar tidak mudah terguncang jika terjadi fluktuasi harga bahan baku kedelai. Pemerintah, melalui instansi terkait, sebaiknya lebih memperhatikan lagi proses produksi yang dilakukan produsen kecap. Selain itu, pemerintah juga dapat memberikan sanksi administratif kepada produsen yang terbukti melakukan penyelewengan dalam proses produksi. Dengan demikian, diharapkan para produsen kecap akan lebih memperhatikan proses produksinya dan tidak hanya mementingkan keuntungan semata. Konsumen sebaiknya lebih berhati-hati dalam memilih produk kecap dan jangan hanya tergiur dengan harga yang murah karena harga yang murah belum tentu menjamin bahwa produk tersebut aman untuk dikonsumsi.


(14)

Pamanukan-Subang. Penulis adalah anak tunggal dari pasangan Wihat dan Nemah. Jenjang pendidikan penulis dilalui tanpa hambatan. Penulis menamatkan Sekolah Dasar pada SDN Kubangsari tahun 1997, kemudian penulis melanjutkan ke SLTPN 1 Pamanukan, pada tahun 2000 penulis melanjutkan ke SMUN 1 Pamanukan dan lulus pada tahun 2003.

Pada tahun yang sama penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). IPB menjadi pilihan dengan harapan penulis dapat mengembangkan pola pikir dan memperoleh ilmu yang lebih banyak serta pengetahuan yang lebih luas. Penulis masuk IPB dan terpilih sebagai mahasiswa Program Studi Ilmu Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen.


(15)

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU HASIL KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.

Bogor, Agustus 2007

Rina Maryani H14103070


(16)

Oleh RINA MARYANI

H14103070

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2007


(17)

INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh, Nama Mahasiswa : Rina Maryani

Nomor Registrasi Pokok : H14103070 Program Studi : Ilmu Ekonomi

Judul Skripsi : Analisis Permintaan dan Penawaran Industri Kecap di Indonesia

dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Menyetujui, Dosen Pembimbing,

Prof. Dr. Ir. Bungaran Saragih, M.Ec. NIP. 130 350 045

Mengetahui,

Ketua Departemen Ilmu Ekonomi,

Dr. Ir. Rina Oktaviani, M.S. NIP. 131 846 872 Tanggal Kelulusan:


(18)

rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaiakan penyusunan skripsi ini. Judul skripsi ini adalah “Analisis Permintaan dan Penawaran Industri Kecap di Indonesia”. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu penulis baik pada saat penyusunan skripsi maupun pada saat seminar dan siding hingga skripsi ini diselesaikan. Untuk itu, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Orang tua dan keluarga tercinta atas doa, semangat, dukungan, kesabaran serta pengertiannya yang sangat berarti bagi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

2. Bapak Prof. Dr. Ir Bungaran Saragih, M.Ec, yang telah memberikan bimbingan baik secara teknis maupun teoritis dalam proses pembuatan skripsi ini sehingga dapat diselesaikan dengan baik.

3. Bapak Nunung Nuryartono, Ph.D sebagai penguji utama dalam sidang skripsi. Semua saran dan kritikan dari beliau sangat berharga dalam penyempurnaan skripsi ini.

4. Bapak Syamsul Hidayat Pasaribu, S.E, M.Si sebagai penguji komisi pendidikan. Terima kasih atas semua saran mengenai perbaikan tata cara penulisan skripsi dan metode analisis yang sesuai dalam skripsi ini. Meskipun demikian, segala kesalahan yang terjadi dalam penelitian ini, sepenuhnya merupakan tanggung jawab penulis.

5. Teman-teman Ilmu Ekonomi, Tika, Hany, Dewi, Imas, Diyan, Pritta, Erni, Mega, Andin, Halida, Asih, Tyas dan semua teman IE angkatan 40 yang tidak bisa disebutkan satu per satu. Terima kasih atas persahabatan yang kalian berikan dan kebersamaan yang tidak terlupakan selama empat tahun. Bantuan


(19)

dan masukan-masukan dari kalian sangat membantu dalam penyusunan skripsi ini.

6. Teman-teman Wisma MOBster, Luluk, Likah, Uut ,Riri, Dian (B-face) serta semua penghuni MOBster lainnya. Terima kasih atas nasihat, saran, serta dukungan semangat yang telah diberikan sehingga penulis mempunyai keyakinan untuk menyelesaikan skripsi ini.

7. Staf-staf departemen Ilmu Ekonomi yang telah memberikan pelayanan dalam persiapan seminar dan sidang.

8. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini. Tanpa kalian skripsi ini tidak akan terselesaikan dengan baik. Semoga Allah SWT. membalas kebaikan kalian semua.

Semoga karya kecil ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pihak lain yang membutuhkan.

Bogor, Agustus 2007

Rina Maryani H14103070


(20)

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 4

1.3. Tujuan ... 5

1.4. Kegunaan ... 6

1.5. Ruang Lingkup ... 6

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN ... 7

2.1. Tinjauan Teori ... 7

2.1.1. Definisi Kecap ... 7

2.1.2. Teori Permintaan dan Penawaran ... 8

2.1.3. Teori Perdagangan Internasional ... 12

2.2. Penelitian Terdahulu ... 15

2.2.1. Penelitian Terdahulu Mengenai Kecap ... 15

2.2.2. Penelitian Terdahulu Mengenai Permintaan dan Penawaran ... 16

2.3. Kerangka Pemikiran ... 18

2.3.1. Fungsi Permintaan ... 18

2.3.2. Fungsi Penawaran ... 20

2.3.4. Kerangka Pemikiran Konseptual ... 21

2.4. Hipotesis ... 23

III. METODE PENELITIAN ... 25

3.1. Jenis dan Sumber Data ... 25

3.2. Metode Pengolahan dan Analisis Data ... 25

3.3. Model dan Definisi Operasional Peubah ... 26

3.3.1. Uji Kriteria Ekonomi dan Statistik ... 28


(21)

xi

3.4. Batasan Operasional ... 32

IV. PERKEMBANGAN INDUSTRI KECAP DI INDONESIA ... 34

4.1. Sejarah Singkat Industri Kecap ... 34

4.2. Perkembangan Industri Kecap ... 35

4.2.1. Produksi ... 35

4.2.2. Produsen ... 39

4.2.3. Permintaan ... 41

4.2.4. Ekspor dan Impor ... 45

4.3. Kebijakan Pemerintah ... 47

4.3.1. Kebijakan Investasi ... 47

4.3.2. Kebijakan Tarif Impor ... 47

4.3.3. Kebijakan Mengenai Bahan Baku ... 48

4.4. Standardisasi Kecap ... 49

V. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN DAN PENAWARAN KECAP ... 52

5.1. Hasil Estimasi Parameter Model ... 52

5.1.1. Uji F ... 52

5.1.2. Uji Autokorelasi ... 52

5.1.3. Uji Heteroskedastisitas ... 53

5.1.4. Uji Multikolinieritas ... 54

5.2. Hasil Estimasi Model ... 54

5.2.1. Permintaan Kecap ... 54

5.2.2. Penawaran Kecap ... 57

VI. KESIMPULAN DAN SARAN ... 61

6.1. Kesimpulan ... 61

6.2. Saran ... 62

DAFTAR PUSTAKA ... 64

LAMPIRAN ... 67


(22)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1.1. Perkembangan Produksi, Konsumsi dan Impor Kecap ... 3 1.2. Perkembangan Ekspor Kecap Indonesia tahun 2000-2004 ... 4 4.1. Tarif Impor Kecap di Indonesia tahun 2003 ... 48 4.2. Spesifikasi Persyaratan Mutu Kecap Kedele (SNI 01-3543-1994) ... 50 4.3. Kriteria Penentuan Kualitas Kedelai ... 51 5.1. Hasil Estimasi Model Permintaan Kecap ... 55 5.2. Hasil Estimasi Model Penawaran Kecap ... 58


(23)

xiii

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

2.1. Mekanisme Terjadinya Perdagangan Internasional ... 14 2.2. Pengembangan Kurva Permintaan Pasar dari Kurva-kurva

Permintaan Individu ... 19 2.3. Alur Kerangka Pemikiran Konseptual ... 23 4.1. Perkembangan Produksi Kecap Indonesia Tahun 1990-2004 ... 38 4.2. Perkembangan Permintaan Kecap di Indonesia Tahun 1991-2004 ... 43 4.3. Perbandingan Laju Pertumbuhan Konsumsi dan Laju Pertumbuhan

Produksi Kecap di Indonesia Tahun 1988-2004 ... 44 4.4. Perkembangan Ekspor dan Impor Kecap Indonesia ... 45


(24)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Perkembangan Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Kedelai ... 68 2. Proporsi Penggunaan Kedelai Impor Pada Industri Kecap ... 68 3. Kandungan Energi dan Zat Gizi Kecap Kedelai per 100 gr ... 68 4. Komposisi Asam Amino Kecap Kedelai (mg/gr Nitrogen Total) ... 69 5. Distribusi Pabrik Kecap di Indonesia Berdasarkan Propinsi ... 69 6. Jumlah Perusahaan Pada Industri Kecap Menurut Skala Industri ... 70 7. Jumlah Perusahaan Pada Industri Kecap Menurut Status Penanaman

Modal ... 70 8. Sepuluh Eksportir Kecap Utama Dunia Tahun 2004 ... 70 9. Perkembangan Konsumsi, Produksi, Ekspor, dan Impor Kecap serta

Pertumbuhannya ... 71 10. Hasil Estimasi Persamaan Permintaan Kecap ... 72 11. Hasil Uji Ekonometrika Permintaan Kecap ... 72 12. Hasil Estimasi Persamaan Penawaran Kecap ... 73 13. Hasil Uji Ekonometrika Penawaran Kecap ... 73


(25)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Tujuan utama pembangunan ekonomi bangsa adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Disamping itu, Pembangunan ekonomi sangat berkaitan dengan pembangunan industri. Salah satu kelompok industri yang diharapkan dapat segera dikembangkan adalah agroindustri. Hal ini dikarenakan Indonesia mempunyai potensi yang besar dalam menghasilkan produk pertanian dan mempunyai potensi demand potensial terhadap hasil industri yang relatif tinggi. Agroindustri mempunyai peran yang sangat besar dalam pembangunan pertanian di Indonesia terutama dalam rangka transformasi struktur perekonomian dan dominasi sektor pertanian ke dominasi sektor agroindustri ataupun industri (Yusdja dan Iqbal, 2002). Upaya pengembangan agroindustri tidak hanya ditujukan untuk mengembangkan kegiatan budidaya, tetapi juga kegiatan lain dalam sistem agribisnis secara keseluruhan, mulai dari pengadaan bahan baku, usaha tani, pengolahan, dan pemasaran (Irawati, 1996).

