Tabel 23. PDRB KTI Atas Dasar Harga Konstan 1993 Menurut Lapangan Usaha Tahun 2000-2002
PDRB KTI Juta Rupiah Perubahan
No. Sektor 2000 2002
Juta Rupiah
Persen 1 Pertanian
17.192.115,76 18.658.560,90 1.466.445,14
8,53
2 Pertambangan dan
Galian
15.433.488,37 17.037.553,76 1.604.065,39
10,39
3 Industri Pengolahan
12.994.221,07 13.474.195,24 479.974,17
3,69
4 Listrik, Gas dan Air
Bersih
565.929,83 666.542,77 100.612,94
17,78
5 Bangunan
3.434.953,59 3.888.555,98 453.602,39
13,21
6 Perdagangan, Hotel, dan
Restoran
9.702.729,22 10.613.362,92 910.633,70
9,39
7 Pengangkutan dan
Komunikasi
7.300.003,62 8.110.389,35 810.385,73
11,10
8 Keuangan, Persewaan,
Jasa Perusahaan
2.717.527,19 2.854.344,26 136.817,07
5,03
9 Jasa-Jasa
6.955.125,80 7.638.831,50 683.705,70
9,83
TOTAL
76.296.094,45 82.942.336,68 6.646.242,23
8,71
Sumber : BPS, 2002 diolah.
5.3.2. Rasio PDRB Kawasan Timur Indonesia dan PDB Indonesia Tahun 2000-2002
Sejalan dengan membaiknya perekonomian nasional maka nilai R
a
, R
i
, dan r
i
juga menampakkan kemajuan. Berdasarkan Tabel 24 nilai R
a
sebesar 0,08. Hal ini mengindikasikan bahwa perekonomian Indonesia dalam sedang mengalami
pertumbuhan. Nilai R
a
sama untuk semua sektor perekonomian. Nilai R
i
juga menampakkan perbaikan karena pada periode 2000-2002 tidak dijumpai nilai R
i
yang bernilai negatif. Semua nilai R
i
yang bernilai positif mengindikasikan bahwa semua sektor perekonomian di Indonesia mempunyai
rasio yang positif terhadap PDB Indonesia. Sektor perekonomian yang mempunyai rasio tertinggi terhadap PDB adalah sektor pengangkutan dan
komunikasi dengan nilai R
i
sebesar 0,16. Sedangkan sektor yang mempunyai rasio terendah terhadap PDB Indonesia adalah sektor pertambangan dan galian dengan
nilai R
i
sebesar 0,04.
Nilai r
i
untuk semua sektor ekonomi di KTI memperlihatkan rasio yang positif terhadap PDRB KTI hal ini ditandai dengan nilai r
i
yang positif r
i
0. Sektor perekonomian di KTI yang mempunyai rasio terbesar terhadap PDRB KTI
adalah sektor listrik, gas dan air bersih dengan nilai r
i
sebesar 0.18. Sedangkan sektor di KTI yang mempunyai rasio terendah terhadap PDRB KTI adalah sektor
industri pengolahan dengan nilai r
i
sebesar 0,04. Tabel 24. Nilai R
a
, R
i
, dan r
i
Awal Implementasi Kebijakan Otonomi Daerah Tahun 2000-2002
No. Sektor R
a
R
i
r
i
1 Pertanian
0,08 0,05 0,09
2 Pertambangan dan
Galian
0,08 0,04 0,10
3 Industri Pengolahan
0,08 0,08 0,04
4 Listrik, Gas dan Air Bersih
0,08 0,15 0,18
5 Bangunan
0,08 0,10 0,13
6 Perdagangan, Hotel, dan Restoran
0,08 0,08 0,09
7 Pengangkutan dan Komunikasi
0,08 0,16 0,11
8 Keuangan, Persewaan, Jasa Perusahaan
0,08 0,11 0,05
9 Jasa-Jasa
0,08 0,05 0,10
TOTAL
0,08 0,08 0,09
Sumber : BPS, 2002 diolah.
