Konsep Otonomi Daerah TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Konsep Otonomi Daerah

Semenjak berakhirnya pemerintahan Orde Baru muncul harapan untuk melakukan perbaikan dan perubahan, tidak terkecuali semangat reformasi dibidang birokrasi pemerintah. Kondisi dan semangat reformasi seharusnya bisa melahirkan tiga hal penting sebagai harapan yang diwujudkan dalam pemerintahan. Pertama, diwujudkan harapan agar demokrasi bisa dijalankan dalam birokrasi pemerintahan, sehingga bisa mengganti birokrasi otoriter yang sentralistik. Kedua, birokrasi pemerintahan yang mengakomodasikan perubahan sistem politik dari mono loyalitas dan single majority pada satu partai yang berkuasa kepada multi partai hasil bentukan rakyat yang memungkinkan tidak adanya mono loyalitas lagi. Ketiga, pelaksanaan otonomi daerah yang memungkinkan bagi kemajuan daerahnya masing-masing. Menurut Sidik dalam Pattimura 2003 hakekat otonomi daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran bersama bagi seluruh rakyat Indonesia melalui pelaksanaan kewenangan yang luas, nyata dan bertanggung jawab dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia NKRI. Otonomi daerah hendaknya dijadikan alat untuk meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat sesuai dengan prakarsa masing-masing daerah sehingga daerah bisa memenuhi kebutuhan yang paling mereka butuhkan. Kewenangan otonomi luas adalah keleluasaan daerah untuk menyelenggarakan pemerintahan yang mencakup kewenangan semua bidang pemerintahan, kecuali kewenangan di bidang politik luar negeri, pertahanan keamana, peradilan, moneter dan fiskal, agama, serta kewenangan bidang lainnya yang akan ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah Bratakusumah dan Solihin, 2003. Asas-asas penyelenggaraan pemerintahan daerah menurut UU No.221999 tentang Pemerintahan Daerah adalah : 1. Asas Dekonsentrasi, artinya pelimpahan wewenang dari Pemerintah kepada Gubernur sebagai wakil Pemerintah dan atau perangkat pusat di daerah. 2. Asas Desentralisasi, artinya penyerahan wewenang pemerintahan oleh Pemerintah kepada daerah otonom dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. 3. Asas Tugas Pembantuan, artinya penugasan dari Pemerintah kepada daerah dan desa dan dari daerah ke desa untuk melaksanakan tugas tertentu yang disertai pembiayaan, sarana dan prasarana serta sumber daya manusia dengan kewajiban melaporkan pelaksanaannya dan mempertanggungjawabkannya kepada yang menugaskan. Dengan adanya UU No.221999 dan UU No.251999 sebagai dasar kekuatan otonomi kewenangan pemerintahan dan otonomi keuangan maka daerah berkeinginan ada kepastian keleluasaan untuk membangun kesejahteraan dan kemakmuran melalui hidup mandiri. UU No.221999 tentang Pemeritahan Daerah dan UU No.251999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah, antara lain juga mengatur bagaimana pemerintah daerah membiayai penyelenggaraan pemerintah daerah dan DPRD, serta tugas pemerintahan di daerah, yaitu diwujudkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah APBD. Sumber pendapatan daerah terdiri dari: 1. Pendapatan Asli Daerah PAD, yang meliputi: a Hasil pajak daerah b Hasil retribusi daerah c Hasil perusahaan milik daerah dan pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan d Lain-lain pendapatan asli daerah 2. Dana perimbangan yaitu bagian daerah dari Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan PBB, Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan BPHTB, Penerimaan dari Sumber Daya alam, Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus. 3. Pinjaman daerah Disamping itu dalam