Agroindustri strategis untuk dikembangkan di Indonesia karena peranannya yang besar dalam proses pembangunan dan pengembangan industri nasional. Agroindustri dalam pembangunan nasional adalah pioneer yang didukung oleh sektor pertanian, merupakan pendorong ekspor hasil pertanian, dan substitusi impor (Simatupang dalam Anggono, 1993). Sedangkan peran agroindustri dalam pengembangan industri nasional adalah sebagai pendorong pengembangan aneka industri, terutama industri kecil dan komoditi ekspor,


(26)

meningkatkan nilai tambah, dan dapat menampung tenaga kerja dalam jumlah yang cukup besar (Hartarto, 1987 dalam Irawati, 1996).

Salah satu jenis industri yang dapat dikelompokkan ke dalam agroindustri hilir adalah industri kecap yang menggunakan kedelai sebagai bahan baku utamanya. Industri kecap menjadi penting untuk dikembangkan karena mampu memberikan nilai tambah komoditas kedelai yang mudah rusak disamping juga dapat meningkatkan permintaan kedelai yang pada akhirnya meningkatkan pendapatan petani, menyerap tenaga kerja dan menambah devisa negara melalui pemanfaatan peluang ekspor.

Kedelai yang umumnya digunakan pada industri kecap adalah kedelai lokal. Namun, permasalahan yang sering dihadapai oleh agroindustri yang berbasiskan pertanian dalam negeri adalah tidak kontinyunya pasokan, mutu yang rendah, dan jumlah yang tidak mencukupi kebutuhan (Tjitroresmi, 2001). Hal ini terjadi karena budidaya kedelai hitam, yang umumnya digunakan sebagai bahan baku kecap, kurang mendapat perhatian. Penyebabnya adalah diversifikasi pemanfaatan kedelai hitam tidak sebanyak kedelai kuning, sehingga petani merasakan bahwa pemasaran kedelai berkulit kuning lebih mudah dibandingkan kedelai berkulit hitam. Walaupun sebenarnya kedelai hitam memiliki peranan penting pula di sektor industri kecap. Penggunaan kedelai berkulit hitam sebagai bahan pembuatan kecap akan menghasilkan warna dan kualitas kecap yang lebih baik dibandingkan kedelai kuning (Purwanti, 2004). Selain mempunyai peran penting bagi industri kecap, kedelai hitam juga memiliki peluang ekspor yang


(27)

3

cukup besar, terutama untuk pasar Jepang. Saat ini budidaya kedelai hitam hanya terpusat di daerah tertentu seperti Jawa, Lampung, Nusa Tenggara Barat, dan Bali.

Terbatasnya pasokan kedelai di dalam negeri menyebabkan harga kedelai lokal semakin meningkat dari tahun ke tahun. Berdasarkan data Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) tahun 2006, saat ini harga kedelai mencapai Rp 5.000 per kilogram. Mahalnya harga bahan baku dan proses pembuatan kecap yang dapat berlangsung berbulan-bulan terkadang membuat sebagian pengusaha mengganti bahan baku kedelai dengan bahan-bahan yang lebih murah, seperti air yang dicampur dengan perasa dan pewarna kecap (Didinkaem, 2007). Kondisi seperti ini menyebabkan kualitas kecap akan menurun atau encer sedangkan kuantitas produksinya meningkat (Afifa, 2006).

Tabel 1.1. Perkembangan Produksi, Konsumsi dan Impor Kecap

Tahun Jumlah

penduduk (jiwa) Produksi (kg) Konsumsi (kg) Impor (kg) 1993 188.753.458 13.398.745 36.947.715 585.458 1996 194.717.638 77.596.431 78.006.129 1.289.323 1999 204.783.931 50.361.514 76.124.418 996.511 2002 211.315.952 147.322.084 106.513.939 1.812.352 2003 214.373.556 117.046.738 101.298.780 1.593.017 2004 217.072.535 120.057.811 102.355.102 2.338.345 Sumber: BPS, 2004 (diolah).

Disamping itu, adanya peningkatan pada produksi kecap juga tidak terlepas dari permintaan kecap yang terus meningkat, baik permintaan kecap oleh rumah tangga, industri pemakai kecap, maupun permintaan ekspor. Jika ditinjau dari aspek konsumsi, masyarakat Indonesia memiliki tingkat konsumsi kecap yang cukup tinggi. Faktor utama dalam peningkatan konsumsi kecap adalah peningkatan populasi penduduk indonesia dan perkembangan industri pemakai


(28)

kecap, seperti industri mie instan, restauran, dan lain-lain. Konsumsi kecap juga dapat dilihat dari semakin besarnya jumlah kecap yang diimpor oleh Indonesia.

Di sisi lain, terbukanya peluang menembus ekspor membawa dampak yang positif bagi industri kecap Indonesia. Berdasarkan data BPS selama lima tahun terakhir (2000-2004), volume ekspor kecap Indonesia cenderung mengalami fluktuasi dari tahun ke tahun (Tabel 1.2). Namun secara nominal, nilai ekspor kecap Indonesia justru memperlihatkan kecenderungan yang meningkat. Volume ekspor kecap Indonesia mencapai 6.168 ton dengan nilai US$ 5.086 pada tahun 2004. Data perkembangan ekspor kecap Indonesia dapat diliihat pada Tabel 1.2. Tabel 1.2. Perkembangan Ekspor Kecap Indonesia Tahun 2000-2004

Tahun Volume (kg) Nilai (US$)

2000 5.049.414 3.208.303

2001 7.610.998 3.343.640

2002 5.538.899 4.101.907

2003 6.172.058 4.352.335

2004 6.168.369 5.086.107

Sumber: BPS, 2004.

1.2. Perumusan Masalah

Fenomena industri kecap di Indonesia cukup menarik untuk dicermati, baik dari sisi permintaan maupun penawaran. Jika dicermati dari sisi permintaan, dicerminkan oleh konsumsi masyarakat akan produk kecap yang menunjukkan peningkatan (Tabel 1.1). Berdasarkan data Wartaekonomi (2003), konsumsi kecap per tahun mencapai sekitar 130 juta liter dengan market size Rp 3 triliun. Namun demikian, untuk memenuhi tingginya kebutuhan masyarakat tersebut Indonesia ternyata masih mengimpor. Besarnya impor kecap dari tahun ke tahun


(29)

5

menunjukkan kecenderungan yang semakin meningkat (Tabel 1.1), meskipun pada saat yang sama juga terjadi aktivitas ekspor kecap. Hal ini diduga kecap-kecap yang diekspor memiliki kualitas yang lebih baik sesuai dengan kriteria negara tujuan ekspor.

Sementara dari sisi produksi, beberapa permasalahan yang muncul diantaranya yaitu mahalnya biaya produksi (mahalnya harga bahan baku kedelai) dan lamanya proses pembuatan kecap. Hal ini seringkali membuat sebagian pengusaha melakukan kecurangan dengan mengganti bahan baku kedelai dengan bahan-bahan yang lebih murah, sehingga kuantitas produksi terus meningkat namun kualitas kecap menurun.

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disusun pertanyaan sebagai berikut:

1) Bagaimana perkembangan industri kecap di Indonesia?

2) Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi permintaan (dilihat melalui data konsumsi) dan penawaran (dilihat melalui data produksi) kecap di Indonesia?

1.3. Tujuan

Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah seperti yang telah diuraikan di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah:

1) Mengetahui perkembangan industri kecap di Indonesia.

2) Menganalisis faktor-faktor yang diduga berpengaruh nyata terhadap permintaan dan penawaran kecap di Indonesia.


(30)

3) Mengetahui pengaruh adanya impor kecap (dilihat melalui harga impor) dan ekspor kecap (dilihat melalui volume ekspor tahun sebelumnya) terhadap permintaan dan penawaran kecap di Indonesia.

1.4. Kegunaan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran kepada pemerintah mengenai keragaman ekonomi kedelai hitam, sehingga akhirnya dapat menjadi stimulus bagi pemerintah untuk lebih memperhatikan lagi produksi kedelai hitam. Hal ini dikarenakan kedelai hitam mempunyai peranan penting terutama sebagai bahan baku industri kecap. Selain itu, penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan bagi para produsen kecap dalam menetapkan strategi produksi, khususnya dalam hal proses produksi, dan dapat menjadi bahan informasi serta sebagai literatur dalam penelitian selanjutnya.

1.5. Ruang Lingkup

Ruang lingkup industri kecap dalam penelitian ini adalah industri kecap dengan skala besar dan sedang berdasarkan kode ISIC (International Standard Industry Clasification) 15493 (1998-2004) atau 31241 (1988-1997). Karena Biro Pusat Statistik (BPS) tidak membedakan produksi kecap manis dan kecap asin, maka produk kecap yang dimaksud dalam penelitian ini adalah produk kecap secara keseluruhan yang dihasilkan oleh perusahaan pada industri kecap di Indonesia tanpa membedakan jenis dan mereknya.


(31)

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

2.1. Tinjauan Teori 2.1.1. Definisi Kecap

Definisi kecap, menurut Standar Industri Indonesia (SII No. 32 Tahun 1974) 0032-74 yang dikeluarkan oleh Departemen Perindustrian dan Perdagangan, adalah cairan kental yang mengandung protein yang diperoleh dari rebusan kedelai yang telah diragikan dan ditambahkan gula, garam serta rempah-rempah. Syarat mutunya adalah:

1) Kadar protein mutu I minimal 6 persen dan mutu II minimal 2 persen. 2) Kadar logam-logam berbahaya negatif.