5.3.3. Analisis Komponen Pertumbuhan Wilayah Tahun 2000-2002
Komponen pertumbuhan nasional memperlihatkan bahwa sektor-sektor perekonomian di KTI memberikan kontribusi yang positif terhadap pertumbuhan
nasional ditandai dengan persentase nilai PN yang positif PN0 yaitu sebesar 7,83 persen Tabel 25. Sektor pertanian merupakan sektor yang memberikan
kontribusi paling besar terhadap pertumbuhan nasional dengan kontribusi terhadap pertumbuhan nasional sebesar Rp 1.346.391,85 juta. Sedangkan sektor
yang menyumbang pertumbuhan nasional terkecil adalah sektor listrik, gas dan air bersih dengan nilai perumbuhan nasional sebesar Rp 44.320,51 juta.
Persentase total perubahan PDRB sektor-sektor perekonomian KTI pada tahun 2000-2002 sebesar 8,71 persen Tabel 23 lebih besar jika dibandingkan
persentase komponen pertumbuhan nasional sebesar 7,83 persen. Hal ini dapat dikatakan bahwa tingkat pertumbuhan sektor-sektor ekonomi di KTI lebih besar
jika dibandingkan tingkat pertumbuhan sektor-sektor ekonomi Nasional. Tabel 25.
Komponen Pertumbuhan Nasional Awal Implementasi Kebijakan Otonomi Daerah Tahun 2000-2002
Pertumbuhan Nasional No. Sektor
Juta Rupiah Persen
1 Pertanian
1.346.391,85 7,83
2 Pertambangan dan
Galian
1.208.665,83 7,83
3 Industri Pengolahan
1.017.635,85 7,83
4 Listrik, Gas dan Air Bersih
44.320,51 7,83
5 Bangunan
269.006,65 7,83
6 Perdagangan, Hotel, dan Restoran
759.864,33 7,83
7 Pengangkutan dan
Komunikasi
571.696,09 7,83
8 Keuangan, Persewaan, Jasa Perusahaan
212.821,77 7,83
9 Jasa-Jasa
544.687,16 7,83
TOTAL
5.975.090,04 7,83
Sumber : BPS, 2002 diolah. Komponen untuk menganalisis pertumbuhan suatu wilayah selanjutnya
adalah komponen pertumbuhan proporsional. Berdasarkan Tabel 26 masih ada beberapa sektor perekonomian yang mempunyai nilai PP negatif PP0. Sektor-
sektor tersebut antara lain sektor pertanian dengan kontribusi terhadap PDRB KTI sebesar Rp -424.971,57 juta -2,47 persen, sektor pertambangan dan galian
dengan kontribusi sebesar Rp -583.055,72 juta -3,78 persen, sektor industri pengolahan dengan kontribusi sebesar Rp -39.568,75juta -0,30 persen, dan
sektor perdagangan, hotel dan restoran dengan kontribusi sebesar Rp -21.077,22 juta -0.22 dan yang terakhir sektor jasa-jasa dengan kontribusi sebesar
Rp -173.932,33 juta -2,50 persen. Selain mempunyai kontribusi yang negatif terhadap PDRB KTI kelima sektor di atas juga termasuk sektor yang mempunyai
laju pertumbuhan yang lambat. Sektor pertambangan dan galian mempunyai laju pertumbuhan paling lambat dikarenakan sektor tersebut tidak dapat dieksplorasi
secara berlebihan dan harus dihemat pemanfaatannya karena tambang yang tersisa berada di hutan lindung.
Pada periode 2000-2002 sektor-sektor yang termasuk dalam sektor dengan laju pertumbuhan yang cepat adalah sektor listrik, gas dan air bersih dengan
kontribusi terhadap PDRB KTI sebesar Rp 41.178,38 juta atau 7.28 persen. Selanjutnya sektor bangunan dengan kontribusi terhadap PDRB KTI sebesar
Rp 79.510,10 atau 2,31 persen, sektor pengangkutan dan komunikasi dengan kontribusi terhadap PDRB KTI sebesar Rp 629.340,21 juta atau 8,62 persen, dan
sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan dengan kontribusi terhadap PDRB KTI sebesar Rp 98.181,02 juta atau 3,61 persen. Sektor-sektor ini
digolongkan ke dalam sektor dengan laju pertumbuhan yang cepat karena PP bernilai positif atau PP0. Sejak diberlakukan otonomi daerah sektor
pengangkutan dan komunikasi menjadi penting dan ditingkatkan sarananya karena sektor tersebut sangat dibutuhkan untuk mendukung jalannya pemerintahan. Hal
ini mengingat penduduk KTI banyak bermukim di daerah terpencil dan menyebar di wilayah dengan luas yang lebih dari 60 persen dari total luas Indonesia.