hal-hal tertentu yaitu untuk keperluan mendesak, kepada daerah tertentu juga diberikan dana darurat yang berasal dari APBN. PAD salah satunya berasal dari pajak daerah dan retribusi daerah diatur dalam UU No.181997 tentang pajak daerah dan retribusi daerah kemudian direvisi dengan UU No.342000, merupakan reformasi di bidang perpajakan dan retribusi daerah. Dengan UU No.342000, daerah dibebaskan untuk menciptakan pajak daerah dan retribusi daerah asal memenuhi kriteria pajak daerah dan kriteria retribusi yang telah di atur dalam undang-undang tersebut. Pengawasan terhadap Perda tentang pajak daerah dan retribusi daerah tidak lagi dilakukan secara preventif terlebih dahulu mendapat persetujuan pemerintah pusat tetapi lebih bersifat refresif. Artinya persetujuan pemerintah pusat sebelum Perda berlaku sudah tidak diperlakukan lagi akan tetapi Perda tersebut dapat dicabut oleh pemerintah pusat jika bertentangan dengan kriteria-kriteria yang telah ditetapkan. Perimbangan keuangan antara pusat dan daerah adalah suatu sistem pembiayaan pemerintahan dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia yang mencakup pembagian keuangan antara pemerintah pusat dan daerah serta pemerataan antar daerah secara proporsional, demokratis, adil, dan transparan dengan memperhatikan potensi, kondisi, dan kebutuhan daerah, sejalan dengan kewajiban pengelolaan dan pengawasan keuangannya. Perimbangan keuangan antara pusat dan daerah ini merupakan alat utama dalam pelaksanaan desentralisasi fiskal, sebagai konsekuensi dari pelaksanaan otonomi daerah. Ketentuan-ketentuan tentang Dana Perimbangan diatur dalam PP No.1042000 sebagai derivatif dari UU No.251999. DAU sebagai komponen dari dana perimbangan dimaksudkan sebagai alat pemerintah untuk melaksanakan pemerataan kemampuan daerah untuk membiayai pelayanan masyarakat. Oleh karena itu rumusan DAU didasarkan atas potensi dan kebutuhan daerah. Secara teoritis DAU dimaksudkan untuk menutupi fiscal gap yaitu selisih antara kebutuhan pembiayaan fiscal need dengan kemampuan keuangan daerah fiscal capacity. Perhitungan distribusi alokasi DAU telah ditetapkan dalam Kepres No.1812000 sedangkan untuk penyaluran DAU ditetapkan pula Keputusan Menteri Keuangan No.555KMK-032000. DAK merupakan komponen dari Dana Perimbangan yang diberikan kepada daerah. DAK digunakan untuk pembiayaan prasarana yang bersifat strategis dan daerah kurang mampu untuk membiayai sendiri. Ketentuan penyaluran DAK ditetapkan Keputusan Menteri Keuangan No.555KMK-032000 Agar keuangan pemerintah daerah yang sumbernya berasal dari banyak variasi tersebut berjalan efektif dan efisien, diperlukan pengendalian pengawasan dan pemeriksaan yang seharusnya diatur secara jelas tentang mekanisme pelaksanaan, ruang lingkup dan waktunya. Dengan kata lain diperlukan suatu manajemen keuangan daerah yang tepat. Manajemen keuangan daerah dimaksudkan pada pengelolaan keuangan daerah yang dilakukan secara tertib, taat pada peraturan perundangan yang berlaku, efisien, efektif, transparan dan bertanggung jawab dengan memperhatikan asas keadilan serta kepatuhan sebagaimana diatur dalam PP No.1052000 tentang Pengelolaan dan Pertanggungan Jawab Keuangan Daerah. Otonomi daerah yang efektif senantiasa memerlukan dukungan pemerintah pusat walaupun kadang-kadang terdapat perbedaan pendapat dan kepentingan satu sama lain. Pemerintah pusat senantiasa berupaya menjamin adanya kesamaan perlakuan bagi setiap warga negara, sedangkan pemerintah daerah bertanggung jawab mengatasi kebutuhan-kebutuhan spesifik dari masyarakatnya Sarundajang, 2002.

2.2. Teori Pertumbuhan Rostow