3) Kadar bau, rasa, dan lain-lain adalah normal.

Kecap merupakan ekstrak dari hasil fermentasi kedelai yang dicampurkan dengan bahan-bahan lain (gula, garam, dan bumbu) untuk meningkatkan cita rasa masakan. Jenis kedelai yang umum digunakan dalam pembuatan kecap adalah kedelai hitam dan kedelai kuning. Tidak ada perbedaan komposisi diantara keduanya dan perbedaan jenis kedelai tersebut tidak berpengaruh terhadap efektivitas fermentasi.

Menutut Utomo dan Nikkuni (2000), dalam proses pembuatan kecap terdapat dua cara fermentasi. Pertama, fermentasi dengan menggunakan

Aspergillus pada suhu 20-30oC selama tiga sampai tujuh hari. Hasil kedelai yang terbentuk dari proses fermentasi tersebut dicampur dengan 20-30 persen larutan garam untuk dibawa ke fermentasi cara kedua yaitu dengan larutan garam di


(32)

bawah 20 persen pada suhu 25-30oC selama 14-120 hari. Kemudian bubur yang telah difermentasi disaring.

Terdapat tiga macam kecap berdasarkan kualitasnya. Kualitas pertama, kecap yang mengandung protein lebih dari enam persen. Kualitas kedua, kecap yang mengandung empat sampai enam persen protein. Kualitas ketiga, kecap yang digunakan sehari-hari sebagai bumbu mengandung empat sampai lima persen protein, satu persen lemak, dan sembilan persen karbohidrat (Utomo dan Nikkuni, 2000).

2.1.2. Teori Permintaan dan Penawaran

Permintaan adalah banyaknya jumlah barang yang diminta pada suatu pasar tertentu dengan tingkat harga tertentu pada tingkat pendapatan tertentu dan dalam periode tertentu (Putong, 2003). Menurut Lipsey (1995), ada tiga hal penting yang perlu diperhatikan dalam konsep permintaan. Pertama, jumlah barang yang diminta merupakan kuantitas yang diinginkan (desired). Kedua, apa yang diinginkan merupakan permintaan efektif, artinya merupakan jumlah di mana orang bersedia membelinya pada harga yang mereka harus bayar untuk komoditi tersebut. Ketiga, kuantitas yang diminta merupakan arus pembelian yang kontinyu.

Banyaknya komoditi yang akan dibeli semua rumah tangga pada periode waktu tertentu dipengaruhi oleh variabel-variabel berikut ini:


(33)

9

1) Pergerakkan di sepanjang kurva permintaan a) Harga komoditi itu sendiri

Berdasarkan hipotesis ekonomi dasar, harga suatu komoditi dan kuantitas yang akan diminta berhubungan secara negatif, dengan faktor lain tetap sama. Dengan kata lain, semakin rendah harga suatu komoditi maka jumlah yang akan diminta untuk komoditi itu akan semakin besar, dan semakin tinggi harga semakin rendah jumlah yang diminta.

2) Pergeseran pada kurva permintaan a) Rata-rata pendapatan rumah tangga

Jika rumah tangga menerima rata-rata pendapatan yang lebih besar, maka mereka dapat diperkirakan akan membeli lebih banyak beberapa komoditi (barang normal), walaupun harga komoditi-komoditi itu tetap sama. Kenaikan pendapatan rata-rata rumah tangga akan menyebabkan lebih banyak komoditi yang akan diminta pada setiap tingkat harga yang mungkin.

b) Harga-harga lainnya

Kenaikan harga barang substitusi suatu komoditi tertentu akan meningkatkan permintaan untuk komoditi tersebut, lebih banyak yang akan dibeli pada setiap tingkat harga. Sedangkan penurunan harga suatu komoditi komplementer akan meningkatkan permintaan untuk komoditi tersebut, lebih banyak yang akan dibeli pada setiap tingkat harga.

c) Selera

Selera memiliki pengaruh yang besar terhadap keinginan seseorang untuk membeli suatu komoditi pada suatu waktu tertentu. Perubahan selera bisa


(34)

membutuhkan waktu yang cepat atau lambat. Cepat atau lambat perubahan selera terhadap suatu komoditi dapat meningkatkan permintaan dan lebih banyak barang yang akan dibeli pada tiap tingkat harga.

d) Distribusi pendapatan

Perubahan dalam distribusi pendapatan akan meningkatkan permintaan untuk komoditi yang dibeli, terutama oleh mereka yang menerima tambahan pendapatan tersebut, dan akan menurunkan permintaan untuk komoditi yang dibeli terutama oleh mereka yang berkurang pendapatannya.

e) Jumlah penduduk

Pertumbuhan jumlah penduduk tidak secara langsung mempengaruhi permintaan. Akan tetapi permintaan dapat berubah jika penduduk yang bertambah tersebut memiliki daya beli. Tambahan orang berusia kerja biasanya akan menciptakan pendapatan baru sehingga permintaan untuk semua komoditi yang dibeli oleh penghasil pendapatan baru tersebut akan meningkat.

Putong (2003) menyatakan bahwa penawaran adalah banyaknya barang yang ditawarkan oleh penjual pada suatu pasar tertentu pada periode tertentu dan pada berbagai macam tingkat harga tertentu. Sementara Lipsey (1995) menyatakan bahwa jumlah yang ditawarkan perusahaan tidak harus merupakan jumlah yang benar-benar terjual atau jumlah yang berhasil dipertukarkan oleh perusahaan.

Jumlah komoditi yang bersedia diproduksi dan ditawarkan oleh perusahaan untuk dijual dipengaruhi oleh beberapa variabel penting berikut ini:


(35)

11

1) Pergerakkan di sepanjang kurva penawaran a) Harga komoditi itu sendiri

Berdasakan hipotesis ekonomi dasar, untuk kebanyakan komoditi, harga komoditi dan kuantitas atau jumlah yang akan ditawarkan berhubungan secara positif, dengan semua faktor yang lain tetap sama. Dengan kata lain, makin tinggi harga suatu komoditi, makin besar jumlah komoditi yang akan ditawarkan, semakin rendah harga, semakin kecil jumlah komoditi yang akan ditawarkan. 2) Pergeseran pada kurva penawaran

a) Harga-harga masukan

Adanya kenaikan pada harga setiap masukan (bahan baku, tenaga kerja dan mesin) maka makin kecil keuntungan yang akan diperoleh dari memproduksi suatu komoditi, ceteris paribus. Dengan kata lain, semakin tinggi harga setiap masukan mana pun yang digunakan perusahaan, semakin rendah jumlah komoditi yang akan diproduksi dan ditawarkan pada setiap tingkat harga.

b) Tujuan perusahaan

Dalam teori dasar ilmu ekonomi, perusahaan diasumsikan memiliki satu tujuan tunggal yaitu memaksimumkan laba. Akan tetapi, perusahaan bisa saja memiliki tujuan lainnya atau tujuan sebagai substitusi untuk memaksimumkan laba. Misalkan, jika tujuan perusahaan berubah dari orientasi produksi masal ke orientasi produksi terbatas (tetapi tetap mendapatkan keuntungan yang relatif sama), maka perusahaan atau produsen tidak menambah penawarannya, akan tetapi mengurangi penawarannya sehingga kurva penawaran akan bergeser ke kiri.


(36)

c) Teknologi

Perubahan teknologi apapun yang menurunkan biaya produksi akan menaikan keuntungan yang dapat dihasilkan pada harga tertentu dari komoditi itu. Selama kenaikan keuntungan tersebut diikuti oleh kenaikan produksi berarti semakin besar kesediaan untuk memproduksi komoditi tersebut dan menawarkannya untuk dijual pada tiap kemungkinan harga.

2.1.3. Teori Perdagangan Internasional

Pada dasarnya perdagangan internasional dilaksanakan dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan. Faktor-faktor yang mendorong timbulnya perdagangan internasional antara lain bersumber dari keinginan untuk memperluas pasaran komoditi ekspor, memperbesar penerimaan devisa bagi kegiatan pembangunan, adanya perbedaan permintaan dan penawaran antar negara, tidak semua negara mampu menyediakan kebutuhan masyarakatnya, serta adanya perbedaan biaya relatif dalam menghasilkan komoditi tertentu (Gonarsyah, 1987 dalam Nelly, 2003).

Berdasarkan teori keunggulan komparatif David Ricardo, perdagangan internasional dapat terjadi jika suatu negara melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor barang di mana negara tersebut dapat berproduksi relatif lebih produktif serta mengimpor barang di mana negara tersebut berproduksi relatif kurang atau tidak produktif (Hady, 2004).

Secara umum, para ahli ekonomi berpendapat bahwa perdagangan internasional memiliki dampak menguntungkan dalam pembangunan ekonomi


(37)

13

suatu negara. Keuntungan dengan adanya perdagangan internasional antara lain (Rubowo,1993):

1) Perluasan pasar barang-barang yang dispesialisasikan, pada akhirnya membuat skala ekonomi akan menurunkan biaya produksi.

2) Menghasilkan devisa yang dapat digunakan untuk membeli barang dan atau jasa dari luar negeri.

3) Sebagai dasar bagi pengembangan industri-industri lain penunjang industri yang menghasilkan barang ekspor (berorientasi ekspor).

Salvator (1993) merumuskan model sederhana terjadinya perdagangan internasional sebagai berikut:

Sebelum terjadinya perdagangan internasional harga relatif komoditi X di negara A adalah sebesar Pa, sedangkan harga relatif komoditi X di negara B adalah Pb.

Pada harga-harga tersebut, baik di negara A maupun negara B, terjadi keseimbangan produksi dan konsumsi. Setelah terjadi perdagangan internasional, harga relatif komoditi X akan terletak di antara Pa dan Pb jika kedua negara

tersebut memiliki kekuatan ekonomi yang cukup besar.