Tabel 26. Komponen Pertumbuhan Proporsional Awal Implementasi Kebijakan Otonomi Daerah Tahun 2000-2002
Pertumbuhan Proporsional No. Sektor
Juta Rupiah Persen
1 Pertanian
-424.971,57 -2,47
2 Pertambangan dan
Galian
-583.055,72 -3,78
3 Industri Pengolahan
-39.568,75 -0,30
4 Listrik, Gas dan Air Bersih
41.178,38 7,28
5 Bangunan
79.510,10 2,31
6 Perdagangan, Hotel, dan Restoran
-21.077,22 -0,22
7 Pengangkutan dan Komunikasi
629.340,21 8,62
8 Keuangan, Persewaan, Jasa Perusahaan
98.181,02 3,61
9 Jasa-Jasa
-173.932,33 -2,50
TOTAL
-394.395,89 -0,52
Sumber : BPS, 2002 diolah. Komponen untuk menganalisis pertumbuhan wilayah selanjutnya adalah
komponen pertumbuhan pangsa wilayah. Setelah diimplementasikan kebijakan otonomi daerah ternyata masih ada sektor perekonomian di KTI yang mempunyai
nilai PPW negatif PPW0 seperti yang terlihat dalam Tabel 27. Sektor dengan nilai PPW negatif antara lain sektor industri pengolahan dengan nilai PPW
sebesar Rp -516.491,25 juta atau -3,97 persen, sektor pengangkutan dan komunikasi dengan nilai PPW sebesar Rp -434.017,35 atau -5.95 persen, dan
sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan dengan nilai PPW sebesar Rp -182,955.30 juta atau -6.73 persen. Sektor-sektor yang mempunyai nilai PPW
negatif PPW0 ini merupakan sektor-sektor yang tidak memiliki daya saing dengan wilayah lain di Indonesia. Sektor keuangan, persewaan dan jasa
perusahaan tidak dapat bersaing karena akses sumber dana melalui perbankan dan lembaga-lembaga keuangan di KTI sangat terbatas.
Sektor perekonomian di KTI yang memiliki daya saing antara lain sektor pertanian, sektor pertambangan dan galian, sektor listrik, gas dan air bersih, sektor
bangunan, sektor perdagangan, hotel dan restoran, dan sektor jasa-jasa. Sektor perekonomian di KTI yang mempunyai daya saing tertinggi adalah sektor
pertambangan dan galian. Sedangkan sektor perekonomian di KTI yang mempunyai daya saing paling rendah adalah sektor perdagangan, hotel dan
resoran. Sektor-sektor yang mempunyai daya saing terlihat dari nilai PPW positif atau nilai PPW0. Sektor pertambangan dan galian tetap menjadi sektor yang
berdaya saing tertinggi pada tahun 2000-2002.
Tabel 27. Komponen Pertumbuhan Pangsa Wilayah Awal Implementasi Kebijakan Otonomi Daerah Tahun 2000-2002
Pertumbuhan Pangsa Wilayah No. Sektor
Juta Rupiah Persen
1 Pertanian
591.514,15 3,44
2 Pertambangan dan
Galian
1.080.150,13 7,00
3 Industri Pengolahan
-516.491,25 -3,97
4 Listrik, Gas dan Air Bersih
17.801,08 3,15
5 Bangunan
118.962,71 3,46
6 Perdagangan, Hotel, dan Restoran
187.974,97 1,94
7 Pengangkutan dan Komunikasi
-434.017,35 -5,95
8 Keuangan, Persewaan, Jasa Perusahaan
-182.955,30 -6,73
9 Jasa-Jasa
343.714,70 4,94
TOTAL
1.206.653,84 1,58
Sumber : BPS, 2002 diolah.
5.3.4. Analisis Profil Pertumbuhan PDRB Kawasan Timur Indonesia dan