dapat dikembangkan dalam rangka peningkatan bidang pendidikan di KTI adalah dengan
peningkatan partisipasi sekolah terutama sekolah dasar, sekolah menengah dan pendidikan sejenis yang setara, pendirian sekolah-sekolah kejuruan
yang sesuai dengan potensi sumber daya setempat, peningkatan mutu perguruan tinggi dan peningkatan akses untuk mengikuti Pendidikan Tinggi di dalam negeri
dan di luar negeri. Tabel 8. Kualitas Sumber daya Manusia Menurut Pendidikan di KTI dan
Indonesia, 1999
KTI Indonesia
Tk Pendidikan Lk
Prp Total
Lk Prp
Total Tidak Sekolah
4,10 6,67
10,77 2,79
6,16 8,95
Tidak tamat SD 7,18
8,08 15,26
7,08 8,65
15,73 SD
15,37 17,64
33,00 17,24
17,63 34,87
SMTP-U 8,93
8,19 17,12
8,89 7,74
16,63 SMTP-K
0,95 0,84 1,79 1,09 1,00 2,08
SMTA-U 7,60
5,77 13,36
7,11 5,28
12,39 SMTA-K
3,03 2,55 5,58 3,33 2,49 5,81
Dipl 1 2 0,34
0,31 0,65
0,31 0,36
0,67 Dipl 3Ak
0,40 0,31
0,71 0,55
0,45 0,99
PT 1,10 0,64 1,74 1,16 0,70
1,86 Total
49,00 51,00
100,00 49,56
50,44 100,00
Sumber: BPS, Sakernas 1999 diolah. Ket :
Lk : Laki-laki
Prp : Perempuan
4.3.2. Tingkat Kesehatan
Derajat kesehatan masyarakat dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan, perilaku kesehatan, pelayanan kesehatan dan kependudukan. Angka kematian bayi
merupakan salah satu indikator untuk mengukur derajat kesehatan masyarakat. Data Susenas, 2000 memberikan gambaran perbedaan atau perbandingan
kematian antar daerah, dimana untuk KTI angka kematian kelompok umur 0-14 tahun lebih tinggi dari angka rata-rata nasional Tabel 9.
Tabel 9.Angka Kematian Umur 0-14 Tahun Menurut Kawasan
Kawasan Perkotaan
Pedesaan K + D
Kawasan Timur Indonesia Kalimantan
Sulawesi NTBNTTIrja
2,6 1,9
3,1 3,1
4,4 3,0
4,5 5,6
4,0 2,7
4,2 5,0
Sumatera Jawa-Bali
3,0 2,2
2,7 3,1
2,8 2,7
Indonesia 2,4
3,3 3,0
Sumber: Susenas, 2000. Kelangsungan hidup anak dapat diindikasikan dari rasio anak yang masih
hidup terhadap anak lahir hidup yang dilahirkan ibu usia subur. Tingginya angka kematian di KTI ini mengingat fasilitas layanan kesehatan di KTI masih jauh
tertinggal dibandingkan lainnya. Perbedaan mencolok kesulitan akses ke fasilitas layanan terlihat antar perkotaan dan pedesaan. Diantara region di KTI, kesulitan
akses ke fasilitas layanan kesehatan di kepulauan NTB, NTT, Maluku dan Irja terlihat paling tinggi diikuti oleh Kalimantan dan Sulawesi .
Tingginya tingkat kesulitan untuk mendapatkan fasilitas layanan kesehatan di KTI menyebabkan banyaknya masyarakat melakukan pengobatan sendiri tanpa
datang ke fasilitas kesehatan atau memanggil dokterpetugas kesehatan untuk menyembuhkan atau meringankan keluhan kesehatan. Di samping sulitnya
mendapatkan akses pelayanan kesehatan karena kurangnya fasilitas yang ada, kurangnya masyarakat menggunakan fasilitas layanan kesehatan di KTI ini juga
dilatarbelakangi oleh keadaan sosial ekonomi di masyarakat. Selain kondisi sosial ekonomi masyarakat di KTI, faktor geografis dan
transportasi juga merupakan salah satu permasalahan dalam rangka peningkatan
pelayanan kesehatan. Terbatasnya penyediaan sarana kesehatan yang berupa tenaga medis, peralatan medis, obat-obatan, vaksin dan sebagainya serta
kelangkaan sarana transportasi, jarak tempuh, waktu tempuh dan biaya tempuh merupakan faktor-faktor penyebab rendahnya akses masyarakat terhadap
pelayanan kesehatan, dan menyebabkan rendahnya penggunaan sarana pelayanan kesehatan yang ada oleh masyarakat.
4.3.3. Ketenagakerjaan