Jika harga yang berlaku di atas Pa, maka negara A akan memproduksi

komoditi X lebih banyak daripada tingkat permintaan (konsumsi) domestiknya. Akibatnya, penawaran meningkat menjadi Q2A dan permintaan menurun menjadi Q1A sehingga terjadi kelebihan penawaran sebesar Q1AQ2A. Kelebihan penawaran tersebut selanjutnya akan diekspor ke negara B. Di lain pihak, jika harga yang berlaku lebih kecil dari Pb, maka negara B akan mengalami


(38)

domestiknya. Akibatnya, permintaan di negara B meningkat menjadi Q2B dan penawarannya menurun menjadi Q1B. Dengan demikian, terjadi kelebihan permintaan di negara B sebesar Q1BQ2B. Hal ini akan mendorong negara B untuk mengimpor kekurangan kebutuhnnya atas komoditi X dari negara A.

Gambar 2.1. Mekanisme Terjadinya Perdagangan Internasional

Sumber: Salvator, 2003.

Harga yang terjadi di pasar internasional merupakan keseimbangan antara permintaan dan penawaran dunia. Perubahan dalam produksi dunia akan mempengaruhi penawaran dunia dan perubahan dalam konsumsi dunia akan mempengaruhi permintaan dunia. Kedua perubahan tersebut pada akhirnya akan mempengaruhi harga dunia. Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa ekspor dan impor suatu negara sangat ditentukan oleh harga domestik, harga internasional serta keseimbangan permintaan dan penawaran dunia. Selain itu, secara tidak langsung ditentukan pula oleh perubahan nilai tukar (Exchange Rate) atau mata uang suatu negara terhadap negara lain.

S

S

D D

Q Q

Q2A Q1A QeA

Pe Pe

Pb

Qe Q1B QeB Q2B Negara A (pengekspor) Pasar Internasional

P

P S P

Pa

Q Negara B (pengimpor) Pe


(39)

15

2.2. Penelitian Terdahulu

2.2.1. Penelitian Terdahulu Mengenai Kecap

Sefiansyah (2004) melakukan penelitian mengenai preferensi dan pola konsumsi kecap rumah tangga di kota Cirebon dengan menggunakan lima metode analisis yaitu metode regresi logistik, metode regresi linier berganda, metode pengurutan prioritas, dan metode analisis deskriptif. Berdasarkan hasil analisis diketahui bahwa prioritas yang paling diperhatikan konsumen di dalam melakukan pembelian adalah rasa, aroma dan kemudian secara berturut-turut adalah harga, kekentalan, volume, kemudahan memperoleh dan terakhir adalah kemasan. Pemilihan kecap manis oleh rumah tangga secara nyata dipengaruhi oleh besarnya volume kecap yang biasa dibeli dan frekuensi kecap sebagai bahan tambahan dalam memasak. Sedangkan besarnya jumlah konsumsi kecap manis rumah tangga dipengaruhi secara nyata oleh ukuran keluarga, wilayah dan frekuensi pemakaian kecap dalam makanan sehari-hari.

Widyanggari (2005) melakukan analisis mengenai ekuitas merek kecap manis di wilayah Jakarta Pusat. Metode analisis yang digunakan yaitu metode Spearman Brown, Cochran Test, dan Brand Switching Pattern Matrix. Dari hasil analisisnya dapat disimpulkan bahwa kecap manis merek Bango memiliki ekuitas tertinggi, kemudian kecap manis ABC dan Indofood menduduki posisi kedua dengan hasil berimbang, diikuti oleh kecap manis merek Maya dan terakhir Piring Lombok dan Nasional. Sementara berdasarkan metode Cochran Test diperoleh hasil bahwa asosiasi kecap manis secara keseluruhan adalah merek terkenal, mudah didapat, dan harga terjangkau. Hasil penelitian ini juga menunjukkan


(40)

bahwa kecap Bango dikesankan sebagai merek yang paling berkualitas, kemudian secara berturut-turut diikuti oleh kecap Indofood, ABC, dan kecap Maya.

Penelitian lain mengenai kecap dilakukan oleh Khaerani (2005) mengenai analisis perilaku konsumen dan product positioning kecap manis ABC di Kota Bogor. Metode analisis yang digunakan adalah ImportancePerformance Analysis, analisis Biplot, dan Model Angka Ideal. Hasil analisis menunjukkan bahwa atribut rasa dan tingkat kekentalan merupakan indikasi penyebab terjadinya pergeseran konsumen dari kecap manis ABC ke kecap manis Bango. Kecap manis Bango merupakan pesaing terdekat bagi kecap manis ABC. Dimana kecap manis Bango memiliki keunggulan dalam hal rasa dan tingkat kekentalan, sedangkan kecap manis ABC unggul dalam hal promosi (iklan), kepopuleran, dan kemudahan memperoleh produk.

2.2.2. Penelitian Terdahulu Mengenai Permintaan dan Penawaran

Nelly (2003) menganalisis mengenai permintaan dan penawaran kayu bulat di Indonesia. Metode analisis yang digunakan adalah Two Stage Least Square (2SLS). Berdasarkan hasil analisis permintaan dan penawaran kayu bulat di Indonesia dapat diketahui bahwa industri pengolahan kayu dalam negeri mengalami over kapasitas sehingga kayu bulat menjadi langka. Keadaan tersebut diperparah dengan pembukaan keran ekspor dimana harga ekspor kayu bulat yang tinggi menjadi insentif yang menarik bagi para pengusaha untuk mengekspor kayu bulat. Kondisi ini dapat memicu penebangan illegal dan memperparah kerusakan hutan yang terjadi. Oleh karena itu, pemerintah sebaiknya melakukan


(41)

17

restrukturisasi dan pembatasan perkembangan industri pengolahan kayu. Disamping itu, pembangunan HTI sebaiknya benar-benar diwujudnyatakan dan ekspor kayu bulat seharusnya dihentikan mengingat industri domestik masih kekurangan bahan baku.

Ratri (2004) melakukan analisis mengenai permintaan dan penawaran minyak goreng kelapa di Indonesia dengan menggunakan metode 2SLS. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa perkembangan industri minyak goreng kelapa berjalan relatif lamban. Hal ini dapat dililihat dari menurunnya jumlah permintaan dan perusahaan minyak goreng kelapa. Lambatnya perkembangan industri minyak goreng kelapa disebabkan oleh menurunnya luas areal perkebunan kelapa, penggunaan kelapa untuk konsumsi lain selain bahan baku minyak goreng kelapa dan hadirnya minyak goreng sawit sebagai barang substitusi minyak goreng kelapa. Hal ini dikarenakan minyak goreng sawit semakin memiliki peranan dalam memenuhi kebutuhan masyarakat Indonesia karena harganya relatif lebih murah bila dibandingkan dengan minyak goreng kelapa.

Berdasarkan hasil estimasi, persamaan penawaran menunjukan bahwa harga minyak goreng kelapa, harga minyak kelapa kasar dan stok tahun sebelumnya tidak berpengaruh nyata pada penawaran. Sedangkan upah dan trend

berpengaruh nyata terhadap penawaran, di mana semua variabel tidak responsif dalam jangka pendek. Sementara hasil estimasi persamaan permintaan dan persamaan ekspor menunjukkan bahwa semua variabel berpengaruh nyata namun tidak responsif dalam jangka pendek.


(42)

Afifa (2006) melakukan penelitian terhadap permintaan kedelai pada industri kecap di Indonesia dengan menggunakan metode Kuadrat Terkecil Biasa (OLS/ Ordinary Least Square). Hasil estimasinya menunjukkan bahwa sebesar 71,3 persen keragaan permintaan kedelai pada industri kecap dijelaskan oleh keragaan variabel-variabel dari dalam model, sementara sisanya yaitu sebesar 28,7 persen dijelaskan oleh variabel dari luar model seperti menurunnya produksi dalam negeri sehingga impor kedelai selalu meningkat setiap tahunnya, ketidakstabilan kondisi ekonomi di Indonesia, kurangnya penggunaan teknologi untuk menghasilkan benih kedelai yang bermutu dan belum berkembangnya varietas-varietas baru yang diminati oleh petani kedelai yang sesuai dalam penggunaannya pada industri kecap serta mampu mensubstitusikan kedelai impor.

Variabel-variabel yang diduga berpengaruh nyata secara positif terhadap model permintaan kedelai pada industri kecap yaitu harga kecap, nilai tukar rupiah, dan jumlah perusahaan kecap. Sedangkan variabel produksi kecap, harga kedelai, permintaan kedelai tahun sebelumnya, dan variabel dummy tidak berpengaruh nyata terhadap model.

2.3. Kerangka Pemikiran 2.3.1. Fungsi Permintaan

Kecap merupakan suatu produk yang diproduksi secara massal, artinya kecap diproduksi untuk dipasarkan bukan berdasarkan pesanan. Oleh karena itu, fungsi permintaan kecap dapat diturunkan dari kurva permintaan pasar yang terbentuk dari beberapa kurva permintaan individu.


(43)

19

Fungsi permintaan pasar (market demand) untuk sejenis barang tertentu (Xi) adalah penjumlahan dari seluruh permintaan perorangan terhadap barang

tersebut.

= = m j n

m I I

P P X dX 1 1 1 1

1 ( ,K, , ,K, ) (2.1)

dimana X adalah komoditi X; P adalah harga komoditi X; dan I adalah pendapatan.

Kurva permintaan pasar untuk Xt dikembangkan dari fungsi permintaan

tersebut dengan memvariasikan harga (Pt), cateris paribus.

Gambar 2.2. Pengembangan Kurva Permintaan Pasar dari Kurva-kurva Permintaan Individu

Sumber: Nicholson, 2001.

Kurva permintaan pasar merupakan penjumlahan secara horizontal semua kurva permintaan individu. Untuk setiap tingkat harga, kuantitas di pasar merupakan jumlah keseluruhan permintaan individu.

Total X = X1 + X2

= Dx1 (Px, Py, I1) + Dx2 (Px, Py, I2)

= MDx (Px, Py, I1, I2) (2.2)

Dx1 Dx2 MDx

Px Px Px

Px*

X1 X2 X

X1* X2* X*

0 0 0


(44)

dimana:

Px = harga kecap untuk orang pertama,

Py = harga kecap untuk orang kedua,

I1 = pendapatan orang pertama,

I2 = pendapatan orang kedua,

MDx = permintaan total kecap di pasar.

Fungsi permintaan adalah spesifikasi hubungan antara jumlah kecap yang diminta dan variabel-variabel yang mempengaruhi permintaan kecap tersebut. Secara sistematis:

Q = f (Pkc, Pim, I) (2.3)

dimana Q adalah jumlah kecap yang diminta; Pkc adalah harga kecap; Pim adalah

harga impor kecap sebagai barang pembanding (substitusi); dan I adalah pendapatan.

2.3.2. Fungsi Penawaran

Menurut Debertin (1986) dalam Ratri (2004), teori ekonomi produksi pertanian memfokuskan perhatiannya pada situasi pengambilan keputusan yang dilakukan produsen komoditi pertanian yaitu menentukan berapa banyak produksi yang harus dihasilkan untuk memaksimumkan pendapatan usahatani, dalam hal ini usaha tani kedelai sebagai bahan baku utama dalam proses produksi kecap.

Produksi suatu komoditi (Q) dalam model agregat merupakan fungsi dari modal (K), tenaga kerja (L), dan biaya tetap (C).


(45)

21

Jika produsen kecap diasumsikan rasional, maka fungsi keuntungan produksi kecap dapat dirumuskan sebagai berikut:

π = P1f(K, L) − vK − wL (2.5)

dimana P1 adalah harga kecap, vK adalah harga bahan baku yaitu kedelai, dan wL

adalah upah pekerja. Untuk dapat memaksimumkan keuntungan maka syarat pertama dan kedua harus terpenuhi, yaitu:

) 7 . 2 ( 0 ) 6 . 2 ( 0 = − = ∂ ∂ = − = ∂ ∂ w Pf L v Pf K L K π π

Berdasarkan fungsi di atas dapat diketahui peubah eksogen dan endogen, yaitu P1, K, L sebagai peubah eksogen dan Q sebagai peubah endogen. Sehingga

fungsi penawaran kecap dapat dirumuskan sebagai berikut:

Q = f (P1, v, w) (2.8)

2.3.3. Kerangka Pemikiran Konseptual

Subsektor industri pertanian (agroindustri) merupakan alternatif terbaik untuk dikembangkan karena sesuai dengan tujuan pembangunan nasional yaitu industri yang kuat didukung oleh pertanian yang tangguh. Industri kecap merupakan salah satu industri yang dapat dikelompokkan ke dalam agroindustri hilir. Sebagai salah satu industri yang berbasis pertanian dalam negeri, pengembangan industri kecap menjadi semakin penting untuk meningkatkan permintaan kedelai dan mendorong perkembangan produksi kedelai yang selama bertahun-tahun mengalami penurunan. Meskipun kecap bukanlah merupakan


(46)

komoditas pangan pokok, namun kecap mampu memberikan andil yang cukup besar dalam meningkatkan asupan gizi dalam kehidupan sehari-hari.

Di Indonesia, kecap merupakan bahan makanan yang paling banyak digunakan. Bahkan bagi sebagian kalangan, kecap dianggap menu wajib yang harus selalu tersedia dalam hidangan sehari-hari. Perkembangan industri kecap tumbuh seiring dengan meningkatnya permintaan akan kecap. Namun, konsumsi kecap yang semakin meningkat tersebut tidak hanya dipenuhi oleh produksi dalam negeri tetapi juga oleh impor. Hal ini dapat terlihat dari semakin banyaknya produk kecap impor yang masuk ke pasaran Indonesia. Di sisi lain, perkembangan produksi kecap tidak hanya ditujukan untuk memenuhi konsumsi kecap dalam negeri tetapi juga untuk ekspor. Berdasarkan penjelasan tersebut dapat diketahui perkembangan industri kecap di Indonesia serta dapat ditentukan faktor-faktor apa saja yang diduga berpengaruh terhadap permintaan dan penawaran industri kecap di Indonesia. Alur kerangka pemikiran dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 2.3 di bawah ini.


(47)

23

Gambar 2.3. Alur Kerangka Pemikiran Konseptual

2.4. Hipotesis

Hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1) Permintaan kecap tahun sebelumnya (Qdt-1) berpengaruh positif terhadap

permintaan kecap tahun sekarang (Qdt). Artinya, adanya kenaikan pada

permintaan kecap tahun sebelumnya akan menyebabkan kenaikan pada permintaan kecap tahun sekarang.

2) Harga kecap domestik (Pkct) berpengaruh negatif terhadap permintaan kecap.

Artinya, kenaikan harga kecap domestik akan menyebabkan penurunan permintaan kecap.

Produksi Konsumsi

Domestik Impor Ekspor

Faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran kecap

Faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan kecap Perkembangan industri

kecap

Metode Ordinary Least Square (OLS)


(48)

3) Harga kecap impor (Pimt), sebagai barang substitusi, berpengaruh positif

terhadap permintaan kecap. Artinya, kenaikan harga kecap impor akan menyebabkan kenaikan permintaan kecap.

4) Pendapatan per kapita (It) berpengaruh positif terhadap permintaan kecap.

Artinya, kenaikan pendapatan per kapita akan menyebabkan kenaikan permintaan kecap.

5) Tingkat inflasi (Inft) berpengaruh negatif baik terhadap permintaan maupun

penawaran kecap. Artinya, kenaikan tingkat inflasi akan menyebabkan penurunan baik permintaan maupun penawaran kecap.

6) Harga kedelai (Pkdt), sebagai bahan baku, berpengaruh negatif terhadap

penawaran kecap (Qst). Artinya, kenaikan harga kedelai akan menyebabkan

penurunan penawaran kecap.

7) Upah pekerja (Wt) berpengaruh negatif terhadap penawaran kecap. Artinya,

kenaikan upah pekerja akan menyebabkan penurunan penawaran kecap.

8) Volume ekspor tahun sebelumnya (Xt-1) berpengaruh positif terhadap

penawaran kecap. Artinya, kenaikan volume ekspor kecap tahun sebelumnya akan menyebabkan kenaikan penawaran kecap.


(49)

III. METODE PENELITIAN

3.1. Jenis dan Sumber Data

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan data sekunder time series

mulai tahun 1988 sampai dengan tahun 2004. Data sekunder yang digunakan berupa data produksi, konsumsi, upah, pendapatan per kapita serta ekspor dan impor. Data-data yang diperlukan diperoleh dari Biro Pusat Statistik (BPS). Selain itu, bahan-bahan lain seperti teori-teori dan literatur yang menunjang penelitian diperoleh dari berbagai perpustakaan (perpustakaan LSI, perpustakaan FEM, dan perpustakaan FAPERTA) maupun dari media internet.

3.2. Metode Pengolahan dan Analisis Data

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan analisis deskriptif dan kuantitatif. Analisis deskriptif digunakan untuk melihat perkembangan industri kecap di Indonesia, sedangkan analisis kuantitatif digunakan untuk mengidentifikasikan faktor-faktor yang diduga mempengaruhi permintaan dan penawaran kecap di Indonesia. Karena keterbatasan data yang tersedia, maka variabel jumlah penggunaan jagung maupun beras (sebagai barang substitusi kedelai yang dapat menyebabkan menurunnya kualitas kecap) tidak dimasukan ke dalam persamaan. Disamping itu, karena penggunaan teknologi oleh suatu perusahaan pada umumnya sulit dikuatifikasikan, maka variabel penggunaan teknologi juga tidak dimasukan ke dalam persamaan.

Model persamaan permintaan dan penawaran kecap dapat dirumuskan sebagai berikut:


(50)

Qdkct = a0 + a1 Pkct + a2 Pimt + a3 It + a4 Qdt-1 + a5 Inft + ut (3.1)

QSkct = b0 + b1 Pkct + b2 Pkdt + b3 Wt + b4 Xt-1 + b5 Inft+ ut (3.2)

Qdkct = QSkct (3.3)

Berdasarkan data pada Lampiran 8, diketahui bahwa data konsumsi (permintaan) dan produksi (penawaran) yang ada tidak menunjukkan kondisi keseimbangan seperti yang telah dirumuskan pada persamaan (3.3) sehingga model persamaan permintaan dan penawaran dalam penelitian ini tidak bisa dianalisis dengan menggunakan model persamaan simultan Two Stage Least Square (TSLS). Oleh karena itu, masing-masing persamaan dalam penelitian ini akan dianalisis secara terpisah dengan menggunakan metode Kuadrat Terkecil Biasa (OLS/Ordinary Least Square) dengan bantuan program E-views versi 4.1 dan Microsoft Excel 2003.

3.3. Model dan Definisi Operasional Peubah

Metode OLS digunakan untuk menganalisis fungsi permintaan dan penawaran kecap di Indonesia secara terpisah. Oleh karena itu, model persamaan permintaan dan penawaran dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:

Qdkct = a0 + a1 Pkct + a2 Pimt + a3 It + a4 Qdt-1 + a5 Inft + ut (3.4)

QSkct = b0 + b1 Pkct + b2 Pkdt + b3 Wt + b4 Xt-1 + b5 Inft+ ut (3.5)

dimana:

Qdkct = permintaan kecap pada tahun ke-t (kg),

QSkct = penawaran kecap pada tahun ke-t (kg),


(51)

27

Pimt = harga kecap impor pada tahun ke-t (Rp/kg),

Inft = tingkat inflasi pada tahun ke-t (%),

It = pendapatan per kapita penduduk Indonesia pada tahun ke-t (000 Rp),

Qdt-1 = permintaan kecap pada tahun ke-(t-1) (kg),

Pkdt = harga kedelai pada tahun ke-t (Rp/kg),

Wt = upah pekerja pada tahun ke-t (000 Rp),

Xt-1 = volume ekspor pada tahun ke-(t-1) (kg),

a, b = koefisien regresi, u = unsur galat.

Kemudian, untuk memudahkan analisis, persamaan (3.4) dan (3.5) diubah ke dalam bentuk log-natural (kecuali variabel yang sudah dinyatakan dalam bentuk persen) menjadi:

Ln Qdkct = a0 + a1 Ln Pkct + a2 Ln Pimt + a3 Ln It + a4 Ln Qdt-1 + a5 Inft +

ut (3.6)

Ln QSkct = b0 + b1 Ln Pkct + b2 Ln Pkdt + b3 Ln Wt + b4 Ln Xt-1 + b5 Inft +

ut (3.7)

Bentuk log-natural menunjukkan bahwa besarnya koefisien masing parameter dapat diartikan sebagai elastisitas yang konstan dari masing-masing variabel bebas terhadap variabel terikat. Log-natural mengasumsikan bahwa koefisien elastisitas konstan selama periode observasi, mengimplikasikan bahwa perubahan persentase dari setiap variabel penjelas akan memberikan pengaruh yang konstan terhadap perubahan persentase variabel dependen untuk setiap nilai perubahan variabel penjelas.


(52)

3.3.1. Uji Kriteria Ekonomi dan Statistik 3.3.1.1. Uji Kriteria Ekonomi

Uji kriteria ekonomi digunakan untuk melihat parameter-parameter yang didapatkan dari proses estimasi model dengan melihat tanda dan besarannya, apakah sesuai dengan teori ekonomi atau tidak.

3.3.1.2. Uji Kriteria Statistik

Uji kriteria statistik meliputi uji t, uji F, dan uji R2. Uji t atau uji parsial digunakan untuk melihat keabsahan setiap koefisien regresi.

Hipotesis:

H0: bi≤ 0,

H1: bi > 0, untuk i = 1, 2, 3, …, k,

bi : parameter dugaan.

Kriteria uji:

Probabilitas tstatistik < taraf nyata (α) ; maka tolak H0,

Probabilitas tstatistik > taraf nyata (α) ; maka terima H0.

Jika nila probabilitas tstatistik lebih kecil dari taraf nyata yang digunakan,

maka hipotesis nol ditolak dan hipotesis alternatifnya diterima. Artinya, secara parsial variabel bebas berpengaruh secara nyata terhadap variabel terikat. Sebaliknya, jika nilai probabilitas tstatistik lebih besar dari taraf nyata yang

digunakan maka hipotesis nol diterima dan hipotesis alternatifnya ditolak, artinya secara parsial variabel bebas tidak berpengaruh nyata terhadap variabel terikat.


(53)

29

Uji F digunakan untuk menguji apakah variabel-variabel bebas secara bersama-sama dapat menjelaskan variabel terikat.

Hipotesis:

H0: bi = 0 ; i = 1, 2, 3, …, k,

H1: minimal ada satu koefisien regresi (peubah penjelas) yang tidak sama dengan nol,

bi : parameter dugaan.

Kriteria uji:

Probabilitas Fstatistik > taraf nyata (α) ; maka terima H0,

Probabilitas Fstatistik < taraf nyata (α) ; maka tolak H0.

Jika nilai probabilitas Fstatistik lebih kecil dari taraf nyata yang digunakan,

maka hipotesis nol ditolak dan hipotesis alternatifnya diterima, yang artinya secara bersama-sama, minimal ada satu variabel bebas yang digunakan berpengaruh secara nyata terhadap variabel terikat. Dan sebaliknya, jika nilai probabilitas Fstatistik lebih besar dari taraf nyata yang digunakan maka hipotesis nol

diterima dan hipotesis alternatifnya ditolak. Artinya, secara bersama-sama tidak ada satupun variabel bebas yang berpengaruh nyata terhadap variabel terikat.

Uji R2 digunakan untuk menguji kemampuan garis regresi dalam menjelaskan variasi variabel terikat sebagai proporsi variasi variabel terikat yang dapat dijelaskan oleh variabel bebas. Nilai R2 berkisar antara 0 hingga 1, semakin mendekati nilai satu berarti model semakin baik.


(54)

3.3.2. Uji Kriteria Ekonometrika

Dalam melakukan estimasi persamaan linear dengan menggunakan metode OLS maka asumsi-asumsi dari OLS harus dipenuhi. Jika asumsi tidak terpenuhi maka tidak menghasilkan nilai parameter yang BLUE (Best Linear Unbiased Estomator). Asumsi-asumsi yang dimaksud adalah:

1. Nilai harapan dari rata-rata kesalahan adalah nol. 2. Variansnya tetap (homoskedastisitas).

3. Tidak ada hubungan antara variabel bebas dan error term. 4. Tidak ada korelasi serial antara error (tidak ada autokorelasi).

5. Pada regresi linear berganda tidak terjadi hubungan antar variabel bebas (tidak ada multikolinieritas).

3.3.2.1. Uji Autokorelasi

Autokorelasi adalah korelasi antara kesalahan (error term) tahun t dengan kesalahan tahun t-1. Salah satu asumsi dasar dari penerapan motode regresi dengan kuadrat terkecil adalah tidak adanya korelasi antar error term. Adanya masalah autokorelasi akan menghasilkan hasil estimasi koefisien yang konsisten dan tidak bias tetapi dengan varian yang besar, atau dengan perkataan lain hasil penafsiran tidak efisien. Nilai standar error hasil estimasi OLS (Ordinary Least Square) akan lebih kecil dibandingkan dengan standar error yang sebenarnya, sehingga cenderung untuk menolak hipotesis nol.

Salah satu cara untuk mendeteksi adanya autokorelasi adalah dengan menggunakan uji Breusch Godfrey Serial Corelation LM Test yang sudah tersedia


(55)

31

pada program Eviews versi 4.1. Apabila nilai probabilitas dari uji Breusch Godfrey Serial Corelation LM Test lebih besar dari taraf nyata maka dapat disimpulkan bahwa dalam persamaan tersebut tidak terdapat masalah autokorelasi. Salah satu cara untuk mengatasi masalah autokorelasi yaitu dengan menambahkan variabel AR(n). Mekanisme penambahannya yaitu dimulai dengan AR(1), AR(2), dan seterusnya sampai didapatkan model yang terbaik.

3.3.2.2. Uji Heteroskedastisitas

Asumsi yang dipakai dalam penerapan model regresi linier adalah variansnya konstan. Heteroskedastisitas adalah keadaan dimana asumsi di atas tidak tercapai. Dampak adanya heteroskedastisitas adalah tidak efisiennya proses estimasi, sementara hasil estimasinya sendiri tetap konsisten dan tidak bias. Masalah heteroskedastisitas ini akan mengakibatkan hasil uji t dan F dapat menjadi tidak berguna (misleading).

Uji heteroskedastisitas, pada penelitian ini, diterapkan dengan menggunakan white heteroskedasticity yang tersedia pada program E-views 4.1. Apabila nilai probabilitas dari uji white heteroskedasticity lebih besar dari taraf nyata maka dapat disimpulkan bahwa pada persamaan tersebut tidak terdapat masalah heteroskedastisitas.

3.3.2.3. Uji Multikolinieritas

Multikolinieritas adalah hubungan linier antara variabel-variabel bebas pada persamaan regresi. Akibat hubungan linier dalam satu persamaan regresi,


(56)

maka nilai koefisien sulit untuk ditentukan atau bahkan jika dalam suatu persamaan regresi terdapat perfect multicolliniarity maka nilai koefisien tidak dapat ditentukan dan nilai standard error menjadi tidak terhingga (infinite).

Dalam penelitian ini, uji yang dilakukan untuk melihat permasalahan multikolinieritas didasarkan pada besarnya nilai yang terdapat dalam matriks koefisien korelasi. Kaidah yang biasa digunakan adalah apabila koefisien korelasi antara dua peubah bebas lebih besar dari │0,8│ atau │0,9│ maka multikolinieritas merupakan masalah yang serius.

3.4. Batasan Operasional

1) Permintaan kecap merupakan total konsumsi kecap yang dinyatakan dalam satuan kg.

2) Penawaran kecap merupakan total produksi kecap dan dinyatakan dalam satuan kg.

3) Ekspor kecap merupakan jumlah total kecap yang diekspor dan dinyatakan dalam satuan kg.

4) Harga kecap domestik merupakan harga rata-rata produk kecap yang diperoleh dari hasil bagi antara nilai kecap yang diproduksi dengan banyaknya kecap yang diproduksi. Harga rata-rata tersebut kemudian dideflasi dengan indeks harga konsumen (1993=100) dan dinyatakan dalam satuan rupiah per kg. 5) Harga impor kecap merupakan harga rata-rata produk kecap impor yang

diperoleh dari pembagian antara nilai impor kecap, setelah dikalikan dengan nilai tukar tahun berjalan (Rp/US$), dengan banyaknya kecap yang diimpor.


(57)

33

Kemudian dideflasi dengan indeks harga konsumen (1993=100) dan dinyatakan dalam satuan rupiah per kg.

6) Upah pekerja merupakan total biaya yang dikeluarkan untuk tenaga kerja produksi termasuk uang lembur, bonus, dan lain-lain setelah dideflasi dengan indeks harga konsumen (1993=100) dan dinyatakan dalam satuan ribu rupiah. 7) Pendapatan per kapita penduduk Indonesia merupakan rata-rata pendapatan

yang diperoleh penduduk Indonesia dan dinyatakan dalam satuan ribu rupiah. 8) Harga kedelai adalah harga rata-rata kedelai yang digunakan untuk

memproduksi kecap baik kedelai domestik maupun kedelai impor. Harga rata-rata ini diperoleh dari besarnya nilai kedelai secara keseluruhan yang digunakan untuk memproduksi kecap dibagi dengan banyaknya kedelai secara keseluruhan tersebut. Kemudian dideflasi dengan indeks harga perdagangan besar (1993=100) dan dinyatakan dalam satuan rupiah per kg.

9) Tingkat inflasi merupakan rata-rata laju inflasi tiap tahun yang dinyatakan dalam persen.


(58)

Kecap adalah sari kedelai yang telah difermentasikan dengan atau tanpa penambahan gula kelapa dan bumbu. Bahan dasar pembuatan kecap umumnya adalah kedelai atau kedelai hitam. Beberapa peneliti menduga bahwa kecap merupakan bumbu masak tertua yang dikenal oleh manusia. Selain digunakan sebagai flavor enhancer (pembangkit selera), diduga kecap juga telah digunakan untuk mencegah kerusakan dan mengawetkan makanan (Beuchat, 1984; Nunomura dan Sasaki, 1986 dalam Sumaryanto, 1998).

Cara pembuatan kecap diduga berasal dari daratan Cina yang ditemukan lebih dari 3000 tahun yang lalu. Selanjutnya kecap kedelai masuk ke Jepang dan negara lain di Asia, termasuk Indonesia. Di Indonesia sendiri sulit dipastikan kapan pertama kalinya kecap kedelai ini dibuat. Namun, diperkirakan industri kecap di Indonesia telah ada sejak awal tahun 1920 dan pada saat itu hanya terbatas pada industri dengan skala usaha kecil saja.

Sejak berdirinya pabrik kecap Cap Kaki Tiga di Mojokerto pada tahun 1922, yang kemudian diikuti oleh kecap Ratu Mojokerto pada tahun 1925 dan kecap Cap Bango pada tahun 1928, industri kecap terus mengalami perkembangan. Sampai saat ini sudah cukup banyak perusahaan kecap yang berkembang di Indonesia, mulai dari perusahaan skala rumah tangga, kecil, menengah hingga perusahaan yang berskala besar.


(59)

35

4.2. Perkembangan Industri Kecap 4.2.1. Produksi Kecap

Industri kecap merupakan salah satu industri yang mempunyai kaitan erat dan langsung terhadap komoditas kedelai. Kedelai yang umum digunakan dalam industri kecap adalah kedelai hitam. Namun, sebagian pengusaha ada yang menggunakan kedelai kuning. Secara umum, tidak ada perbedaan komposisi zat gizi di antara keduanya, sehingga hal ini tidak berpengaruh terhadap efektivitas fermentasi. Alasan pengusaha lebih memilih menggunakan kedelai hitam dalam proses produksinya karena kedelai hitam dapat menghasilkan citarasa dan aroma yang lebih baik dibandingkan dengan kedelai kuning. Selain itu, diperoleh kenyataan bahwa koji1yang terbuat dari kedelai kuning lebih mudah mengalami pembusukkan.

Sebagian besar proses produksi kecap termasuk dalam kategori industri pengolahan kedelai tradisional. Meskipun dikatakan tradisional, bukan berarti bahwa industri yang termasuk dalam golongan ini diolah secara manual. Istilah tradisional di sini digunakan untuk menunjukkan bahwa tipe dan metode pengolahannya sudah dipraktekkan berabad-abad lamanya dan diwariskan secara turun-temurun kepada generasi berikutnya. Di Indonesia, umumnya kecap diproduksi dengan cara fermentasi tradisional dalam skala industri kecil dengan menggunakan peralatan yang sederhana. Seiring dengan semakin berkembangnya teknologi, saat ini telah banyak terdapat industri yang mengolah kecap dalam skala industri besar yang menggunakan peralatan yang modern (Anggono, 1993).

1 Koji adalah kedelai yang sudah difermentasi dengan kapang (jamur), biasanya jenis aspergillus,

yaitu berupa rebusan kedelai yang sudah ditumbuhi jamur. Fermentasi tersebut berlangsung secara spontan antara tiga sampai tujuh hari.


(60)

Produksi kecap di Indonesia sangat tergantung dari keberadaan bahan baku kedelai. Apabila kedelai sebagai bahan baku mudah didapatkan atau jumlahnya tersedia sesuai dengan kebutuhan, maka akan memperlancar proses produksi yang dilakukan. Biro Pusat Statistik (BPS) tidak membedakan produksi kedelai hitam (Glycin soja) dan kedelai kuning (Glycin max), sehingga data mengenai perbedaan produksi kedua jenis kedelai tersebut tidak diketahui. Berdasarkan data BPS (2005), diketahui bahwa pada tahun 1990 supply kedelai masih mencapai 1,487 juta ton dan mencapai puncak pada tahun 1992 yaitu sebanyak 1,869 juta ton (Lampiran 1.). Namun, pada tahun-tahun berikutnya produksi kedelai terus menurun akibat adanya penurunan pada luas panen kedelai. Padahal kebutuhan kedelai sebagai bahan baku industri terus meningkat. Oleh karena itu, untuk menutupi kekurangan kebutuhan kedelai tersebut pemerintah melakukan impor kedelai. Namun, hal ini mengakibatkan ketergantungan yang serius terhadap kedelai impor, yang akhirnya menurunkan minat petani untuk menanam kedelai.

Tingginya impor kedelai di Indonesia terjadi karena kebutuhan Indonesia yang tinggi akan kedelai kuning. Kedelai kuning sebenarnya bukan tanaman asli daerah tropis, sehingga hasilnya selalu lebih rendah daripada di Jepang atau Tiongkok yang merupakan daerah asli tanaman tersebut. Pemuliaan serta domestikasi2 yang dilakukan belum sepenuhnya berhasil mengubah sifat

2 Domestikasi merupakan pengadopsian yang dilakukan manusia terhadap tumbuhan dan hewan

dari alam liar ke dalam kehidupan sehari-hari manusia, seperti seleksi, pemuliaan, serta perubahan perilaku atau sifat dari organisme yang menjadi objeknya.


(61)

37

fotosensitif3 kedelai kuning. Di sisi lain, kedelai hitam yang tidak fotosensitif kurang mendapat perhatian dalam pemuliaan meskipun dari segi adaptasi lebih sesuai bagi Indonesia (Wikipedia, 2007). Hal ini menyebabkan semakin langkanya kedelai hitam, sementara produksi kedelai kuning sendiri masih belum mampu memenuhi kebutuhan dalam negeri akibat lemahnya daya saing petani dalam menghadapi kedelai impor. Kondisi ini mengakibatkan harga kedelai dalam negeri selalu lebih mahal dari kedelai impor.

Meskipun pada umumnya kedelai yang digunakan pada industri kecap adalah kedelai lokal, namun sebagian pengusaha ada juga yang menggunakan kedelai impor. Penggunaan kedelai impor secara kotinyu pada industri kecap dilakukan sejak tahun 1997 dengan proporsi penggunaan kedelai impor yang tidak pernah lebih dari 30 persen dari total penggunaan kedelainya (Lampiran 2.).

Pada prinsipnya proses pembuatan kecap merupakan fermentasi protein dan karbohidrat menjadi komponen yang lebih sederhana, sehingga menghasilkan aroma dan rasa yang khas. Komponen tersebut adalah protein larut air, asam amino, oligosacharida dan asam laktat. Pemecahan protein ini dilakukan oleh enzim yang dikeluarkan oleh kapang yang terdapat dalam starter yang ditambahkan. Seluruh proses pembuatan kecap dapat berlangsung antara tujuh sampai 10 bulan, tergantung dari kondisi fermentasi dan jenis bahan bakunya. Kecap ini biasanya lebih mahal, karena disamping bahan bakunya cukup mahal juga karena proses pembuatannya yang berlangsung berbulan-bulan.

3 Fotosensitif merupakan kepekaan tanaman terhadap cahaya. Kedelai adalah tanaman berhari

pendek, sehingga tanaman kedelai tidak akan berbunga jika lama penyinaran melampaui batas kritis. Hal ini akan berakibat pada hasil produksi kedelai.


(62)

Proses pembuatan kecap yang begitu panjang, rumit, dan disertai mahalnya harga bahan baku dalam proses produksi tersebut merupakan alasan bagi pengusaha untuk melakukan rekayasa-rekayasa yang kurang baik. Misalnya dengan menambah perasa kecap, menambah bahan pewarna, meskipun sebenarnya proses fermentasinya belum tuntas atau seringkali bahan baku yang seharusnya kedelai digantikan dengan bahan-bahan lain yang lebih murah, misalnya jagung atau beras. Kekurangan protein kedelai tersebut digantikan dengan bahan-bahan lain seperti tulang, kepala atau kulit binatang (Didinkaem, 2007). Di samping itu, ada pula perusahaan yang memangkas jalur fermentasi, sehingga kecap yang dihasilkan tidak lebih dari sirup gula rasa kecap. Dampaknya nilai nutrisi yang dihasilkan sangat kecil bahkan tidak ada (LIPI, 2006). Berdasarkan penelitian Afifa (2006), kondisi seperti ini akan menyebabkan menurunnya kualitas kecap yang dihasilkan atau kecap menjadi encer sedangkan kuantitas produksinya terus meningkat.

0 20000000 40000000 60000000 80000000 100000000 120000000 140000000 160000000 180000000 198 8

1989 1990 1991 199 2

199 3

199 4

1995 1996 1997 199 8

199 9

200 0

2001 2002 2003 200 4 Tahun P rod uk s i ( k g )

Gambar 4.1. Perkembangan Produksi Kecap di Indonesia Tahun 1990-2004 Sumber: BPS, 2004 (diolah).

Gambar 4.1 menjelaskan bahwa data perkembangan produksi kecap di Indonesia menunjukkan perubahan yang berfluktuasi dari tahun ke tahun. Namun,


(1)

69

Lampiran 4. Komposisi Asam Amino Kecap Kedelai (mg/gr Nitrogen Total) Asam amino (gr) Kecap (mg) Asam amino (gr) Kecap (mg)

Nitrogen 0,92 Valin 290

Isoleusin 270 Arginin 110

Leusin 430 Histidin 54

Lisin 350 Alanin 290

Metionin 49 Asam asportat 480 Sistin 57 Asam glutamat 1.260

Fenilalanin 210 Glisin 260

Treonin 190 Prolin 520

Triptofan 30 Serin 410

Sumber: Santoso, 1994.

Lampiran 5. Distribusi Pabrik Kecap di Indonesia Berdasarkan Propinsi Jumlah Produksi Kapasitas Produksi Propinsi

Unit % Liter %

Sumatera 53 13,28 14 702 682 6,92

DI Aceh 1 0,25 277.750 0,13

Sumatera Utara 12 3,01 5.015.721 2,36

Riau 8 2,01 2.055.350 0,97

Jambi 1 0,25 666.600 0,31

Sumatera Selatan 20 5,01 5.355.839 2,52

Bengkulu 2 0,50 46.440 0,02

Lampung 9 2.26 1.284.983 0,60

Jawa 278 69,67 183.090.059 86,13

DKI Jakarta 18 4,51 41.650.879 19,59 Jawa Barat 84 21,05 58.802.141 27,66 Jawa Tengah 52 13,03 26.640.880 12,53 DI Yogyakarta 8 2,01 593.088 0,28 Jawa Timur 116 29,07 55.403.070 26,06

Bali dan Nusa Tenggara 5 1,25 1.346.721 0,63

Bali 2 0,50 1.222.100 0,57

Nusa Tenggara 3 0,75 124.621 0,06

Kalimantan 45 11,28 9.645.041 4,54

Kalimantan Barat 22 5,51 4.916.003 2,31 Kalimantan Timur 4 1,00 2.737.926 1,29 Kalimantan Selatan 19 4,76 1.991.112 0,94

Sulawesi 14 3,51 3.544.950 1,67

Sulawesi Timur 3 0,75 165.983 0,08 Sulawesi Tengah 1 0,25 8.666 0,00408 Sulawesi Selatan 10 2,51 3.370.300 1,59

Maluku 4 1,00 233.866 0,11

Maluku 4 1,00 233.866 0,11

Total 399 100 212.326.118 100


(2)

Lampiran 6. Jumlah Perusahaan Pada Industri Kecap Menurut Skala Industri Tahun Besar Sedang Total

1996 12 89 101 1997 13 87 100 1998 9 79 88 1999 8 77 85 2000 9 82 91

2001 14 79 93

2002 15 83 98

2003 12 73 85

2004 13 81 94

Sumber: BPS, 2004.

Lampiran 7. Jumlah Perusahaan Pada Industri Kecap Menurut Status Penanaman Modal

Tahun PMDN PMA Lainnya Total

1996 9 − 92 101

1997 9 − 91 100

1998 2 − 86 88

1999 3 4 78 85

2000 5 2 84 91

2001 11 5 77 93

2002 6 2 90 98

2003 4 2 79 85

2004 6 7 81 94

Sumber: BPS, 2004.

Catatan: PMA : Penanam Modal Asing, PMDN : Penanam Modal Dalam Negeri.

Lampiran 8. Sepuluh Eksportir Kecap Utama Dunia Tahun 2004

Nomor Negara Jumlah (ton)

Nilai (000 US$)

Harga satuan (US$)

1. China 64.453 36.810 571

2. Japan 15.373 26.935 1.752

3. United States of America 12.500 17.937 1.435 4. Netherlands 6.870 17.624 2.565 5. Switzerland 14.492 12.859 887

6. Thailand 8.764 7.803 890

7. Republic of Korea 7.155 7.071 988 8. United Kingdom 2.485 5.230 2.105

9. Indonesia 6.168 5.086 825

10. Malaysia 3.417 4.567 1.337 Sumber: FAO, 2004


(3)

Lampiran 9. Perkembangan Konsumsi, Produksi, Ekspor, dan Impor Kecap serta Pertumbuhannya

Tahun Konsumsi (kg) % Produksi (kg) % Ekspor (kg) % Impor (kg) %

1988 46374522 − 12713246 − 164441 − 661377 −

1989 57057610 0.230 14794080 0.164 129543 -0.212 969760 0.466 1990 62014693 0.087 16779119 0.134 128734 -0.006 693968 -0.284 1991 56368729 -0.091 14152316 -0.157 403392 2.134 849301 0.224 1992 43337252 -0.231 17907834 0.265 1040113 1.578 562418 -0.338 1993 36947715 -0.147 13398745 -0.252 1265149 0.216 585458 0.041 1994 46535528 0.259 26476072 0.976 1314248 0.039 504693 -0.138 1995 65505367 0.408 45631740 0.724 1549061 0.179 455427 -0.098 1996 76124418 0.162 50361514 0.104 2963358 0.913 1289323 1.831 1997 76986754 0.011 67303901 0.336 2453776 -0.172 1144870 -0.112 1998 77547497 0.007 70542210 0.048 825801 -0.663 674559 -0.411 1999 78006129 0.006 77596431 0.100 3097910 2.751 996511 0.477 2000 85207303 0.092 86983679 0.121 5049414 0.630 1160505 0.165 2001 98910596 0.161 158871272 0.826 7610998 0.507 1438171 0.239 2002 106513939 0.077 147322084 -0.073 5538899 -0.272 1812352 0.26 2003 101298780 -0.049 117046738 -0.206 6172058 0.114 1593017 -0.121 2004 102355102 0.010 120057811 0.026 6168369 -0.0006 2338345 0.468 Sumber: BPS, 2004 (diolah).


(4)

72

Lampiran 10. Hasil Estimasi Persamaan Permintaan Kecap Dependent Variable: Ln Qdt

Method: Least Squares Date: 08/18/07 Time: 20:58 Sample: 1988 2004

Included observations: 17

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. Konstanta 0.856666 1.965574 0.435835 0.6714

Ln Qdt-1 0.934643 0.159397 5.863618 0.0001 Ln Pkct -0.349192 0.122227 -2.856918 0.0156 Ln Pimt 0.177973 0.105802 1.682122 0.1207 Ln It 0.222243 0.320511 0.693401 0.5024 Inft -0.003621 0.003089 -1.172312 0.2658 R-squared 0.901133 F-statistic 20.05206 Adjusted R-squared 0.856193 Prob(F-statistic) 0.000034 Durbin-Watson stat 2.011371

Lampiran 11. Hasil Uji Ekonometrika Permintaan Kecap Uji Autokorelasi

Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test:

F-statistic 0.659700 Probability 0.540314 Obs*R-squared 2.173557 Probability 0.337301

Uji Heteroskedastisitas

White Heteroskedasticity Test:

F-statistic 0.266114 Probability 0.968066 Obs*R-squared 5.223266 Probability 0.875773

Uji Multikolinieritas

Ln Qdt-1 Ln Pkct Ln Pimt Ln It Inft Ln Qdt-1 1.000000 0.541827 0.567047 0.652136 0.125608

Ln Pkct 0.541827 1.000000 0.660220 0.130970 -0.309755 Ln Pimt 0.567047 0.660220 1.000000 0.289649 -0.171282 Ln It 0.652136 0.130970 0.289649 1.000000 0.383392 Inft 0.125608 -0.309755 -0.171282 0.383392 1.000000


(5)

73

Uji Normalitas

0 1 2 3 4 5 6

-0.3 -0.2 -0.1 0.0 0.1 0.2

Series: Residuals Sample 1988 2004 Observations 17

Mean -6.85E-15

Median 0.021638

Maximum 0.169231

Minimum -0.281184 Std. Dev. 0.103218 Skewness -0.825630 Kurtosis 4.629261

Jarque-Bera 3.811648 Probability 0.148700

Lampiran 12. Hasil Estimasi Persamaan Penawaran Kecap Dependent Variable: Ln Qst

Method: Least Squares Date: 08/18/07 Time: 21:16 Sample(adjusted): 1993 2004

Included observations: 12 after adjusting endpoints Convergence achieved after 46 iterations

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. Konstanta 29.09948 18.96028 1.534760 0.1854

Ln Pkct 0.432865 0.205700 2.104346 0.0893 Ln Pkdt 1.227028 0.339039 3.619137 0.0152 Ln Wt -0.933195 0.198851 -4.692933 0.0054 Ln Xt-1 0.190179 0.167329 1.136560 0.3072 Inft 0.014788 0.004769 3.101093 0.0268 AR(5) 0.882533 0.135898 6.494081 0.0013 R-squared 0.958546 F-statistic 19.26918 Adjusted R-squared 0.908801 Prob(F-statistic) 0.002595 Durbin-Watson stat 2.431632

Inverted AR Roots .98 .30 -.93i .30+.93i -.79+.57i -.79 -.57i

Lampiran 13. Hasil Uji Ekonometrika Penawaran Kecap Uji Autokorelasi

Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test:

F-statistic 0.561928 Probability 0.620478 Obs*R-squared 3.270308 Probability 0.194922


(6)

74

Uji Heteroskedastisitas

White Heteroskedasticity Test:

F-statistic 1.963637 Probability 0.508221 Obs*R-squared 11.41850 Probability 0.325855

Uji multikolinieritas

Ln Pkct Ln Pkdt Ln Wt Ln Xt-1 Inft Ln Pkct 1.000000 0.169427 0.472612 0.316168 -0.309755 Ln Pkdt 0.169427 1.000000 0.436120 0.007115 -0.217039 Ln Wt 0.472612 0.436120 1.000000 0.788864 0.173358 Ln Xt-1 0.316168 0.007115 0.788864 1.000000 0.190125 Inft -0.309755 -0.217039 0.173358 0.190125 1.000000

Uji Normalitas

0 1 2 3 4 5

-0.3 -0.2 -0.1 0.0 0.1 0.2 0.3

Series: Residuals Sample 1993 2004 Observations 12

Mean 1.46E-09 Median 0.020597 Maximum 0.286089 Minimum -0.257261 Std. Dev. 0.147735 Skewness 0.031046 Kurtosis 2.651172 Jarque-Bera 0.062768 Probability 0.969103

Keterangan Simbol:

Ln Qdt = Permintaan Kecap

Ln QDt-1 = Permintaan Kecap Tahun Sebelumnya

Ln Pkct = Harga Kecap Domestik

Ln Pimt = Harga Impor Kecap

Ln It = Pendapatan per Kapita

Inft = Tingkat Inflasi

Ln QSt = Penawaran Kecap

Ln Pkdt = Harga Kedelai

Ln Wt = Upah Pekerja